PELAKSANAAN MAGANG DI
PERSEKUTUAN SOEWITO, FAJAR, DAN REKAN (TaxPrime)
TANGGAL, 08 Oktober 2018 S.D 08 Januari 2019
Oleh:
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menjalankan program magang dengan baik
serta menyelesaikan Laporan Magang ini dengan tepat waktu.
Laporan Magang ini dibuat untuk memenuhi salah satu komponen
penilaian dan juga syarat kelulusan dalam Mata Kuliah Magang yang
diselenggarakan oleh Program Studi Perpajakan, Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan KKN/Magang ini tidak
akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya;
2. Bapak Dr. Mochamad AL Musadieq, M.BA., selaku Ketua Jurusan
Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya;
3. Ibu Dra. Saparilla Worokinasih, M.Si., selaku Ketua Program Studi
Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
4. Ibu Priandhita Sukowidyanti Asmoro, SE., MSA.Ak., selaku Sekretaris
Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
5. Bapak Suharno yang telah memberikan bimbingan, arahan maupun saran atas
laporan magang ini;
6. Bapak dan ibu orang tua kedua penulis yang senantiasa memberikan
dukungan baik moral maupun material;
7. Bapak Soewito, Selaku Senior Partner dan Bapak Muhamad Fajar Putranto
Selaku Managing Partner di TaxPrime yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menjalani magang selama tiga bulan;
8. Bapak Daulat Budiman Siahaan selaku General Affairs & Finance Manager
yang telah memberikan pengarahan penulis selama magang.
9. Bapak Awalludin dan Bapak Januar Ponco selaku Senior Tax Manager di
TaxPrime atas rekomendasi dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis
iii
untuk menjalani magang, serta ilmu yang diberikan selama penulis menjalani
magang;
10. Mas Prasetyo Selaku Supervisor Tax Audit and Dispute di TaxPrime atas
ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menjalani magang;
11. Mbak Tiara, Mas Ali, Mbak Nabilla, mbak Seisti dan Mbak Gita selaku
Junior Tax Consultant yang selalu memberikan dukungan dan arahan untuk
menyelesaikan Laporan Akhir Magang;
12. Teman-teman seperjuangan Perpajakan angkatan 2015 yang senantiasa
membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan Magang ini;dan
13. Pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
penulis dalam menyelesaikan Laporan Magang ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Magang ini masih jauh dari
kata sempurna karena berbagai keterbatasan ilmu penulis. Penulis dengan senang
hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan
Laporan Magang ini. Akhir kata, semoga Laporan Magang ini dapat memberikan
manfaat bagi siapapun yang membacanya.
Malang,
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
TANDA PENGESAHAN
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Tujuan & Manfaat Kegiatan Magang......................................................3
1. Tujuan Umum......................................................................................3
2. Tujuan Khusus.....................................................................................4
3. Manfaat Bagi Mahasiswa....................................................................4
4. Manfaat Bagi Instansi..........................................................................5
5. Manfaat Bagi Program Studi Perpajakan FIA UB..............................5
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................32
A. Temuan Gap antara Teori dengan Praktik.............................................32
1. Teori Terkait Sengketa Pajak............................................................32
1.1. Bidang Usaha Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi...................32
1.2. Perpajakan dalam Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi.............34
1.3. Penghasilan Bruto Kontraktor dan/atau Operator
di Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi.......................................35
1.4. Biaya-biaya yang Terkait dengan Usaha di Sektor
Hulu Minyak dan Gas Bumi......................................................36
1.5. Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan Kontraktor
dan/atau Operator Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi.............39
2. Praktik Sengketa Pajak......................................................................42
2.1. Gambaran Umum Sengketa Kasus Pajak Badan BUT K...........42
B. Analisis Gap atas Sengketa Kasus Pajak Penghasilan Badan
BUT K....................................................................................................46
BAB V PENUTUP.................................................................................................62
A. Kesimpulan............................................................................................62
B. Saran.......................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Jam Kerja Kegiatan Magang
Tabel 2.2: Kegiatan Magang yang Dilakukan Ali Ghufron
Tabel 2.3: Kegiatan Magang yang Dilakukan Moch. Taris Zulhilmi
Table 3.1: Bidang-Bidang Kegiatan
Tabel 4.1: Rincian Faktur Pajak
Tabel 4.2: Hasil Pemeriksaan
Tabel 4.3: Hasil Analisis Kasus PT. X
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Berkas Sengketa Pajak Yang Masuk Ke Pengadilan Pajak 2011-2012
Gambar 3.1 Logo TaxPrime
Gambar 3.2 Menara Kuningan
Gambar 3.3 Struktur Organisasi TaxPrime
Gambar 3.4 Proses Rekap VAT Invoice Out PT SKPI
Gambar 3.5 Proses Pembuatan TP Doc
Gambar 3.6 Proses Analisa Bisnis Agen Travel Online
Gambar 3.7 Timeline Pemeriksaan PT SKPI
Gambar 3.8 Tabel Perbandingan PER-31/2012 dan PER-32/2015
Gambar 4.1 Alur Sengketa Keberatan PT. X
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I: Surat Balasan Kegiatan Magang dari Instansi
Lampiran II: Absensi Peserta Magang
Lampiran III: Surat Keterangan telah Menyeleseikan Kegiatan Magang
Lampiran IV: Nilai Kegiatan Magang dari Instansi
Lampiran V: Dokumentasi Tempat & Kegiatan Magang
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
Tabel 1.1
Berkas Sengketa Pajak yang Masuk Ke Pengadilan Pajak 2011-2017
Jumlah Berkas Sengketa Pajak Menurut Terbanding/Tergugat
Tahun 2011-2015
Jumlah Berkas Masuk
No. Terbanding/Tergugat
2011 2012 2013 2014 2015
3 Pemda 964
236 485 462 561
2. Tujuan Khusus
6
7
C. Jadwal Kegiatan
D. Pembagian Kerja
15
16
Senayan, Kebayoran Baru, DKI Jakarta, pada april tahun 2014 TaxPrime
pindah gedung ke Menara Kuningan 15th Floor, Jalan H.R Rasuna Said
kav. 5 Blok. X-7 Karet Kuningan, Jakarta Selatan, Indonesia. Dan pada
tahun 2015 TaxPrime menambah lantai untuk keperluan oprasionalnya di
12th Floor.
TaxPrime Sebagai salah satu konsultan pajak yang baru berdiri
sudah mulai berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya klien
yang sudah bekerja sama dengan TaxPrime baik orang pribadi maupun
perusahaan. Sejalan dengan motivasi untuk selalu mengkedepankan
kualitas dan profesionalitas di bidang perpajakan, TaxPrime memiliki
spesialis dan profesional di bidang perpajakan dengan pengatahuan yang
luas dalam menganalisa dan mengelola Transfer Pricing, melakukan
manajemen evisiensi dan evektifitas atas trasaksi perpajakan internasional,
memberikan layanan konsultasi atas pemenuhan kewajiban pajak domestik
dan internasional, serta mendampingi dan menyelesaikan sengketa
perpajakan di tingkat Keberatan, Banding dan peninjauan kembali melalui
jasa konsultan.
2. Visi dan Misi TaxPrime
Dalam menjalankan bisnis tentu terdapat tujuan yang ingin dicapai
oleh setiap organisasi atau perusahaan, begitu juga dengan TaxPrime.
Tujuan yang ingin dicapai ini digambarkan dalam visi dan misi. Visi dan
misi TaxPrime adalah:
a) Visi :
“Our vision is to be the top ten tax consulting firm in Indonesia with
highest ethical standard, and commitment to do the best what we can
do”.
b) Misi :
“Our mission is to deliver premium tax consultancy that help our
clients excel in their business and comply with the tax regulation”
3. Tata Nilai TaxPrime
Nilai sangat penting dalam suatu organiasasi karena dapat
mendorong organisasi tersebut bertindak atau mengikuti aturan sesuai
dengan norma yang berlaku. Berikut adalah uraian nilai-nilai yang dimiliki
TaxPrime:
a. Passion, TaxPrime memberikan layanan dengan kualitas tertinggi
untuk para klien dan pemangku kepentingan. TaxPrime hanya
mempekerjakan orang-orang yang bekerja dengan penuh passion.
TaxPrime terus berusaha untuk memenuhi komitmen dan melampaui
apa yang diharapkan.
b. Team Work, kerjasama dan komunikasi yang terbuka sangat penting
untuk memenuhi visi dan misi dalam melayani klien secara efektif.
TaxPrime berpartisipasi penuh sebagai anggota tim ketika bekerja
dengan para kolega, klien, atau pemangku kepentingan lainnya.
TaxPrime mendukung dan menguatkan satu sama lain dengan berbagi
pengetahuan dan memanfaatkan keterampilan serta memanfaatkan
sumber daya yang melintasi batas.
c. Integrity, integritas merupakan dasar dari TaxPrime. Dalam setiap
pekerjaan TaxPrime berusaha untuk transparan dan menjadi model
good governance, menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri serta
para klien.
d. Professional Experiences, TaxPrime telah menyampaikan layanan
pajak profesional tepat waktu dan akurat kepada klien. Pengalaman
TaxPrime memperluas dari tingkat self assessment hingga
penyelesaian Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak.
e. Minimum Two Partners Involvement, TaxPrime memahami bahwa
klien menghadapi risiko pajak yang semakin kompleks, klien pantas
mendapatkan arahan dari para mitra (partners) TaxPrime yang paling
berpengalaman dan berpengetahuan. Partner dan manager TaxPrime
terlibat dalam setiap pekerjaan klien dan selalu tersedia, oleh karena
itu TaxPrime menyediakan minimal dua partner di setiap pekerjaan
klien.
f. Active Approach, tim TaxPrime dengan sungguh-sungguh berbagi cara
berpikir “let’s do it”. TaxPrime menerapkan pengetahuan yang
mendalam untuk setiap klien, dengan semangat untuk mengungkap
peluang dan pilihan baru untuk klien sebagai proses mitigasi risiko
pajak. TaxPrime tidak akan melupakan kebutuhan klien dan terus
menyediakan informasi terkait, ide dan saran yang paling efisien
kepada klien.
4. Struktur Organisasi TaxPrime
D. Hambatan-Hambatan
Dalam menjalankan magang di TaxPrime penulis menemukan
hambatan yang cukup signifikan yaitu berupa ketidaktepatan waktu
sebagian pegawai TaxPrime yang seharusnya jam kerja dimulai pukul
08.30 namun sebagian dari mereka datang pukul 09.30. Hal ini tentunya
dapat berpengaruh pada penulis disebabkan sebagian tugas harian dalam
kegiatan magang yang diberikan berasal dari pegawai yang terlambat.
Sehingga penulis tidak bisa menyelesaikan tugas harian magang dalam
satu hari yang berdampak pada kurang optimalnya tugas harian magang
yang dikerjakan penulis. Setelah penulis menanyakan alasan mengapa
sebagian pegawai TaxPrime sering terlambat, beberapa pegawai
mengatakan bahwa mereka setiap hari nya harus lembur dan biasa pulang
tengah malam sehingga penulis dapat memakluminya.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Temuan Gap Antara Teori dan Praktik
1. Teori Terkait Sengketa Pajak
1.1. Bidang Usaha Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi
Industri minyak dan gas bumi (migas) secara umum
melakukan lima tahapan kegiatan, yaitu eksplorasi, eksploitasi,
pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Lima kegiatan pokok ini
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kegiatan hulu (upstream)
dan kegiatan hilir (downstream). Kegiatan usaha hulu migas adalah
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, sedangkan kegiatan usaha hilir
adalah pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Eksplorasi, yang
meliputi studi geologi, studi geofisika, survei seismik, dan
pengeboran eksplorasi, adalah tahap awal dari seluruh kegiatan
usaha hulu migas. Kegiatan ini bertujuan mencari cadangan baru.
Jika ditemukan cadangan yang ekonomis untuk dikembangkan,
kegiatan eksplorasi akan dilanjutkan dengan kegiatan eksploitasi.
Kegiatan eksploitasi adalah mengangkat migas ke permukaan bumi.
Aliran migas akan masuk ke dalam sumur, lalu dinaikkan ke
permukaan melalui tubing (pipa salur yang dipasang tegak lurus).
Pada sumur yang baru berproduksi, proses pengangkatan ini
dapat memanfaatkan tekanan alami, tanpa alat bantu. Namun, bila
tekanan formasi tidak mampu memompa migas ke permukaan,
maka dibutuhkan metode pengangkatan buatan. Migas yang telah
diangkat akan dialirkan menuju separator (alat pemisah minyak,
gas, dan air) melalui pipa salur. Separator akan memisahkan
minyak (liquid) dan gas. Liquid selanjutnya akan dialirkan menuju
tangki pengumpul, sedangkan gas akan dialirkan melalui pipa untuk
selanjutnya dimanfaatkan, atau dibakar, tergantung pada volume,
harga, dan jarak ke konsumen gas.
32
33
Equity Share = ETS [Total Lifting - FTP (20% x Total Lifting) - Cost
Recovery] x Persentase bagi hasil kontraktor
Ket:
- Total lifting adalah sejumlah minyak mentah dan/atau gas
bumi yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody
transfer point)
- Persentase bagi hasil adalah bagian kontraktor dan/atau
operator yang sudah disepakati dengan Badan Penyelenggara
1 Dryer Machine
L/3 Hp, Mooel
2012 464.57 50% 232,29 1,825,98 1.393,69
Les 37 Aw
F3300
2 Non-
2010 15.503.91 25% 15,503.91 14,109,89 (1.384,02)
Directional
Jumlah 15,735.20 15,735.87 (0,33)
"Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto akan sama dengan
biaya yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah”
Selanjutnya dalam Pasal 11 bagian memori penjelasan disebutkan bahwa:
Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan adalah sama dengan
biaya yang akan dikembalikan oleh Pemerintah kepada kontraktor dalam
rangka kontrak kerja sama, demikian pula sebaliknya. Prinsip ini biasa
dikenal dengan nama uniformity principle.
Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan
biaya yang menjadi dasar dalam penghitungan bagi hasil dan
penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
Uniformity Principle sebagaimana dijelaskan dalam surat Menteri
Keuangan nomor S-443a/MK.O l 2/1982 dan dimaksudkan dalam penjelasan
Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2010 merupakan penegasan bahwa
Perhitungan Bagi Hasil (Financial Quarterly Report I "FQR") dan perhitungan
hak/kewajiban yang mengikutinya didasarkan pada Perhitungan Bagi Hasil
(FQR) yang diakui dan digunakan oleh SKK Migas.
Jumlah biaya usaha/operasi yang sudah dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Badan tahun 2014 sebesar USD 23,562,851.74. Nilai
tersebut sama dengan nilai yang tercantum pada FQR Tahun 2014 dikalikan
15% Participating Interest yang menjadi porsi BUT K dan atas jumlah biaya
usaha/operasi tersebut telah mendapatkan konfirmasi dari SKK Migas melalui
surat Nomor SRT-0119/SKKC4000/2016/S4 tanggal 24 Maret 2016 perihal
Official Lifting/Revenue and Cost Recoverables/Total Recoverables tahun
buku 2014.
Selanjutnya, mengenai perhitungan pajak penghasilan untuk
kontraktor PSC diatur dalam PP 79 tahun 2010 Pasal 9 Ayat 2 sebagai
berikut:
"Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka
kontrak bagi hasil dihitung berdasarkan nilai realisasi minyak
dan/atau gas bumi bagian kontraktor dari equity share dan FTP share
ditambah minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari pengembalian
biaya operasi ditambah minyak dan/atau gas bumi tambahan yang
berasal dari pemberian insentif atau karena
hal lain dikurangi nilai realisasi penyerahan DMO minyak dan/atau gas bumi
ditambah imbalan DMO ditambah varian harga atas lifting "
Terkait aturan diatas, Pihak BUT K sudah mematuhinya. Hal ini
tercermin dalam Financial Quarterly Report. Selain itu, untuk tahun 2014
juga sudah melakukan rekonsiliasi dengan pihak SKK Migas dimana Rapat
Koordinasi Pemeriksaan atas Pemeriksaan Perhitungan Bagi Hasil dan
Perpajakan Tahun Buku 2014 ini dihadiri oleh SKK Migas, BPK RI, BPKP,
DJP Kantor Pusat, KPP Migas dan KKKS. Rekonsiliasi ini bertujuan
mencocokkan data basis perhitungan pajak penghasilan yang BUT K miliki
dengan yang dimiliki oleh SKK Migas, sehingga seharusnya sudah tidak
diperlukan lagi pemeriksaan pajak karena semua sudah sepakat pada hasil
rekonsiliasi.
Menurut Penulis:
Dalam pandangan penulis, bahwa untuk bidang usaha migas, panas
bumi, batubara. dan berbasis syariah sudah terdapat ketentuan khusus yang
mengaturnya sehingga untuk bidang usaha tersebut tidak terikat dengan UU
PPh dalam menghitung jumlah pajak yang terutang. Dalam ilmu hukum hal
ini dikenal dengan istilah “lex specialis derogat lex generalis” yang berarti
aturan yang besifat khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum.
Aturan yang dimaksud termaktub dalam pasal 31D UU No.7 Tahun
1983 stdtd. UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yang
menyebutkan secara eksplisit, yaitu
Jika dilihat dari pasal 30 ayat (1) tersebut, DJP memiliki kewenangan
dalam menetapkan besarnya biaya-biaya operasi pada tahapan eksplorasi dan
ekspoitasi namun harus mendapat rekomendasi dari SKK Migas. Oleh sebab
itu, atas dasar tersebut BUT K dilakukan pemeriksaan. Namun, hal menarik
yang penulis temukan adalah adalah pemeriksaan tersebut dilakukan untuk
masa dan tahun pajak 2014 dimana PP No.79 Tahun 2010 masih berlaku.
Pada pasal dan ayat yang sama PP No.79 Tahun 2010 menyatakan:
“Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya
biaya pada tahapan eksplorasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu minyak
bumi dan gas bumi setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pelaksana,”
Ayat (4)
“Pelaksanaan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan dalam Pasal 25 ayat (7)
diatur dalam pedoman pelaksanaan
pemeriksaan bersama.”
Ayat (5)
“Hal-hal terkait penyampaian
rekomendasi, penyelesaian
perbedaan besaran biaya hasil
pemeriksaan, dan pedoman
pelaksanaan pemeriksaan bersama
diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan.”
Sumber: PP No.79 Tahun 2010 dan PP No.27 Tahun 2017 (Data diolah sendiri
oleh penulis),2019
Selanjutnya adalah masalah uniformity principle. Pengertian
uniformity principle seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya merupakan
biaya-biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus diartikan sama
dengan biaya yang dihitung berdasarkan PSC. Berdasarkan berita acara
rekonsiliasi pajak penghasilan tahun 2014 yang dihadiri oleh SKK Migas,
BPK RI, BPKP, DJP Kantor Pusat, KPP Migas dan KKKS penulis
menemukan bahwa penyelesaian hak dan kewajiban kontraktual dari KKKS
dan SKK Migas/Pemerintah untuk suatu tahun buku didasarkan pada
Perhitungan Bagi Hasil (Financial Quarterly Report/FQR) yang digunakan
bersama oleh SKK Migas dan KKKS.
Apabila terdapat sengketa yang berasal dari hasil pemeriksaan/audit
maupun yang bukan berasal dari pemeriksaan/audit atau sengketa yang
berpengaruh terhadap penghitungan FQR harus memperhatikan bahwa
penyelesaian hak dan kewajiban tahun buku yang telah lalu berdasarkan FQR
saat itu dianggap selesai. Jadi, ketika hak dan kewajiban kontrak sudah
diselesaikan untuk suatu tahun buku dengan dasar FQR yang digunakan oleh
KKKS dan SKK MIGAS, maka akan dianggap telah selesai seluruhnya untuk
FQR saat itu karena Uniformity Principle PSC merupakan konsep bahwa
biaya yang digunakan untuk Perhitungan Bagi Hasil (FQR) merupakan biaya
yang akan digunakan untuk kepentingan pelaporan pajak penghasilan. Hal ini
pula yang dimaksud dalam memori penjelasan PP 79 Tahun 2010 pasal 11
bahwa biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto akan sama
dengan biaya yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah.
Dalam kaitanya mengenai uniformity principle ini, menurut pendapat
penulis merupakan hal yang aneh apabila terdapat lembaga negara yang saling
bertentangan. Pada kasus BUT K ini terjadi hal demikian, DJP mengoreksi
biaya yang sebenanya sudah disepakati oleh SKK MIGAS sejak awal BUT K
akan melakukan operasi dan pada rapat rekonsiliasi pajak tahun 2014 yang
juga pada saat itu dihadiri oleh DJP. Sesungguhnya pada saat rapat
rekonsiliasi pajak tahun 2014 tersebut dapat dimanfaatkan oleh DJP apabila
terdapat hal yang tidak sesuai dengan peraturan, tetapi pada akhir nya DJP
menyetujui hasil rekonsiliasi tersebut yang meyiratkan bahwa terhadap
laporan keuangan yang direkonsiliasi tersebut sudah sesuai dengan peraturan-
peraturan yang berlaku. Apabila dikemudian hari dilakukan koreksi terhadap
biaya-biaya yang sebelumnya sudah disepakati bersama berarti terdapat suatu
kesalahan sistem yang terjadi antar lembaga ini, sehingga dikhawatirkan akan
merusak citra pemerintah Indonesia dan akan mengurangi tingkat
kepercayaan investor terhadap Indonesia.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hakikatnya bidang usaha sektor hulu minyak dan gas bumi
memiliki ketentuan tersendiri dalam perhitungan pajaknya yang diatur dalam
PP No.27 Tahun 2017 stdtd. PP No.79 Tahun 2010 tentang Tentang Biaya
Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di
Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi sehingga dengan adanya aturan ini
UU PPh yang berlaku secara umum harus dikesampingkan. Terkait kasus
pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh KPP Migas terhadap BUT K yang
menghasilkan produk hukum berupa SKPLB dapat dinilai cacat hukum karena
DJP selaku pemeriksa tidak mempunyai kewenangan apapun dalam melakukan
pemeriksaan. Kewenangan sesungguhnya untuk melakukan pemeriksaan pajak
terletak pada BPKP selaku auditor internal.
Penetapan biaya operasi pada kontraktor yang sudah pada tahap
eksploitasi juga tidak bisa dilakukan oleh DJP karena kewenangan untuk
menetapkan biaya operasi hanya pada tahap eksplorasi sesuai dengan pasa 30
ayat (1) PP No.79 Tahun 2010 dimana pada saat dilakukan pemeriksaan
terhadap BUT K untuk tahun pajak 2014 peraturan tersebut masih berlaku.
Oleh sebab itu, maka terhadap pemeriksaan pajak terhadap BUT K dan produk
hukum yang diterbitkan oleh DJP berupa SKPLB seharusnya dapat dibatalkan
demi hukum.
B. Saran
Tim Pemeriksa sebelum melakukan pemeriksaan seharusnya dapat
mencari dan memverifikasi dasar hukum yang jelas dan dapat dijadikan sebagai
acuan dalam melakukan pemeriksaan. Rumitnya sistem perpajakan di
Indonesia yang antar peraturanya dapat saling tumpang tindih dapat diduga
sebagai faktor biasnya pemahaman Tim Pemeriksa yang dapat menjadi pemicu
kesalahan dalam melakukan interprestasi suatu produk hukum. Oleh karena itu,
penyederhanaan sistem perpajakan seharusnya dapat menjadi prioritas utama
DJP untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk solusi jangka pendek yang
paling tepat adalah membuat database pajak yang secara sistematis terkoneksi
langsung
62
dengan data pusat SKK MIGAS sehingga DJP dapat memantau laporan-
laporan yang dibuat dan disetujui oleh SKK MIGAS secara realtime 24 jam.
Dengan begitu, DJP dapat dengan mudah menentukan kontraktor mana saja
yang dapat dilakukan pemeriksaan dan mana yang tidak dapat dilakukan
pemeriksaan.
DAFTAR PUSTAKA
64
LAMPIRAN-LAMPIRAN
65