Anda di halaman 1dari 75

LAPORAN PELAKSANAAN MAGANG

ANALISIS SENGKETA PAJAK BUT K ATAS PAJAK PENGHASILAN


BADAN TAHUN 2014

PELAKSANAAN MAGANG DI
PERSEKUTUAN SOEWITO, FAJAR, DAN REKAN (TaxPrime)
TANGGAL, 08 Oktober 2018 S.D 08 Januari 2019
Oleh:

MUHAMMAD NUR HIDAYAH NIM 155030407111033

PROGRAM STUDI PERPAJAKAN


JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menjalankan program magang dengan baik
serta menyelesaikan Laporan Magang ini dengan tepat waktu.
Laporan Magang ini dibuat untuk memenuhi salah satu komponen
penilaian dan juga syarat kelulusan dalam Mata Kuliah Magang yang
diselenggarakan oleh Program Studi Perpajakan, Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan KKN/Magang ini tidak
akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya;
2. Bapak Dr. Mochamad AL Musadieq, M.BA., selaku Ketua Jurusan
Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya;
3. Ibu Dra. Saparilla Worokinasih, M.Si., selaku Ketua Program Studi
Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
4. Ibu Priandhita Sukowidyanti Asmoro, SE., MSA.Ak., selaku Sekretaris
Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
5. Bapak Suharno yang telah memberikan bimbingan, arahan maupun saran atas
laporan magang ini;
6. Bapak dan ibu orang tua kedua penulis yang senantiasa memberikan
dukungan baik moral maupun material;
7. Bapak Soewito, Selaku Senior Partner dan Bapak Muhamad Fajar Putranto
Selaku Managing Partner di TaxPrime yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menjalani magang selama tiga bulan;
8. Bapak Daulat Budiman Siahaan selaku General Affairs & Finance Manager
yang telah memberikan pengarahan penulis selama magang.
9. Bapak Awalludin dan Bapak Januar Ponco selaku Senior Tax Manager di
TaxPrime atas rekomendasi dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis
iii
untuk menjalani magang, serta ilmu yang diberikan selama penulis menjalani
magang;
10. Mas Prasetyo Selaku Supervisor Tax Audit and Dispute di TaxPrime atas
ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menjalani magang;
11. Mbak Tiara, Mas Ali, Mbak Nabilla, mbak Seisti dan Mbak Gita selaku
Junior Tax Consultant yang selalu memberikan dukungan dan arahan untuk
menyelesaikan Laporan Akhir Magang;
12. Teman-teman seperjuangan Perpajakan angkatan 2015 yang senantiasa
membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan Magang ini;dan
13. Pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
penulis dalam menyelesaikan Laporan Magang ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Magang ini masih jauh dari
kata sempurna karena berbagai keterbatasan ilmu penulis. Penulis dengan senang
hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan
Laporan Magang ini. Akhir kata, semoga Laporan Magang ini dapat memberikan
manfaat bagi siapapun yang membacanya.

Malang,

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
TANDA PENGESAHAN
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Tujuan & Manfaat Kegiatan Magang......................................................3
1. Tujuan Umum......................................................................................3
2. Tujuan Khusus.....................................................................................4
3. Manfaat Bagi Mahasiswa....................................................................4
4. Manfaat Bagi Instansi..........................................................................5
5. Manfaat Bagi Program Studi Perpajakan FIA UB..............................5

BAB II RENCANA KEGIATAN............................................................................6


A. Tempat dan Waktu...................................................................................6
B. Metode Plaksanaan..................................................................................6
C. Jadwal Kegiatan.......................................................................................7
D. Pembagian Kerja......................................................................................8

BAB III HASIL KEGIATAN................................................................................15


A. Gambaran Umum Lokasi Magang.........................................................15
1. Sejarah TaxPrime...............................................................................15
2. Visi dan Misi Tax Prime....................................................................16
3. Tata Nilai TaxPrime...........................................................................17
4. Struktur Organisasi TaxPrime...........................................................18
v
5. Produk Perpajakan TaxPrime............................................................22
B. Bidang-Bidang Kegiatan........................................................................26
C. Bentuk-Bentuk Dukungan.....................................................................30
D. Hambatan-Hambatan.............................................................................31

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................32
A. Temuan Gap antara Teori dengan Praktik.............................................32
1. Teori Terkait Sengketa Pajak............................................................32
1.1. Bidang Usaha Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi...................32
1.2. Perpajakan dalam Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi.............34
1.3. Penghasilan Bruto Kontraktor dan/atau Operator
di Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi.......................................35
1.4. Biaya-biaya yang Terkait dengan Usaha di Sektor
Hulu Minyak dan Gas Bumi......................................................36
1.5. Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan Kontraktor
dan/atau Operator Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi.............39
2. Praktik Sengketa Pajak......................................................................42
2.1. Gambaran Umum Sengketa Kasus Pajak Badan BUT K...........42
B. Analisis Gap atas Sengketa Kasus Pajak Penghasilan Badan
BUT K....................................................................................................46

BAB V PENUTUP.................................................................................................62
A. Kesimpulan............................................................................................62
B. Saran.......................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Jam Kerja Kegiatan Magang
Tabel 2.2: Kegiatan Magang yang Dilakukan Ali Ghufron
Tabel 2.3: Kegiatan Magang yang Dilakukan Moch. Taris Zulhilmi
Table 3.1: Bidang-Bidang Kegiatan
Tabel 4.1: Rincian Faktur Pajak
Tabel 4.2: Hasil Pemeriksaan
Tabel 4.3: Hasil Analisis Kasus PT. X

vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Berkas Sengketa Pajak Yang Masuk Ke Pengadilan Pajak 2011-2012
Gambar 3.1 Logo TaxPrime
Gambar 3.2 Menara Kuningan
Gambar 3.3 Struktur Organisasi TaxPrime
Gambar 3.4 Proses Rekap VAT Invoice Out PT SKPI
Gambar 3.5 Proses Pembuatan TP Doc
Gambar 3.6 Proses Analisa Bisnis Agen Travel Online
Gambar 3.7 Timeline Pemeriksaan PT SKPI
Gambar 3.8 Tabel Perbandingan PER-31/2012 dan PER-32/2015
Gambar 4.1 Alur Sengketa Keberatan PT. X

viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I: Surat Balasan Kegiatan Magang dari Instansi
Lampiran II: Absensi Peserta Magang
Lampiran III: Surat Keterangan telah Menyeleseikan Kegiatan Magang
Lampiran IV: Nilai Kegiatan Magang dari Instansi
Lampiran V: Dokumentasi Tempat & Kegiatan Magang

ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkembangan perpajakan dalam beberapa tahun terakhir semakin


pesat berkat adanya terobosan teknologi. Perkembangan teknologi ini sudah
selayaknya diketahui dan dipelajari oleh mahasiswa perpajakan yang
merupakan stakeholder dari linkungan kementrian keuangan lebih khusus lagi
Direktorat Jenderal pajak. Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya membuat suatu program yang salah satu
tujanya adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
mahasiswa, yaitu magang sebagai salah satu cara yang dapat membantu
mahasiswa untuk mengetahui dan mempelajari serta menyepadankan
pengetahuan yang sudah diperoleh selama masa perkuliahan dengan
fenomena yang sesungguhnya terjadi di institusi tempat mahasiswa
mengambil program magang.
Program magang ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa
akhir dan diberi bobot 3 SKS. Peningkatan kualitas calon lulusan agar dapat
bersaing dalam dunia kerja dapat dicapai dengan banyak cara, salah satu
caranya adalah melalui magang. Magang merupakan media yang berguna
bagi mahasiswa untuk dapat mengetahui secara langsung menerapkan ilmu
yang sudah diperoleh dalam masa perkuliahan serta dapat menjadi sebuah
sarana untuk mempelajari perbedaan-perbedaan antara teori dan praktik yang
dilakukan di institusi tersebut.
Penulis sebagai mahasiswa yang sedang menempuh semester terakhir
juga ikut serta dalam kegiatan magang sebagai pemenuhan kewajiban dari
Universitas Brawijaya. Kegiatan magang dilaksanakan di Persekutuan Fajar,
Soewitno dan rekan atau biasa dikenal dengan TaxPrime yang berlokasi di
Jalan H.R. Rasuna Said Jakarta Selatan. TaxPrime merupakan badan usaha
yang bergerak dibidang jasa perpajakan, yaitu konsultan pajak.
Konsultan Pajak adalah orang yang memberikan jasa konsultasi
perpajakan kepada Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan

1
2

memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-


undangan perpajakan. Hal ini diatur dalam PMK No.111/PMK/03/2014
Tentang Konsultan Pajak. Jasa-jasa konsultasi yang diberikan TaxPrime
meliputi tax consulting, tax refund, tax exempt, tax dispute, tax diagnostic
review, tax efficient structuring, international tax planning.
Salah satu jasa yang diberikan, yaitu tax dispute, konsultan pajak
membantu wajib pajak dalam mendampingi pemeriksaan pajak sebagai kuasa
dari institusi yang sedang diperiksa. Pemeriksaan pajak merupakan tahapan
paling awal dari proses sengketa pajak. Sengketa pajak biasanya disebabkan
oleh perbedaan pandangan dalam menafsirkan peraturan perpajakn dan grey
area di dalam undang-undang atau peraturan perpajakan yang lainya. Pada
beberapa kasus, kurangnya strategi mempertahankan posisi pajak menjadi
pemicu utama. Penyebab lainnya mungkin datang dari kurangnya pemahaman
peraturan pajak. Hal ini dapat dilihat dari jumlah berkas sengketa pajak yang
terus mengalami peningkatan setiap tahun. Table dibawah ini merupakan data
yang diperoleh dari Sekretariat Pengadilan Pajak.

Tabel 1.1
Berkas Sengketa Pajak yang Masuk Ke Pengadilan Pajak 2011-2017
Jumlah Berkas Sengketa Pajak Menurut Terbanding/Tergugat
Tahun 2011-2015
Jumlah Berkas Masuk
No. Terbanding/Tergugat
2011 2012 2013 2014 2015

1 Dirjen Pajak 7,454


4,888 5,114 5,188 7,289

2 Dirjen Bea & Cukai 4,068


1,941 1,754 2,749 3,016

3 Pemda 964
236 485 462 561

Total 7,065 7,353 8,399 10,866 12,486


Sumber : http://www.setpp.gepkeu.go.id/statistic
Terdapat dua hal yang sangat prinsip terkait timbulnya sengketa
pajak, yaitu melakukan menjalankan hukum sebagaimana yang diperintahkan
dalam norma hukum pajak dan menjalankan hukum, tetapi tidak sesuai atau
tidak semestinya dilakukan sesui dengan norma hukum pajak. Terdapat
sebuah kasus persengketaan antara Wajib Pajak dengan Fiskus, yaitu kasus
tentang BUT K atas PPh Badan tahun 2014. BUT K merupakan bentuk usaha
tetap yang berbentuk Special Purpose Company yang bergerak dalam bidang
usaha hulu minyak dan gas bumi.
Sengketa pajak terjadi ketika diberlakukanya Peraturan Pemerintah
No. 27 tahun 2017 stdtd Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010
Tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak
Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi dimana BUT K
setelah dilakukan pemeriksaan untuk tahun pajak 2014 ditemukan adanya
koreksi yang menyebabkan pada tahun pajak 2014 menjadi lebih bayar.
Perbedaan tafsir dan pandangan diantara Wajib Pajak dan Fiskus tersebut
membuat penulis tertarik untuk mengkaji kasus tersebut kedalam laporan
magang yang berjudul “Analisis Sengketa Pajak BUT K Atas Pajak
Penghasilan Badan Tahun 2014”
B. Tujuan dan Manfaat Magang
1. Tujuan Umum
Magang adalah mata kuliah wajib yang biasa disebut KKN (Kuliah
Kerja Nyata) yang dilakukan mahasiswa Program Studi Perpajakan pada
institusi yang merupakan stakeholder linkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Kegiatan magang ini bertujuan untuk menyepadankan ilmu yang sudah
dipelajari selama masa perkuliahan dengan fenomena yang sesungguhnya
terjadi dilapangan sehingga mahasiwa peserta magang dapat mengetahui
secara langsung tentang bagaimana pelaksanaan kegiatan operasional pada
institusi yang bersangkutan.
Selain itu tujuan umum lainya dari mata kuliah magang ini adalah
sebagai berikut :
a. Meningkatkan pengetahuan melalui pengalaman kerja nyata yang
diperoleh di dunia kerja yang berguna sebagai bekal untuk memahami
dunia kerja yang akan dihadapi setelah lulus dari universitas;
b. Meningkatkan kompetensi perpajakan bagi lulusan Program
Studi Perpajakan Universitas Brawijaya agar sesuai dengan praktik di
dunia perpajakan;
c. Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan
dengan cara mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya di bangku
perkuliahan ke dalam pekerjaan;
d. Memberikan pengalaman bekerja dalam tim dan melatih
kemampuan memecahkan masalah di lingkungan kerja; atau
e. Membangun link and match sehingga terbentuk keterkaitan
dan kesepadanan antara kurikulum di perguruan tinggi dengan
kebutuhan dunia kerja.

2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari Penyelenggaraan program mata kuliah


magang ini adalah sebagai berikut:
a. Mengatahui proses persidangan di Pengadilan Pajak;
b. Mengatahui bagaimana proses penyusunan surat Banding ke
Direktur Jendral Pajak; dan
c. Mengatahui bagaimana proses penyusunan Surat Sanggahan atas
Surat Pembertiahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).
3. Manfaat Bagi Mahasiswa

Ada pula manfaat kegiatan magang yang dilakukan bagi mahasiswa


adalah sebagai berikut:
a. Mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh selama
menjalani perkuliahan di Program Studi Perpajakan di dalam dunia
kerja;
b. Memperoleh ilmu, wawasan, dan keterampilan yang sebelumnya
belum pernah diperoleh dari perkuliahan;
c. Menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja ketika lulus dari
Perguruan Tinggi;
d. Belajar untuk bersikap profesional dan bertanggung jawab terhadap
setiap pekerjaan yang dikerjakan; dan
e. Dapat membandingkan teori yang diperoleh selama perkuliahan
dengan kenyataan di dunia kerja.
4. Manfaat Bagi Instansi

Adapun manfaat kegiatan magang yang dilakukan oleh mahasiswa


bagi instansi adalah sebagai berikut:
a. Membantu menyelesaikan tugas dan pekerjaan di instansi tempat
magang;
b. Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat
antara instansi tempat magang dengan Program Studi Perpajakan
Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya (UB); dan
c. Sebagai sarana transfer ilmu, agar tercipta mahasiswa yang siap
menghadapi dunia kerja di masa mendatang.
5. Manfaat Bagi Program Studi Perpajakan FIA UB

Adapun manfaat kegiatan magang bagi Program Studi Perpajakan


FIA UB adalah sebagai berikut:
a. Menjalin kerjasama dan hubungan baik antara fakultas pada khususnya
dan pada Universitas pada umumnya dengan instansi tempat mahasiswa
magang;
b. Memperkenalkan program kepada instansi yang bergerak di bidang
ilmu administrasi;
c. Mendapatkan masukan untuk penyempurnaan kurikulum yang sesuai;
dan
d. Laporan magang dapat menjadi salah satu audit internal kualitas
pengajaran
BAB II
RENCANA KEGIATAN
A. Tempat dan Waktu

Kegiatan magang ini dilaksanakan selama 3 bulan (67 hari kerja),


dimulai dari tanggal 08 Oktober 2018 sampai dengan tanggal 08 Januari 2019.
Kegiatan magang bertempat di TaxPrime (Persekutuan Soewito, Fajar dan
rekan) Menara Kuningan 15th Floor, Jalan H.R Rasuna Said kav. 5 Blok. X-7
Karet Kuningan, Jakarta Selatan.
B. Metode Pelaksanaan
Terdapat tiga metode kegiatan yang digunkan dalam pelaksanaan
kegiatan magang di TaxPrime, yaitu
1. Tanya jawab dan praktik
Pada hari pertama kegiatan magang dilaksanakan, peserta magang
terlebih dahulu diberi pengarahan oleh manajer HR terkait budaya
perusahaan dan peraturan-peraturan yang diterapkan. Selain itu, peserta
magang dipersilahkan untuk menandatangani kontrak kerja sebagai
karyawan magang. Setelah itu, peserta magang menerima pengarahan dan
bimbingan dari pembimbing magang perusahaan terkait dengan job desc
serta perkenalan kepada karyawan.
Dari segi praktiknya, peserta magang ditempatkan dan
berpartisipasi langsung pada divisi Audit dan Sengketa Pajak (Audit and
Tax Dispute) seperti membuat rekap rekening koran, mengambil berkas-
berkas yang terkait dengan sengketa pajak, mengambil data langsung ke
klien atau instansi yang terkait dengan kasus yang sedang ditangani,
membantu dalam proses penyusunan surat keberatan dan banding, serta
membantu dalam membuat surat tanggapan SPHP.
2. Analisis
Berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta magang,
peserta magang dapat secara langsung mengamati kegiatan yang
berlangsung di TaxPrime dan dapat menganalisis berbagai kasus yang

6
7

sedang ditangani dengan membandingkan teori yang diperoleh selama


perkuliahan dan praktik yang ada dilapangan.
3. Prnyusungan laporan magang
Peserta magang diwajibkan untuk membuat laporan magang
sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan magang di TaxPrime.

C. Jadwal Kegiatan

Adapun jadwal kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan magang ini


adalah sesuai dengan jam kerja yang berlaku di TaxPrime, yaitu:
Tabel 2.1
Jam Kerja Kegiatan Magang
Hari Jam Kerja Istirahat
Senin - Jumat 08.30 - 17.00 WIB 12.00 - 13.00
WIB

D. Pembagian Kerja

Pada saat pelaksanaan kegiatan magang di TaxPrime, penulis


ditempatkan pada divisi Audit dan Sengketa Pajak. Berikut adalah pekerjaan
yang dilakukan penulis selama pelaksanaan kegiatan magang:
Tabel 2.2
Kegiatan Magang yang Dilakukan Oleh Ali Ghufron
Periode Oktober – Januari
No Hari &
Jenis Kegiatan Pelaksanaan
Tanggal
1 Senin, 8 Ekualisasi PPN PT X Muhammad Nur
Oktober Hidayah
2018
2 Selasa, 9 Ambil dokumen pemeriksaan Muhammad Nur
Oktober ke DJP Hidayah
2018
3 Rabu, 10 Rekap dokumen yang akan Muhammad Nur
Oktober dikembalikan ke WP Hidayah
2018
4 Kamis, 11 Rekap Invoice tanda terima Muhammad Nur
Oktober Hidayah
2018
5 Jumat, 12 Membuat powerpoint pph21 Muhammad Nur
Oktober Hidayah
2018
6 Senin, 15 Melanjutkan powerpoint Muhammad Nur
Oktober pph21 Hidayah
2018
7 Selasa, 16 Mengantar berkas perkara ke Muhammad Nur
Oktober Pengadilan Hidayah
2018
8 Rabu, 17 Melanjutkan powerpoint Muhammad Nur
Oktober pph21 Hidayah
2018
9 Kamis, 18 Melanjutkan powerpoint Muhammad Nur
Oktober pph21 Hidayah
2018
10 Jumat, 19 Finishing PPT PPh21 Muhammad Nur
Oktober Hidayah
2018
11 Senin, 22 Company Visit SKK MIGAS Muhammad Nur
Oktober Hidayah
2018
12 Selasa,23 Melakukan koreksi terhadap Muhammad Nur
Oktober draft Banding Hidayah
2018
13 Rabu,24 Melakukan koreksi terhadap Muhammad Nur
Oktober draft Banding Hidayah
2018
14 Kamis,25 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
Oktober TRANE Hidayah
2018
15 Jumat,26 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
Oktober TRANE Hidayah
2018
16 Senin,29 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
Oktober TRANE Hidayah
2018
17 Selasa,30 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
Oktober TRANE Hidayah
2018
18 Rabu,31 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
Oktober TRANE Hidayah
2018
19 Kamis,1 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
November TRANE Hidayah
2018
20 Jumat,2 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
November TRANE Hidayah
2018
21 Senin,5 Libur pindahan kantor Muhammad Nur
November Hidayah
2018
22 Selasa,6 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
November South East Java Hidayah
2018
23 Rabu,7 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
November South East Java Hidayah
2018
24 Kamis,8 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
November South East Java Hidayah
2018
25 Jumat,9 Menyusun Laporan Magang Muhammad Nur
November Hidayah
2018
26 Senin,12 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
November TRANE Hidayah
2018
27 Selasa,13 Rekap Rekening Koran PT Muhammad Nur
November TRANE Hidayah
2018
28 Rabu,14 Menyusun Draf Laporan Muhammad Nur
November SPHP PT MKU Hidayah
2018
29 Kamis,15 Menyusun Draf Laporan Muhammad Nur
November SPHP PT MKU Hidayah
2018
30 Jumat,16 Menyusun Draf Laporan Muhammad Nur
November SPHP PT MKU Hidayah
2018
31 Senin,19 Rekonsiliasi PPH 23 PT Muhammad Nur
November WIKO Hidayah
2018
32 Selasa,20 Rekonsiliasi PPH 23 PT Muhammad Nur
November WIKO Hidayah
2018
33 Rabu,21 Rekap GL PT GSSI Muhammad Nur
November Hidayah
2018
34 Kamis,22 Rekap GL PT GSSI Muhammad Nur
November Hidayah
2018
35 Jumat,23 Menyusun Draf Laporan Muhammad Nur
November SPHP PT ARSI Hidayah
2018
36 Senin,26 Menyusun Draf Laporan Muhammad Nur
November SPHP PT ARSI Hidayah
2018
37 Selasa,27 Menyusun Draf Laporan Muhammad Nur
November SPHP PT ARSI Hidayah
2018
38 Rabu,28 Rekonsiliasi PPH 23 PT Muhammad Nur
November WIKO Hidayah
2018
39 Kamis,29 Rekonsiliasi PPH 23 PT Muhammad Nur
November WIKO Hidayah
2018
40 Jumat,30 Rekonsiliasi PPH 23 PT Muhammad Nur
November WIKO Hidayah
2018
41 Senin,3 Rekonsiliasi PPH 23 PT Muhammad Nur
Desember WIKO Hidayah
2018
42 Selasa,4 Scaning dokumen Muhammad Nur
Desember pemeriksaan Hidayah
2018
43 Rabu,5 Mencetak SPT Tahunan klien Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
44 Kamis,6 Mencetak SPT Tahunan klien Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
45 Jumat,7 Membuat salinan soal USKP Muhammad Nur
Desember A Hidayah
2018
46 Senin,10 Membuat salinan soal USKP Muhammad Nur
Desember A Hidayah
2018
47 Selasa,11 Menyusun laporan magang Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
48 Rabu,12 Mencetak SPT Tahunan klien Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
49 Kamis,13 Mengalisis aspek perpajakan Muhammad Nur
Desember Batubara Hidayah
2018
50 Jumat,14 Mengalisis aspek perpajakan Muhammad Nur
Desember Batubara dan JO Hidayah
2018
51 Senin,17 Membuat salinan reading Muhammad Nur
Desember comprehension Hidayah
2018
52 Selasa,18 Menyusun laporan magang Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
53 Rabu,19 Menyusun laporan magang Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
54 Kamis,20 Scan soal USKP 2013 Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
55 Jumat,21 Scan soal USKP 2013 Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
56 Senin,24 Cuti Bersama Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
57 Selasa,25 Libur Natal Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
58 Rabu,26 Membuat notulensi rapat Muhammad Nur
Desember (MoM) Hidayah
2018
59 Kamis,27 Membuat notulensi rapat Muhammad Nur
Desember (MoM) Hidayah
2018
60 Jumat,28 Menyusun Laporan Magang Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
61 Senin,31 Cuti Bersama Muhammad Nur
Desember Hidayah
2018
62 Selasa,1 Libur Tahun Baru Muhammad Nur
Januari 2019 Hidayah
63 Rabu,2 Membuat notulensi rapat Muhammad Nur
Januari 2019 (MoM) Hidayah
64 Kamis,3 Membuat notulensi rapat Muhammad Nur
Januari 2019 (MoM) Hidayah
65 Jumat,4 Client Visit CIMB Niaga Muhammad Nur
Januari 2019 Hidayah
66 Senin, 7 Menyusun Laporan Magang Muhammad Nur
Januari 2019 Hidayah
67 Selasa, 8 Acara perpisahan Muhammad Nur
Januari 2019 Hidayah
BAB III
HASIL KEGIATAN
A. Gambaran Umum Lokasi Magang
1. Sejarah TaxPrime
TaxPrime adalah Perusahaan yang bergerak di bidang penyedia jasa
konsultasi perpajakan. Diprakarsai oleh 14 orang yang sekarang ini telah
menjadi partner di TaxPrime, Salah satunya adalah Soewito selaku Senior
Partner dan Muhamad Fajar Putranto selaku Managing Partner di
TaxPrime. Sebelum mendirikan TaxPrime Soewito dan Muhamad Fajar
Putranto menjabat sebagai Petugas Pajak dari Direktorat Jendral Pajak,
Posisi Terakhir Soewito di DJP adalah sebagai Kepala Kantor Pelayanan
Pajak Maumere (NTT) dan posisi terakhir Muhamad Fajar Putranto di DJP
adalah sebagai account representative di Kantor Pelayanan Pajak Wajib
Pajak Besar 2 (LTO 2). Saat ini di TaxPrime terdapat dua divisi untuk
memenuhi kebutuhan para pengguna Jasanya, yaitu divisi Transfer Pricing
dan divisi All Taxes.

Gambar 3.1 Logo TaxPrime


Sumber: http://www.taxprime.net
TaxPrime resmi berdiri di pada tanggal 25 September 2012
berdasarkan Akta Notaris No.12 yang dibuat oleh Drs. Soebiantoro, S.H.
sebagaimana telah diubah Pada Tanggal 13 Maret 2015 dengan Akta
Notaris No. 10 di tahun 2015. Akta ini telah terdaftar dalam buku register
Panitera Pengadilan Negri Jakarta Selatan tertanggal 3 Oktober 2012
dibawah Nomor 244/A/DLL/HKM/2012 PN. Jakarta Selatan, yang
selanjutnya akta ini disebut dengan Persekutuan Perdata.
Pada saat awal beroprasi tahun 2012 TaxPrime memilih lokasi
Kantor di Sequitas Center 1st Floor, Jalan Jendral Sudirman Kav. 71

15
16

Senayan, Kebayoran Baru, DKI Jakarta, pada april tahun 2014 TaxPrime
pindah gedung ke Menara Kuningan 15th Floor, Jalan H.R Rasuna Said
kav. 5 Blok. X-7 Karet Kuningan, Jakarta Selatan, Indonesia. Dan pada
tahun 2015 TaxPrime menambah lantai untuk keperluan oprasionalnya di
12th Floor.
TaxPrime Sebagai salah satu konsultan pajak yang baru berdiri
sudah mulai berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya klien
yang sudah bekerja sama dengan TaxPrime baik orang pribadi maupun
perusahaan. Sejalan dengan motivasi untuk selalu mengkedepankan
kualitas dan profesionalitas di bidang perpajakan, TaxPrime memiliki
spesialis dan profesional di bidang perpajakan dengan pengatahuan yang
luas dalam menganalisa dan mengelola Transfer Pricing, melakukan
manajemen evisiensi dan evektifitas atas trasaksi perpajakan internasional,
memberikan layanan konsultasi atas pemenuhan kewajiban pajak domestik
dan internasional, serta mendampingi dan menyelesaikan sengketa
perpajakan di tingkat Keberatan, Banding dan peninjauan kembali melalui
jasa konsultan.
2. Visi dan Misi TaxPrime
Dalam menjalankan bisnis tentu terdapat tujuan yang ingin dicapai
oleh setiap organisasi atau perusahaan, begitu juga dengan TaxPrime.
Tujuan yang ingin dicapai ini digambarkan dalam visi dan misi. Visi dan
misi TaxPrime adalah:
a) Visi :
“Our vision is to be the top ten tax consulting firm in Indonesia with
highest ethical standard, and commitment to do the best what we can
do”.

b) Misi :
“Our mission is to deliver premium tax consultancy that help our
clients excel in their business and comply with the tax regulation”
3. Tata Nilai TaxPrime
Nilai sangat penting dalam suatu organiasasi karena dapat
mendorong organisasi tersebut bertindak atau mengikuti aturan sesuai
dengan norma yang berlaku. Berikut adalah uraian nilai-nilai yang dimiliki
TaxPrime:
a. Passion, TaxPrime memberikan layanan dengan kualitas tertinggi
untuk para klien dan pemangku kepentingan. TaxPrime hanya
mempekerjakan orang-orang yang bekerja dengan penuh passion.
TaxPrime terus berusaha untuk memenuhi komitmen dan melampaui
apa yang diharapkan.
b. Team Work, kerjasama dan komunikasi yang terbuka sangat penting
untuk memenuhi visi dan misi dalam melayani klien secara efektif.
TaxPrime berpartisipasi penuh sebagai anggota tim ketika bekerja
dengan para kolega, klien, atau pemangku kepentingan lainnya.
TaxPrime mendukung dan menguatkan satu sama lain dengan berbagi
pengetahuan dan memanfaatkan keterampilan serta memanfaatkan
sumber daya yang melintasi batas.
c. Integrity, integritas merupakan dasar dari TaxPrime. Dalam setiap
pekerjaan TaxPrime berusaha untuk transparan dan menjadi model
good governance, menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri serta
para klien.
d. Professional Experiences, TaxPrime telah menyampaikan layanan
pajak profesional tepat waktu dan akurat kepada klien. Pengalaman
TaxPrime memperluas dari tingkat self assessment hingga
penyelesaian Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak.
e. Minimum Two Partners Involvement, TaxPrime memahami bahwa
klien menghadapi risiko pajak yang semakin kompleks, klien pantas
mendapatkan arahan dari para mitra (partners) TaxPrime yang paling
berpengalaman dan berpengetahuan. Partner dan manager TaxPrime
terlibat dalam setiap pekerjaan klien dan selalu tersedia, oleh karena
itu TaxPrime menyediakan minimal dua partner di setiap pekerjaan
klien.
f. Active Approach, tim TaxPrime dengan sungguh-sungguh berbagi cara
berpikir “let’s do it”. TaxPrime menerapkan pengetahuan yang
mendalam untuk setiap klien, dengan semangat untuk mengungkap
peluang dan pilihan baru untuk klien sebagai proses mitigasi risiko
pajak. TaxPrime tidak akan melupakan kebutuhan klien dan terus
menyediakan informasi terkait, ide dan saran yang paling efisien
kepada klien.
4. Struktur Organisasi TaxPrime

Gambar 3.2 Struktur Organisasi


Sumber: Company Profile TaxPrime

Adapun tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap elemen di


kantor TaxPrime dapat diperincikan sebaai berikut:
a. Senior Partner
Senior Partner adalah sebagai Founder dan sebagai Pemegang
lisensi atas sertifikat Kantor Konsultan Pajak Persekutuan Perdata
Soewito, Fajar dan Rekan. Jabatan Senior Partner dipegang oleh
Bapak Soewito. Tugas pokok dari Senior partner adalah untuk
mengawasi jalanya kinerja dari pegawai TaxPrime.
b. Managing Partner
Tugas pokok Managing Partner adalah untuk mengatur strategi
bisnis yang akan dilakukan dalam rangka memenuhi target yang
ditetapkan, serta menjalankan jalanya oprasional kegiatan TaxPrime.
Managing Partner juga bertanggung jawab atas membuat strategi dan
memilih partner yang akan diterjunkan langsung untuk menangani
kasus pajak yang diterima oleh TaxPrime. Posisi Managing Partner di
duduki oleh bapak Muhamad Fajar Putranto.
c. Partner
Tugas pokok Partner adalah mencari Klien untuk diselesaikan
masalah perpajakanya oleh TaxPrime. Partner bertanggung jawab atas
pekerjaanya kepada Managing Partner dan Senior partner
d. Head of General Affair and Finance ( GA & Finance)
Tugas Pokok dari Head of General Affair and Finance biasanya
tugas dari GA & Finance untuk melakukan pembayaran Gaji
Karyawan serta Keuangan terkait dengan pembelian peralatan ataupun
perlengkapan yang diperlukan di kantor. GA & Finance juga
menangani terkait masalah Sumber Daya Manusia untuk merekrut
karyawan baru ataupun mahasiswa yg ingin melakukan Internship.
e. Finance and Accounting Staff
Tugas Pokok dari Finance and Accounting Staff adalah
bertanggung jawab langsung kepada Head of GA and Finance terkait
dengan mencatat atau membuat pos pengeluaran setiap hari, membuat
laporan keuangan TaxPrime. Finance and Accounting Staff juga
bertugas membuat pertimbangan tunjangan transportasi karyawan
berdasarkan absensi karyawan dan menentukan upah jam lembur serta
bayaran bagi karyawan yang mendatangi klien (out of pocket).
f. Secretary
Tugas Pokok dari Secretary adalah bertanggung jawab atas
tugas yang diberikan oleh Head of GA and Finance, terkait dengan
tugas membuat surat-surat yg dibutuhkan, membuat proposal ke klien,
dan menangani history data.
g. Tax Manager
Tugas pokok dari Tax Manager adalah bertugas untuk
mengatur tugas yang diterima dari Partner dan sekaligus menunjuk
supervisor yang akan bertanggung jawab menangani tugas tersebut.
Tax Manager juga berperan membagi tugas dan juga memantau
pekerjaan yang telah diberikan oleh supervisor. Tax Manager juga
bertugas memeriksa tugas tersebut dan memberikan usulan
pembenaran apabila diperlukan. Tax Manager juga bertugas untuk
mewakili Wajib Pajak (WP) bersama Partner terkait dengan
Pemeriksaan, Keberatan, Gugatan, Banding, dan PK.
h. Supervisor
Supervisor yang berada di TaxPrime terdapat dua yaitu
Supervisor Transfer Prising dan Supervisor All Tax. Tugas Pokok
Supervisor adalah bertanggung kepada Tax Manager dan Partner
terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Tugas umum Supervisor
mempersiapkan proposal untuk perjanjian pekerjaan ke klien di
TaxPrime, Supervisor juga bertugas menunjuk Senior Tax Consultant
untuk Projek yang di dapat untuk dimasukan ke dalam tim. Setelahnya
Supervisor memberikan tugas-tugas kepada setiap anggota tim yang
terdiri dari Senior Tax Consultant dan Junior Tax Consultant,
supervisor juga memberikan arahan kepada tim nya agar dapat
mengerjakan tugas dengan baik dan benar. Supervisor bertugas me-
review hasil pekerjaan yang dikerjakan oleh Senior Tax Consultant
dan Junior Tax Consultant dan memberikan saran apabila ada yang
perlu di revisi dan yang nantinya akan memberikan laporan hasil
pekerjaan yang sudah di revisi kepada Tax Manager ataupun Partner.
Supervisor bagian Transfer Pricing mempunyai tugas umum
yaitu mempersiapkan, mengumpulkan, mengawasi dan memanage TP
Doc dan masalah Transfer Pricing berdasarkan Arm’s Length
Principle; Menganalisa metode Transfer Pricing untuk membuat TP
Doc; Menganalisa perusahaan Pembanding dan perjanjian untuk TP
Docmemimpin analisis transaksi perusahaan yang memiliki hubungan
istimewa; Memimpin analisa dan mengatur matriks fungsi, asset yang
digunakan, dan analisis asumsi risiko yang dialami klien; memimpin
analisa ekonomi dalam TP Doc; Mencari/mengatur strategi perjanjian
Pembanding (agreement comparable).
i. Senior Tax Consultant
Senior Tax Consultant (STC) di TaxPrime dibagi kedalam 4
wilayah kerja, yaitu: tax compliance, tax dispute, individual income
tax, dan transfer pricing. Tugas pokok dari seorang Senior Tax
Consultant adalah memilih Junior Tax Consultant untuk digabungkan
ke dalam tim bersama Senior dan Supervisor dan juga mengontrol dan
me-review tugas yang dikerjakan oleh Junior Tax Consultant. Senior
tax Consultant bertanggung jawab atas pekerjaan atau project yang
diberikan oleh Supervisor. Khusus bagi Senior Tax Consultant bagian
Transfer Pricing bertugas membuat perancanaan TP Doc. Sedangkan
Senior Tax Consultant bagian dispute bertugas melakukan
pengumpulan data mengenai Sengketa Pajak ke klien, dan membuat
surat-surat terkait dengan Sengketa Pajak, seperti surat Gugatan,
Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali (PK). Senior Tax
Consultant dibagian dispute juga bertugas untuk mendampingi atau
pun mewakili klien, serta membuat laporan hasil persidangan setelah
proses Sengketa Pajak berakhir.
j. Junior Tax Consultant
Tugas pokok dari seorang Junior Tax Consultant adalah
mempertanggung jawabkan hasil pekerjaan yang diberikan oleh
Supervisor dan Senior Tax Manager. Salah satu tugas dari seorang
Junior Tax Consultant adalah merekapitulasi data-data yang diperoleh
dari klien; Mencari data-data eksternal untuk keperluan analisa
Transfer Pricing Documentation (TP Doc); Menghitung dan mengisi
E-SPT PPN dan PPh 21 massa terutang serta mengisi E-SPT PPh
Badan, Orang Pribadi Tahunan terutang; dan Merekomendasikan hasil
sidang di
Pengadilan Pajak dan mempersiapkan surat
tanggapan/sanggahan/bantahan untuk keperluan sidang di Pengadilan
Pajak.
5. Produk Perpajakan TaxPrime
TaxPrime merupakan konsultan pajak yang menawarkan jasa
konsultasi perpajakan yang berkualitas, baik domestik maupun
internasional, dalam rangka membantu klien memenuhi kewajiban dan
kepatuhan perpajakanya. Produk-produk yang disediakan yaitu:
a. Tax Provision (Ketentuan Pajak)
Dalam menyediakan produk jasa tax provision, TaxPrime
mendalami ketentuan perpajakan yang relevan disertai dengan kasus
yang terjadi. Kemudian TaxPrime membaginya lagi ke dalam
beberapa jenis pajak yaitu: Pajak Pertambahan Nilai (PPN); Pajak
Penghasilan (PPh); Withholding Tax; dan produk jasa tambahan.
Dalam penyediaan ketentuan PPN, TaxPrime membantu kliennya
dengan menyediakan Surat Pemberitahuan (SPT) PPN secara
elektronik serta e- faktur, yang dilaporkan oleh perusahaan klien
dalam setiap bulan. Selain PPN, e- SPT PPh Badan maupun Orang
Pribadi (OP) juga dikerjakan oleh TaxPrime untuk dilaporkan oleh
perusahaan kliennya secara tahunan. Sedangkan untuk produk
withholding tax TaxPrime membantu kliennya untuk menyiapkan SPT
PPh Pasal 21 dan 26, Pasal 22, Pasal 23 dan 26, maupun PPh Final
Pasal 4 ayat (2) yang dilaporkan bulanan maupun tahunan. Sebagai
konsultan pajak yang berusaha meningkatkan kualitas pelayanan,
TaxPrime juga menyediakan jasa tambahan yang bergantung pada
kebutuhan dan keinginan dari perusahaan kliennya. Produk ini
dilaksanakan oleh Divisi All Taxes.
b. Tax Consulting (Konsultasi Pajak)
TaxPrime dalam pelayanan tax consulting berusaha untuk
menyajikan peraturan terbaru untuk diaplikasikan dalam pemecahan
masalah kliennya. Baik Senior Tax Consultant, Junior Tax Consultant,
maupun Partner dan Supervisor berusaha menangani setiap kasus
dengan berdiskusi pada klien, otoritas pajak, dan asosiasi untuk
menemukan interpretasi yang benar atas peraturan yang relevan
dengan kasus pada kliennya tersebut. Klien yang pernah ditangani oleh
TaxPrime mayoritas berasal dari perusahaan manufaktur, perusahaan
patungan, konstruksi, jasa konsultasi pajak dan keuangan, yang tidak
hanya untuk konsultasi mengenai peraturan terbaru, melainkan juga
berupa kepatuhan atau compliance maupun pemeriksaan pajak atau tax
auditing.
c. Tax Refund (Pengembalian Pajak)
Sebagai perusahaan konsultan pajak, TaxPrime juga
menyediakan jasa berupa pengembalian pajak atau tax refund.
Fasilitas jasa ini diberikan pada klien dengan cara mendiagnosa posisi
pajak klien tersebut dan menganalisis risiko hukum maupun
perencanaan strategi untuk penanganan risiko tersebut. Sebagai tindak
lanjutnya, TaxPrime berusaha memberikan advice atas tindakan yang
harus dilakukan klien untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga
klien memperoleh pengembalian pajak kembali dengan tetap
mengikuti peraturan perpajakan yang berlaku.
d. Tax Exempt (Pembebasan Pajak)
Pembebasan pajak atau tax exempt menjadi salah satu jasa atau
produk yang ditawarkan TaxPrime pada kliennya. Produk ini berusah
membantu klien untuk memanfaatkan insentif pajak yang ditetapkan
oleh pemerintah dengan mengikuti peraturan pajak terkait. Untuk
mendukung upaya tersebut, TaxPrime juga membantu menyediakan
surat pembebasan PPN, PPh Pasal 22, dan lain sebagainya.
Keseluruhan upaya tersebut bertujuan agar klien TaxPrime mampu
meningkatkan efisiensi pajak dan mengurangi arus kas perusahaan
sebagai bentuk perencanaan pajak atau tax planning.
e. Tax Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa Pajak)
Untuk menghadapi masalah perpajakan, TaxPrime juga
menangani penyelesaian kasus sengketa pajak dalam pemeriksaan
maupun mitigasi kasus pajak di Keberatan, Banding, gugatan, bahkan
hingga Peninjauan Kembali (PK). Selain itu, TaxPrime juga
mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah sengketa
dalam ranah pajak internasional melalui Mutual Agreement Procedure
(MAP) maupun Advance Pricing Agreement (APA).
Adapun wujud layanan ini berupa pencegahan sengketa pajak,
bantuan audit pajak, dan bantuan penanganan masalah Keberatan dan
Banding. Dalam upaya mencegah sengketa pajak, TaxPrime berupa
mendalami karakteristik usaha dari kliennya, kemudian membuat
planning mengenai rencana kebijakan dan proses bidang usaha yang
menghindari kliennya dari pemeriksaan pajak maupun sengketa.
Selain itu, dalam upaya membantu klien dalam pemeriksaan pajak,
TaxPrime berusaha menegosiasikan permasalahannya dengan tim
auditor pajak berikut rekomendasi pada klien untuk melanjutkan atau
tidak ke ranah Keberatan, Banding, gugatan, bahkan PK. Setelah itu,
TaxPrime membantu meninjau kasus sengketa pajak tersebut dan
membantu menanggapi otoritas pajak (DJP) serta Pengadilan Pajak
untuk mempertahankan posisi kliennya.
f. Tax Diagnostic Review (Diagnosa Peraturan Pajak)
TaxPrime juga mempunyai produk Diagnosa Peraturan Pajak
yang diberikan untuk membantu klien secara berkesinambungan dan
komprehensif dalam mendiagnosa peraturan pajak terbaru berikut
risiko dan konsekuensi yang akan terjadi pada kliennya, baik itu
Badan maupun Orang Pribadi.
g. Tax Efficient Structuring (Menstrukturisasi Efisiensi Pajak)
Produk ini menitik beratkan pada bagaimana menata pajak
secara efisien yang merupakan upaya dari TaxPrime agar setiap klien
merasa satisfied dengan kinerja perusahaan. Adapun cara yang
dilakukan adalah dengan mendalami regulasi pajak sesuai dengan
karakteristik bisnis usaha masing-masing klien, lalu mengembangkan
model yang mencegah klien dari pengawasan / pemeriksaan pajak
maupun sengketa pajak. Cara tersebut dimulai dengan mendekati dan
memahami karakteristik usaha bisnis, memetakan risiko pajak, serta
terakhir berupa restrukturisasi keseluruhan proses bisnis demi
mengefisiensikan pajak klien. Kemudian, TaxPrime berusaha
memberikan rekomendasi terbaik bagi klien untuk mengurangi risiko
yang akan terjadi.
h. International Tax Planning (Perencanaan Pajak Internasional)
Perencanaan pajak internasional atau international tax planning
merupakan salah satu produk TaxPrime dimana klien yang biasanya
terlibat adalah Perusahaan Multinasional atau multinational company.
Konsultan di TaxPrime berusaha membantu kliennya tersebut untuk
dapat mengikuti regulasi pajak terkait, seperti menentukan tempat
untuk pendirian cabang perusahaan, strukturnya, serta pembiayaan
operasional secara keseluruhan. Selain itu, klien juga dibantu untuk
mengendalikan tax planning terkait transaksinya dan merestrukturisasi
beban cross border tax secara efisien.
i. Transfer Pricing
TaxPrime turut membantu perusahaan multinasional dalam isu
pajak internasional melalui produk andalannya yakni transfer pricing
(TP). Dalam menyajikan produknya, TaxPrime membantu klien untuk
mengembangkan strategi transfer pricing, menata pajak beserta operasi
bisnisnya secara efisien, mempersiapkan dan mendokumentasikan TP
dalam bentuk TP Doc, meninjau dan mengidentifikasi regulasi terkait,
melakukan analisis Fungsi Aset Risiko (FAR), menyelesaikan
sengketa dalam kasus TP melalui MAP maupun APA, serta
melakukan in house training untuk melatih karyawan di perusahaan
klien agar memahami transfer pricing.
j. Avention
Avention atau yang sebelumnya dinamakan One Source
merupakan penyedia data bisnis dan perusahaan komersil yang dapat
digunakan sebagai alat pencari data pembanding perusahaan untuk
membuat Transfer Pricing Documentation (TP Doc). Sebagai
konsultan pajak yang membutuhkan data pembanding dalam
pembuatan TP Doc, selain menggunakan database ini, TaxPrime juga
menjadi satu- satunya distributor Avention di Indonesia.
B. Bidang Kegiatan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh penulis selama magang adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1
Bidang-Bidang Kegiatan
 Membuat ekualisasi Pajak
Pertambahan Nilai dan rekonsiliasi
pajak
 Mengambil berkas pemeriksaan di
Direktorat Jenderal Pajak
Tax Audit &  Rekapitulasi dokumen yang akan
Dispute
dikembalikan ke client
 Analisis PPh Pasal 21 dan membuat
rekapitulasi rekening koran
 Client Visit dan
membantu mengumpulkan berkas
terkait sengketa pajak yang dialami
Klien
 Membantu proses pembuatan dan
menyusun draft laporan SPHP, surat
keberatan, dan surat banding.
 Membuat Minutes of Meeting
(notulensi) dari pembicaran klien
kepada Taxprime
Sumber: Dokumentasi dari TaxPrime, diolah oleh penulis, 2018.
Kegitan magang dimulai pada tanggal 8 Oktober 2018 sampai
dengan tanggal 8 Januari 2019. Pada proses pelaksanaan magang di
TaxPrime terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Penulis, antara
lain:
1. Briefing dan Introducing
Di hari pertama minggu pertama pelaksanaan magang, penulis
terlebih dahulu diberikan briefing oleh Human Resource Supervisor
perusahaan mengenai gambaran umum perusahaan, cara mengisi absen
harian, batasan-batasan kerja staf magang, dan peraturan internal
perusahaan. Hal ini dilakukan agar penulis mengetahui dan pengerti
budaya organisasi TaxPrime.
Selanjutnya, penulis diperkenalkan kepada seluruh pegawai
TaxPrime dalam Divisi Tax Audit & Dispute. Selain itu penulis juga
diperkenalkan pada pembimbing magang dan tim kerja dimana penulis
ditempatkan. Setelah dilaksanakannya kegiatan pengenalan terhadap
lingkungan kerja ini, diharapkan penulis dapat mengenal dan beradaptasi
terhadap lingkungan kantor sehingga tercipta team work.
2. Melakukan Ekualisasi VAT In
Pada saat hari pertama magang, penulis diberi tanggung Jawab
untuk melakukan ekualisasi Invoice VAT In (Faktur Pajak Masukan).
Ekualisasi tersebut bertujuan untuk mengecek kesesuian antara satu jenis
pajak dengan pajak yang lainya.

Gambar 3.3 Tabel Ekualisasi PPN


Sumber : Olahan Penulis Tahun, 2019
Ekualisasi dilakukan berdasarkan data Faktur Pajak yang diberikan
oleh klien. Ekualisasi data dilakukan dalam Microsoft Excel dengan format
yang sudah ditentukan, yakni berdasarkan Nama Perusahaan, NPWP, No
Faktur, Tanggal faktur, Pajak Masukan, Halaman, Bulan Transaksi, No.
Invoice, Tanggal Invoice.
3. Rekap Dokumen yang Akan Dikembalikan ke klien
Dalam kegiatan ini, penulis diminta untuk memembuat daftar
berkas-berkas milik klien yang harus dikembalikan. Tujuan membuat
daftar berkas ini adalah untuk menghindari masalah hukum yang mungkin
nantinya akan dilakukan oleh klien berkenaan dengan dokumen yang
dipinjam oleh TaxPrime apabaila hilang atau tidak lengkap. Rekapitulasi
dilakukan menggunakan MS. Excel dengan format yang telah disediakan.
Dokumen rekapitulasi kemudian dicetak sebanyak tiga lembar, dua lembar
untuk klien sebagai tanda terima dokumen dan satu lebar sebagai arsip
Taxprime.

Gambar 3.4 Tabel Rekapitulasi Dokumen


Sumber : Olahan Penulis Tahun, 2019
4. Membuat Analisis Pajak Penghasilan Pasal 21
Dalam kegiatan ini, penulis dituntut untuk dapat menganalisis
bagaimana aspek – aspek perpajakan yang terkandung dalam Pajak
Penghasilan Pasal 21. Analisis tersebut dituangkan dalam bentuk PPT
dengan format dan ketentuan yang sudah disediakan. Dalam pengerjaan
analisis ini, penulis menemukan beberapa kejanggalan dalam lampiran
PER 16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan
Orang Pribadi. Kejanggalan itu berupa perbedaan perhitungan antara iuran
pensiun dengan jaminan hari tua jika dibandingkan dengan peraturan
sebelunya seperti PER 31 tahun 2012 dan PER 32 tahun 2015. Artinya
setiap peraturan baru dikeluarkan, perhitungan ini tidak sama padahal
peraturan yang diubah hanya besaran PTKP. Sehingga penulis berinisiatif
untuk berdiskusi dengan manajer yang membawahi Divisi Audit.
5. Membantu Proses Penyusunan dan Pembuatan Draft Laporan SPHP,
Surat Keberatan, dan Surat Banding
Penyusunan draft laporan SPHP merupakan dokumen yang
digunakan sebagai acuan divisi audit dalam membuat sanggahan atas
keterangan tim pemeriksa dari DJP. Dokumen ini memuat ikhtisar hasil
pemeriksaan yang dibuat oleh Tim Pemeriksa. Dalam penyusunan draft
SPHP ini penulis tidak menemui adanya hambatan-hambatan karena
penulis hanya ditugaskan untuk menyusunya sesuai format yang
diberikan.

Gambar 3.5 Dokumen SPHP


Sumber : Olahan Penulis Tahun, 2018
6. Membuat Minutes of Meeting (Notulensi)
Dalam beberapa kali kesempatan penulis diminta untuk
membuat MoM dari hasil rekaman pembicaraan ketika rapat, baik
rekaman telepon atau rekaman rapat secara langsung. MoM dibuat
sebagai pengingat untuk menindaklanjuti hasil rapat dan sebagai
acuan dalam rapat berikutnya.
Penyusun menemui beberapa kendala dalam membuat MoM
ini. Pertama, disebabkan oleh kualitas rekaman yang kurang baik
sehingga penulis harus membuat intepretasi sendiri dari pembicaraan.
Kedua, penulis tidak dapat mengetahui suasana ketika rapat sehingga
intepretasi penulis sangat terbatas, yaitu hanya dari apa yang penulis
dengarkan. Ketiga, ketika beberapa orang berbicara secara bersama-
sama, menimbulkan noise pada rekaman yang menyebabkan tidak
jelasnya siapa yang berbicara dan apa yang dibicarakan.

Gambar 3.6 Penyusunan Notulensi Rapat


Sumber : Olahan Penulis Tahun, 2019
C. Bentuk-Bentuk Dukungan
Dalam pelaksanaan Magang di TaxPrime, penulis melakukan
bentuk-bentuk dukungan terhadap perusahaan, diantaranya:
a. Memberikan bimbingan atas segala pekerjaan yang dilakukan;
b. Dibimbing atas setiap tugas yang diberikan;
c. Peserta magang memperoleh kemudahaan untuk memperoleh
informasi yang di perlukan oleh penulis dalam rangka pembuatan
laporan ini;
d. Peserta magang diberikan kepercayaan untuk menggunakan fasilitas
sebagai sarana dalam kemudahan pelaksanaan kegiatan magang.

D. Hambatan-Hambatan
Dalam menjalankan magang di TaxPrime penulis menemukan
hambatan yang cukup signifikan yaitu berupa ketidaktepatan waktu
sebagian pegawai TaxPrime yang seharusnya jam kerja dimulai pukul
08.30 namun sebagian dari mereka datang pukul 09.30. Hal ini tentunya
dapat berpengaruh pada penulis disebabkan sebagian tugas harian dalam
kegiatan magang yang diberikan berasal dari pegawai yang terlambat.
Sehingga penulis tidak bisa menyelesaikan tugas harian magang dalam
satu hari yang berdampak pada kurang optimalnya tugas harian magang
yang dikerjakan penulis. Setelah penulis menanyakan alasan mengapa
sebagian pegawai TaxPrime sering terlambat, beberapa pegawai
mengatakan bahwa mereka setiap hari nya harus lembur dan biasa pulang
tengah malam sehingga penulis dapat memakluminya.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Temuan Gap Antara Teori dan Praktik
1. Teori Terkait Sengketa Pajak
1.1. Bidang Usaha Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi
Industri minyak dan gas bumi (migas) secara umum
melakukan lima tahapan kegiatan, yaitu eksplorasi, eksploitasi,
pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Lima kegiatan pokok ini
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kegiatan hulu (upstream)
dan kegiatan hilir (downstream). Kegiatan usaha hulu migas adalah
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, sedangkan kegiatan usaha hilir
adalah pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Eksplorasi, yang
meliputi studi geologi, studi geofisika, survei seismik, dan
pengeboran eksplorasi, adalah tahap awal dari seluruh kegiatan
usaha hulu migas. Kegiatan ini bertujuan mencari cadangan baru.
Jika ditemukan cadangan yang ekonomis untuk dikembangkan,
kegiatan eksplorasi akan dilanjutkan dengan kegiatan eksploitasi.
Kegiatan eksploitasi adalah mengangkat migas ke permukaan bumi.
Aliran migas akan masuk ke dalam sumur, lalu dinaikkan ke
permukaan melalui tubing (pipa salur yang dipasang tegak lurus).
Pada sumur yang baru berproduksi, proses pengangkatan ini
dapat memanfaatkan tekanan alami, tanpa alat bantu. Namun, bila
tekanan formasi tidak mampu memompa migas ke permukaan,
maka dibutuhkan metode pengangkatan buatan. Migas yang telah
diangkat akan dialirkan menuju separator (alat pemisah minyak,
gas, dan air) melalui pipa salur. Separator akan memisahkan
minyak (liquid) dan gas. Liquid selanjutnya akan dialirkan menuju
tangki pengumpul, sedangkan gas akan dialirkan melalui pipa untuk
selanjutnya dimanfaatkan, atau dibakar, tergantung pada volume,
harga, dan jarak ke konsumen gas.

32
33

Rangkaian aktivitas eksplorasi dan eksploitasi meliputi


serangkaian aktivitas kompleks dan bersifat jangka panjang.
Tentunya, kegiatan sektor ini diatur dengan regulasi khusus. Dalam
mengelola usaha hulu migas, Indonesia mengembangkan model
kontrak bagi hasil (production sharing contract) atau kontrak kerja
sama. Dengan model ini, negara memegang kontrol atas
pengelolaan sumber daya migas.
Terdapat beberapa karakter kontrak kerja sama. Pertama,
kegiatan produksi dilakukan hanya setelah cadangan dinilai
komersial oleh pemerintah. Untuk mendapatkan persetujuan
pemerintah, operator harus menunjukkan rencana kerja dan
anggaran yang dibutuhkan. Kedua, kepemilikan migas ada di
tangan pemerintah hingga titik penyerahan. Semua migas adalah
milik pemerintah, sampai titik penjualan. Setelah itu, barulah
kontraktor memiliki hak sebagian hasil produksi, sesuai besaran
yang telah diatur dalam kontrak. Ketiga, manajemen operasi berada
di tangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang merupakan lembaga
negara yang dibentuk khusus untuk melaksanakan pengawasan dan
pengendalian kegiatan usaha hulu migas.
Perencanaan anggaran dan program kerja kontraktor harus
mendapat persetujuan dari SKK Migas, sebagai wakil dari
pemerintah. SKK Migas memberikan persetujuan atas rencana kerja
dan anggaran (work program and budget atau dikenal dengan
istilah WP&B), biaya, dan juga metode keteknikan yang digunakan.
Dalam Kontrak Kerja Sama, Kontraktor KKS wajib menyediakan
dana awal untuk membiayai kegiatan hulu migas baik pada fase
eksplorasi maupun fase eksploitasi. Bila berhasil menemukan
cadangan migas yang cukup ekonomis, maka lapangan akan mulai
berproduksi. Pengembalian biaya investasi hanya diberikan setelah
menghasilkan migas, yaitu dengan cara dicicil dari sebagian hasil
produksi migas.
Kontraktor KKS akan menerima bagiannya berupa sejumlah volume
minyak atau gas.
1.2. Perpajakan dalam Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi
Sejak tahun 1983, Indonesia telah mencanangkan pajak
sebagai sumber pemasukan dana alternatif untuk mendampingi
posisi dominan dari minyak dan gas bumi. Pajak tersebut
mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan
untuk memasukkan dana yang sebesar-besarnya ke kas Negara
untuk menopang penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan.
Salah satu pajak yang merupakan sumber penerimaan berasal dari
pajak pada pengusahaan tambang minyak.
Hingga saat ini, dengan pertimbangan bahwa Negara
Indonesia belum memiliki kemampuan teknologi untuk
mengeksplorasi, mengeksploitasi, dan mengolah hasil minyak, serta
belum memiliki modal dan sumber daya manusia yang memadai,
maka pengusahaan tambang minyak masih diusahakan dalam
bentuk kerja sama dengan investor. Berdasarkan UU Nomor 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, kerjasama dalam
bentuk kerja sama Production Sharing Contract (kontrak bagi
hasil).
Production Sharing Contract merupakan suatu
penggabungan usaha antara pemerintah yang diwakili oleh Badan
Pelaksana (sekarang Satuan Kerja Khusus) sebagai Badan Hukum
Milik Negara dengan perusahaan lainnya untuk mengeksplorasi dan
memproduksi minyak dan gas bumi. Ciri yang menonjol dari
Production Sharing Contract adalah manajemen dan kepemilikan
aset berada pada Pemerintah yang diwakili oleh Badan Pelaksana,
serta yang dibagi adalah hasil produksi setelah dikurangi biaya
operasi. Dengan mempergunakan kontrak bagi hasil tersebut,
Negara akan memperoleh sejumlah bagian hasil sesuai dengan
porsi pembagian yang disepakati dengan kontraktor dalam
perjanjian tersebut. Perolehan tersebut merupakan penerimaan
Negara dari
sektor migas. Selain itu, Negara juga memperoleh penerimaan
berupa pajak yang dikenakan atas hasil pembagian yang diterima
oleh kontraktor.
Sebagai tindak lanjut pengenaan pajak terhadap kontraktor
yang bergerak dibidang usaha sektor hulu minyak dan gas bumi,
pemerintah mengeluarkan peraturan yang terkini, yaitu Peraturan
Pemerintah No.79 tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah No.27 tahun 2017 tentang Biaya
Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak
Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Dalam
peraturan ini diatur lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban
kontraktor migas dan DJP, perhitungan penghasilan bruto dan
biaya-biaya yang terkait dengan pengusahaan disektor minyak dan
gas bumi, serta mekanisme perhitungan pajak penghasilan
1.3. Penghasilan Bruto Kontraktor dan/atau Operator di Sektor
Hulu Minyak dan Gas Bumi
Penghasilan bruto merupakan dasar dalam menentukan
besarnya penghasilan kena pajak setelah dikurangi biaya-biaya.
Penghasilan bruto kontraktor sektor hulu minyak dan gas bumi
dijelaskan dalam pasal 9 ayat (1) PP No.27 Tahun 2017 sebagai
berikut:
1) Penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil
Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam
rangka kontrak bagi hasil dihitung berdasarkan nilai realisasi
minyak dan/atau gas bumi bagian kontraktor dari equity share
dan FTP share ditambah minyak dan/atau gas bumi yang berasal
dari pengembalian biaya operasi ditambah minyak dan/atau gas
bumi tambahan yang berasal dari pemberian insentif atau karena
hal lain dikurangi nilai realisasi penyerahan DMO minyak
dan/atau gas bumi ditambah Imbalan DMO ditambah varian
harga atas lifling.
2) Penghasilan dalam rangka kontrak jasa
Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam
rangka kontrak jasa dihitung berdasarkan imbalan yang diterima
dari Pemerintah ditambah nilai realisasi penjualan atas minyak
dan/atau gas bumi yang berasal dari pengembalian biaya operasi.
3) Penghasilan lain di luar kontrak kerja sama.
Penghasilan lain di luar kontrak kerja sama terdiri atas:
a) uplift atau imbalan lain yang sejenis; dan/atau
b) penghasilan yang berasal dari pengalihan participating
interest.
1.4. Biaya-biaya yang Terkait dengan Usaha di Sektor Hulu
Minyak dan Gas Bumi
Selanjutnya dalam pasal 11 dijelaskan mengenai biaya-biaya
yang terkait dengan operasi kontraktor hulu minyak dan gas bumi,
yaitu
1) Biaya eksplorasi
Biaya eksplorasi terdiri atas:
a. Biaya pengeboran terdiri atas:
 Biaya pengeboran eksplorasi; dan
 Biaya pengeboran pengembangan;
b. Biaya geologis dan geofisika terdiri atas:
 Biaya penelitian geologis; dan
 Biaya penelitian geofisika;
c. Biaya umum dan administrasi pada kegiatan eksplorasi;dan
d. Biaya penyusutan.
2) Biaya eksploitasi
Biaya eksploitasi terdiri atas:
a. Biaya langsung produksi untuk:
 Minyak bumi; dan
 Gas bumi.
b. Biaya pemrosesan gas bumi;
c. Biaya utility terdiri atas:
 Biaya perangkat produksi dan pemeliharaan peralatan;
dan
 Biaya uap, air, dan listrik;
d. Biaya umum dan administrasi pada kegiatan eksploitasi; dan
e. Biaya penyusutan.
3) Biaya lain
Biaya lain terdiri atas:
a. Biaya untuk memindahkan gas dari titik produksi ke titik
penyerahan
b. Biaya kegiatan pasca operasi kegiatan usaha hulu.

Biaya umum dan administrasi untuk kegiatan eksplorasi dan


eksploitasi sebagaimana dimaksud pada poin (1) dan (2) sebagai
berikut:
a. Biaya administrasi dan keuangan;
b. Biaya pegawai;
c. Biaya jasa material;
d. Biaya transportasi;
e. Biaya umum kantor; dan
f. Pajak tidak langsung, pajak daerah, dan retribusi daerah.

Biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan


bagi hasil dan pajak penghasilan harus memenuhi persyaratan yang
diatur dalam pasal 12 ayat (1), yaitu
a. Dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dab terkait langsung dengan kegiatan operasi
perminyakan di wilayah kerja kontraktor yang bersangkutan di
Indonesia;
b. Menggunakan harga wajar yang tidak dipengaruhi hubungan
istimewa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan;
c. Pelaksanaan operasi perminyakan sesuai dengan kaidah praktek
bisnis dan keteknikan yang baik;
d. Kegiatan operasi perminyakan sesuai dengan rencana kerja dan
anggaran yang telah mendapatkan persetujuan Kepala Badan
Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.

Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 yang


dapat dikembalikan dalam 1 (satu) tahun kalender terdiri atas:
a. Biaya bukan modal tahun berjalan;
b. Penyusutan biaya modal tahun berjalan; dan
c. Biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun-tahun
sebelumnya.

Jumlah maksimum biaya operasi yang dapat


dikembalikan untuk kontrak jasa ditentukan sebesar imbalan yang
diberikan oleh Pemerintah. Apabila terdapat biaya operasi yang
dapat dikembalikan yang belum dapat diperhitungkan dalam 1
(satu) tahun kalender dapat diperhitungkan pada tahun berikutnya.
Biaya langsung minyak bumi dan gas bumi dibebankan pada
masing-masing produksi. Dalam hal terdapat biaya bersama minyak
dan gas bumi, biaya bersama tersebut dialokasikan sesuai dengan
proporsi nilai relatif hasil produksi. Apabila suatu wilayah kerja
telah menghasilkan satu jenis hasil produksi minyak bumi atau gas
bumi, sementara jenis produksi yang lainnya belum menghasilkan,
biaya bersama dialokasikan secara adil berdasarkan kesepakatan
antara Badan Pelaksana dan kontraktor.
Pengembalian biaya operasi untuk minyak bumi
dilakukan hanya terhadap lifting minyak bumi, sedangkan
pengembalian biaya operasi untuk gas bumi dilakukan hanya
terhadap nilai penjualan gas bumi. Dalam hal pengembalian biaya
operasi minyak bumi atau gas bumi tidak mencukupi dari hasil
produksinya atau nilai penjualannya, ditentukan:
a. Biaya operasi gas bumi yang melebihi nilai produksinya,
selisihnya dibebankan pada hasil produksi minyak bumi;
b. Biaya operasi minyak bumi yang melebihi nilai produksinya,
selisihnya dibebankan pada nilai penjualan gas bumi.
1.5. Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan Kontraktor
dan/atau Operator Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi

Penentuan dan penghitungan besaran pajak penghasilan


badan kontraktor berdasarkan kontrak bagi hasil sektor hulu minyak
dan gas bumi diatur dalam pasal 25 meliputi:
1. Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi
kontraktor untuk kontrak bagi hasil, dihitung berdasarkan
penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dikurangi biaya bukan modal
tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun
berjalan dikurangi biaya operasi yang belum dapat
dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya.
2. Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (2), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun
pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya kontrak.
3. Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor,
dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif pajak yang
ditentukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di
bidang pajak penghasilan.
4. Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor yang
kontraknya ditandatangani sebelum berlakunya peraturan
Pemerintah ini, dihitung berdasarkan tarif pajak perseroan atau
pajak penghasilan pada saat kontrak ditandatangani.
5. Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) atau ayat (4), terutang pajak penghasilan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Dalam hal kontraktor berbentuk badan hukum Indonesia,
penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diperlakukan sebagai deviden yang disediakan
untuk dibayarkan dan terutang pajak penghasilan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Atas pemenuhan kewajiban pajak penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
diterbitkan surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan
minyak bumi dan gas bumi setelah dilakukan pemeriksaan
pajak.
8. Sebelum surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan
minyak bumi dan gas bumi diterbitkan, dapat diterbitkan surat
keterangan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan
gas bumi sementara,
9. Ketentuan mengenai penerbitan surat ketetapan pembayaran
pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) dan surat keterangan pembayaran pajak
penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak.
10. Kontraktor dibebaskan dari pemungutan bea masuk dan pajak
dalam rangka impor atas barang yang digunakan dalam operasi
perminyakan pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi.
11. Ketentuan mengenai tata cara pembebasan bea masuk dan
pemungutan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud
pada ayat (10) diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Sementara itu, untuk menentukan dan menghitung besaran
pajak penghasilan kontraktor dalam rangka kontrak jasa diatur
dalam pasal 26, yaitu
1. Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi
kontraktor dalam rangka kontrak jasa, berdasarkan penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dikurangi biaya
bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal
tahun berjalan dikurangi seluruh biaya operasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 12 yang belum dikembalikan.
2. Ketentuan mengenai jumlah maksimum pengurang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah imbalan yang
diberikan oleh Pemerintah kepada kontraktor diatur dengan
Peraturan Menteri.
3. Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun
pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya kontrak.
4. Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor
berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikalikan dengan tarif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dibidang pajak penghasilan.
5. Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diperlakukan sebagai deviden yang disediakan
untuk dibayarkan dan terutang pajak penghasilan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal penentuan dan penghitungan besaran pajak untuk
kontraktor diluar kontrak kerja sama diatur dalam pasal 27, yaitu
1. Atas penghasilan lain kontraktor berupa uplift atau imbalan
lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4)
huruf a dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan
tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
2. Atas penghasilan kontraktor dari pengalihan participating
interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b
dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif:
a. 5% (lima persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan
participating interest selama masa eksplorasi; atau
b. 7% (tujuh persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan
participating interest selama masa eksploitasi.
3. Pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, dikecualikan sepanjang untuk melakukan
kewajiban pengalihan participating interest sesuai kontrak kerja
sama kepada perusahaan nasional sebagaimana tertuang dalam
kontrak kerja sama.
4. Ketentuan mengenai tata cara pemotongan dan pembayaran
atas pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
2. Praktik Sengketa Pajak
2.1. Gambaran Umum Sengketa Kasus Pajak Badan BUT K
BUT K merupakan cabang perusahaan yang berpusat di
Singapura yang bergerak di bidang usaha sektor hulu minyak dan
gas bumi. Wilayah kerja BUT K terletak di Laut Natuna, 486 km
timur laut Singapura dan 1.247 km utara Jakarta. Dalam
menjalankan operasinya, BUT K bekerjasama dengan BUT S yang
tertuang dalam PSC (Production Sharing Contract) dan sudah
mendapatkan persetujuan dari Badan Pelaksana (SKK MIGAS).
PSC tersebut juga memuat bahwa BUT S akan bertindak sebagai
operator dalam
proyek ini, sehingga akan menempatkan BUT K sebagai silent
partner atau hanya sebagai participant dengan participant interest
sebesar 15%.
Pada tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan pajak
terhadap BUT K terhadap masa pajak dan tahun pajak 2014 dengan
surat perintah pemeriksaan Nomor PRIN-00616/WPJ
.07/KP.l005/RIK.SIS/2016 tanggal 25 Oktober 2016 untuk
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang diatur dalam PP No.27
Tahun 2017 dengan peraturan pelaksana PER - 20/PJ/2017.
Terhadap hasil pemeriksaan BUT K, ditemukan adanya
koreksi pada pos peredaran usaha, yaitu Equity Share berupa
koreksi positif sebesar USD 404.559,12, Cost Recovery berupa
koreksi negatif sebesar USD 821.976,38 dan Lifting Price Veriance
berupa koreksi positif sebesar USD 289,02 sehingga secara
keseluruhan terdapat kelebihan pembayaran sebesar USD
417.128,23. Atas koreksi tersebut KPP Minyak dan Gas Bumi
menerbitkan SKPLB dengan Nomor 00001/446/14/081/17 tanggal
8 Mei 2017. Koreksi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Ringkasan Rekonsiliasi Pajak
.
Menurut
No Pos Peredaran Usaha Wajib Pajak Pemeriksa Koreksi
(USD) (USD) (USD)
1 FTP Share
- FTP Share Tahun Berjalan 4,269,043.66 4,269,043.66 0,00
- FTP Tahun sebelumnya 0,00 0,00 0,00
- FTP Share 0,00 0,00 0,00
Diperhitungkan
2 Equity Share 5,479,095,20 5,883,654.32 404,559,12
3 Cost Recovery 23,562,851,74 22,740,875,35 (821,976,38)
4 Lifting Price Variance 331,313,36 331,602,39 289,02
5 Insentif Investasi 0,00 0,00 0,00
6 (DMO) (1,335,742.34) (1,335,742.34) 0,00
7 DMO Fee 200,361.35 200,361.35 0,00
Jumlah Peredaran Usaha 32,506,922,97 32,089,794,74 (417,128,23)
Sumber: Surat Keberatan (Data diolah sendiri oleh penulis),2019
Berdasarkan pada hasil koreksi tersebut, BUT K
mengajukan keberatan pada tanggal 31 Juli 2017 dengan Nomor
KP /TA.2014/R- SKPLB/0004. Keberatan tersebut diajukan karena
BUT K menyadari bahwa terdapat kesalahan koreksi, yaitu pada
akun cost recovery yang secara langsung akun ini saling
berkelindan dengan equity share dan lifting price variance.
Berdasarkan PER - 28/PJ/2011 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan PER - 20/PJ/2017 Tentang Bentuk dan Isi Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak yang
Melakukan Kegiatan Di Bidang Usaha Hulu Minyak dan/atau Gas
Bumi menyatakan bahwa Cost recovery adalah Biaya Operasi yang
dapat dikembalikan berupa Biaya Bukan Modal dan Penyusutan
Biaya Modal.
Dalam menentukan besarnya equity share, dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut :

Equity Share = ETS [Total Lifting - FTP (20% x Total Lifting) - Cost
Recovery] x Persentase bagi hasil kontraktor
Ket:
- Total lifting adalah sejumlah minyak mentah dan/atau gas
bumi yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody
transfer point)
- Persentase bagi hasil adalah bagian kontraktor dan/atau
operator yang sudah disepakati dengan Badan Penyelenggara

Kemudian pada akun Lifting Price Variance atau varian


harga lifting yang juga salah satu elemen pembentuk peredaran
usaha memiliki keterkaitan dengan equity share dan juga cost
recovery. Lifting Price Variance adalah selisih harga yang terjadi
karena perbedaan harga minyak mentah Indonesia bulanan dengan
harga minyak mentah Indonesia rata-rata tertimbang. Dalam
menentukan
besarnya lifting price variance dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut:

Lifting Price Variance = Total Lifting (Contractor


Liftings+Over/Under Liftings) - Total
Entitlement (Contractor FTP Share +
Cost recovery + Contractor Equity
Share + Gross Domestic
Requirement)

Pada persamaan tersebut diatas, untuk memperoleh nilai lifting


price variance melibatkan juga akun equity share dan cost recovery
sehingga koreksi yang dilakukan pada cost recovery secara
langsung akan mempengaruhi equity share dan lifting price
variance.
Pada hakikatnya, cost recovery sudah disepakati bersama
oleh BUT K dan BUT S dengan SKK MIGAS ketika kontraktor
dan/atau operator memulai perencanaan untuk melakukan
penambangan minyak dan gas bumi yang menyatakan atas biaya-
biaya tersebut sudah termasuk dalam persetujuan SKK Migas
nomor SRT- 0695/SKK00000/2014/Sl perihal Persetujuan Rencana
Kerja dan Anggaran Revisi Tahun 2014 Wilayah Kerja Kakap
tanggal 26 Agustus 2014 dan surat SKK Migas Nomor SRT-Ol
19/SKKC4000/2016/S4 tanggal 24 Maret 2016 perihal Official
Lifting/Revenue and Cost Recoverables/Total Recoverables tahun
buku 2014. Hal ini merujuk pada ketentuan dalam Pasal 5 PP No27
Tahun 2017 mengenai rencana kerja dan anggaran sebelum
memulai penambangan. Pada pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa:

“Dalam melaksanakan operasi perminyakan, kontraktor wajib


menyusun rencana kerja dan anggaran sesuai dengan kaidah
praktik bisnis dan keteknikan yang baik serta prinsip kewajaran”
Rencana kerja dan anggaran adalah suatu perencanaan
kegiatan dan pengeluaran anggaran tahunan oleh kontraktor untuk
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja
yang terdiri atas pengeluaran rutin dan pengeluaran proyek.
Kemudian dalam pasal 11 tentang Cost Recovery (biaya operasi)
dijelaskan jenis-jenis biaya operasi, yaitu biaya eksplorasi, biaya
eksploitasi, dan biaya lain.
Kemudian atas biaya-biaya tersebut harus mendapatkan
persetujuan dari Badan Pelaksana sesuai dengan Pasal 6 yang
menyebutkan bahwa terhadap pengeluaran proyek, sebelum
dilaksanakan wajib mendapatkan persetujuan otorisasi
pembelanjaan finansial dari Kepala Badan Pelaksana. Oleh sebab
itu, cost recovery yang terdapat dalam rencana kerja dan anggaran
sudah sesuai dengan aturan yang berlaku karena SKK MIGAS
selaku Badan Pelaksana sudah mengeluarkan surat persetujuan
dengan Nomor SRT- 0695/SKK00000/2014/Sl perihal Persetujuan
Rencana Kerja dan Anggaran Revisi Tahun 2014 Wilayah Kerja
Kakap tanggal 26 Agustus 2014.

B. Analisis Gap atas Sengketa Kasus Pajak Penghasilan Badan BUT K


Pokok sengketa:
Atas koreksi cost recovery yang mempengaruhi nilai peredaran usaha
secara kesuluruhan karena cost recovery berkelindan dengan equity share dan
lifting price variance yang merupakan elemen pembentuk perederan usaha
seperti yang digambarkan pada subbab sebelumnya. Bahwa yang menjadi
dasar atas dilakukan koreksi tersebut oleh Tim Pemeriksa adalah pasal 12, 13,
dan 16 PP No.27 Tahun 2017 dengan nilai koreksi secara keseluruhan sebesar
USD 417.128,23 sehingga menyebabkan jumlah PPh Badan yang harus
dibayar berkurang dan KPP Minyak dan Gas Bumi menerbitkan SKPLB.
Menurut Pemeriksa:
Pemeriksa melakukan koreksi atas peredaran usaha dengan total sebesar
(USD 417.128,23) dengan rincian koreksi sebagai berikut:
Menurut SPT/WP USD 32.506.922,97
Menurut Pemeriksa USD 32.089.794,74
(USD 417.128,23)
Selisih tersebut didapat dari koreksi pada cost recovery, equity share
dan lifting price variance yang dapat dirincikan sebagai berikut:

A. Koreksi Cost Recovery


Tabel 4.2
Tabel Koreksi Cost Recovery
Penjelasan Koreksi Menurut Operator
Cost Recovery
SPT/WP (USD) Pemeriksa Koreksi
(USD) (USD)
Uncovered Other 0 0 0
Cost
Current Year 145,753,941.63 140,423,395.62 5,330,546.01
Operating Costs
Depreciation – Prior 321,316.27 321,316.60 0,33
Year Assets
Depreciation – 11,010,420.34 10,861,123.46 149,296.88
Current Year Assets
Total Cost Recovery 157,085,678.34 151,605,835.68 5,479,842.56
Sumber: Surat Keberatan (Data diolah sendiri oleh penulis),2019

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen


pendukung yang ada, hasil pemeriksaan atas biaya operasi Wajib Pajak
diketahui bahwa terdapat biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan
dalam perhitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan di bidang Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan rincian sebagai berikut:
1. Koreksi Current Year Operating Cost
Dalam pos ini, terdapat beberapa koreksi yang dilakukan Tim
Pemeriksa disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
a. Terdapat 9 akun biaya yang merupakan imbalan dalam bentuk
natura/kenikmatan.
b. Terdapat 14 akun biaya yang dikeluarkan bukan dalam rangka
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan dan terkait langsung
dengan kegiatan operasi perminyakan.
c. Terdapat 2 akun biaya atas jamuan makan/entertainment yang
tidak ada bukti pendukung berupa daftar nominatifnya
d. Terdapat 2 akun biaya yang digunakan untuk kepentingan pribadi
dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang participating
interest, dan pemegang saham
e. Terdapat 2 akun biaya atas pembelian asset yang langsung
dibebankan sebagai biaya operasi, tidak melalui mekanisme
depresiasi
f. Terdapat 1 akun biaya atas langganan telepon selular dan isi ulang
pulsa yang hanya dapat dibebankan 50% dari jumlah biaya dalam
tahun pajak yang bersangkutan.
g. Terdapat 1 akun biaya atas sumbangan yang tidak termasuk dalam
biaya yang dapat dibebankan berdasarkan pasal 6 ayat (1) UU PPh
h. Terdapat 1 akun biaya atas pengembangan masyarakat dan
lingkungan yang hanya dapat dikeluarkan pada tahap eksplorasi,
sementara BUT K sudah pada tahap eksploitasi
i. Terdapat 1 akun biaya atas PPN yang dapat dimintai kembali yang
seharusnya dilakukan melalui tata cara pembayaran kembali
(reimbursement) bukan dibebankan pada cost recovery.
j. Terdapat 1 akun biaya atas Overhead tidak didukung dengan bukti
yang cukup dalam rangka menguji arus uang, arus barang/jasa,
dan dokumen pendukung transaksi.
2. Koreksi Depreciation -Prior Year Assets
Pemeriksa melakukan penghitungan ulang atas penyusutan aset
Wajib Pajak dibandingkan dengan penghitungan penyusutan menurut
Wajib Pajak, terdapat beberapa item asset yang nilai penyusutannya
berbeda sehingga dilakukan koreksi sebagai berikut:
Tabel 4.3
Koreksi Aset
Penyusutan
Penyusutan
Bulan/ 2014 Koreksi
Dasar 2014
Tahun menurut Penyusutan
No Jenis Harta Penyusut Tarif menurut
Perole Wajib 2014
an (USD) Pemeriksa
han Pajak (USD)
(USD)
(USD)

1 Dryer Machine
L/3 Hp, Mooel
2012 464.57 50% 232,29 1,825,98 1.393,69
Les 37 Aw
F3300

2 Non-
2010 15.503.91 25% 15,503.91 14,109,89 (1.384,02)
Directional
Jumlah 15,735.20 15,735.87 (0,33)

Sumber: Surat Keberatan (Data diolah sendiri oleh penulis),2019


3. Koreksi Depreciation - Current Year Assets
Pemeriksa melakukan penghitungan ulang atas penyusutan aset
Wajib Pajak dibandingkan dengan penghitungan penyusutan menurut
Wajib Pajak, terdapat beberapa item asset yang nilai penyusutannya
berbeda sehingga dilakukan koreksi, yaitu
Tabel 4.4
Koreksi Penyusutan
Penyusut
Bula Penyusutan
an 2014 Koreksi
n/Ta Dasar 2014
Ta menurut Penyusutan
No Jenis Harta hun Penyusutan menurut
rif Wajib 2014
Perol (USD) Pemeriksa
Pajak (USD)
ehan (USD)
(USD)
1 Access Control
2014 0.00 50% 773.00 0.00 773.00
System
2 Access Control
2014 4,178.00 50% 1,316.00 2,089.00 (773.00)
System
3 Attendant Console,
2014 0.00 50% 333.00 0.00 333.00
Ac4, Siemens
4 Attendant Console,
2014 1,800.00 50% 567.00 900.00 (333.00)
Ac4, Siemens
5 Multipurpose Power 69,375.0
2014 120,000.00 25% 30,000.00 39,375.00
Pack 50 Kw 0
6 Inflatable Sea Boom 193,671.
2014 335,000.00 25% 83,750.00 109,921.88
88
Jumlah 460,978.00 266,035.88 116,739.00 149,296.88

Sumber: Surat Keberatan (Data diolah sendiri oleh penulis),2019


B. Koreksi Equity Share
Untuk menentukan besarnya Equity Share, maka dilakukan
penghitungan sesuai skema bagi basil migas. Terdapat koreksi atas Cost
Recovery yang akan mempengaruhi porsi bagi basil antara Kontraktor
dan Pemerintah. Koreksi Cost Recovery akan dialokasikan ke perhitungan
bagi hasil minyak dan perhitungan bagi basil gas. Wajib Pajak tidak
menyampaikan data pemisahan biaya yang dialokasikan ke minyak dan
ke gas ataupun kode penunjuk di GL (General Ledger) yang
menunjukkan bahwa biaya tersebut sebagai biaya minyak atau sebagai
biaya gas, maka Pemeriksa mengalokasikan koreksi Cost Recovery
secara proporsional, sehingga didapat nilai koreksi untuk BUT K yang
memiliki participant interest sebesar 15%, yaitu USD 404,559.12
C. Koreksi Lifting Price Variance
Koreksi Lifting Price Variance (LPV) karena adanya koreksi Cost
Recovery dan Equity Share menurut Pemeriksa, sehingga dilakukan
penghitungan LPV ulang oleh Pemeriksa dan menemukan selisih dengan
perhitungan LPV menurut Wajib Pajak sebesar USD 289.02
Menurut BUT K:
Di dalam Konsep Production Sharing Contract (PSC) telah diatur
secara jelas pembagian hasil (Equity To be Split) antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Kontraktor. Di dalam PSC tersebut juga diatur bahwa
Kontraktor harus membayar Pajak Penghasilan sesuai dengan peraturan
perundang- undangan perpajakan yang berlaku sebagaimana disebutkan
dalam Section V, angka 5.2 sub 5.2.17:
"contractor severally be subject to and pay to the Government of the Republic
of Indonesia the Income Tax including final tax on profits after tax
deduction imposed on it pursuant to the Indonesian Income Tax Law and its
implementing regulations and comply with the requirements of the tax law
in particular with respect to filing of returns, assessment of tax and keeping
and showing of books and records"

Dalam butir 3 Surat Menteri Keuangan kepada Menteri Pertambangan


dan Energi No S- 443a/MK.012/1982 tanggal 8 Mei 1982 tentang Interpretasi
S.K Menteri Keuangan Nomor 267/KMK.012/1978 menyebutkan sebagai
berikut:

“Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dan untuk mempertahankan


diperlakukannya secara utuh prinsip pembagian atas dasar "after tax basis"
seperti dimaksud dalam perjanjian bagi hasil, maka diperlukan adanya
kesamaan pengertian mengenai unsur-unsur yang dipergunakan untuk
menetapkan pendapatan kotor dan biaya-biaya yang dapat dipotongkan
(recoverable costs), baik untuk keperluan pelaksanaan perjanjian bagi hasil
maupun untuk perhitungan pajak ... ".

Berdasarkan uraian dalam butir tersebut, disebutkan bahwa untuk


mempertahankan uniformity principle, maka biaya Cost Recovery adalah
sama dalam perhitungan pajak. Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah No.
79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan
Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi,
dalam Bagian Umum Huruf a disebutkan bahwa:

"Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto akan sama dengan
biaya yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah”
Selanjutnya dalam Pasal 11 bagian memori penjelasan disebutkan bahwa:
 Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan adalah sama dengan
biaya yang akan dikembalikan oleh Pemerintah kepada kontraktor dalam
rangka kontrak kerja sama, demikian pula sebaliknya. Prinsip ini biasa
dikenal dengan nama uniformity principle.
 Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan
biaya yang menjadi dasar dalam penghitungan bagi hasil dan
penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
Uniformity Principle sebagaimana dijelaskan dalam surat Menteri
Keuangan nomor S-443a/MK.O l 2/1982 dan dimaksudkan dalam penjelasan
Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2010 merupakan penegasan bahwa
Perhitungan Bagi Hasil (Financial Quarterly Report I "FQR") dan perhitungan
hak/kewajiban yang mengikutinya didasarkan pada Perhitungan Bagi Hasil
(FQR) yang diakui dan digunakan oleh SKK Migas.
Jumlah biaya usaha/operasi yang sudah dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Badan tahun 2014 sebesar USD 23,562,851.74. Nilai
tersebut sama dengan nilai yang tercantum pada FQR Tahun 2014 dikalikan
15% Participating Interest yang menjadi porsi BUT K dan atas jumlah biaya
usaha/operasi tersebut telah mendapatkan konfirmasi dari SKK Migas melalui
surat Nomor SRT-0119/SKKC4000/2016/S4 tanggal 24 Maret 2016 perihal
Official Lifting/Revenue and Cost Recoverables/Total Recoverables tahun
buku 2014.
Selanjutnya, mengenai perhitungan pajak penghasilan untuk
kontraktor PSC diatur dalam PP 79 tahun 2010 Pasal 9 Ayat 2 sebagai
berikut:
"Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka
kontrak bagi hasil dihitung berdasarkan nilai realisasi minyak
dan/atau gas bumi bagian kontraktor dari equity share dan FTP share
ditambah minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari pengembalian
biaya operasi ditambah minyak dan/atau gas bumi tambahan yang
berasal dari pemberian insentif atau karena
hal lain dikurangi nilai realisasi penyerahan DMO minyak dan/atau gas bumi
ditambah imbalan DMO ditambah varian harga atas lifting "
Terkait aturan diatas, Pihak BUT K sudah mematuhinya. Hal ini
tercermin dalam Financial Quarterly Report. Selain itu, untuk tahun 2014
juga sudah melakukan rekonsiliasi dengan pihak SKK Migas dimana Rapat
Koordinasi Pemeriksaan atas Pemeriksaan Perhitungan Bagi Hasil dan
Perpajakan Tahun Buku 2014 ini dihadiri oleh SKK Migas, BPK RI, BPKP,
DJP Kantor Pusat, KPP Migas dan KKKS. Rekonsiliasi ini bertujuan
mencocokkan data basis perhitungan pajak penghasilan yang BUT K miliki
dengan yang dimiliki oleh SKK Migas, sehingga seharusnya sudah tidak
diperlukan lagi pemeriksaan pajak karena semua sudah sepakat pada hasil
rekonsiliasi.

Menurut Penulis:
Dalam pandangan penulis, bahwa untuk bidang usaha migas, panas
bumi, batubara. dan berbasis syariah sudah terdapat ketentuan khusus yang
mengaturnya sehingga untuk bidang usaha tersebut tidak terikat dengan UU
PPh dalam menghitung jumlah pajak yang terutang. Dalam ilmu hukum hal
ini dikenal dengan istilah “lex specialis derogat lex generalis” yang berarti
aturan yang besifat khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum.
Aturan yang dimaksud termaktub dalam pasal 31D UU No.7 Tahun
1983 stdtd. UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yang
menyebutkan secara eksplisit, yaitu

“Ketentuan mengenai perpajakan bagi bidang usaha pertambangan minyak


dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum
termasuk batubara, dan bidang usaha berbasis syariah diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah”

Dari pasal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk bidang


usaha pertambangan, panas bumi, batubara, dan berbasi syariah tidak
menggunakan UU PPh dalam menentukan besarnya pajak penghasilan yang
terhutang atau yang seharusnya terhutang kecuali Peraturan Pemerintah yang
dimaksud menyatakan sebaliknya. Seperti misalnya dalam pasal 12 ayat (2)
huruf d PP No.79 tahun 2010 yang merujuk pada UU PPh terkait sumbangan,
yaitu

“Untuk pemberian sumbangan bencana alam atas nama Pemerintah dilakukan


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan”

Selanjutnya diatur lebih lanjut dalam PP No.79 tahun 2010


sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 27 Tahun 2017 tentang Biaya
Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di
Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, DJP memiliki kewenangan dalam
menetapkan biaya operasi pada BUT K karena pemeriksaan tersebut sudah
memiliki payung hukum, yaitu pada pasal 30 ayat (1) PP 27 Tahun 2010 yang
menyatakan:

“Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya


biaya pada tahapan Eksplorasi dan tahapan Eksploitasi setiap tahunnya di
bidang usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi setelah mendapat
rekomendasi dari SKK Migas.”

Jika dilihat dari pasal 30 ayat (1) tersebut, DJP memiliki kewenangan
dalam menetapkan besarnya biaya-biaya operasi pada tahapan eksplorasi dan
ekspoitasi namun harus mendapat rekomendasi dari SKK Migas. Oleh sebab
itu, atas dasar tersebut BUT K dilakukan pemeriksaan. Namun, hal menarik
yang penulis temukan adalah adalah pemeriksaan tersebut dilakukan untuk
masa dan tahun pajak 2014 dimana PP No.79 Tahun 2010 masih berlaku.
Pada pasal dan ayat yang sama PP No.79 Tahun 2010 menyatakan:
“Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya
biaya pada tahapan eksplorasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu minyak
bumi dan gas bumi setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pelaksana,”

Disana terlihat sangat jelas perbedaan mengenai kewenangan DJP


dalam menetapkan biaya operasi. Pada PP No.27 Tahun 2017 DJP berwenang
untuk mentapkan biaya pada tahapan eksplorasi dan eksploitasi. Namun, pada
PP No.79 Tahun 2010 DJP hanya berwenang untuk menetapkan biaya hanya
pada tahapan eksplorasi. Dalam PP No.27 Tahun 2017 tidak ada satu pasal
dan satu ayat pun yang menyatakan peraturan ini berlaku surut, sehingga
penulis berpendapat bahwa kesalahan yang dilakukan oleh DJP sungguh
disayangkan mengingat lembaga ini seharusnya yang paling memahami
peraturan-peraturan yang masih berlaku atau yang seharusnya masih berlaku
karena pada saat dilakukanya pemeriksaan BUT K pada masa dan tahun pajak
2014 sudah pada tahap eksploitasi, sementara biaya operasi sudah disepakati
oleh SKK MIGAS pada tahap eksplorasi yang tertuang dalam Work Program
and Budget (WP&B).
Beberapa hal menarik yang lainya adalah ketentuan yang mengatur
masalah pemenuhan kewajiban pembayaran pajak. Dalam bab V tentang
penghitungan pajak penghasilan pada pasal 25 ayat (1) - (7) dijelaskan
mengenai mekanisme penghitungan pajak penghasilan bagi kontraktor bidang
usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana telah dijelaskan pada subbab
sebelumnya. Poin yang penulis ambil dalam pasal ini terletak pada ayat (7)
yang menyatakan:

“Atas pemenuhan kewajiban pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada


ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diterbitkan surat ketetapan
pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi setelah dilakukan
pemeriksaan pajak.”
Penulis berkesimpulan bahwa dalam rangka pemenuhan kewajiban
pembayaran pajak setelah kontraktor melakukan prosedur penghitungan pajak
pada ayat (1) sampai (6) harus dilakukan pemeriksaan pajak terlebih dahulu
sebelum melakukan pembayaran pajak penghasilan karena untuk melakukan
pembayaran pajak penghasilan harus mendapatkan surat ketetapan
pembayaran pajak. Pemeriksaan pajak sendiri dalam UU KUP adalah
serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu
standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Namun, perlu digarisbawahi
bahwa UU KUP bersifat lex generalis karena terdapat aturan khusus yang
mengatur mengenai pemeriksaan dibidang usaha hulu migas.
Peraturan yang mengatur mengenai pemeriksaan pajak ini pertama
kali dikeluarkan pada tahun 1971 dan masih berlaku hingga saat ini.
Peraturan- peraturan tersebut diantaranya, yaitu Undang-Undang Pertamina
Nomor 8 Tahun 1971, Keputusan Presiden RI Nomor 31 Tahun 1983 dan
Surat Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Pengawasan Kontraktor
Minyak Asing (sekarang Direktur Pengawasan Badan Usaha Perminyakan
dan Gas Bumi) Nomor S-471/PJ.71/1990 tanggal 16 Juli 1990 yang
menyatakan bahwa kewenangan pemeriksaan terhadap Kontraktor PSC
termasuk pemeriksaan pajak berada di tangan BPKP. Kemudian dalam surat
S-3347/PJ.731/2001 yang ditetapkan tanggal 10 September 2001 tentang
Periksaan BPKP Terhadap Wajib Pajak KPS dan BUMN/BUMD
menyebutkan bahwa:

“Pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPKP baik terhadap PSC


maupun BUMN/BUMD tidak didasarkan atas status SPT Wajib Pajak yang
bersangkutan apakah menyatakan lebih bayar atau tidak. Oleh karena itu,
mengingat hal tersebut diatas kepada Saudara diminta untuk membuat daflar
Wajib Pajak PSC atau BUMN/BUMD yang SPT-nya menyatakan lebih
bayar (terlampir) serta menyampaikan ke Deputi Kepala BPKP Bidang
Pengawasan Perminyakan untuk Wajib Pajak PSC dan ke Deputi Kepala
BPKP Bidang Pengawasan BUMN/BUMD untuk Wajib Pajak
BUMN/BUMD dengan
tembusan ke Perwakilan BPKP setempat agar terhadap Wajib Pajak - Wajib
Pajak tersebut segera dilakukan pemeriksaan oleh BPKP."

Kemudian dipertegas kembali dalam PP No.79 Tahun 2010 dalam


pasal 30 ayat (2) dan (3), yaitu
2. Sebelum menetapkan besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), auditor Pemerintah atas nama Direktorat Jenderal Pajak melakukan
pemeriksaan.
3. Dalam hal besaran biaya yang direkomendasikan Badan Pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan besaran biaya hasil
pemeriksaan auditor Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
auditor Pemerintah dan Badan Pelaksana wajib menyelesaikan perbedaan
tersebut.
Auditor pemerintah terbagi menjadi dua, yaitu auditor eksternal
pemerintah yang dilaksanakan oleh BPK (Badan Pengawas Keuangan) dan
auditor internal pemerintah yang dikenal dengan Aparat Pengawasan
Fungsional Pemerintah (APFP) yang dilaksanakan oleh BPKP (Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).
Pada pasal 30 tersebut sudah sangat jelas bahwa pemeriksaan pajak
hanya dapat dilakukan oleh auditor pemerintah dalam hal ini adalah BPKP,
sehingga DJP tidak memilki kewenangan apapun dalam hal melakukan
pemeriksaan pajak. DJP baru memiliki kewenangan dalam melakukan
pemeriksaan pajak setelah diterbitkanya PP No.27 Tahun 2017. Pemeriksaan
pajak yang dilakukan oleh DJP menurut ketentuan PP No.27 Tahun 2017 ini
tidak menggunakan UU KUP sebagai pedoman dalam pemeriksaan, tetapi
menggunakan pedoman pelaksanaan pemeriksaan bersama karena pada ayat
(2) dijelaskan bahwa yang melakukan pemeriksaan adalah DJP dan/atau
auditor pemerintah. Penulis berpendapat penggunaan pedoman pelaksanaan
pemeriksaan bersama ini ditujukan untuk mendapat kejelasan hukum sebab
apabila masing-masing lembaga menggunakan aturanya sendiri-sendiri akan
mengakibatkan kebingungan para kontraktor dan pemerintah akan kehilangan
kepercayaan.
Pada PP No.27 Tahun 2017 tersebut tidak ada satu pasal dan ayat
pun yang menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah ini bisa berlaku surut
sehingga penulis berpendapat bahwa DJP telah melakukan kesalahan karena
telah menerapkan peraturan yang baru diberlakukan pada masa sebelum
peraturan tersebut berlaku. Oleh sebab itu, atas hasil pemeriksaan pajak yang
dilakukan oleh DJP yang menghasilkan SKPLB sebesar USD 417.128,23
seharusnya dapat dibatalkan demi hukum karena sebab-sebab tersebut diatas.
Berikut merupakan tabel perbandingan antara PP No.79 Tahun 2010
dengan PP No.27 Tahun 2017 pada pasal 30, yaitu
Tabel 4.5
Perbandingan PP No.79 Tahun 2010 dan PP No.27 Tahun 2017
Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun
2010 2017
Ayat (1) Ayat (1)
“Untuk perhitungan pajak, Direktorat “Untuk perhitungan pajak,
Jenderal Pajak menetapkan besarnya Direktorat Jenderal Pajak
biaya pada tahapan eksplorasi setiap menetapkan besarnya biaya pada
tahunnya di bidang usaha hulu tahapan Eksplorasi dan tahapan
minyak bumi dan gas bumi setelah Eksploitasi setiap tahunnya di
mendapat rekomendasi dari Badan bidang usaha hulu Minyak Bumi dan
Pelaksana.” Gas Bumi setelah mendapat
rekomendasi dari SKK Migas.”

Ayat (2) Ayat (2)


“Sebelum menetapkan besarnya biaya “Sebelum menghitung besarnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), biaya sebagaimana dimaksud pada
auditor Pemerintah atas nama ayat (1), Direktur Jenderal Pajak
Direktorat Jenderal Pajak melakukan dan/atau auditor Pemerintah atas
Pemeriksaan.” nama Direktorat Jenderal Pajak
melakukan pemeriksaan.”

Ayat (3) Ayat (3)


“Dalam hal besaran biaya yang “Dalam hal besaran biaya yang
direkomendasikan Badan Pelaksana direkomendasikan SKK Migas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat
berbeda dengan besaran biaya hasil (1) berbeda dengan besaran biaya
Pemeriksaan auditor Pemerintah hasil pemeriksaan auditor
sebagaimana dimaksud pada ayat Pemerintah sebagaimana dimaksud
(2), auditor Pemerintah dan Badan pada ayat (2), auditor Pemerintah
Pelaksana wajib menyelesaikan dan SKK Migas wajib menyelesaikan
perbedaan tersebut." perbedaan tersebut.”

Ayat (4)
“Pelaksanaan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan dalam Pasal 25 ayat (7)
diatur dalam pedoman pelaksanaan
pemeriksaan bersama.”
Ayat (5)
“Hal-hal terkait penyampaian
rekomendasi, penyelesaian
perbedaan besaran biaya hasil
pemeriksaan, dan pedoman
pelaksanaan pemeriksaan bersama
diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan.”
Sumber: PP No.79 Tahun 2010 dan PP No.27 Tahun 2017 (Data diolah sendiri
oleh penulis),2019
Selanjutnya adalah masalah uniformity principle. Pengertian
uniformity principle seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya merupakan
biaya-biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus diartikan sama
dengan biaya yang dihitung berdasarkan PSC. Berdasarkan berita acara
rekonsiliasi pajak penghasilan tahun 2014 yang dihadiri oleh SKK Migas,
BPK RI, BPKP, DJP Kantor Pusat, KPP Migas dan KKKS penulis
menemukan bahwa penyelesaian hak dan kewajiban kontraktual dari KKKS
dan SKK Migas/Pemerintah untuk suatu tahun buku didasarkan pada
Perhitungan Bagi Hasil (Financial Quarterly Report/FQR) yang digunakan
bersama oleh SKK Migas dan KKKS.
Apabila terdapat sengketa yang berasal dari hasil pemeriksaan/audit
maupun yang bukan berasal dari pemeriksaan/audit atau sengketa yang
berpengaruh terhadap penghitungan FQR harus memperhatikan bahwa
penyelesaian hak dan kewajiban tahun buku yang telah lalu berdasarkan FQR
saat itu dianggap selesai. Jadi, ketika hak dan kewajiban kontrak sudah
diselesaikan untuk suatu tahun buku dengan dasar FQR yang digunakan oleh
KKKS dan SKK MIGAS, maka akan dianggap telah selesai seluruhnya untuk
FQR saat itu karena Uniformity Principle PSC merupakan konsep bahwa
biaya yang digunakan untuk Perhitungan Bagi Hasil (FQR) merupakan biaya
yang akan digunakan untuk kepentingan pelaporan pajak penghasilan. Hal ini
pula yang dimaksud dalam memori penjelasan PP 79 Tahun 2010 pasal 11
bahwa biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto akan sama
dengan biaya yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah.
Dalam kaitanya mengenai uniformity principle ini, menurut pendapat
penulis merupakan hal yang aneh apabila terdapat lembaga negara yang saling
bertentangan. Pada kasus BUT K ini terjadi hal demikian, DJP mengoreksi
biaya yang sebenanya sudah disepakati oleh SKK MIGAS sejak awal BUT K
akan melakukan operasi dan pada rapat rekonsiliasi pajak tahun 2014 yang
juga pada saat itu dihadiri oleh DJP. Sesungguhnya pada saat rapat
rekonsiliasi pajak tahun 2014 tersebut dapat dimanfaatkan oleh DJP apabila
terdapat hal yang tidak sesuai dengan peraturan, tetapi pada akhir nya DJP
menyetujui hasil rekonsiliasi tersebut yang meyiratkan bahwa terhadap
laporan keuangan yang direkonsiliasi tersebut sudah sesuai dengan peraturan-
peraturan yang berlaku. Apabila dikemudian hari dilakukan koreksi terhadap
biaya-biaya yang sebelumnya sudah disepakati bersama berarti terdapat suatu
kesalahan sistem yang terjadi antar lembaga ini, sehingga dikhawatirkan akan
merusak citra pemerintah Indonesia dan akan mengurangi tingkat
kepercayaan investor terhadap Indonesia.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pada hakikatnya bidang usaha sektor hulu minyak dan gas bumi
memiliki ketentuan tersendiri dalam perhitungan pajaknya yang diatur dalam
PP No.27 Tahun 2017 stdtd. PP No.79 Tahun 2010 tentang Tentang Biaya
Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di
Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi sehingga dengan adanya aturan ini
UU PPh yang berlaku secara umum harus dikesampingkan. Terkait kasus
pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh KPP Migas terhadap BUT K yang
menghasilkan produk hukum berupa SKPLB dapat dinilai cacat hukum karena
DJP selaku pemeriksa tidak mempunyai kewenangan apapun dalam melakukan
pemeriksaan. Kewenangan sesungguhnya untuk melakukan pemeriksaan pajak
terletak pada BPKP selaku auditor internal.
Penetapan biaya operasi pada kontraktor yang sudah pada tahap
eksploitasi juga tidak bisa dilakukan oleh DJP karena kewenangan untuk
menetapkan biaya operasi hanya pada tahap eksplorasi sesuai dengan pasa 30
ayat (1) PP No.79 Tahun 2010 dimana pada saat dilakukan pemeriksaan
terhadap BUT K untuk tahun pajak 2014 peraturan tersebut masih berlaku.
Oleh sebab itu, maka terhadap pemeriksaan pajak terhadap BUT K dan produk
hukum yang diterbitkan oleh DJP berupa SKPLB seharusnya dapat dibatalkan
demi hukum.
B. Saran
Tim Pemeriksa sebelum melakukan pemeriksaan seharusnya dapat
mencari dan memverifikasi dasar hukum yang jelas dan dapat dijadikan sebagai
acuan dalam melakukan pemeriksaan. Rumitnya sistem perpajakan di
Indonesia yang antar peraturanya dapat saling tumpang tindih dapat diduga
sebagai faktor biasnya pemahaman Tim Pemeriksa yang dapat menjadi pemicu
kesalahan dalam melakukan interprestasi suatu produk hukum. Oleh karena itu,
penyederhanaan sistem perpajakan seharusnya dapat menjadi prioritas utama
DJP untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk solusi jangka pendek yang
paling tepat adalah membuat database pajak yang secara sistematis terkoneksi
langsung
62
dengan data pusat SKK MIGAS sehingga DJP dapat memantau laporan-
laporan yang dibuat dan disetujui oleh SKK MIGAS secara realtime 24 jam.
Dengan begitu, DJP dapat dengan mudah menentukan kontraktor mana saja
yang dapat dilakukan pemeriksaan dan mana yang tidak dapat dilakukan
pemeriksaan.
DAFTAR PUSTAKA

64
LAMPIRAN-LAMPIRAN

65

Anda mungkin juga menyukai