Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM SPEKTROMETRI

PENENTUAN KONSENTRASI ASAM ASKORBAT DALAM SAMPEL


JERUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Nama : Vida Prasetianingtias


NIM : 181810301038
Kelas :A
Kelompok :4
Asisten : Mohammad Qosim

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asam askorbat atau vitamin C merupakan senyawa antioksidan yang mudah
teroksidasi secara reversibel membentuk dehidro L-asam askorbat. Vitamin C
berfungsi sebagai pemberi kekebalan tubuh pada tubuh manusia. Konsentrasi
asam askorbat dalam sampel dapat ditentukan menggunakan spektrofotometer
UV. Spektrofotometer UV merupakan salah satu metode analisis yang dilakukan
dengan panjang gelombang 100-400 nm. Pengukuran sampel dengan metode ini
dibutuhkan larutan yang transparan atau bening. Hal tersebut dikarenakan sinar
ultraviolet tidak dapat dideteksi oleh mata sehingga dalam menyerap sinar
ultraviolet tidak dibutuhkan sampel yang berwarna (Gandjar, 2007).
Metode spektrofotometri ultraviolet dapat diterapkan dalam berbagai
bidang misalnya industri, farmasi, dan sebagainya. Penerapan dalam bidang
industri yaitu penetapan kadar natrium siklamat pada minuman ringan kemasan.
Natrium siklamat adalah salah satu jenis pemanis yang diperbolehkan untuk
dikonsumsi. Jumlah maksimum konsumsi natrium siklamat pada jenis pangan dan
minuman yaitu 3 gram dalam 1 kg minuman atau 3000 ppm. Penggunaan natrium
siklamat yang berlebihan akan merugikan manusia seperti memicu terbentuknya
kanker (Wardani, 2012). Penerapan dalam bidang farmasi yaitu pembuatan obat-
obatan maupun vitamin. Kandungan atau kadar harus sesuai dengan dosis yang
telah ditentukan. Penentuan tersebut dapat dilakukan dengan mengukur absorbansi
pada panjang gelombang tertentu. Konsentrasi yang telah diketahui, maka obat
atau vitamin yang telah dibuat dapat aman digunakan. Aplikasi yang umum
dilakukan yaitu pada penentuan konsentrasi asam askorbat atau vitamin C dalam
vitacimin (Sudjarwo, 2013).
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi asam askorbat dalam
sampel vitacimin menggunakan spektrofotometri ultra violet. Konsentrasi asam
askorbat dapat ditentukan melalui pengukuran nilai absorbansi pada panjang
gelombang yang telah ditentukan melalui scanning. Proses scanning dilakukan
menggunkan larutan standar asam askorbat dengan variasi konsentrasi yang dicari
panjang gelombang maksimumnya pada daerah 200 – 450 nm. Nilai absorbansi
masing – masing larutan standar sudah diketahui sehingga dapat dibuat kurva
kalibarsi. Penentuan asam askorbat dilakukan dengan mensentrifugasi sampel dan
diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum sehingga dapat
ditentukan konsentrasi asam askorbatnya (Tim Penyusun, 2020).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah
percobaan ini yaitu bagaimana cara menentukan konsentrasi asam askorbat dalam
vitacimin dengan menggunakan metode spektrofotometri ultra violet ?.

1.3 Tujuan Percobaan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukan percobaan ini
yaitu untuk menentukan konsentrasi asam askorbat dalam vitacimin dengan
menggunakan metode spektrofotometri ultra violet.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Akuades (H2O)
Akuades merupakan senyawa kimia dengan rumus molekul H2O yang
memiliki bentuk fisik berupa cairan yang tidak berasa, tidak berbau dan tidak
berwarna. Akuades memilki berat molekul sebesar 18,02 g/mol dan PH 7 (netral).
Titik didih akuades adalah 100℃ dan tekanan uapnya sebesar 2,3 kPa (pada suhu
20°C). Akuades memiliki kerapatan 1 g/mL dan kerapatan uapnya 62% dari
kerapatan udara. Akuades tidak bersifat racun dan mudah terbakar, sehingga tidak
membutuhkan perlakuan khusus (LabChem, 2020).
2.1.2 Asam Akorbat (C6H8O6)
Asam askorbat merupakan senyawa kimia berbentuk padatan dan
berwarna putih kekuningan serta tidak berbau. Senyawa ini memiliki berat
molekul sebesar 176,2 g/mol dan densitas 1,65 g/cm3 . Senyawa ini dapat larut
dalam air dan bersifat reduktor. Asam askorbat termasuk dalam senyawa
berbahaya jika kontak mata dan kulit karena bersifat iritan. Pertolongan pertama
yang dilakukan yaitu dengan mencuci menggunakan air selama kurang lebih 15
menit (Labchem,2020).

2.2 Dasar Teori


2.2.1 Asam Askorbat
Asam askorbat merupakan senyawa antioksidan yang dapat larut dalam air
dengan rumus kimia C6H8O6 dan beratom karbon 6 yang dapat larut dalam air.
Asam askorbat disebut juga dengan vitamin C (Suharta, 2005). Vitamin C mudah
teroksidasi secara reversibel membentuk asam dehidro L- asam askorbat dan
kehilangan dua atom hydrogen. Asam askorbat atau vitamin C menurut tata nama
secara IUPAC adalah (5R) – [(1S)- 1,2 – Dihydroxyethyl] - 3,4 Dihydroxyfuran –
2 (5H) – one. Struktur dari asam askorbat adalah sebagai berikut :
OH

HO O O
H
HO OH
(5R)-5-[(1R)-1,2-dihydroxyethyl]-3,4-dihydroxyoxolan-2-one

Gambar 2.1 Struktur asam askorbat


(Sumber : Suharta, 2005).
Asam askorbat merupakan turunan dari heksosa dan diklasifikasikan
sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Senyawa ini dalam
keadaan kering stabil di udara tetapi akan teroksidasi dengan cepat ketika
berbentuk larutan membentuk warna yang lebih gelap. Asam askorbat juga
merupakan faktor penting dalam beberapa reaksi enzimatik yang berfungsi
sebagai reduktor. Proses ini dilakukan dengan menyumbangkan elektron molekul
lain yang memungkinkan terjadi reaksi kimia. Vitamin C (asam askorbat)
termasuk dalam vitamin esensial, karena manusia tidak dapat menghasilkan
vitamin C di dalam tubuh sendiri sehingga harus diperoleh dari luar tubuh. Fungsi
dari vitamin C ini dapat memberikan perlindungan atau kekebalan dalam tubuh
(Saptomi,2017).
2.2.2 Kromofor dan Auksokrom
Kromofor merupakan suatu larutan dengan gugus molekul yang dapat
mengabsorbsi cahaya. Contoh dari kromofor yaitu C=C, C=O, N=N, N=O.
Molekul-molekul yang hanya mengandung satu gugus kromofor dapat mengalami
perubahan panjang gelombangnya. Molekul yang mengandung dua gugus
kromofor atau lebih akan mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang hampir
sama dengan molekul yang memiliki satu gugus kromofor tertentu tetapi
absorbansinya sebanding dengan jumlah kromofor yang ada. Gugus fungsi atau
kromofor ini memiliki ikatan tak jenuh dengan menyerap radiasi di daerah ultra
violet dekat dan daerah tampak (Khopkar,1990).
Auksokrom adalah sekelompok atom yang terikat pada kromofor yang
mengubah kemampuan kromofor untuk menyerap cahaya. Auksokrom tidak
menghasilkan warna, namun jika dengan kromofor dalam senyawa organik akan
meningkatkan warna kromogen. Gugus auksokrom diantaranya yaitu gugus
hidroksil (−OH), gugus amino (−NH2 ), gugus aldehida (−CHO), dan gugus metil
merkaptan (−SCH3). Auksokrom adalah gugus atom fungsional dengan satu atau
lebih pasangan elektron bebas, dimana ketika dilekatkan pada kromofor dapat
mengubah panjang gelombang dan intensitas absorpsi. Gugus auksokrom jika
bersama kromofor dalam konjugasi langsung dengan sistem- pi dari kromofor,
mereka dapat meningkatkan panjang gelombang di mana cahaya diserap dan
akibatnya meningkatkan penyerapan (Khopkar,1990).
2.2.3 Spektroskopi
Spektroskopi merupakan ilmu dengan prinsip dasar suatu interaksi antara
materi dengan cahaya atau partikel yang dipancarakan, diserap, dan dipantulkan oleh
materi tersebut. Berdasarkan catatan sejarah, spektroskopi berpacu terhadap cahaya
tampak yang digunakan dalam analisa kualitatif dan kuantitatif. Spektroskopi
dulunya juga digunakan dalam teori struktur suatu materi. Zaman yang semakin
berkembang, maka definisi spektroskopi juga berkembang pula. Modern ini,
spektroskopi menggunakan teknik baru yaitu dengan memanfaatkan cahaya tampak,
radiasi elektromagnetik, dan radiasi non elektromagnetik (Suarsa, 2015).
Spektroskopi dibagi menjadi spektroskopi atom atau emisi dan spektroskopi
molekul atau absorpsi. Prinsip dasar spektroskopi atom yaitu tingkatan energi
elektron terluar dari atom atau unsur melibatkan energi elektronik, vibrasi dan rotasi.
Prinsip dasar spektroskopi molekul yaitu tengkatan energi dari molekul radiasi yang
terabsorpsi. Spektroskopi atomik dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain:
a. Spektrofotometri serapan atom, memiliki prinsip dasar analisis suatu unsur
dengan interaksi yang terjadi antara suatu sampel dengan radiasi
elektromagnetik. Metode ini cocok untuk analisis suatu zat yang memiliki
konsentrasi rendah.
b. Spektrofotometri Emisi Atom (AES), merupakan metode analisis untuk
menentukan jumlah suatu unsur dalam dengan prinsip intensitas cahaya yang
terpancar dari api, plasma, maupun percikan pada panjang gelombang tertentu.
c. Atomic Flourescene Spectroscopy (AFS), merupakan metode analisis
flourescene dari atom suatu sampel menggunakan sinar ultraviolet yang
mengeksitasi elektron di dalam atom yang menyebabkannya dapat memancarkan
sinar (Khopkar, 2010).
2.2.4 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan salah satu metode analisis kimia yang
didasarkan pada pengukuran serapan sinar mikroanalisis pada larutan berwarna
dengan menggunakan panjang gelombang tertentu. Larutan blank merupakan
larutan yang digunakan pada proses spektrofotometri yang berfungsi sebagai
kontrol dengan nilai 100% transmitan. Metode pengukuran spektrofotometri
didasarkan pada absorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui
suatu larutan yang mengandung kontaminan yang akan ditentukan
konsentrasinya. Spektrofotometri tidak hanya menggunakan panjang
gelombang cahaya tampak, tetapi juga menggunakan panjang gelombang
ultraviolet dan inframerah. Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan
untuk mengukur suatu absorbasni dengan cara melewatkan cahaya dengan
panjang gelombang tertentu pada suatu kuvet. Cahaya tersebut sebagian besar
akan diserap dan sisanya dilewatkan. Prinsip kerja spektrofotometri yaitu nilai
absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet
(Keenan, 1984).
2.2.5 Spektrofotometri Ultra Violet (UV)
Spektrofotometri ultraviolet adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet yang diabsorpsi sampel. Sinar ultraviolet memiliki
energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat
energi yang lebih tinggi. Sinar ultraviolet memiliki panjang gelombang 100 - 400
nm atau 595 – 299 kJ/mol. Sinar UV terbagi menjadi dua yaitu ultra violet dekat
dan ultra violet jauh. Rentang panjang gelombang ultraviolet dekat 100-200 nm,
sedangkan ultra violet dekat memiliki rentang panjang gelombang 200-400 nm
(Rohman, 2007).
Spektrofotometer UV didasarkan pada interaksi sampel dengan sinar UV.
Sumber sinar yang digunakan yaitu lampu deuterium atau disebut juga heavy
hydrogen. Spektrofotometer ultra violet menggunakan cahaya ungu. Pengukuran
sampel menggunakan metode ini dibutuhkan larutan yang transparan atau bening.
Hal tersebut dikarenakan sinar ultraviolet tidak dapat dideteksi oleh mata sehingga
dalam menyerap sinar ultraviolet tidak dibutuhkan sampel yang berwarna.
Penggunaan spektroskopi serapan ultraviolet untuk penentuan secara kuantitatif
senyawa-senyawa yang mengandung gugus fungsional yang ada dalam suatu
molekul. Penyerapan sinar ultraviolet dibatasi pada sejumlah gugus fungsional
atau gugus kromofor yang mengandung elektron valensi dengan tingkat energi
rendah. Penyerapan sinar ultraviolet dapat menyebabkan eksitasi molekul dari
keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Hendayana, 1994). Proses ini
terjadi dalam dua tahap yakni:
M + hv M* . . . (2.1)
*
M m + heat . . . (2.2)
Molekul dari tingkat energi yang lebih tinggi akan kembali ke tingkat energi dasar
prosesnya disebut dengan reaksi fotokimia (Gandjar, 2007).
2.2.6 Hukum Lambert Beer
Metode spektrofotometri didasarkan pada Hukum Lambert-Beer. Hukum
Lambert Beer merupakan hukum yang menjelaskan hubungan antara absorban
dengan konsentrasi larutan sampel. Persamaan hukum Lambert-Beer adalah:
. . . (2.1)

dimana Po/ P merupakan absorbans atau disimbolkan dengan A, k merupakan


tetapan atau konstanta, b adalah ketebalan medium penyerap (kuvet), dan c
adalah konsentrasi solut yang menyerap cahaya. Nilai tetapan (k) dalam hukum
Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi yang digunakan. Konsentrasi
dalam g/L disetarakan dengan absorptivitas (a) dan jika mol/L adalah
absorptivitas molar sehingga dapat dinyatakan dengan :
atau . . . (2.2)
Pengukuran cahaya secara langsung cukup sulit dilakukan sehingga cahaya yang
diserap (Io) dapat diukur berdasarkan cahaya yang diteruskan (It) oleh sampel
yang dapat dinyatakan sebagai transmitan (T). Besarnya transmitan dinyatakan
sebagai %T. Persamaan yang diperoleh yaitu :
. . . (2.3)
. . . (2.4)
Sehingga, ( ) . . . (2.5)
(Triyanti,1985).
Hukum Lambert-Beer terbatas karena sifat kimia dan faktor instrumen.
Penyebab non-linearitas adalah:
a. Deviasi koefisien pada konsentrasi tinggi (>0,01M) yang disebabkan oleh
interaksi elektrostatik antara molekul yang terlalu dekat.
b. Hambatan cahay karena adanya partikel dalam sampel.
c. Florensensi atau fosforensi sampel.
d. Berubahnya indeks bias pada konsentrasi yang tinggi.
e. Pergeseran kesetimbangan kimia sebagai fungsi dari konsentrasi.
f. Kehilangan cahaya (Rudi, 2010).
2.2.7 Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat atau instrument yang digunakan dan berfungsi
untuk memberikan informasi terkait dengan intensitas sinar yang diserap dan
ditransmisikan sebagai bentuk fungsi gelombang. Komponen penyusun
spektrofotometer adalah:
a. Sumber cahaya.
b. Monokromator, mengubah cahaya menjadi panjang gelombang tertentu
atau disebut dengan monokromatis dan memiliki bagian, yaitu prisma, kisi
difraksi, celah optis, dan filter.
c. Kuvet, tempat cuplikan yang akan dianalisis.
d. Detektor, merespon cahaya pada panjang gelombang yang dianalisis
(Christian, 1994).
Spektrofotometer dapat menunjukkan warna komplementer dari cahaya
nampak. Warna komplementer adalah warna yang ditransmisikan atau terlihat
pada mata manusia sedangkan warna asli adalah warna yang diserap oleh larutan
atau sampel pada awalnya. Warna larutan asli adalah hijau maka warna
komplementernya atau yang terlihat adalah warna ungu. Warna yang didapatkan
sampel setelah dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer adalah warna
komplementer bukan warna asli (Day dan Underwood, 2002).
Tabel 2.1 Spektrum cahaya tampak dan warna komplementernya
Panjang gelombang (nm) Warna asli Warna komplementer
400 – 435 Violet Kuning – hijau
435 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Hijau – biru Orange
490 – 500 Biru – hijau Merah
500 – 560 Hijau Ungu
560 – 580 Kuning – hijau Violet
580 – 595 Kuning Biru
595 – 610 Orange Hijau – biru
610 – 750 Merah Biru – hijau
(Sumber: Day dan Underwood, 2002).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu spektrofotometer UV,
kuvet yang sesuai, volumetrik flask, beaker glass, volumetrik pipet, dan gelas
ukur.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu asam askorbat 500 ppm
dan akuades bebas CO2.

3.2 Diagram Alir


3.2.1 Scanning panjang gelombang dan pembuatan kurva kalibrasi
Larutan standar sampel Larutan blanko
- dipipet 1, 2, 3, 4, 5 -dibuat 3 kali - dimasukkan akuades
ml asam askorbat ulangan
- diencerkan

Larutan standar Larutan sampel Larutan blanko


encer encer
encer

Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan


10 ppm 20 ppm 30 ppm 40 ppm 50 ppm

- diukur absorbans pada daerah 200 –


450 nm interval 10 nm
- diulangi pengukuran disekitar daerah
serapan maksimum interval 2 nm

Grafik panjang Kurva kalibrasi


gelombang vs absorbansi larutan standar
3.2.2 Penentuan Asam Askrobat dalam Jeruk
Jeruk
- dikocok
- disentrifus 10 menit
- diambil 4 mL
- diencerkan dalam labu ukur 50 ml

Sampel

- diencerkan
- diukur absorbans
- dihitung kadar asam askorbat

Kadar Asam Askorbat


dalam jeruk

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Scanning Panjang Gelombang dan Pembuatan Kurva Kalibrasi
Sederetan larutan standar dibuat dengan memipet 1, 2, 3, 4 dan 5 ml larutan
asam askorbat standar ke dalam 50 ml labu ukur.sampel yang akan dianalisis
(pengulangan 3 kali) juga dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Akuades
sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml sebagai blanko. Setiap
larutan diencerkan menjadi 50 ml. Larutan standar yang dihasilkan mempunyai
konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm. Panjang gelombang dicari yang memiliki
kriteria memberikan serapan maksimum dengan cara mengukur absorbans larutan
standar 30 ppm pada daerah 200-450 nm dengan interval 10 nm. Pengukuran
diulangi di sekitar daerah serapan maksimum dengan memperkecil interval
pengukuran menjadi 2 nm. Data yang dihasilkan kemudian dibentuk grafik
(panjang gelombang vs absorbans) dan ditentukan panjang gelombang dari
serapan maksimum. Kurva kalibrasi dibuat dengan mengukur absorbans dari
larutan standar (10-50 ppm). Persamaan garis dan koefisien korelasinya
ditentukan.
3.3.2 Penentuan Asam Askorbat dalam Jeruk
Air jeruk dikocok kemudian disentrifus selama 10 menit. Langakh
selanjutnya kemudian diambil 4 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL
untuk diencerkan dengan akuades bebas CO2. Labu ukur kemudian diencerkan
hingga tanda batas. Absorbans larutan diukur pada panjang gelombang maksimum
yang diperoleh pada prosedur sebelumnya kemudian ditentukan kadar asam
askorbat dalam jeruk.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Tabel hasil scanning panjang gelombang dan pembuatan kurva kalibrasi
No. Konsentrasi (ppm) Panjang gelombang (nm) Absorbansi
1. 10 264 0,435
2. 20 264 0,522
3. 30 264 0,611
4. 40 264 0,699
5. 50 264 0,801
Tabel 4.2 Tabel hasil penentuan asam askorbat dalam vitacimin
Panjang Konsentrasi Kadar asam
Absorbansi
gelombang (nm) (ppm) askorbat
264 0,782 96,94 %

4.2 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi asam askorbat dalam
sampel vitacimin menggunakan spektrofotometer UV. Asam askorbat adalah
senyawa antioksidan yang dapat larut dalam air dengan rumus molekul C 6H8O6.
Asam askorbat digunakan sebagai analit karena memiliki gugus kromofor dan
auksokhrom yang dapat menyerap radisi di daerah ultraviolet dan digunakan.
Percobaan ini menggunakan metode spektrofotometri UV untuk analisis
kuantitatif asam askorbat. Asam askorbat dapat memberikan serapan di daerah
ultraviolet karena senyawa ini memiliki gugus kromofor dan auksokrom.
Panjang gelombang yang terbaca pada transisi ini yaitu pada panjang gelombang
200-700 nm. asam askorbat memiliki dua macam gugus kromofor dan empat
macam gugus auksokhrom. Menurut Dachriyanus (2004) gugus fungsi yang
menyerap radiasi di daerah sinar ultraviolet dekat dan daerah tampak dinamakan
gugus khromofor. Asam askorbat memiliki auksokrom yang terikat pada
kromofor sehingga terjadi efek batokhrom yang mengakibatkan pita serapan
khromofor akan bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang dengan
intensitas yang lebih kuat (Christian, 1994). Struktur dari asam askorbat adalah
sebagai berikut :
OH

HO O O
H
HO OH
(5R)-5-[(1R)-1,2-dihydroxyethyl]-3,4-dihydroxyoxolan-2-one

Gambar 4.1 Struktur asam askorbat


(Sumber : Suharta, 2005).
Percobaan yang dilakukan terdiri dari 2 tahap yaitu scanning panjang
gelombang larutan standar dan penentuan konsentrasi asam askorbat dalam
larutan Vitacimin. Scanning panjang gelombang dilakukan untuk mengetahui
panjang gelombang maksimum dari larutan yang digunakan berdasarkan nilai
absorbansi atau serapan maksimum dari larutan yang digunakan dalam scanning.
Larutan standar asam askorbat dibuat dengan cara pengenceran larutan induk
konsentrasi 500 ppm. Larutan standar atau larutan baku adalah larutan yang
diketahui secara pasti konsentrasinya dalam suatu zat. Larutan induk adalah
larutan baku yang dibuat dengan konsentrasi tinggi yang akan digunakan untuk
membuat larutan baku dengan konsentrasi yang lebih rendah. Larutan induk
dibuat dengan melarutkan 0,05 gram asam askorbat dalam 100 mL akuades.
Larutan standar dibuat dengan cara pengenceran larutan induk yang menghasilkan
berbagai variasi konsentrasi yaitu larutan standar 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm.
Tujuan dilakukan pengenceran adalah agar dapat terukur pada spektrofotometer.
Tujuan dari variasi konsentrasi ini untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi
terhadap nilai absorbansi yang dihasilkan. Scanning panjang gelombang
maksimum dilakukan pada larutan standar 30. Hal ini karena larutan standar 30
ppm merupakan larutan dengan konsentrasi di tengah antara konsentrasi 10 - 50
ppm. Pengukuran dengan awalan 30 ppm akan menyebabkan konsentrasi yang
lebih kecil dari 30 ppm dan lebih dari 30 ppm dapat terukur.
Spektroftometer sebelum digunakan, dikalibrasi terlebih dahulu
menggunakan larutan blanko berupa akuades. Larutan blanko merupakan larutan
yang hanya berisi pelarut tanpa adanya analit, sehingga larutan blanko hanya
berisi akuades karena pelarut yang digunakan dalam larutan standar berupa
akuades. Pengukuran larutan blanko dapat dikatakan sesuai jika diperoleh
absorbansi dengan nilai 0 (nol), sehingga larutan blanko dapat digunakan untuk
kalibrasi spektrofotometer. Interval scanning panjang gelombang maksimum
yang dilakukan yaitu pada panjang gelombang 180 - 400 nm dengan interval 10
nm. Pengulangan pengukuran absorbansi dilakukan dengan memperkecil interval
menjadi 2 nm untuk meningkatkan sensitifitas pengukuran. Menurut Harjadi
(1996) serapan maksimum asam askorbat dengan menggunakan spektrofotometer
UV adalah antara 200 – 400 nm yang digunakan sebagai acuan pada proses
pengukuran absorbansi larutan standar. Kuvet sebelum digunakan dicuci terlebih
dahulu dengan akuades. Tujuan pencucian dengan akuades ini untuk
meminimalkan kesalahan pengukuran yang diakibatkan oleh adanya zat
kontaminan yang menyebabkan interferensi terhadap absorbansi. Panjang
gelombang maksimum yang diperoleh dari scanning panjang gelombang yaitu
264 nm. Hasil dari proses scanning ini cukup sesuai literatur menurut Wardani
(2012) yang menyatakan panjang gelombang maksimum untuk asam askorbat
pada daerah 200-400 nm sebesar 265 nm, pada panjang gelombang tersebut
terjadi serapan yang paling maksimum. Proses sacnning perlu dilakukan karena
pada panjang gelobmang maksimum akan memberikan nilai absorbansi
maksimum yang menunjukkan kepekaan sampel terhadap pengukuran.
Panjang gelombang yang dihasilkan digunakan untuk mengukur larutan
standar asam askorbat dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Pengukuran
absorbansi larutan standar dilakukan dari konsentrasi rendah ke konsentrasi
tinggi. Tujuan pengukuran absorbansi dilakukan dari konsentrasi terendah ke
konsentrasi tertinggi yaitu agar pengukuran lebih akurat. Hal ini dikarenakan
apabila terjadi kontaminasi maka konsentrasinya akan berubah, sehingga nilai
absorbansinya tidak sesuai. Nilai absorbansi yang dihasilkan dari konsentrasi 10,
20, 30, 40, dan 50 secara berturut-turut sebesar 0,435; 0,522; 0,611; 0,699; dan
0,801 Pengukuran absorbansi larutan standar kemudian dibuat kurva kalibrasi
dengan konsentrasi sebagai sumbu x dan absorbansi sebagai sumbu y. Kurva
yang dihasilkan yaitu :

Kurva Kalibrasi
0,9
0,8
0,7
0,6
Absorbansi

0,5
0,4 y = 0,0091x + 0,3409
R² = 0,999
0,3
0,2 Series1
0,1
0
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Konsentrasi vs Absorbansi


Berdasarkan kurva kalibrasi yang dihasilkan dapat menunjukkan hubungan yang
linear antara konsentrasi dengan absorbansi. Semakin tinggi konsentrasi maka
nilai absorbansinya semakin besar pula yang sesuai dengan hukum Lambert-
Beer. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi larutan menyebabkan
kandungan asam askorbat dalam larutan semakin banyak, sehingga absorpsi atau
serapan yang dihasilkan juga semakin besar. Pengukuran absorbansi pada
larutan standar menghasilkan persamaan garis y = 0,0091x + 0,3409. Nilai
regresi yang diperoleh yaitu 0,9999 yang menunjukkan keakuratan pengukuruan.
Menurut Harmita (2004) nilai regresi yang baik adalah yang mendekati satu.
Perlakuan selanjutnya yaitu penentuan kadar asam askorbat dalam sampel
vitacimin. Vitacimin berbentuk padat dihaluskan terlebih dahulu dan diambil
sebanyak 50 mg kemudian dilarutkan dalam 50 mL. Sampel ini diencerkan
dalam labu 50 ml atau dinamakan faktor pengenceran 100x. Tujuan dihaluskan
agar sampel lebih cepat larut dan pengenceran dilakukan agar konsentrasi larutan
menjadi lebih kecil dan diperoleh larutan yang tidak terlalu pekat. Serapan
maksimum pada spektrofotometri UV hanya terjadi pada panjang gelombang
rendah, maka apabila larutan terlalu pekat kemungkinan nilai absorbansinya tidak
dapat terbaca. Pengenceran ini juga bertujuan agar konsentrasi asam askorbat
dalam vitacimin masuk dalam range pengukuran kurva standar yang
menggunakan larutan standar10, 20, 30, 40, 50 ppm. Perlakuan yang sama seperti
larutan standar asam askorbat dilakukan pada sampel ini. Pengukuran absorbansi
dilakukan pada panjang gelombang maksimum yaitu 264 nm yang diperoleh
pada prosedur pertama. Kuvet yang digunakan sebaiknya dicuci dengan
akuades agar tidak ada kontaminasi yang menyebabkan kesalahan pengukuran.
Spektroftometer juga dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan blanko
berupa akuades. Larutan blanko merupakan larutan yang hanya berisi pelarut
tanpa adanya analit, sehingga larutan blanko hanya berisi akuades karena pelarut
yang digunakan dalam larutan standar berupa akuades. Pengukuran larutan
blanko dapat dikatakan sesuai jika diperoleh absorbansi dengan nilai 0 (nol),
sehingga larutan blanko dapat digunakan untuk kalibrasi spektrofotometer. Nilai
absorbansi asam askorbat pada sampel adalah sebesar 0,782. Hasil absorbansi
dimasukkan dalam persamaan linier y = 0,0091x + 0,3409, dimana nilai
absorbansi sampel sebagai y dan x merupakan konsentrasi sampel. Konsentrasi
yang dihasilkan sebesar 4847 ppm dan konsentrasinya mendekati konsentrasi
sampel secara teoritis yaitu 5000 ppm. Hasil perhitungan kadar yang diperoleh
yaitu sebesar 96,94%. Hasil tersebut telah sesuai, karena memiliki kadar
mendekati 100%.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh pada percobaan ini yaitu penentuan
konsentrasi asam askorbat dalam sampel vitacimin dapat ditentukan menggunakan
metode spektrofotometri UV. Sampel vitacimin diukur nilai absorbansinya pada
panjang gelombang yang dihasilkan dari proses scanning yaitu sebesar 264 nm.
Absorbansi yang diperoleh yaitu 0,782, kemudian disubstitusikan ke persamaan
linier dari kurva kalibrasi larutan standar yaitu y = 0,0091x + 0,3409. Konsentrasi
yang dihasilkan yaitu sebesar 4947 ppm dengan kadar 96,94 %.

5.2 Saran
Saran untuk percobaan selanjutnya yaitu diharapkan praktikan dalanm
proses penentuan panjang gelombang maksimum dalam scanning harus teliti agar
diperoleh panjang gelombang yang sesuai dengan literatur. Praktikan harus
memahami prosedur percobaan dan prinsip sebelum praktikum dimulai agar
praktikum berjalan efektif. Praktikan juga sebaiknya memahami prinsip kerja dari
spektrofotometri UV.
DAFTAR PUSTAKA

Christian, M. 1994. Petunjuk Praktikum Instrumen Kimia. Yogyakarta: STTN-


Batan.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara
Spektroftometri. Padang : Andalas University Press.

Day, R. A. dan Underwood, A. L. 2002. Analsis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.


Jakarta: Erlangga.
Gandjar. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Harjadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.
Hendayana,S.1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang : IKIP Semarang.
Keenan, Charles W.1984.Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
LabChem. 2020. MSDS of aquades [serial online] www.labchem.com (Diakses
tanggal 6 Desember 2020).
LabChem. 2020. MSDS of asrkobat acid [serial online] www.labchem.com
(Diakses tanggal 6 Desember 2020).
Rohman.2007. Kimia Analisis : Spektrofotometri UV-Vis. Solo : UNS.
Rudi. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari : Universitas
Haluleo.
Saptomi, A. 2017. Kajian Penggunaan Asam Askorbat Dan Lama Pengukusan
Terhadap Kualitas Beras Dari Ubi Kayu. Skripsi. Lampung : Universitas
Lampung.
Suarsa, I Wayan. 2015. Spektroskopi. Bali : Universitas Udayana.
Sudjarwo, Poedjiarti, S, Pramitasari A.R. 2013. Validasi Spektrofotometri Visible
Untuk Penentuan Kadar Formalin Dalam Daging Ayam. Berkala Ilmiah
Kimia Farmasi. Vol.2(1) : 20-35.
Suharta. 2005. Kimia Anorganik II Edisi Revisi. Yogyakarta : UNY.
Tim Penyusun. 2020. Penuntun Praktikum Spektrometri. Jember : Universitas
Jember.
Triyanti. 1985. Spektrofotometer UV Dan Visible Serta Aplikasinya Dalam
Oseanologi. Jurnal Oseana. Vol.119(1): 111-125.
Wardani. L. A. 2012. Validasi Metode Analisis dan Penentuan Kadar Vitamin C
Pada Minuman dengan Spektrofotmetri UV-VIS. Depok. Jakarta :
Universitas Indonesia.
LAMPIRAN

- Lembar perhitungan
1. Pembuatan larutan induk 500 ppm
500 ppm = 500 mg/1000 mL = 0,5 mg/mL
M = m/V
Massa asam askorbat = M x V
= 0,5 mg/ mL x 100 mL
= 50 mg = 0,05 gram
2. Pengenceran larutan induk asam askorbat 500 ppm dalam labu ukur 50 mL
 Konsentrasi 10 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
500 ppm x V1 = 10 ppm x 50 mL
V1 = 10 ppm x 50 mL
500 ppm
V1 = 1 mL
 Konsentrasi 20 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
500 ppm x V1 = 20 ppm x 50 mL
V1 = 20 ppm x 50 mL
500 ppm
V1 = 2 mL
 Konsentrasi 30 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
500 ppm x V1 = 30 ppm x 50 mL
V1 = 30 ppm x 50 mL
500 ppm
V1 = 3 mL
 Konsentrasi 40 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
500 ppm x V1 = 40 ppm x 50 mL
V1 = 40 ppm x 50 mL
500 ppm
V1 = 4 mL
 Konsentrasi 50 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
500 ppm x V1 = 50 ppm x 50 mL
V1 = 50 ppm x 50 mL
500 ppm
V1 = 5 mL
3. Pembuatan kurva kalibrasi
konsentrasi Absorbansi
10 0,435
20 0,522
30 0,611
40 0,699
50 0,801

Kurva Kalibrasi
0,9
0,8
0,7
0,6
Absorbansi

0,5
y = 0,0091x + 0,3409
0,4
R² = 0,999
0,3
0,2 Series1
0,1 Linear (Series1)
0
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi

4. Penentuan konsentrasi asam askorbat dalam sampel vitacimin


A. Konsentrasi Asam Askorbat dalam Sampel
0.782 = 0.0091x + 0.3409
ppm

B. Kadar Vitamin C dalam Sampel

 Konsentrasi Sampel =

 Konsentrasi Asam Askorbat dalam Sampel = 48,47 ppm


 Konsentrasi Asam Askorbat Sebenarnya dalam Sampel

 Kadar Asam Askorbat dalam Sampel

96,94 %

Anda mungkin juga menyukai