Anda di halaman 1dari 9

Kasus COVID-19 Masih Terus Bertambah,

IDI: Tingkatkan Kapasitas Pelayanan


Kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta adanya peningkatan


kapasitas pelayanan kesehatan mengingat lonjakan kasus COVID-19 terus bertambah setiap
harinya.

"Karena kalau kapasitas pelayanan tidak ditambah, kami khawatir, ada saudara kita yang
sakit tidak mendapatkan ruangan," kata Ketua Umum PB IDI Daeng M. Faqih dalam dialog
dari Graha BNPB, Jakarta, dikutip Rabu (23/9/2020).

Baca Juga

 Lawan COVID-19, IDI: Tenaga Medis Harus Jadi Perhatian Serius Pemerintah

Apabila tidak ada penambahan fasilitas, Daeng mengkhawatirkan beban tenaga kesehatan
yang harus menangani lebih banyak pasien COVID-19.

"Kami khawatir petugas kesehatan di tempat itu, kalau pasiennya overload, (tenaga
kesehatan) akan gampang kelelahan sehingga memudahkan penularan," ujarnya.

Daeng menambahkan, peningkatan pelayanan kesehatan juga harus dilakukan demi


melindungi para pekerja lain yang tidak bersentuhan langsung dengan pasien seperti mereka
yang melakukan pembersihan dan mengurusi peralatan.

"Itu juga petugas kesehatan yang rentan. Kalau kapasitas tidak ditambah, overload, kami
kasihan pada petugas kesehatan karena berisiko kelelahan, berisiko tertular."

Selain itu, Daeng juga meminta agar para tenaga kesehatan ikut mendorong masyarakat
disiplin terhadap protokol kesehatan mencegah COVID-19.
Ia mengatakan, apabila masyarakat tetap tidak disiplin, maka penularan COVID-19 pun akan
terus terjadi.

"Kalau tidak disiplin terhadap protokol kesehatan, penularan di masyarakat cukup tinggi.
Segiat apa pun kita melakukan penambahan kapasitas, suatu saat dikhawatirkan juga
terlampaui kapasitasnya."

"Mungkin juga selain di pelayanan, kami akan berembuk untuk melakukan kampanye
bersama masyarakat supaya penularan di masyarakat bisa ditekan. Tentunya dengan
kampanye untuk disiplin melakukan protokol kesehatan, minimal disiplin memakai masker,"
kata Daeng.

https://www.liputan6.com/health/read/4363635/kasus-covid-19-masih-terus-bertambah-
idi-tingkatkan-kapasitas-pelayanan-kesehatan

 ANALISA
Dalam berita yang berjudul “kasus covid terus bertambah , IDI : tingkatkan status pelayanan
kesehatan”. Berita ini membahas mengenai perlu adanya peningkatan dalam pelayanan
kesehatan terutama fasilitas yang saat ini sedang sangat diperlukan bagi tenaga medis maupun
pasien yang sedang terpapar covid-19. Dikhawatirkan pasien tidak mendapatkan ruang
perawatan, hal tersebut harus menjadi sorotan penting bagi pemerintah.
Berita ini menambah pengetahuan bagi pembacanya karena dengan adanya berita ini
masyarakat dapat tau seberapa jauh peran pemerintah dalam menangani kasus covid-19
diindonesia. Seperti yang dikatakan oleh Ketua Umum PB IDI Daeng M. Faqih dalam
dialog dari Graha BNPB, Jakarta. Apabila tidak ada penambahan fasilitas, Daeng
mengkhawatirkan beban tenaga kesehatan yang harus menangani lebih banyak pasien
COVID-19 , hal tersebut tentu dapat memperburuk keadaan diindonesia.
Ditinjau dari berita tersebut pembaca dihimbau untuk tetap menaati protokol kesehatan agar
penyebaran covid-19 diindonesia dapat segara teratasi. Para pembaca berita ini diharapkan
tetap peduli akan pentingnya menjaga kesehatan, agar memutus rantai penularan covid-19 dan
membantu pemerintah agar dapat mengatasi kasus covid ini dengan baik. Ketua Umum IDI
Daeng M. Faqih juga akan melakukan kampanye bersama masyarakat supaya penularan di
masyarakat bisa ditekan. Tentunya dengan kampanye untuk disiplin melakukan protokol
kesehatan, minimal disiplin memakai masker," . Untuk peningkatan pelayanan kesehatan
mungkin pemerintah harus lebih sigap dan tidak lalai dalam memberikan mutu pelayanan
kesehatan agar kasus covid ini dapat segera teratasi dengan baik dan cepat.

RSUD Tanggerang Abaikan Pasien Miskin

-detikNews

Jakarta - Masyarakat miskin kembali mengalami perlakukan diskriminatif untuk


memperoleh pelayanan kesehatan dari rumah sakit. Di Tangerang, dua pasien miskin
dipersulit untuk mendapatkan tindakan medis. Aswanah dan Asmiah dua pasien pemilik
Jamkesmas dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) mengeluhkan buruknya pelayanan
RSUD Tanggerang kepada pejabat Kementrian Kesehatan. Bukannya direspon, dua orang ini
justru tidak juga mendapatkan tindakan dari RSUD Tanggerang.

"Ketika kelompok miskin menyampaikan keluhan atas buruknya pelayanan rumah sakit, para
pengelola justru menyalahkan dan memperlakukan pasien secara diskriminatif," ujar peneliti
senior Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri A.A dalam rilis yang diterima
detikcom, Selasa (23/2/2010).

Pascatestimoni tersebut, menurut Febri, dua pasien ini mendapatkan informasi yang salah
tentang penyakit yang diderita. Dalam kasus Aswah dikatakan kalau dioperasi matanya akan
buta jadi harus menunggu dokter ahli dari Jakarta. Hal yang sama juga terjadi dengan Asmiah
dimana dirinya kemudian dirujuk ke RSCM karena RSUD Tangerang menyatakan kalau
peralatan medis rumah sakit tak lengkap dan dokter tidak mampu mengoperasi pasien.

"Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa RSUD Tangerang tiba-tiba enggan
menangani Aswanah dan Asmiah," tanya Febri. Menurutnya, kejadian yang dialami oleh dua
pasien miskin di RSUD Tangerang ini merupakan fenomena gunung es di antara kasus lain
yang menimpa pasien rumah sakit.

"Mereka khawatir pengungkapan keluhan tersebut akan berdampak terhadap pelayanan yang
akan diterimanya," ungkap Febri.

Pembungkaman suara pasien miskin melalui diskriminasi, pengabaian dan mempersulit


pelayanan akan memperburuk citra pelayanan rumah sakit di Indonesia.
"Masalah ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut," tegasnya.

Untuk itu Febri meminta agar Kemenkes melakukan klarifikasi kepada RSUD berkaitan
pelepasan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada dua pasien, Aswanah dan
Asmiah dengan dugaan pemberian informasi yang salah. Jika informasi RSUD Tangerang
tentang penyakit dan pelayanan pada dua pasien terbukti keliru, maka Kemenkes harus
menjatuhkan sanksi berupa penghentian program Kemenkes dengan RSUD Tangerang atau
sanksi sesuai dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Buruknya pelayanan kesehatan juga dikeluhkan oleh seorang wartawan Jason Tedjasukmana
yang menjadi koresponden untuk Time Asia. Jason menceritakan minusnya pelayanan
kesehatan di Indonesia, terkait pengalaman pribadinya yang menderita sakit mata.Setelah
berkeliling dan menemui banyak dokter spesialis mata di Jakarta, Jason merasa keadaan
matanya justru semakin memburuk. akhirnya diputuskan untuk mencari pengobatan di luar
negeri.

"Saya terpaksa pergi ke Amerika karena enam dokter di Indonesia sudah tidak bisa
menjelaskan penyakit tersebut. Berbeda dengan dokter Indonesia, seorang dokter di Michigan
langsung bisa mendiagnosis masalah dalam 5 menit," ujar Jason seperti dikutip detikcom dari
Situs majalah Time edisi 17 Februari 2010.

Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Kartono
Mohammad mengatakan, adanya keluhan pasien terhadap rumah sakit dan dokter merupakan
hak karena mengalami pengalaman buruk.

"Ini harus jadi pemicu untuk memperbaiki mutu pelayanan," pinta Kartono. Dua kasus di atas
adalah contoh buruknya pelayanan kesehatan, mungkin RSUD Tangerang dan kasus Jason
yang mengeluh buruknya kinerja dokter Indonesia yang ditulis di Majalah Times hanya
contoh kecil dari banyaknya kasus yang tidak terungkap.

(did/mok)

https://news.detik.com/berita/d-1305506/rsud-tanggerang-abaikan-pasien-miskin

 ANALISA

Dalam berita yang berjudul “ RSUD Tanggerang abaikan pasien miskin “. Seharusnya ini
sudah sangat memprihatinkan bahwa telah ada timpang pilih pihak RS dengan keadaan
ekonomi pasiennya. Diawal berita sudah jelas diberikan informasi bahwa adanya tindakan
diskriminatif yang diberikan pihak RS kepada Aswanah dan Asmiah dua pasien pemilik
Jamkesmas dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Pasien tersebut telah mengeluhkan
adanya pengabaian dari pihak RS dan tidak adanya respon yang baik dari pihak RS.
Pembungkaman suara pasien miskin melalui diskriminasi, pengabaian dan mempersulit
pelayanan akan memperburuk citra pelayanan rumah sakit di Indonesia. Seharusnya pihak RS
dan tenaga medis harus bersifat adil dan tidak pilih memilih apalagi hanya dari status
ekonomi pasiennya. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI)
Kartono Mohammad mengatakan, adanya keluhan pasien terhadap rumah sakit dan dokter
merupakan hak karena mengalami pengalaman buruk. "Ini harus jadi pemicu untuk
memperbaiki mutu pelayanan," pinta Kartono. Dua kasus di atas adalah contoh buruknya
pelayanan kesehatan, mungkin RSUD Tangerang dan kasus Jason yang mengeluh buruknya
kinerja dokter Indonesia yang ditulis di Majalah Times hanya contoh kecil kasus yang ada
diindonesia.

Dengan adanya berita ini semoga dapat menjadi cambukan penting bagi mutu pelayanan
kesehatan yang ada diindonesia, agar dapat memperhatikan pelayanannya dan tidak ada lagi
kejadian timpang pilih bagi pasien dengan status ekonomi rendah.

Pemerintah: Kapasitas Pelayanan


Kesehatan Akan Terus Dimaksimalkan

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemerintah: Kapasitas Pelayanan
Kesehatan Akan Terus Dimaksimalkan", Klik untuk baca:
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/10/16232661/pemerintah-kapasitas-pelayanan-
kesehatan-akan-terus-dimaksimalkan.
Penulis : Sania Mashabi
Editor : Kristian Erdianto.

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi


Nasional (PC-PEN) Airlangga Hartarto menegaskan, kapasitas pelayanan kesehatan di
seluruh daerah, termasuk DKI Jakarta, akan terus dimaksimalkan atau ditingkatkan.
"Pemerintah akan terus menambah kapasitas bed (tempat tidur) sesuai dengan kebutuhan dan
meyakinkan bahwa seluruh daerah termasuk DKI Jakarta, kapasitas pelayanan kesehatan
akan terus dimaksimalkan oleh pemerintah," kata Airlangga di Graha BNPB, Jakarta, Kamis
(10/9/2020).
Baca juga: Airlangga Hartarto: Tidak Ada Kapasitas Kesehatan yang Terbatas, Pemerintah
Punya Dana yang Cukup.
Airlangga juga menegaskan, tidak ada kapasitas layanan kesehatan yang terbatas dalam
penanganan pandemi Covid-19. Sebab, pemerintah memiliki dana yang cukup untuk
memberikan fasilitas kesehatan terkait penanganan pandemi.
"Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada kapasitas kesehatan yang terbatas. pemerintah
sudah mempunyai dana yang cukup," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) Zubairi Djoerban mengingatkan pemerintah untuk segera melakukan antisipasi lonjakan
kasus positif Covid-19.
Menurut dia, salah satu cara mengantisipasinya dengan menambah fasilitas perawatan di
rumah sakit Covid-19.
"Hari ini (Jumat) 2.000 (kasus) lebih, jadi sebulan lagi bisa 200.000 (kasus positif
akumulasi)," kata Zubairi kepada Kompas.com, Jumat (14/8/2020).
Zubairi mengatakan, apabila kasus Covid-19 mencapai 200.000 kasus, fasilitas rawatan di
Indonesia akan sulit menampung pasien. Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk
melakukan antisipasi dengan menambah fasilitas kesehatan di rumah sakit atau menambah
rumah sakit Covid-19.
"Kalau 200.000 (kasus positif) pada kondisi kemampuan rawatan sekarang, nanti kita berat
sekali. Jadi memang harus diantisipasi dari hari-hari ini," ujarnya.
"Penambahan bed (tempat tidur), penambahan rumah sakit, penambahan ICU maupun
ventilator," ucap dia.

 ANALISA

Tenaga medis kelelahan, Satgas minta


masyarakat patuhi protokol kesehatan.

Jakarta (ANTARA) - Tenaga medis yang menangani pasien COVID-19 secara langsung
banyak yang kelelahan karena harus bekerja terus-menerus akibat kasus positif COVID-19
meningkat terus  sehingga membutuhkan peran masyarakat dalam meminimalkan penularan
dengan mematuhi protokol kesehatan. Kepala Bidang Koordinator Relawan Medis Satuan
Tugas Penanganan COVID-19 Jossep F.
William dalam keterangannya melalui telekonferensi di Jakarta, Senin, mengungkapkan
relawan tenaga kesehatan yang berada di puskesmas atau rumah sakit-rumah sakit darurat
mengalami keletihan dan bahkan kehabisan sumber daya manusia kesehatan cadangan.
Jossep menyebutkan pihaknya kembali berkomunikasi pada organisasi profesi baik dokter
ataupun perawat agar bisa menambah jumlah SDM yang dikirim untuk penanganan pasien
COVID-19.
"Memang saat ini tenaga medis cukup keletihan, tapi kita upayakan untuk tetap semangat
karena kelihatannya ini masih panjang, masih terus meningkat dan belum ada tanda-tanda
penurunan. Kami bekerja sama dengan organisasi profesi seperti IDI, PPNI dan lainnya untuk
menyiapkan tenaga yang dibutuhkan di RS darurat," kata Jossep.
Dia menyebutkan saat ini tenaga kesehatan perawat dan bidan masih cukup tersedia yakni
sekitar 2.000 orang.
Namun untuk tenaga dokter, Jossep mengatakan mulai kekurangan. Untuk mengantisipasi
kurangnya tenaga medis tersebut, Satgas Penanganan COVID-19 mempertimbangkan untuk
merekrut dokter internship dengan tetap didampingi oleh dokter yang sudah berpengalaman.
"Tenaga medis relawan seminggu terakhir ini sangat sibuk, ambulans hampir setiap hari
sangat sibuk dan penuh sekali. Ambulans yang mentransfer mereka yang positif di Wisma
Atlet, kami berlakukan antrean sehingga tidak bisa langsung jemput," kata dia.
Jossep benar-benar meminta kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan
pencegahan penularan COVID-19 karena bisa mengurangi jumlah kasus positif setiap harinya
yang berimplikasi pada waktu istirahat tenaga kesehatan. "Kita butuh sekali bantuan
masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan.Kalau kita begini terus kita akan ambruk
karena kewalahan sekali, sekarang kita masih tahan tapi kita tidak tahu bisa bertahan sampai
kapan," kata dia.

Baca juga: Ganjar: Jangan jadikan tenaga medis "tentara" terdepan hadapi COVID

Baca juga: Erick: 1,5 juta tenaga medis harus terima vaksin duluan

Pewarta : Aditya Ramadhan


Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2020

 https://jateng.antaranews.com/berita/337689/tenaga-medis-kelelahan-satgas-
minta-masyarakat-patuhi-protokol-kesehatan

Pelayanan Kesehatan yang Masih Jauh


Dari Layak
Dugaan malpraktek yang dilakukan petugas pelayanan kesehatan yang mengakibatkan pasien
mengalami kerugian mulai dari materi, cacat fisik bahkan sampai meninggal dunia
memperlihatkan masih rendahnya mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.

NERACA

Patient safety (keselamatan pasien) belum menjadi budaya yang harus diperhatikan oleh
rumah sakit di Indonesia. Perubahan paradigma dalam lembaga pelayanan kesehatan yang
saat ini beralih pada patient centered care belum benar-benar dijalankan dengan baik.
Ahmad Ahid Mudayana,SKM.,MPH, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat mengatakan,
masih ada rumah sakit yang berorientasi pada kepentingann manajemen yang pada akhirnya
melupakan keselamatan pasien di rumah sakit.

Menurutnya, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sudah dengan jelas menyatakan
bahwa rumah sakit saat ini harus mengutamakan keselamatan pasien di atas kepentingan yang
lain. Jadi, kata dia, sudah seharusnya rumah sakit berkewajiban menerapkan budaya
keselamatan pasien. Tidak ada lagi alasan bagi setiap rumah sakit untuk tidak menerapkan
budaya keselamatan pasien karena bukan hanya kerugian secara materi yang didapat tetapi
juga ancaman terhadap hilangnya nyawa pasien.

"Keluhan masyarakat soal dokter, yang paling banyak soal pemberian informasi yang tidak
lengkap, diagnosis penyakit yang kurang tepat, dan tidak sedikit juga yang mengadukan sikap
dokter yang tidak ramah. Bahkan ada juga dokter yang ngambek kepada pasien," katanya.

Apabila masih ada rumah sakit yang mengabaikan keselamatan pasien sudah seharusnya
diberi sanksi yang berat baik untuk rumah sakit maupun petugas pelayanan kesehatan.
Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, pihak rumah sakit bahkan petugas pelayanan
kesehatan tidak mendapat sanksi apapun sehingga menjadikan penegakan hukum kesehatan
di Indonesia masih sangat lemah.

Sudah seharusnya apabila terjadi kelalaian bahkan kesengajaan dari pihak rumah sakit yang
mengakibatkan terancamnya keselamatan pasien maka tidak hanya sanksi internal tetapi juga
sudah masuk ke ranah pidana. Inilah yang sampai saat ini belum berjalan sehingga
masyarakat yang dirugikan karena lemahnya penegakan hukum yang pada akhirnya kasusnya
menguap begitu saja.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kenapa budaya keselamatan pasien belum
benar-benar diterapkan di berbagai rumah sakit. Pertama, rendahnya tingkat kepedulian
petugas kesehatan terhadap pasien, hal ini bisa dilihat dengan masih ditemukannya kejadian
diskriminasi yang dialami oleh pasien terutama dari masyarakat yang tidak mampu.

Kedua, beban kerja petugas kesehatan yang masih terlampaui berat terutama perawat.
Perawatlah yang bertanggung jawab terkait asuhan keperawatan kepada pasien, sedangkan
disisi lain masih ada rumah sakit yang memiliki keterbatasan jumlah perawat yang
menjadikan beban kerja mereka meningkat.

Selain perawat, saat ini di Indonesia juga masih kekurangan dokter terutama dokter spesialis
serta distribusi yang tidak merata. Ini berdampak pada mutu pelayanan yang tidak sama di
setiap rumah sakit. ketiga, orientasi pragmatisme para petugas kesehatan yang saat ini masih
melekat disebagian petugas kesehatan. Masih ditemukan para petugas kesehatan yang hanya
berorientasi untuk mencari materi/keuntungan semata tanpa mempedulikan keselamatan
pasien.

Keempat, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap para petugas
kesehatan. Lemahnya pengawasan sendiri dikarenakan beberapa faktor mulai dari terbatasnya
personel yang dimiliki dinas kesehatan sampai rendahnya bargaining position dinas
kesehatan.
Keempat hal tersebut di atas setidaknya menjadi penghalang terwujudnya budaya
keselamatan pasien di setiap rumah sakit. Jika hal ini tidak segera diselesaikan, kata Ahid,
kasus-kasus yang mengancam keselamatan pasien akan terus terjadi sehingga perlu upaya
yang maksimal untuk mewujudkan budaya keselamatan pasien.

"Karena itu, mulai diterapkannya aturan baru terkait akreditasi rumah sakit versi 2012
menjadi sebuah harapan baru agar budaya keselamatan pasien bisa diterapkan di seluruh
rumah sakit di Indonesia," ujarnya. Selain itu, harus ada upaya untuk meningkatkan
kesadaran para pemberi pelayanan kesehatan tentang pentingnya menerapkan budaya
keselamatan pasien dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan.

Menurut Ahid, diperlukan sosialisasi yang masif kepada masyarakat terutama yang akan
menggunakan jasa pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki
perilaku mereka dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Upaya-upaya ini harus segera dilakukan agar tidak ada lagi kasus dugaan malpraktik yang
dapat merugikan masyarakat sehingga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit bisa
meningkat. Dengan meningkatkan kepedulian terhadap pasien, maka dengan mudah budaya
keselamatan pasien bisa dijalankan. "Jangan sampai hanya karena kesalahan sedikit yang
dilakukan oleh rumah sakit bisa berakibat pada rusaknya citra dunia perumah sakitan di
Indonesia dimata internasional," katanya.

sumber: www.neraca.co.id

 https://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/1281-pelayanan-
kesehatan-yang-masih-jauh-dari-layak

Anda mungkin juga menyukai