Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MANAJEMEN PEMBIAYAAN KESEHATAN

(PROBLEMATIKA PELAYANAN ASURANSI)

Kelompok 1

 Aditya Olga Nanda SF21201


 Raudatul Hasanah SF21236
 Aqmalia SF21205
 Rahimah SF21232
 Eka Setyorini SF21209
 Normalia Sari SF21228
 Hartini Miftahul Jannah SF21213
 M. Pahdiannur SF21224
 Mahrita SF21217

Problematika Pelayanan Asuransi di Rumah Sakit X

1. Pelayanan BPJS di anggap rumit, karena pasien tidak boleh langsung datang ke dokter
spesialis apabila berobat ke Rumah sakit karena harus terlebih dahulu mengunjungi faskes 1
dan terkadang dari faskes 1 tdk memberikan surat rujukan
2. Persepsi masyarakat, Pelayanan BPJS di Rumah Sakit dianggap lambat, karena lebih
diutamakan pasien umum.
3. Masyarakat menganggap obat yg diberikan kepada pasien BPJS hanya obat generik

Solusi dari Kelompok 1 terhadap problematika pelayanan Asuransi


(BPJS) di Rumah Sakit X

1. Pelayanan BPJS di anggap rumit, karena pasien tidak boleh langsung datang ke dokter
spesialis apabila berobat ke Rumah sakit karena harus terlebih dahulu mengunjungi faskes 1
dan terkadang dari faskes 1 tdk memberikan surat rujukan.
Solusi :
Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan
tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat di
berikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali
pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan
geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas. Sistem Rujukan pelayanan kesehatan
merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan
tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan dan
rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan.
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan efektifitas pelayanan
kesehatan, rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang memiliki
kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan pasien (Parman, et al., 2017).
Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan secara
bermutu, efektif dan efisien, sehingga tujuan pelayanan kesehatan tercapai tanpa
menggunakan biaya yang mahal. Namun, jika sistem rujukan di Indonesia tidak berjalan
sesuai dengan peraturan yang ada akan memberikan dampak negatif bagi pemerintah,
masyarakat dan penyelenggara pelayanan kesehatan yaitu bertambahnya beban biaya klaim
di fasilitas pelayanan sekunder dan meningkatkan beban kerja petugas di fasilitas pelayanan
kesehatan sekunder karena tugas dan tanggung jawab petugas di fasilitas kesehatan primer
yang seharusnya dapat diselesaikan dibebankan pada petugas di fasilitas pelayanan sekunder
(Parman, et al., 2017).
Puskesmas bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang menjadi tanggung jawab Puskesmas yaitu pelayanan kesehatan perorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat. Permenkes Nomor 5 Tahun 2014 menyebutkan dalam
standar kompetensi dokter Indonesia, terdapat 144 penyakit yang harus dikuasai lulusan
dokter. Hal ini berarti, 144 jenis dapat ditangani oleh dokter sehingga tidak terjadi proses
rujukan. Sebagai gatekeeper puskesmas seharusnya dapat menangani pengobatan 144
diagnosis penyakit sehingga tidak terjadi penumpukan pasien di rumah sakit (Kementerian
Kesehatan RI, 2014).
Setelah kami berdiskusi, kami menyimpulkan bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat
terhadap sistem rujukan BPJS Kesehatan, perlu ditingkatkannya sosialisasi dan arahan dari
tenaga kesehatan serta pihak BPJS agar masyarakat mengerti bahwa system rujukan memiliki
alur yang berjenjang dan terdiri dari beberapa tingkatan.

2. Persepsi masyarakat, Pelayanan BPJS di Rumah Sakit dianggap lambat, karena lebih
diutamakan pasien umum.
Solusi :
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
yaitu untuk meningkatkan kecerdasan bangsa dan kesejahteraan rakyat, maka setiap
penyelenggaraan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) berdasarkan pada prinsip Hak Asasi
Manusia (HAM). Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 H ayat 1 yang menggariskan
bahwa setiap masyarakat berhak atas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat
kesehatan tanpa membeda-bedakan suku, golongan, agama, jenis kelamin, status sosial
ekonomi, serta pelaku dari pada penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah
masyarakat, pemerintah (pusat, kabupaten, kota). Pembangunan kesehatan bagi pemerintah
pusat maupun daerah harus saling bahu membahu dalam melaksanakan pembangunan
kesehatan yang terencana dan terpadu dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya (Anggreinitahupiah & Gosal, 2021).
Pelayanan kesehatan yang langsung menyentuh pada masyarakat yang paling bawah sangat
diperlukan dan sangat penting karena pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak
rumah sakit akan memberikan perlindungan kesehatan kepada warga masyarakat
khususnya bagi warga kurang mampu yang berobat dengan sistem pembiayaan BPJS.
Rumah Sakit diharapkan mampu memberikan jaminan bagi warga masyarakat sekitarnya
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan. Pemerintah mempunyai
kewajiban untuk menyediakan pelayanan kesehatan minimun yang dibutuhkan
rakyatnya. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan prinsip yang harus dipegang adalah
bagaimana masyarakat puas dan nyaman dalam menerima pelayanan kesehatan yang
diberikan dan keberadaan rumah sakit sebagai media untuk memberikan pelayanan
kesehatan haruslah dijalankan dengan baik sehingga kualitas pelayanan yang diberikan
sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh masyarakat tanpa membeda-bedakan apakah
orang miskin, kaya, berpangkat, tidak berpangkat, tokoh masyarakat maupun rakyat biasa
(Supandri et al., 2019).
Hasil diskusi kelompok kami, dari beberapa orang yang bekerja di Rumah Sakit
mengutarakan pendapatnya bahwa ada beberapa faktor yang membuat pelayanan menjadi
lambat seperti kurangnya tenaga medis yang bertugas dan terkadang ada pasien yang
kondisinya lebih parah (gawat) harus ditangani terlebih dahulu, perlunya edukasi dan
informasi kepada pasien bahwa standar pelayanan di Rumah Sakit tidak pernah membedakan
anatar pasien umum dan BPJS karena sejatinya pasien juga manusia, yang secara fitrah sama
dengan dokter, perawat, paramedis dan tenaga administrasi lainnya. Sudah selayaknya
hubungan yang terjadi adalah hubungan manusiawi. Para pengelola rumah sakit harus
mendahulukan upaya pelayanan kesehatan bagi pasiennya. Sehingga selain kesembuhan
pasien, kepuasan atas layanan yang diberikan rumah sakit menjadi hasil nyata yang
bisa diperoleh. Pola hubungan seperti ini juga menuntut pelayanan kesehatan yang
berkualitas dan tidak diskriminatif. Seluruh komponen yang terlibat dalam rumah sakit,
baik dokter, paramedis, dan petugas kesehatan lainnya, agar membiasakan menebar
senyum penuh keakraban. Rumah sakit memiliki tanggung jawab atas peningkatan dan
penanggulangan berbagai masalah kesehatan, untuk itu perlu meningkatkan dan memelihara
mutu pelayanan kesehatan.

3. Masyarakat menganggap obat yg diberikan kepada pasien BPJS hanya obat generik
Solusi :
Obat merupakan salah satu unsur penting dalam pelayanan kesehatan. Biaya obat mencapai
40%-50% dari biaya operasional kesehatan di Indonesia dan terus menunjukkan peningkatan
setiap tahunnya. Dalam rangka mengantisipasi tingginya harga obat, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia mewajibkan penulisan resep dan penggunaan obat generik di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah. Program ini telah diluncurkan oleh pemerintah mulai tahun
1989 melalui PerMenKes RI No. 085/MENKES/Per/I/1989 tentang Kewajiban Menuliskan
Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Peraturan ini kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Agar upaya
pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka kebijakan
tersebut mencakup peresepan dengan nama generic (Tanner et al., 2015).
Berdasarkan PP No.12 pasal 32 tahun 2013, pelayanan obat pada fasilitas kesehatan yang
bekerja sama dengan BPJS mengacu pada daftar dan harga obat yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan. Resep obat BPJS dalam era JKN mengacu pada Formularium Nasional
(ForNas) yang berisi daftar obat yang dijamin dan dibayar oleh BPJS dan non ForNas dapat
diberikan atas persetujuan Komite Medik (Tanner et al., 2015).
Menurut kelompok kami, kurangnya pengetahuan pasien terhadap perbedaan obat generikdan
paten menjadi kendala keluhan dimana pasien meminta dokter untuk tidak meresepkan obat
generik karena pengetahuan tentang obat generik masih kurang dan pasien menganggap
bahwa obat generik memiliki kualitas dan mutu yang jauh lebih rendah dibanding obat
dengan nama dagang. Penulisan resep obat generik dapat ditingkatkan melalui promosi obat
generik. Promosi dilakukan pada pasien dan dokter, agar mereka tidak ragu menggunakan
obat generik. Promosi ini semacam edukasi mengenai pengertian obat generik, khasiat,
keamanan dan mutu obat generik yang sebenarnya tidak ada perbedaan yang berarti dengan
obat nama dengan nama dagang dan obat paten karena produksi obat generik juga
menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik, seperti halnya obat dengan nama dagang
maupun obat paten.

REFERENSI

Anggreinitahupiah, A., & Gosal, R. (2021). Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Dalam Menangani
Pasien BPJS ( Studi Kasus di Rumah Sakit Liun Kendage Tahuna ) Tujuan dalam penelitian
ini adalah Untuk mengetahui pelayanan Rumah Sakit Dalam Menangani Pasien BPJS Di
Rumah Sakit Umum Daerah Liun Kendage Kec. 1(2), 1–10.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat
Parman, P., Majid, R., & Lisnawaty, L. (2017). Studi Pelaksanaan Sistem Rujukan Rawat Jalan
Tingkat Pertama (Rjtp) Padapeserta Bpjs Kesehatan Di Puskesmas Perumnas Kota Kendari
Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Unsyiah, 2(5), 186134.
Supandri, O., Ketaren, O., & Veronika, L. R. (2019). Perbedaan Kualitas Pelayanan Pada Pasien
BPJS dan Pasien Umum Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan Tahun 2019.
Jurnal Ilmiah Simantek, 3(2), 48–60.
https://simantek.sciencemakarioz.org/index.php/JIK/article/view/71/70
Tanner, A. E., Ranti, L., & Lolo, W. A. (2015). Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Resep Obat
Generik Pada Pasien Bpjs Rawat Jalan Di Rsup. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Periode
Januari-Juni 2014. Pharmacon, 4(4), 58–64.

Anda mungkin juga menyukai