Anda di halaman 1dari 7

CANDIDA BALANITIS PADA PRIA NON SIRKUMSISI: SEBUAH LAPORAN KASUS

Osdatilla Esa Putri, Sarrah Diah Obgynia, Sri Esa Ilona


Puskesmas Kecamatan Pulo Gadung
osdatillaep@gmail.com

Koresponden : Osdatilla Esa Putri, Sarrah Diah Obgynia, Sri Esa Ilona
Puskesmas Kecamatan Pulogadung, Jakarta, Indonesia
E-mail: osdatillaep@gmail.com

Abstrak
Balanitis adalah penyakit akibat peradangan atau lesi inflamasi pada glans penis 2. Penyakit ini
merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada pria. Biasanya sering pada pria nonsirkumsisi.
Gejala yang ditimbulkan diantaranya teraba hangat atau mild burning genital, pruritus, gatal,
bengkak, bercak kemerahan, plak atau bula di sekitar glans penis dan adanya discharge purulen (moist
curd-like accumulation)3. Penyebab paling sering adalah Candida spp biasanya C.albicans4. Data dari
metanalisis menyatakan bahwa pria yang disirkumsisi memiliki prevalensi balanitis 68% lebih rendah
daripada pria nonsirkumsisi dan balanitis ini memiliki resiko 3,8 kali lebih tinggi menjadi kanker
penis3. Oleh karena itu, menurunkan prevalensi sangat penting. Penatalaksanaannya meliputi cream
antifungal dan sangat dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri. Setelah infeksi teratasi terapi definitif
dari balanitis adalah dengan sirkumsisi.
Kata kunci: Balanitis, nonsirkumsisi, infeksi, penis, candida

Abstract
Balanitis is defined as inflammation of the glans penis. Especially in uncircumcised males. Balanitis
presents with mild burning, pruritis, itching, swelling, erythematous patches, and plaques or bullae
involving the glans penis, satellite eroded pustules and moist curd-like accumulations. the most
common source of balanitis is yeast called C. Albicans. Data from meta-analyses showed that
circumcised males have a 68% lower prevalence of balanitis than uncircumcised males and that
balanitis is accompanied by a 3.8-fold increase in risk of penile cancer. If the condition is recalcitrant,
antifungal and antibiotic creams can be used. Circumcision is the definitive treatment for the
prevention of future occurrence.
Key note: Balanitis, uncircumcised, infection, penis, candida

PENDAHULUAN
Infeksi pada organ reproduksi dapat terjadi bukan hanya dari penularan lewat
hubungan seksual saja, namun dapat juga karena masalah kebersihan dan perawatan yang
kurang baik, disamping adanya faktor-faktor dari luar yang mempengaruhinya.1
Struktur organ reproduksi yang berbeda pada perempuan dan pria menyebabkan
perbedaan pada gejala yang ditimbulkan8. Sebagian besar orang dengan infeksi organ
reproduksi cenderung tidak memeriksakan dirinya ke dokter, atau berusaha mengobati
sendiri. Hal ini disebabkan karena masih adanya rasa malu bagi seseorang untuk pergi ke
dokter dan tenaga medis bila memiliki persoalan seputar organ reproduksi.2
Salah satu masalah reproduksi yang dapat terjadi pada laki – laki adalah balanitis.
Balanitis adalah penyakit akibat peradangan atau lesi inflamasi pada glans penis. Adanya
akumulasi infeksi jamur dan mikroorganisme lainnya dibawah kulit menyebabkan proses
inflamasi di sekitar jaringan penis. Infeksi pada penis dapat terjadi pada berbagai usia.2
Penyakit infeksi jamur pada genital seperti candidiasis biasanya sering pada pasien
imunokompromis seperti pasien dengan infeksi HIV, diabetes melitus, kanker,
immunosupresi iatrogenik, dan pemakaian antibiotik spektrum luas yang biasanya ditemukan
dalam kondisi yang lebih buruk.
Data dari metanalisis menyatakan bahwa pria yang disirkumsisi memiliki prevalensi
balanitis 68% lebih rendah daripada pria yang tidak disirkumsisi dan balanitis ini memiliki
resiko 3,8 kali lebih tinggi menjadi kanker penis2. Kanker penis sangat jarang terjadi hanya
sekitar 10% dari kanker pada pria dan yang sering terjadi adalah kanker sel skuamosa penis.2
Gejala yang ditimbulkan balanitis diantaranya teraba hangat mild burning genital,
gatal, bengkak, bercak kemerahan, plak atau bula di sekitar glans penis dan adanya discharge
purulen (moist curd- like accumulation). Gejala tersebut dapat dihubungkan dengan
perdarahan pada penis, lichen sclerosus (LS) dan komplikasi seperti phimosis dan para
phimosis3.
Sampai saat ini belum ada panduan standar untuk terapi candida balanitis 4. Pilihan
terapi biasanya topikal atau oral golongan azole. Clotrimazole krim 1%, miconazole 2%, dan
econazole adalah topikal ozole yang direkomendasikan digunakan 2 kali sehari sampai gejala
membaik3. Terapi oral dengan flukonazole 150 mg dosis tunggal direkomendasikandengan
gejala yang berat4 Pada pasien dengan resiko seperti phimosis atau diabetes memberikan
terapi pada pasangan penting dilakukan untuk mencegah resiko relaps2. Selain itu dengan
menjaga kebersihan diri dan sirkumsisi dari usia anak-anak
Pada makalah ini akan dilaporkan satu kasus infeksi candida balanitis seorang pria
dengan phimosis dan penanganannya seperti sirkumsisi untuk mencegah adanya kanker
penis. Studi kasus ini dilakukan untuk mengeksplorasi lebih jauh tentang infeksi pada penis
khususnya candida balanitis beserta penanganannya.

KASUS

Seorang pria berusia 38 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan ada selaput putih
tebal di dalam kulup penis yang disertai rasa gatal dan nyeri. Keluhan ini dirasakan sejak 1
tahun yang lalu dan terasa nyeri sejak 6 bulan. Pasien sudah berobat ke puskesmas dan
diberikan obat pereda nyeri saja. Keluhan yang sama sudah sering pasien rasakan sejak kecil,
namun tidak sampai setebal dan senyeri saat ini. Pasien menyangkal adanya riwayat menyakit
diabetes melitus, penyakit kronis, dan penggunaan obat-obatan jangka panjang. Sejak adanya
gejala ini, menurut pasien tidak ada keluhan pada istri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis,
pemeriksaan umum dalam batas normal, skor nyeri 2-3, status dermatologis regio genitalia
tampak kulit penis menebal dan sulit diretraksi, dasar preputium merah dan disertai trush
putih tebal menumpuk menutupi lubang penis (gambar 1). Dilakukan juga pemeriksaan KOH
dari sampel kerokan trush putih di penis, didapatkan gambaran pseudohifa dan blastospora
(Gambar 2). Kultur jamur tidak dilakukan.
\
Gambar 1. Foto penis pasien saat pertama kali datang. Tampak kulit
penis menebal dan sulit diretraksi, dasar preputium merah dan disertai
trush putih tebal menumpuk menutupi lubang penis

Gambar 2. Gambaran mikroskopik tampak gambaran pseudo hifa dari candida albicans

Penatalaksanaan pada pasien ini, pasien diedukasi untuk menjaga kebersihan diri,
diberikan antifungi oral flukonazol 150 mg dosis tunggal, dan diberikan antifungi topikal
miconazole 2 kali sehari. Disarankan kontrol setelah 1 minggu. Rencana perawatan setelah
infeksi teratasi yaitu akan dilakukan sirkumsisi.

PEMBAHASAN
Balanitis merupakan penyakit inflamasi pada glans penis, sekitar 30–35% disebabkan
oleh infeksi candida spp, biasanya penyebab paling sering adalah C.albicans3. Jenis jamur
yang lain yang ditemui Malassezia globosa, Malassezia furfur, Malassezia slooffiae,
Candida tropicalis, and Candida parapsilosis. Jamur adalah flora normal tapi jika
pertumbuhannya berlebihan maka mungkin saja dapat menyebabkan kondisi ini. 2 Infeksi pada
penis dapat terjadi di semua usia, yang sering terjadi pada pria dengan fimosis primer dan
juga dapat menyebabkan fimosis sekunder. literatut Balanitis dilaporkan 11%–13% pada pria
nonsirkumsisi, hanya 2% pada pria yang disirkumsisi. Data dari metanalisis menyatakan
bahwa pria yang disirkumsisi memiliki prevalensi balanitis 68% lebih rendah daripada pria
yang tidak disirkumsisi.2
Banyaknya spesies bakteri dan jamur yang berada di bawah preputium memiliki
potensi menyebabkan infeksi pada penis. Pada pria nonsirkumsisi, kulit (preputium) yang
panjang hampir menutupi glans penis atau preputium yang tidak dapat diretraksi dari pangkal
penis (fimosis) menjadi faktor predisposisi utama untuk balanitis. Kondisi yang
meningkatkan resiko balanitis diantaranya diabetes melitus, imunokompromis, hygiene yang
buruk, penggunaan sabun berlebihan, pertumbuhan smegma, berhubungan seksual dengan
wanita penderita vulvovaginitis dan trauma. Pada makalah ini pasien adalah seorang nasrani
dengan fimosis primer yang nonsirkumsisi dan tidak memiliki faktor penyulit tersebut.
Gejala yang ditimbulkan seperti mild burning atau terasa panas, gatal, bengkak,
bercak kemerahan, plak, atau bula disekitar glans penis, satellite eroded pustules dan
discharge purulen (moist curd-like accumulations).2
Kelainan lain pada penis seperti psoriasis, infeksi penis yang disebabkan oleh jamur,
bakteri aerob/ anaerob, atau virus HPV, Lichen sklerous, lichen planus, dermatitis seboroik
dan zoon (plasma sel) balanitis. Kondisi ini lebih sering muncul terutama pada pria
nonsirkumsisi.6
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, mikroskopis dan atau kultur.
Sensitivitas mikroskopis dengan metode sampling dan metode “adhesive tape” KOH dapat
memperlihatkan hasil akurat dari pada pemeriksaan swab.4 Pertimbangkan untuk
Pemeriksaan glukosa urin. Investigasi adanya penyebab lain seperti imunocompromised
(HIV) jika balanitis berat atau persisten. Pada pasien dilakukan pemeriksaan klinis dan sub
preputium dilakukan pemeriksaan kerokan dari trush penis didapatkan hasil positif infeksi
fungal Candida spp yang mendukung diagnosa.
Pada pasien ini ditemukan status dermatologis regio genitalia tampak kulit penis
menebal dan sulit diretraksi, dasar preputium merah dan disertai trush putih tebal menumpuk
menutupi lubang penis (gambar 1). Hasil mikroskopis mendukung diagnosa Candida
Balanitis
Sampai saat ini belum ada panduan standar untuk terapi candida balanitis. Pilihan
terapi biasanya topikal atau oral golongan azole. Clotrimazole krim 1%, miconazole 2%, dan
econazole adalah topikal ozole yang direkomendasikan digunakan 2 kali sehari sampai gejala
membaik. Terapi oral dengan flukonazole 150 mg dosis tunggal direkomendasikan untuk
pasien dengan gejala yang berat. Nistatin krim 100.000 unit/g digunakan jika pasien suspek
atau alergi pada imidazole.6 Pada kasus dengan diabetes melitus biasanya pasien di terapi
dengan itrakonazole (200mg 2 kali sehari untuk 1 hari). Resiko tinggi infeksi candida dari
pasangan sexual juga harus ikut discreening. Pada pasien diberikan terapi flukonazole oral
150mg dosis tunggal dan antifungi topikal miconazole selama 14 hari atau hingga gejala
membaik. Sebagai terapi definitif pada pasien candida balanitis dengan fimosis adalah
sirkumsisi. Namun sebelum itu harus diperhatikan hal-hal yang menjadi kontraindikasi
penatalaksanaan sirkumsisi. Diantaranya: penyakit akut, diabetes tidak terkontrol, hipertensi
tidak terkontrol, infeksi akut, penyakit HIV atau TB tidak diobati, uretral discharge, penis
yang menempel antara glans dengan preputium, infeksi menular sexual, balanitis akibat
fimosis, infeksi jamur (seperti candida albicans), dermatitis disekitar penis atau preputium,
epispadia, hipospadia, phimosis kronik, kanker penis dll.
Dilihat dari penjelasan tabel tersebut jelas bahwa dilakukan sirkumsisi jika infeksi
sudah teratasi.9
Saran dan edukasi yang diberikan pada pasien: membersihkan daerah infeksi dengan
larutan garam dua kali sehari, cegah pemakaian sabun selama infeksi masih ada, gunakan
kondom saat berhubungan, dan diberikan edukasi lebih dalam tentang penyakit pasien kepada
pasien dan juga pasangan.6
Diagnosis banding dari penyakit – penyakit infeksi penis lain diantaranya :6
Lichen Sclerosus adalah kondisi inflamasi kulit, pathogenesis dari autoimun, tapi
dapat juga disebabkan karena keadaan kronik kontak dengan urin yang terakumulasi pada
pria nonsirkumsisi, Tanda khas adanya patch putih pada gland dan bawah preputium. gejala
dapat berupa gatal, nyeri, kemerahan seperti terbakar atau lepuh, nyeri saat buang air kecil.
Namun juga bisa tanpa gejala. Diagnosa didapatkan dengan pemeriksaan klinis dan biopsy.
Terapi dengan ultrapotent steroid topical (clobetasol propionate) oles satu kali sehari hingga
keadaan membaik kemudian intermiten satu kali seminggu. Sirkumsisi dapat diindikasikan
pada pasien yang gagal dengan terapi topical.
Zoon’s balanitis adalah penyakit pada pria dewasa yang tidak disirkumsisi, dapat
diakibatkan karena iritasi, sisa urin di preputium pada disfungional preputium. Gejala
terkadang ada bercak darah dan nyeri saat buang air kecil. Pada pemeriksaan klinis tampak
warna oren kemerahan di area gland penis dan bawah kulit terdapat banyak pinpoint
kemerahan (cayenne pepper spots). Biasanya distribusinya simetris. Diagnosis dengan
pemeriksaan klinis dan biopsy. Penatalaksanaan dengan sirkumsisi, steroid topical dengan
atau tanpa antibiotik krim, dan menjaga kebersihan.
Infeksi anaerob gejala terdapat bau tidak sedap dan discharge di sub-preputium, pada
kasus berat dapat mengakibatkan pembengkakan di limfa nodus inguinal. Pemeriksaan gram,
swab dan kultur untuk mengakkan diagnosis tipe bakteri atau mikroorganisme penyebab
infeksi (Trichomonas Vaginalis, Gardnella vaginalis, Herpes Simplex dll). Terapi yang
direkomendasikan adalah metronidazole 400-500mg dua kali sehari, co-amoxiclav 375mg
tiga kali sehari selama 1 minggu, clindamisin krim dua kali sehari.
Infeksi Aerob dapat di lihat dari hasil kultur, Streptococcus spp dan Staphylococcus
Aureus keduanya dilaporkan sebagai penyebab balanitis. Terapi biasanya topical, kasus yang
berat dapat disertakan antibiotic sistemik. Trimovate krim satu kali sehari, eritromisin 500mg
empat kali sehari selama 1 minggu, co amoxiclav 375mg tiga kali sehari selama 1 minggu.

Kesimpulan
Telah dilaporkan satu pasien dengan selaput putih tebal di dalam kulup penis yang
disertai rasa gatal dan nyeri. Keluhan ini dirasakan sejak 1 tahun yang lalu dan terasa nyeri
sejak 6 bulan. kulit penis menebal, sulit diretraksi, dasar preputium merah dan disertai trush
putih tebal menumpuk menutupi lubang penis. Tidak terdapat riwayat diabetes, penyakit
kronis atau penggunaan obat jangka panjang.
Balanitis merupakan penyakit peradangan sering terjadi pada pria terutama pria
nonsirkumsisi, penyebab yang paling sering adalah candida albicans. Jika tidak diterapi akan
menyebabkan komplikasi penyakit infeksi lain bahkan menjadi kanker penis. Untuk itu butuh
adanya pencegahan, deteksi dini dan penanganan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. FKUI
2. J. Morris brian, N. Krieger John, Penile inflammatory skin disorders and the
preventive role of circumcision. Int J Prev Med. 2017
3. Lisboa Carmen, Ferreira Alcina, Resende Carlos, Gonçalves Rodrigues Acácio,
Infectious balanoposthitis: management, clinical and laboratory features. Int J
Dermatol. 2009, 48: 121–4.
4. Rajiah Kingston, K. Veettil Sajesh, Kumar Suresh and M. Mathew Elizabeth. Review
Study on various types of infections related to balanitis in circumcised or
uncircumcised male and its causes, symptoms and management. Afr J Pharm
Pharmacol. 2012. 6(2), 74-83.
5. Chipollini Juan, Harb De la Rosa Alfredo, Azizi Mounsif, Shayegan Bobby, C. Zorn
Kevin, E. Spiess Philippe. Presentation, differential diagnosis, and management of
penile lesions. Can Urol Assoc J;13(2Suppl1) 2019: S1-8
6. S K Edwards. European guideline for the management of balanoposthitis. Int J STD
AIDS. 2001; 12(3): 68-72
7. SK Edward et all, European guideline for the management of balanoposthitis. Int J
STD AIDS. 2013
8. Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. FKUI
9. https://www.who.int/hiv/pub/malecircumcision/chapter_7.pdf

Anda mungkin juga menyukai