Anda di halaman 1dari 6

Nama : Novanty Nooraziza

NIM : P07125119008
Prodi : DIII Kesehatan Gigi

Penjelasan Bahwa Pancasila Sebagai Pedoman Dalam Pelayanan Profesional Terapis Gigi
dan Mulut

Profesi terapis gigi dan mulut dengan nilai-nilai Pancasila memiliki hubungan yang erat.
Melihat hubungan erat tersebut dipengaruhi oleh profesi terapis gigi dan mulut yang
berkedudukan di wilayah negara Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai norma dasar
bernegara. Pancasila itu sendiri merupakan nilai universal yang sebenarnya tidak hanya
diberlakukan bagi negara Indonesia saja, namun memiliki nilai universal yang bisa digunakan
oleh profesi terapis gigi dan mulut yang ada di negara lain. Ini karena Pancasila memiliki nilai
transedental yang dapat diaplikasikan dalam moral dan etika yang harus dimiliki oleh terapis gigi
dan mulut untuk memberi pelayanan medis kepada pasien dengan sikap yang penuh hati nurani.

Namun dalam perjalanan profesi terapis gigi dan mulut pada saat sekarang nilai-nilai
Pancasila terasa jauh dan krisis dari segala kegiatan profesi terapis gigi dan mulut. Pada dasarnya
ini tidak hanya terjadi dalam profesi terapis gigi dan mulut, namun dalam profesi lain seperti
advokat. Pendidikan khusus profesi advokat tidak memuat Pancasila sebagai bahan pembelajaran
bagi calon advokat. Seharusnya menjadi penting ketika nilai-nilai Pancasila dimasukan dalam
pembelajaran profesi terapis gigi dan mulut pada khususnya, dikarenakan dalam menjalankan
profesinya ke depan diwajibkan untuk memberikan pelayanan medis yang penuh hati nurani
tanpa membedakan-bedakan, baik dari aspek sosial maupun ekonomi pasien.

Dalam menjalankan profesi terapis gigi dan mulut, baik secara personal maupuun secara
organisasi, tidak bisa melepaskan nilai-nilai Pancasila. Ini karena nilai-nilai Pancasila memiliki
kaitan dan pertanggungjawaban secara transedental kepada Allah Swt, serta dengan manusia itu
sendiri sebagai wujud dari kemanusiaan yang adil dan beradab, atau dalam Islam dikenal dengan
raḥmatan lil ’ālamīn, artinya keadiran manusia di muka bumi harus memberi manfaat bagi orang
lain. Menurut penulis, Pancasila yang merupakan nilai-nilai dasar bernegara harus dibangunkan
kembali dari tidur yang panjang. Pancasila pada Orde Baru hanya dimanfaatkan oleh kekuasaan
untuk mengamankan kekuasaan, dan bukan untuk tujuan membangun negara dan masyarakat
dengan nilai-nilai Pancasila sebagai pijakan dasar bernegara, sehingga dampaknya sekarang nilai-
nilai Pancasila terasa asing khususnya bagi profesi terapis gigi dan mulut itu sendiri.

Melihat usaha yang telah dilakukan oleh internal profesi terapis gigi dan mulut sendiri
untuk menumbuhkan nilai pengabdian terapis gigi dan mulut kepada masyarakat belum dirasa
cukup dikarenakan keuntungan ekonomi yang dijadikan tujuan utama oleh sebagian besar terapis
gigi dan mulut. Sehingga dengan beragamnya persoalan yang ada, sudah saatnya nilai-nilai
Pancasila harus dijadikan sebagai paradigma yang termuat dalam proses pendidikan terapis gigi
dan mulut. Penting kemudian agar Pancasila tidak hanya dijadikan sebagai seremonial belaka
dalam setiap memperingati hari lahirnya Pancasila. Pancasila sudah saatnya dijadikan sebagai
sebuah paradigma keilmuan yang mendasar dan utama dalam setiap proses pendidikan terapis
gigi dan mulut. Apabila nilai-nilai Pancasila tidak dimuat dalam pendidikan terapis gigi dan
mulut, maka akan berdampak pada jauhnya nilai pengabdian bagi terapis gigi dan mulut
sebagaimana dalam sumpah profesi, sehingga berdampak juga pada berkurangnya nilai etika
terapis gigi dan mulutsampai pada ketidakmauan terapis gigi dan mulut yang mengabdi di daerah
terpencil di seluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia.

Sejauh ini terlihat bahwa profesi terapis gigi dan mulut dalam menjalankan profesinya
masih jauh dari nilai Pancasila itu sendiri, terlihat dengan masih banyak terapis gigi dan mulut
yang tidak memiliki keinginan untuk mengabdi penuh hati nurani kepada masyarakat yang
kurang mampu khususnya yang berada di daerah terpencil. Dikarenakan motivasi sejak awal,
yang hanya ingin mencari keuntungan ekonomi setelah menjadi terapis gigi dan mulut, dengan
alasan biaya pendidikan terapis gigi dan mulut yang sangat mahal. Hal disebabkan terapis gigi
dan mulut dalam akademiknya hanya berfokus pada teori dan praktik medis, tanpa mempelajari
dan menjiwai secara komprehensif nilai-nilai Pancasila yang seharusnya menjadi nilai dasar
profesi terapis gigi dan mulut, selain sumpah keperawatan Gigi. Selain itu nilai Pancasila hanya
dijadikan sebagai serimonial dan hanya untuk memenuhi syarat formil akademik terapis gigi dan
mulut.

Referensi : Jurnal Hukum Novelty, PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR PROFESI


TERAPIS GIGI DAN MULUT Hasrul Buamona Kantor Hukum HB&Partners Vol. 8 No. 1
Februari 2017, hal. 121-136
Contoh Tindakan Bahwa Pancasila Sebagai Pedoman Dalam Pelayanan Profesional Terapis
Gigi dan Mulut

Nilai-nilai Pancasila, khususnya dalam aspek sila pertama, ketuhanan YME, memberikan
pencerahan dan pedoman kepada semua manusia Indonesia yang berprofesi terapis gigi dan mulut
untuk beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME. Sebagai contoh, seorang terapis gigi dan
mulut yang menganut agama Islam, maka semua aturan, ketentuan, hukum, dan nilai-nilai dalam
agama Islam harus dijalankan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam
setiap pelaksanaan tugas keperawatan Gigi. Rukun Islam dan rukun Iman harus
diimplementasikan dalam kehidupan nyata sehingga akan dapat mengamalkan nilai-nilai
Pancasila, khususnya sila pertama, ketuhanan YME. Demikian pula dengan terapis gigi dan mulut
yang beragama lain, misalnya Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu maupun Budha, maka
seorang terapis gigi dan mulut harus mengikuti kaidah, norma, aturan, dan ketentuan dalam
agama-agama tersebut masing-masing.

Dalam prakteknya, seorang terapis gigi dan mulut yang menerapkan kepercayaan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan YME harus selalu mendasarkan semua perilaku, perbuatan, dan
tindakan nya pada nilai-nilai ketuhanan, seperti setiap memulai praktek harus berdoa sesuai
agamanya, setiap melaksanakan operasi harus berdoa, dan setiap melayani pasien harus
mengingat terhadap nilai-nilai ketuhanan. Apabila terapis gigi dan mulut menerapkan nilai-nilai
ketuhanan secara konsisten dan sungguh-sungguh, maka niscaya terapis gigi dan mulut tersebut
akan sukses dalam kariernya di masa mendatang.

Sebagai contoh lain, seorang terapis gigi dan mulut yang beragama Islam memiliki dua
pasien yang beragama Budha dan Hindu, maka seorang terapis gigi dan mulut tersebut harus
memberikan pelayanan yang sama terhadap pasiennya tersebut, tanpa memandang agama yang
dianut oleh pasiennya. Meskipun antara terapis gigi dan mulut dan pasien menganut agama yang
berbeda, namun semua aturan, prosedur, dan protap yang baku dalam pelayanan keperawatan
Gigi harus diterapkan secara sama tanpa adanya perbedaan dan pilih kasih. Agama bukan menjadi
penghalang bagi terapis gigi dan mulut dalam mengobati pasiennya. Inilah wujud aplikasi nilai-
nilai ketuhanan yang tertuang dalam Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia.

Terapis gigi dan mulut Indonesia harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam
setiap menjalankan profesi keperawatan Gigi. Nilai-nilai kemanusiaan yang harus dihayati dan
diamalkan Pendidikan Pancasila untuk Mahasiswa Keperawatan Gigi 33 oleh seorang terapis gigi
dan mulut sebagai bagian dari aplikasi sila kedua Pancasila adalah nilai-nilai kasih sayang, tolong
menolong, saling menghormati, menghargai, dan mencintai antar sesama manusia sebagai
makhluk sosial yang hidup di tengah masyarakat. Nilai-nilai tersebut harus terwujud dan
tercermin dalam kehidupan sehari-hari, khususnya ketika seorang terapis gigi dan mulut melayani
pasien.

Seorang terapis gigi dan mulut harus memperlakukan pasien secara sama, tanpa ada
perbedaan, dan tanpa ada diskriminasi. Semua pasien harus diperlakukan secara merata, sama dan
berimbang. Tidak boleh ada pilih kasih, pandang bulu, dan diskriminasi yang dilakukan oleh
terapis gigi dan mulut kepada pasien. Semua pasien harus mendapatkan pelayanan yang optimal
dan tidak memandang latar belakang pasien tersebut. Semua pasien yang datang ke terapis gigi
dan mulut harus dilayani secara ramah dengan berlandaskan nilai-nilai kasih sayang dan empat
yang mendalam terhadap apa yang dialami oleh pasien.

Dalam rangka mengamalkan nilai-nilai persatuan Indonesia, maka para terapis gigi dan
mulut Indonesia harus saling tolong menolong, kasih mengasihi, dan saling melengkapi antar
terapis gigi dan mulut di Indonesia. Tidak boleh antar terapis gigi dan mulut saling menghina,
menggosipkan satu dengan yang lain, menjelekjelekan, mengadu domba dan memfitnah antar
terapis gigi dan mulut karena akan merenggangkan soliditas dan solidaritas antar terapis gigi dan
mulut, yang tentunya akan membahayakan persatuan bangsa. Para terapis gigi dan mulut
Indonesia harus saling bersinergi dan bekerjasama dalam tugas-tugas keperawatan Gigi sehingga
akan dapat menciptakan keharmonisan dan kebersamaan antar terapis gigi dan mulut. Pendidikan
Pancasila untuk Mahasiswa Keperawatan Gigi 55 Solidaritas, soliditas, dan sinergi antar terapis
gigi dan mulut Indonesia akan dapat menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa,
sehingga akan dapat melahirkan pengamalan sila ketiga, persatuan Indonesia, demi Indonesia
Jaya di masa depan.

Sebagai aplikasi dari sila keempat Pancasila, khususnya nilai-nilai tentang mematuhi
aturan hukum dan perundang-undangan, maka seorang terapis gigi dan mulut harus mematuhi,
mentaati, dan menghormati sebagai payung hukum, regulasi yuridis dan ketentuan hukum yang
berlaku di Indonesia, khususnya aturan hukum di dunia medis, dunia keperawatan Gigi, dan
dunia kesehatan. Berbagai aturan tentang kesehatan medis harus dipatuhi oleh seorang terapis
gigi dan mulut. Seorang terapis gigi dan mulut merupakan warga negara biasa yang tidak boleh
melanggar aturan hukum keperawatan Gigi sehingga setiap pemikiran, tindakan, dan perilaku
yang berkaitan dengan profesi terapis gigi dan mulut harus mengacu pada aturan dunia
keperawatan Gigi yang berlaku. Sebagai contoh, seorang terapis gigi dan mulut sangat dilarang
keras melakukan aborsi.

Aborsi merupakan tindakan medis yang hanya diperbolehkan dengan syarat dan
ketentuan yang sangat ketat sehingga tidak sembarangan terapis gigi dan mulut melakukan
Pendidikan Pancasila untuk Mahasiswa Keperawatan Gigi 69 aborsi. Kenyataan selama ini dapat
dilihat di televisi maupun media elektronik lainnya dimana praktek aborsi sering terjadi dan
tertangkap oleh aparat penegak hukum. Praktek aborsi yang dilakukan selama bertahun-tahun
oleh oknum terapis gigi dan mulut tertentu tersebut sangat mencoreng citra terapis gigi dan mulut

dan melahirkan citra buruk terhadap dunia keperawatan Gigi. Hanya karena alasan materi yang
melimpah, maka oknum terapis gigi dan mulut melakukan praktek aborsi secara beruntun dan
dilakukan bertahun-tahun sehingga sangat mencoreng profesi terapis gigi dan mulut. Aborsi
dilarang keras dalam aturan hukum sehingga tidak boleh seorang terapis gigi dan mulut
melakukan aborsi yang dilakukan hanya untuk mendapatkan imbalan materi tertentu tanpa
melihat aturan hukum yang berlaku.

Aplikasi sila kelima Pancasila dalam dunia keperawatan Gigi dapat dilihat dari nilai
kesederhanaan dan kebersahajaan dari seorang terapis gigi dan mulut dalam aspek penampilan
dan perilaku. Artinya, seorang terapis gigi dan mulut harus memiliki penampilan hidup yang
sederhana dan bersahaja sehingga akan menjadi tauladan bagi masyarakat sekitar. Terapis gigi
dan mulut merupakan sosok Pendidikan Pancasila untuk Mahasiswa Keperawatan Gigi 79 dan
figur yang umumnya selalu disorot oleh masyarakat sebagai orang yang lebih diantara yang lain,
khususnya keahliannya dalam mengobati penyakit manusia, sehingga selalu mendapatkan tempat
dan perlakuan sosial yang lebih dari komponen masyarakat. Posisi sosial dan status sosial sebagai
terapis gigi dan mulut sangat dipandang oleh masyarakat sehingga seorang terapis gigi dan mulut
harus menjaga penampilan dan memelihara perilaku yang sederhana dan bersahaja dalam
menjalani kehidupan di tengah masyarakat sehingga akan dikagumi dan disegani oleh masyarakat
sekitar.

Penampilan sederhana dari seorang terapis gigi dan mulut dapat diwujudkan dengan cara
berpakaian sederhana, tanpa ada penggunaan pakaian yang mewah dan mahal sehingga akan
mendapatkan pergunjingan di tengah masyarakat. Selama ini dapat ditemui bahwa para terapis
gigi dan mulut Indonesia yang berlimpah materi kadangkala menggunakan pakaian yang mewah
dalam kehidupan sehari-hari sehingga akan menyedot perhatian orang untuk
memperbincangkannya setiap hari. Terapis gigi dan mulut Indonesia harus mampu menunjukkan
kepada publik bahwa kehidupan terapis gigi dan mulut bisa sederhana dan bersahaja sama dengan
masyarakat biasa lainnya. Terapis gigi dan mulut Indonesia harus menepis kesan dan anggapan
masyarakat bahwa pakaian dari para terapis gigi dan mulut mewah dan mahal. Selain itu, pakaian
yang dikenakan oleh seorang terapis gigi dan mulut ketika terapis gigi dan mulut tersebut tidak
bekerja atau tidak berpraktek harus yang rapi, sopan, dan tidak seronok sehingga akan
mengesankan pribadi terapis gigi dan mulut yang anggun, sopan dan berwibawa.

Sebagai aplikasi dari sila kelima Pancasila, khususnya dalam hal nilai-nilai
kedermawanan sosial, maka dapat dikatakan bahwa seorang terapis gigi dan mulut Indonesia
harus mampu mengembangkan sikap yang dermawan, rasa sosial yang tinggi, semangat
menolong yang besar dan perilaku sosial kemasyarakatan yang luas. Mencegah lebih baik
daripada mengobati merupakan slogan yang sangat penting dipahami oleh para terapis gigi dan
mulut dimana terapis gigi dan mulut tidak hanya berperan mengobati penyakit, namun juga
mencegah agar pasien tidak sakit, melalui berbagai sosialisasi, penyuluhan, dan pencerahan di
tengah masyarakat. Seorang terapis gigi dan mulut Indonesia harus mampu bersikap dermawan,
memiliki jiwa sosial yang tinggi dan gemar menolong orang lain yang sedang mengalami
kesulitan, khususnya kesulitan akses terhadap sektor kesehatan. Terapis gigi dan mulut Indonesia
harus mau membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan tanpa pamrih dan pilih kasih.
Semua manusia yang mengalami kesulitan sosial harus dibantu tanpa memandang latar belakang
apapun. Jiwa sosial pada diri seorang terapis gigi dan mulut harus besar sehingga akan
menimbulkan kepekaan sosial yang tinggi yang pada gilirannya akan dapat membantu
masyarakat yang sedang mengalami kesulitan, kemiskinan dan kenestapaan sosial.

Referensi : Dr. Agus Subagyo, S.IP, M.Si. Buku PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK
MAHASISWA KEDOKTERAN 2014

Anda mungkin juga menyukai