Berdasarkan informasi dari PT Pertamina bahwa perkiraan modal awal atau modal usaha SPBU
hingga beroperasi adalah kisaran Rp 5 miliar hingga Rp 8 miliar. Perkiraan tersebut tergantung
pada harga tanah yang akan dibangun SPBU di atasnya. Jika lokasi tanah tersebut strategis,
maka modal awal tentu lebih besar, tetapi waktu untuk kembali modal juga lebih cepat.
Modal usaha SPBU bagi pebisnis pemula sebesar Rp 5 miliar sampai Rp 8 miliar di atas
dipergunakan untuk mempersiapkan hal-hal yang harus terpenuhi dalam mendirikan SPBU. Hal-
hal tersebut sudah merupakan ketetapan dari pihak PT Pertamina. Hal-hal tersebut terdiri dari:
SPBU sendiri terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe A, B, dan C. Untuk SPBU tipe A, dipersyaratkan
memiliki luas lahan minimal berukuran 1.800 meter persegi, lebar muka minimal 20 meter, lebar
samping minimal 90 meter. Untuk SPBU tipe B dipersyaratkan memiliki luas lahan minimal
berukuran 1.500 meter persegi, lebar muka minimal 20 meter, lebar samping minimal 75 meter.
Adapun SPBU tipe C dipersyaratkan memiliki luas lahan minimal berukuran 1.500 meter
persegi, lebar muka minimal 20 meter, lebar samping minimal 65 meter. Dari penjelasan di atas
bisa tergambar besarnya modal awal yang harus dipersiapkan hanya untuk membeli lahan saja,
belum termasuk persiapan modal usaha SPBU hingga beroperasi yang lainnya.
2. Biaya Perizinan
Di antara alokasi dana modal usaha SPBU sebesar Rp 5 miliar sampai Rp 8 miliar tersebut
adalah biaya perizinan. Dalam hal ini, pihak PT Pertamina telah menetapkan beberapa
persyaratan umum perizinan yang harus terpenuhi. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah:
a. Menyetor foto copy KTP pemilik badan usaha
b. Biodata perusahaan atau akta pendirian perusahaan
c. Lay out bangunan SPBU
d. Peta lokasi SPBU dalam skala 1:10.000 atau lebih besar, serta peta topografi dalam skala
1:25.000
e. Foto copy IPPT (Izin peruntukan penggunaan tanah)
f. Foto copy ijin gangguan
g. Foto copy IMB (Izin mendirikan bangunan)
h. Bukti telah mendapatkan pengesahan meter pompa SPBU dari instansi yang berwenang
i. Foto copy ijin timbun tangki dari instansi yang berwenang
j. Dokumen pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan skala kegiatan
k. Fotokopi surat izin pembangunan SPBU dari Jasamarga (khusus bagi pendaftar yang memiliki
lokasi di jalan tol)
l. Nama Kelurahan yang tercatat di sertifikat tanah harus betul-betul sesuai dengan lokasi
pendirian SPBU yang didaftarkan
Ketiga point di atas harus terpenuhi seluruhnya jika ingin mendapatkan perizinan dari pihak PT
Pertamina untuk mendirikan SPBU. Jika melihat gambaran di atas, maka sangat wajar
jika modal usaha SPBU hingga beroperasi membutuhkan anggaran sebesar Rp 5 miliar sampai
Rp 8 miliar. Ini belum lagi persiapan gaji karyawan serta mobil operasional yang nantinya
dibutuhkan untuk kelancaran operasional SPBU.
Demikianlah artikel seputar modal usaha SPBU hingga beroperasi, khususnya bagi pebisnis
pemula. Mudah-mudahan artikel di atas bisa memberikan penjelasan dan gambaran besar
seputar masalah ini, sehingga Anda bisa menjadikannya sebagai bahan pertimbangan sebelum
memutuskan untuk memulai bisnis SPBU. Semoga bermanfaat.
Mari berhitung, misalnya dari 17 ribu liter yang terjual dalam sehari, sebagian adalah BBM
subsidi, selebihnya BBM nonsubsidi. Artinya, sejumlah 8.500 liter dikalikan Rp280 dan 8.500
liter dikalikan Rp375 (margin minimum). Hasilnya mencapai Rp5.567.500, sebagai margin
kotor pengusaha SPBU dalam sehari. Bila dikalikan lagi 30 hari operasional maka bisa
mencapai Rp167 juta per bulan.
Tentu angka ini belum dipotong dari penyusutan dari penguapan BBM, biaya operasional,
biaya tenaga kerja, dan sebagainya. Pendapatan bisa digenjot lebih besar dengan cara
menjual lebih banyak BBM nonsubsidi kepada konsumen. Pundi-pundi kekayaan pun bisa
diraih lebih banyak lagi.
“Memang pengusaha SPBU itu lebih suka menjual BBM nonsubsidi karena marginnya lebih
besar,” ucap Eri.
Namun di balik pendapatan dan keuntungan yang menggiurkan ada aspek yang tak mudah
dilewati oleh pengusaha SPBU. Modal besar siap menanti mulai dari lahan hingga sarana
dan prasarana SPBU. Sedikitnya calon pengusaha SPBU harus mengeluarkan modal
sekitar Rp5-8 miliar untuk membangun sebuah SPBU. Butuh waktu sekitar 6-12 tahun untuk
mengembalikan modal investasi.
Ada dua bentuk kerja sama kemitraan yang ditawarkan oleh Pertamina dalam berbisnis
SPBU. Pertama, kerja sama dengan Pertamina berupa pemanfaatan lahan milik perusahaan atau
individu untuk dibangun SPBU atau biasa disebut dengan istilah CODO (Company Owned Dealer
Operated).
Kedua, bentuk kerja sama tanggung jawab lokasi dan investasi dilakukan seluruhnya oleh individu
calon mitra Pertamina untuk mengembangkan SPBU. Kerja sama ini biasa disebut DODO (Dealer
Owned Dealer Operated).
Cara mendaftar untuk menjadi mitra bisa dilakukan secara online melalui situs resmi milik Pertamina.
Dalam tahapan ini pendaftar wajib mengisi data perusahaan, data pribadi dan memilih lokasi
pengajuan SPBU. Hingga akhir tahun lalu saja sudah ada 5 ribu lebih SPBU yang dimiliki pengusaha
dan Pertamina sendiri (COCO) di seluruh Indonesia.
Untuk lokasi, pendaftar bisa memilih sesuai dengan yang sudah ditentukan Pertamina atau
mengajukan lokasi sendiri yang kemudian akan diverifikasi dahulu oleh Pertamina. Sementara itu,
untuk dokumen kelengkapan, pendaftar harus memiliki scan KTP, akta pendirian perusahaan, NPWP
perusahaan, bukti kepemilikan lahan, rekening koran satu tahun terakhir, rekening tabungan,
deposito, dan rekening giro satu tahun terakhir.
“Minimum deposito untuk mendirikan SPBU Pertamina sekitar Rp3 miliar, dan biaya operasional
mencakup perizinan lahan pembangunan di Pemda setempat, pembangunan SPBU, dispenser
BBM/BBK dan lain-lain,” kata Staff E-mail Contact Pertamina, Kiki kepada Tirto.
Setelah syarat-syarat administrasi tadi terpenuhi, maka selanjutnya akan dilakukan verifikasi awal
berupa seleksi kesiapan finansial dan seleksi kesiapan lahan. Hasil verifikasi akan menentukan layak
atau tidak data pribadi dan dokumen lahan. Proses seleksi ini akan memakan waktu maksimal hingga
dua bulan. Jika lolos, maka akan berlanjut ke proses verifikasi lapangan.
Tujuannya untuk menyesuaikan data yang telah dimasukkan oleh calon mitra dengan fakta yang ada
di lapangan. Jika calon mitra ini dinyatakan layak dalam verifikasi lapangan, maka akan mendapatkan
persetujuan kelayakan secara bisnis dari pihak Pertamina. Persetujuan inilah yang kemudian
digunakan oleh calon mitra untuk mengurus semua bentuk-bentuk perizinan ke Pemerintah daerah
setempat.
Setelah pengajuan disetujui, proses konstruksi SPBU pun bisa dimulai. Standar bangunan serta
sarana dan prasarana harus sesuai dengan ketentuan yang telah diatur Pertamina. Secara
keseluruhan, proses pengajuan ke Pertamina hingga bisa menghasilkan persetujuan memakan waktu
hingga enam bulan.
Waktu ini belum termasuk alotnya proses mengurus perizinan ke Pemda setempat. Dalam urusan ini
kesabaran pengusaha diuji. Selain banyaknya izin yang harus dibuat, sistem birokrasi yang ada di
pemerintahan daerah kerap membuat pengusaha harus banyak mengelus dada.
“Itu variatif dan tergantung daerahnya. Karena banyak yang diurus. Ada yang enam bulan tidak keluar
(perizinan), ada yang tiga bulan sudah keluar. Ada juga yang sampai setahun nggak keluar-keluar,”
katanya.
Merujuk pada aturan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi
DKI Jakarta misalnya, perizinan yang harus diurus ketika hendak memulai bisnis SPBU antara lain
Izin Gangguan (UUG/HO), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dokumen lingkungan, Izin Membangun
Prasarana (IMP), Izin Peil Lantai Bangunan (PLB).
Juga ada syarat berita acara uji tangki dan jalur pipa dari Dinas Perindustrian dan Energi, surat
rekomendasi taknis pelaksanaan pemasangan peralatan dan instalasi dari Dinas Perindustrian dan
Energi, Surat keterangan domisi perusahaan (SKDP), dan surat kontrak kesediaan bahan bakar
minyak.
“Tidak bisa diprediksi atau dikasih patokan berapa lamanya. Yang diurus banyak, ribetlah. Pengusaha
itu ya jangan dipersulit, terus biaya investasi juga kan harusnya lebih murah.”
Namun, bagi mereka yang modalnya pas-pasan dan tak ingin pusing dengan perizinan lebih panjang,
bisa melirik SPBU mini legal dengan konsep G-Lite. SPBU ini menjual BBM berjenis Pertalite atau
dengan kadar oktan 90. G-Lite mendapat lisensi dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
(Ditjen Migas), antara lain soal kualitas BBM, keamanan, distribusi agen resmi, dan izin lokasi.
Modal yang dikeluarkan sekitar Rp15 juta per lokasi. Bahkan salah satu bank BUMN menyiapkan
pembiayaan untuk jenis usaha ini. Memulai mimpi jadi juragan SPBU barangkali bisa dimulai dari
yang kecil.