Actuators dan
Troubleshooting
Translated by : daniyusuf@gmail.com
Cara kerja fuel pump mengandalkan gaya sentriffugal yang dibangkitkan oleh rotor yang akan mendorong
dinding bagian luar pump spacer agar bergerak di sepanjang dinding, dengan tujuan menghasilkan ruang
vacuum diantara inlet rollers dan pump spacer, untuk kemudian ruang vacuum tersebut akan diiisikan
dengan bahan bakar. Putaran rollers akan menaikkan ruang dan menghantarkan bahan bakar ke outlet.
Ruang pada outlet kemudian berkurang untuk menaikkan tekanan agar bahan bakar bisa keluarkan.
Bahan bakar yang Keluar dari pompa kemudian akan melewati sekeliling armatur motor untuk membuka
check valve dan untuk kemudian lewat melalui silencer untuk mencapai jalur bahan bakar.
Penghisapan/Pengeluaran akan diselesaikan dalam satu putaran rotor.
Fuel pump mempunyai kecepatan kerja sekitar 1,700 ~ 2,500rpm, dengan rentang keluaran sekitar 1.5 ~
2.5 liter / menit dan dengan tekanan sebesar 3.0 ~ 6.0kg/cm2.
Fuel line atau jalur bahan bakar mempunyai suplai tekanan sebesar 2.75 ~ 3.40kg/cm2 dan diatur oleh
fuel pressure regulator termasuk outlet silencer untuk mencegah agar pompa tidak bergetar.
Apabila jalur bahan bakar mampet pada saat pompa bekerja, relief valve akan mengatur keselamatan
sistem agar sistem jalur bahan bakar tidak rusak dan bocor katup relief ini akan membuka apabila
tekanan bahan bakarnya mencapai tingkat tertentu, agar rute tekanan tinggi diarahkan ke inlet pompa
kemudian mengalir melaui bagian dalam pompa dan motor, untuk menghindari bertumpuknya tekanan.
Pada saat mesin dimatikan , check valve yang terletak di dalam fuel pump akan menutup oleh gaya
pegas, dan tetap mempertahankan tekanan di dalam jalur bahan bakar agar pada saat mesin akan
dihidupkan menjadi lebih mudah, dan untuk mencegah kemungkinan terjadinya vapor lock oleh
perubahan temperatur di dalam sistem bahan bakar .
3) Silencer
Silencer berguna untuk menurunkan tingkat perubahan tekanan (getaran) dan noise yang dihasilkan dari
aliran fuel pump, dengan mengandalkan diaphragm dan orifice.
Non-return valve
Suction side
Pressure side
Relief valve
Suction side
Pressure side
Roller
Pump spacer Rotor plate
- Bunyi suara yang ditimbulkan sedikit dan tingkat getaran bahan bakarnya juga lebih sedikit
- Momennya kecil dan putannya tinggi sehingga bentuknya bisa dibuat kompak dan ringan
- Tingkat pencegahan kebocoran dan vapor lock cukup baik.
Fuel pump jenis ini terdiri dari DC motor dan turbine pump, yang menyatu dengan menggunakan motor
penggerak impeller dan ruang pompa yang terdiri dari pump casing, pump cover, relief valve dan check
valve. Gambar 1-2 adalah ilustrasi mekanisme kerja fuel pump. Ketika gaya putar disalurkan ke impeller,
maka akan dihasilkan gap tekanan dari gesekan antara ulir sekeliling impeller dan fluid. Motor akan terus
bekerja, dan kemudian fuel fluid yang dihasilkan dari aliran spiral akan lewat melaui motor untuk
menaikkan tekanan. Kemudian tekanan yang naik tersebut akan membuka check valve untuk
menghantarkan bahan bakar ke outlet. Fuel pump ini mempunyai kecepatan antara 1,700 ~ 2,500rpm,
tekanan keluar sekitar. 3.0 ~ 6.0kg/cm2. Rentang tekanan jalur bahan bakar antara 2.75 ~ 3.45kg/cm2.
1) Relief Valve
Fuel pump dijalankan oleh DC motor dengan kecepatan tetap, oleh karena itulah tekanannya untuk
mengeluarkan bahan bakar cenderung selalui konstan, tanpa dipengaruhi kecepatan mesin. Tekanan
yang dikeluarkan diset berdasarkan range putaran mesin tinggi, dan akan naik tinggi ketika kecepatan
mesin rendah dengan konsumsi oli yang lebih sedikit. Tekanan yang tidak normal akan membuka relief
valve agar tekanan tetap lebih rendah dan mempertahankan tekanan di jalur bahan bakar agat tetap
konstan.
2) Check Valve
Begitu fuel pump berhenti pegas yang ada pada check valve secara otomatis akan menutup lubang outlet,
untuk menjaga agar takanan bahan bakar di jalur selalu tetap, dan untuk menghindari kemungkinan terjadi
vapor lock di dalam jalur bahan bakar karena tekanan tinggi ketika cuaca panas atau setelah mesin
dimatikan, dan untuk memastikan agar pada saat mesin distart nanti akan mudah. Sebagai tambahan
katup tersebut berfungsi untuk mencegah arus balik karena tekanan yang berlebihan di dalam jalur bahan
bakar ketika mesin di start.
Outlet
Inlet
Check valve
Outlet
Inlet
Impeller
Casing
Fig. 1-2 Konfigurasi dasar dan prinsip kerja fuel pump tipe In-Tank
Fig. 1-2-1 Module fuel pump tipe In-Tank (Ruturnless Fuel System)
2) Hubunkan power battery secara langsung ke fuel pump drive connector (Lihat gambar pengetesan fuel
pump). Dengarkan suara yang keluar dari pump saat berputar.
Dikarenakan pump ini letaknya di dalam fuel tank, diperlukan berkonsentrasi penuh untuk
mendengarkan suara kerja pump tersebut. Kemudian buka fuel tank cap dan dengarkan suara yang
keluar melalui filler port.
3) Pasang pressure gauge pada service valve atau permukaan fitting yang ada pada pressure gauge,
kemudian perhatikan kenaikan takanan bahan bakarnya.
(Lihat gambar di bawah )
4) Gunakan alat ammeter kemudian ukurlah berapa banyak bahan bakar yang keluar dari fuel pump.
5) Tahan selang bahan bakar tangan kemudian periksa apakah ada tekanan bahan bakarnya.
Jumlah bahan bakar yang diinjeksikan secara elekronik diatur mengandalkan tekanan bahan bakar dan
lamanya waktu penginjeksian. Oleh karena itulah jumlah bahan bakar dikontrol oleh lamanya waktu injeksi
dengan tekanan bahan bakar konstan. Celah tekanan antara tekanan bahan bakar dan tekanan yang ada
di dalam intake manifold harus konstan agar dapat mengontrol besar penginjeksian bahan bakar
berdasarkan waktu injeksi oleh injector. Agar tujuan ini tercapai, maka dipasang fuel pressure regulator di
dalam pipa penghantar bahan bakar (untuk sistem bahan bakar yang menggunakan tipe returnles
letaknya di dalam pump inside yang tertanam di fuel tank). Fuel pressure regulator mempunyai spring seal,
yang dihubungkan ke intake manifold melalui selang vacuum hose agar tekanan injeksinya bisa tetap
konstan.
Fuel pump menjaga agar tekanan bahan bakar selalu tetap konstan agar proses injeksinya benar. Ada
dua macam tipe fuel pump yaitu: Return type yang akan mengembalikan suplai bahan bakar yang
berlebihan kecuali yang sedang disuplai ke msin, dan returnless type yang mensuplai bahan bakar
sebanyak yang dibutuhkan oleh mesin.
Tekanan bahan bakar ditentukan berdasarkan tingkat kecukupan bahan bakar yang perlu diinjeksi oleh
injector dan sekaligus mempermudah penguapan. Sebagai tambahan akan menjadi lebih baik untuk
mempertahankan tekanan setinggi mungkin untuk mencegah kemungkinan timbulnya penguatan pas di
dalaam sistem jalur bahan bakar. Namun demikian tekanan tersebut harus dibatasi oleh sistem yang
handal agar tekanannya tidak berlebihan, dan sistem power supply yang handal yang dapat menjaga
tekanan tinggi dalam waktu tertentu. Keunggulan returnless dibandingkan dengan tipe return adalah
bahwa pada tipe returnless kendala temperatur bahan bakar dan gas yang menguap sebisa mungkin
dapat dihilangkan . Ketika bahan bakar disuplai ke mesin dan kembali, maka bahan bakar yang kembali
tersebut akan panas oleh panas mesin, oleh karena itulah perlu pengaturan hanya bahan bakar yang
diperlukan saja yang disuplai ke mesin sehingga tidak ada sisa bahan bakar yang mesti kembali ke fuel
tank. Sedangkan penciutan uap bahan bakar kaitannya adalah untuk menrespon aturan kontrol emisi.
Pompa bahan bakar tipe Return hanya mengirimkan bahan bakar dalam jumlah yang tetap, dan mudah
tekanannya mudah dikontrol. Sebaliknya pada pompa tipe Returnless diperlukan suatu mekanisme
pengaturan suplai tekanan bahan bakar. Pressure check valve dipasang di dalam pump untuk membuat
agar tekanannya tetap dilevel tertentu. Disamping itu, lamanya bukaan injector juga dipakai oleh
micro-adjustment untuk suplai bahan bakar.
3) Prosedur pengetesan tekanan bahan bakar (Tipe pompa bahan bakar Return)
Agar sisa tekanan bahan bakar di dalam jalur pipa bahan bakar bisa keluar dan agar bahan bakar tidak
mengalir keluar, maka ikuti prosedur berikut:
(1) Lepas fuel pump harness connector yang ada pada sisi fuel tank.
(2) Hidupkan mesin, kemudian biarkan mesin mati sendiri, kemudian putar kunci kontak ke posisi OFF.
(3) Lepas terminal t battery negative(-).
Bab 2 Injector
Berdasarkan jumlah udara yang masuk dan putaran mesin, ECM menghitung dasar waktu injeksi bahan
bakar, dan menghitung secara tepat lamanya waktu injeksi bahan bakar berdasarkan temperatur
pendingin mesin, sinyal umpan balik dari oxygen sensor selama close-loop-control, kondisi laju kendaraan
termasuk akselerasi dan deselerasi, serta status pengisian battery, dengan tujuan mengontrol injector
melalui sinyal pulsa yang konstan, dan tekanan injeksi dikontrol agar tetap konstan. Kemudian jumlah
bahan bakar yang dinjeksikan akan ditentukan berdasarkan lamanya waktu penginjeksian bahan bakar
melalui kerja solenoid yang menahan needle valve agar terbuka, menggunakan Pulse Width Modulation
(PWM) yang dikirim dari ECM. Semakin lama waktu injeksi bahan bakar (pulse width semakin lama)
maka bahan bakar yang disemprotkan oleh injector juga akan semakin banyak..
Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kerja sistem injeksi bahan bakar
elektronik adalah: injeksi dipengaruhi oleh injector. Banyaknya bahan bakar yang disemprotkan ditentukan
oleh lamanya waktu injeksi oleh injector yang dihitung oleh ECM berdasarkan kwantitas udara yang
masuk, dan kondisi laju kendaraan.
Umumnya ada dua macam sistem injeksi yang digunakan:
Injector menginjeksi bahan bakar pada intake manifold, dan sistem tekanannya diatur oleh pressure
regulator sehingga tekanannya tetap konstan.
Pada sistem SPI, uap bahan bakar diinjeksikan oleh satu injector yang letaknya di tengah atas throttle
valve. Pendistribusian campuran bahan bakar udara yang didistribusikan ke setiap cylinder akan tercapai
di intake manifold. Untuk sekarang ini sistem tersebut sudah tidak dipakai lagi karena distribusi injeksi
bahan bakarnya tidak bagus.
Untuk sistem MPI, masing-masing cylinder mempunyai satu injector, yang dipasang di intake-manifold
dan menginjeksikannya ke intake valve masing-masing cylinder. Suplai bahan bakar ke setiap injector
mengandalkan fuel rail.
1) MPI system
Gambar 2-1 (a) memperlihatkan tipikal konfigurasi suplai bahan bakar sistem MPI. Dengan menggunakan
beberapa sensor, MPI system secara kontinyu mengukur kondisi mesin, dan menghitung kwantitas bahan
bakar secara tepat mengandalkan ECM yang ukurannya sudah diset sebelumnya, sehingga jumlah suplai
menjadi optimal. Karena itulah output mesin, momen mesin, emisi, pamakaian bahan bakar dan
kemampuan kendaraan bisa diberikan sesuai dengan rancangan kebutuhan mesin.
Kwantitas bahan bakar yang telah dikalkulasi tersebut secara langsung akan disemprotkan ke intake valve
mesin, dan hanya udara saja yang melewati intake manifold, sehingga dapat meningkatkan fleksibilitas.
MPI System mempunyai beberapa keunggulan dibanding dengan sistem karburator, dan sudah dipakai
sejak tahun 1980, adapun keunggulannya adalah sebagai berikut ;
1. Hitungan kwantitas bahan bakar sangat akurat baik dalam kondisi stabil maupun tidak (akselerasi
meningkat, proses pemanasan mesin lebih baik, dst)
2. Selama proses penyaluran bahan bakar di intake manifold, tidak ada sisa bahan bakar yang
menempel di dinding bagian dalam intake manifold.
3. Distribusi bahan bakar pada saat beban kosong akurat
4. Desain intake manifold bisa lebih fleksibel
5. Penggunaan kontrol loop lambda menjadi simpel dan efektif
6. Emsisi rendah
7. Lelbih mudah didiagnosa dan diperbaiki
Keunggulan-keunggulan diatas bisa meningkatkan beberapa variabel yang ada pada mesin dan tentunya
juga peningkatan output yang tinggi. Namun apabila penyetelan untuk idling kurang baik, maka bisa
berakibat menjadi suatu kelemahan.
Fuel Injector
Fuel Injector
2) SPI System
Sistem SPI pertama kali diperkenalkan pada tahun 1979 oleh GM dan Ford, dan sukses penggunaannya
melalui Chrysler di USA dan Mitsubishi di Jepang. Merek yang beredar adalah Bendix, Bosch, Holley dan
Hitachi dengan spesifikasi masing-masing.
Sistem SPI ini menggunakan satu injector (khusus untuk dua barrel intake manifold mesin V6 atau V8
menggunakan dua injector) untuk menginjeksikan bahan bakar melalui bagian atas throttle plate. Pada
tipe injeksi ini, bahan bakar diinjeksikan melalui celah antara throttle plate dan dinding intake manifold,
sehingga bentuknya konfigurasinya adalah kerucut.
Gambar 2-1 (b) adalah tipikal ilustrasi konfigurasi sistem suplai bahan bakar SPI. SPI mempunyai
beberapa keunggulan yang sama yang dimiliki oleh sistem MPI. Yaitu sistem SPI mengukur jumlah bahan
bakar berdasarkan waktu bukaan injector opening atau frekwensi penginjeksian, untuk mempermudah
kontrol-komputer dan menyediakan ukuran bahan bakar yang akurat. Sebagai tambahan, sistem ini
mempunyai keunggulan dalam hal istalasi, kontrol looping terturup,lebih mudah didiagnosa dan diperbaiki,
serta mempunyai karakter pengukuran skala kecil saat idling dengan satu titik penginjeksian.
Sistem SPI juga mempunyai kelemahan yang sama yang dimiliki oleh sistem karburator. Yaitu, ada
ketidak samaa distribusi diantara cylinders, dan suplai bahan bakar bisa terlambat. Pada sistem ini apabila
range aktif injector meningkat dan tekanan bahan bakarnya rendah ketika proses warming-up, maka bisa
menurunkan performa. Keunggulan sistem SPI ini dibandingkan dengan sistem karburator adalah dalam
hal performa dan kontrol emisi.
Control relay
Injector
Injector side connector
ECM
Fig. 2-2 Injector Circuit and Terminal
Gambar 2-2 adalah ilustrasi circuit dan terminal pada injector. No. 1 adalah terminal yang menerima sinyal
injeksi dari ECM dan dikontrol oleh kerja power TR di dalam ECM. No. 2 adalah terminal menerima power
dari control relay.
Seperti telihat pada gambar 2-3, injector itu terdiri dari beragam komponen. Namun dapat dikelompokan
menjadi tiga group:
Valve Seat Seat Needle Shell Coil Inlet Tube Polyamid O-Ring Filter
Complete Carrier Assembly Assembly
2) Prinsip Kerja
Sistem MPI dapat dipisahkan menjadi dua tipe berdasarkan jalur intake bahan bakar ke dalam injector.
Yaitu tipe bottom feed yang melontarkan bahan bakar dari atas atau samping dan tipe top feed yang
melontarkan bahan bakar dari atas. Keduanya menggunakan lubang penyembur untuk menginjeksikan
bahan bakar.
Gambar 2-3 adalah struktur bagian dalam injector. Bahan bakar mengalir melalui saringan yang letaknya
di inlet ke komponen pengukur bahan bakar. Pengukuran bahan bakar dilakukan pada bagian dudukan
katup ke lubang penyemprot. Ketika pulsa tidak berdekatan ke coil assembly, maka power tidak disuplai,
gaya pegas dan sistem tekanan akan menekan jarum mengarah ke valve seat, untuk mencegah agar
Pada saat pulsa diberukan ke coil assembly dan membentuk bidang magnet, maka gaya magnet tesebut
akan menarik jarum dari valve seat dan membuat ruang saluran bahan bakar antara valve seat dan jarum.
Bahan bakar tersebut kemudian akan lewat melalui celah yang ada dan kemudian menyemprotkan
bahan bakar ke luar. Pada saat coil tidak menerima pulsa, maka jarum tersebut akan kembali ke posisi
menutup karena gaya pegas.
Injector mempunyai persyaratan dasar yang harus dipenuhi agar bisa bekerja dalam semua kondisi
seperti cepat atau lamanya penginjeksian, start dingin, start panas, dst, persyaratan dasar tersebut adalah
karakteristik pengaliran dan ketahanan. Diantara enam item dibawah, lima pertama adalah kebutuhan
dasar dan item ke 6 merupakan tambahan yaitu ketahanan.
2) Karakteristik Pengabutan
Karakteristik semprotannya dapat dianalisa berdasarkan bentuk semprotannya, pola semprotan, dan
karakteristik penyebarannya. Berikut penjelasan lebih lanjut.
Pencil Beam adalah bentuk pola bahan bakar yang diinjeksikan oleh injector dengan tipe satu lubang.
Umumnya bentuk pola semprotan ini penggunaannya terbatas dengan tujuan khusus.
Ujung katup jarum dibuat membentuk kerucut dengan tingkat presisi yang tinggi dipasang pada fuel
outlet, dapat memenuhi kebutuhan sudut pengabutan yang berbeda-beda sesuai kebutuhan mesin.
Sebagai catatan bentuk kerucut pada ujung outlet dapat memberikan suplai bahan bakar dengan baik.
empat lubang injector mempunyai keunggulan ketepatan dan sudut pengabutan dibandingkan dengan
injector tipe pintle. Masing-masing pengabutan tipis akan dibentuk oleh ke empat lubang yang dipasang
pada orifice plate dengan sudut tertentu menghadap arah sumbu injector. Masing-masing akan
membentuk kabut dengan sudut tertenntu dan memberikan efek pengabutan bahan bakar yang lebih baik,
digunakan secara bersama-sama dengan protective sleeve (klep pelindung).
Mesin yang mempunyai dua inlet per cylinder, menggunakan injector ini. Garis tengah pengabutan
mengarah ke intake valves. Kemudian injector menghasilkan dua pengabutan terpisah dengan sudut
pengabutan yang berbeda.
Lubang-lubang pada orifice plate dapat menghasilkan efek pengabutan yang lebih baik, dan sudut yang
berbeda-beda pada lubangnya bisa mencegah pengabutan partikel dari confinement (kurungan) yang
kemungkinan timbul oleh penurunan momentum pengebutan bahan bakar.
3. Pemeriksaan injector
Injector secara keseluruhan harus diperiksa yang meliputi noise, tahanan injector, jumlah injeksi bahan
bakar, pola bentuk pengabutan (sudut pengabutan, rear trace, dsb). Namun demikian tidaklah mudah
untuk dapat memeriksa jumlah bahan bakar yang diinjeksikan atau pola bentuk pengabutannya langsung
ke kendaraan. Periksa status sambungan connectors, dan kabel-kabeil dari kemungkinan lepas atau short.
Periksa juga apakah injectors sudah terpasang dengan benar. Noise yang ditimbulkan ke injector bekerja
sebenarnya dapat diperiksa dengan menggunakan alat stethoscope bila suata mesin tidak begitu berisik,
kemudian periksa tekanan bahan bakar dan injector dari kemungkinan bocor. Jika saat mesin di- cranking
injector injector tidak bekerja, maka periksalah power suplai yang ke sirkuit ECM dan grounding circuit,
control relay, crank angle sensor atau sensor TDC cylinder No. 1 dari kemungkinan rusak.
Jika ketika idling salah satu injector dimatikan namun tidak ada perubahan status idling, periksalah injector
harness, ignition plugs, high voltage cable, tekanan kompresi, dsb. Catatan ; jika setelah diperiksa injector
harness dan semua komponen dalam keadaan normal, namun periode waktu penginjeksiannya diluar
spesifikasi, maka periksa ruang bakar di dalam cylinder apakah proses pembakarannya sempurna
(kerusakan ignition plugs, ignition coils, tekanan kompresi, dsb) dan apakah katup EGR bekerja normal.
Untuk memeriksa kerja injector dengan menggunakan test lamp, hubungkan ujung test lamp ke terminal
battery (+), kemudian hubungkan ujung lainnya ke terminal ECM yang ada pada injector. Kemudian putar
atau idle mesin untuk memeriksa apakah lampu test bisa berkedip. Dengan tes ini, kita dapat memeriksa
apakah ECM dapat mengontrol injector atau ada masalah pada wiring.
Untuk memeriksa dengan menggunakan grafik, kita dapat memeriksanya pada sisi kabel ECM. Grafik
Injector pada saat crangking atau idle terlihat pada gambar dibawah.
Pada grafik injector, tegangan sebelum dan sesudah injeksi harus sama dengan tegangan battery. Bila
tidak, maka ada masalah pada sistem power suplai dari terminal battery positive ke injector. Selain itu,
ketika injector bekerja tegangannya harus mendekati 0 volt seperti tampak pada gambar. Jika tidak, maka
kemungkinan ada masalah pada ECM dan wirings dari injector ke ECM ground.
Penggerak Injector ke dalam pick and hold type injector dan voltage drive type injector. Dan injector bisa
dikelompokkan menjadi low resistance injectors dan high resistance injectors tergantung dari tingkat
tahanan injector-nya. Voltage drive injectors termasuk ke dalam low resistance injectors dan high
resistance injectors, khusus untuk tipe low resistance coil tahanannya adalah sekitar. 0.6 ~ 3•, dan
menggunakan external resistance secara bersama-sama. Penggunaannya ditujukan untuk meningkatkan
respon dan ketahanan injectors, dicapai melalui mengurangan jumlah waktu kumparan solenoids.
Melalui penurunan kumparan yang ada pada solenoid coils, maka arus akan naik sehingga kerja injectors
menjadi lebih baik. Namun begitu, arus yang berlebihan bisa mengalir melalui solenoids sehingga bisa
merusak coil atau mengurangi ketahanannya. Karena itulah dipasang external resistance secara
bersamaan untuk menghidari kerusakan tersebut. High resistance injectors mempunyai tahanan sekitar
12 ~ 17• untuk menambah tahanan solenoid coil agar arus yang lewat bisa dibatasi. Tipe penggerak
tegangan ini mempunyai konfigurasi yang sederhana, namun mempunyai daya hambat yang tinggi,
sehingga arus pada injector bisa diturunkan untuk gaya hisap injector, sehingga batasan kedinamisannya
relatif sedikit. Gambar 2-5 adalah contoh konfigurasi sirkuit voltage drive type injector.
Power supply
External resistance
Injector
Injection signal
Short circuit
Zener diode
Soho circuit
Power supply
Injector
Injection signal
Current detection resistance
Control circuit
Peak and hold injectors mempunyai sirkuit peak and hold (ambil dan tahan) oleh ECM, dan ketika sinyal
injeksi dalam keadaan ON, maka arus yang dihantarkan ke injector akan barubah. Pada saat stadium
inisilisasi injector bekerja, maka arus akan mengalir untuk menaikkan gaya megnetik dan menurunkan
inertia pada solenoid agar proses inisialisai bisa dilakukan, dan menggunakan arus rendah setelah needle
valve terbuka. Tipe Peak and hold ini mempunyai konfigursi sirkuit yang rumit, namun daya hantar
sirkuitnya rendah agar karanteristik ke dinamisan injector-nya lebih unggul. Gambar 2-6 adalah salah satu
contoh sickuit penggerak injector tipe peak and hold. Sebagai tambahan Soho circuit pada injector drive
circuit dapat melindungai power transistor dari gaya balik electromotive yang dihasilkan dari solenoid coil
pada saat sinyal injeksi mati (OFF), dan menghilangkan arc (loncatan api) untuk mengurangi waktu
penutupan katup injector.
Gunakan oscilloscope yang ada pada Hi-scan pro untuk mengamati grafik, sehingga anda dapat
mengecek secara visual status sinyal penggerak injector yang keluar dari engine ECM.
Relay Injector
ECM
External
resistance
Battery
Oscilloscope
Gambar 2-7 Pengukuran grafik injeksi bahan bakar dengan menggunakan Oscilloscope
injection TR : OFF
period
Supply
voltage
TR : ON
Gambar 2-7 adalah contoh pengukuran injeksi bahan bakar menggunalan grafik untuk tipe injeksi
penggerak tegangan rendah. Gambar 2-8 adalah ukuran normal glombang injektor ketika dalam keadaan
idling. Pada gambar 2-8 terlihat sinyal tegangan battery ketika ECM transistor dalam keadaan OFF,
namun bentuk gelombang yang terlihat pada gambar tersebut akan berbeda apabila transistor dalam
keadaan ON karena pengaruh tahanan external. Ketika transistor dihidupkan 'ON', maka tegangan
injector akan turun jika injector dipengaruhi hanya oleh tahanan. Namun demikian gaya balik
elekromagnet dari injector coil bisa membuat tegangan turun sepanjang kurva B. sebaga tambahan ketika
transistor dipindahkan ke status 'OFF ' injector akan kembali ke tegangan battery dan voltage dimatikan.
Kemudian arus tersebut di coil akan terputur, akibatnya tegangan sementara akan naik diatas tegangan
battery dan kembali stabil. Naiknya bagian titik A adalah merupakan perubahan tegangan yang
disebabkan oleh berubahnya pergerakan plunger, melalui magnetic field yang dibangkitkan oleh solenoid
coil. Artinya, plunger bersinggungan pada stopper atau dihentikan. Jika tidak ada kenaikan, berarti plunger
tersebut tidak bergerak atau macet diposisi terbuka atau tertutup.
Gambar 2-9 Grafik output terminal tegangan (-) Drive Type Injector
Gambar 2-9, B adalah gelombang output dari grounding injector terminal (-). Gelombang injeksi bahan
bakar oleh Injector umumnya diukur dari terminal (-). Kemudian hasil gelombannya akan berbeda oleh
injector drive circuit. Gambar 2-9 adalah gelombang output pada terminal drive type injector (-). Pada
gambar 2-9, titik A merupakan suplai tegangan ke injector. Titik B merupakan injector drive transistor ECM
yand dihidupkan 'ON', kemudian injector plunger akan ditarik ke stopper sehingga proses injeksi akan
dimulai. Titik C adalah periode waktu injeksi bahan bakar dari injector. Titik D adalah arus dari injector
yang secara tiba-tiba diinterupsi sehingga terjadi gaya balik electromotive. Titik E adalah injector drive
transistor ECM dimatikan 'OFF ' sehingga injeksi bahan bakar dihentikan.
Pada gambar 2-10 terlihat gelombang output injector PWM (Pulse Width Modulated). PWM injector
arusnya akan tinggi pada saat injector mulai membuka, dan selama periode injeksi setelah waktu
pembukaan, arus yang diberikan ke injector akan di on/off-pulse-controlled dengan cara di-grounding.
Pada gambar 2-10 titik A adalah suplai tegangan dari injector, Titik B adalah injector drive transistor ECM
yang dihidupkan 'ON', kemudian menarik injector plunger ke arah stopper, selanjutnya injector mulai
menginjeksikan bahan bakar. Titik C adalah periode waktu penginjeksian bahan bakar oleh injector. Titik
D artinya adalah periode dimana arus yang mengalir melalui injector solenoid coil dibatasi. Kesimpulannya
adalah pada saat mulai pembukaan, arus tinggi akan mengalir untuk mejalankan injector dengan
karakteristik lebih baik, dan setelah terbuka arus akan dibatasi ke level minimal untuk menjaga status
'open/buka' . Titik E adalah pembesaran gaya balik electromotive yang dihasilkan pada solenoid coil ketika
arus injector secara tiba-tiba diinterupsi. Titik F adalah bersar tegangan kembali seperti semula.
A. Salah satu injectors yang dipakai pada tipe ini adalah sistem injeksi bahan bakar TBI (Throttle Body
Injection). Pada gambar 2-11, Titik A adalah suplai tegangan yang berikan ke injector, Titik B adalah
injector drive transistor ECM yang dihidupkan ‘ON’ sehingga proses injeksi bahan bakar dimulai. Titik
C adalah tegangan tinggi yang mengalir pada saat awal injector membuka, kemudian arus akan turun
kemudian injector solenoid coil menghasilkan gaya balik electromotive. Titik D artinya adalah setelah
katup injektor terbuka, maka arus yang mengalir adalah minimum dengan tujuan menjaga status
bukaan. Titik E adalah periode waktu injeksi. Titik F adalah injector drive transistor ECM dimatikan
kemudian injeksi bahan bakar akan berhenti, dan tegangan kembali ke supply voltage.
Pemeriksaan grafik penginjeksian dilakukan apabila ada kelainan pada mesin, tenaga mesin kurang,
mesin susah dihidupkan, geterannya terlalu tinggi, dsb. Grafik penginjeksian bahan bakar umumnya
menggambarkan suplai arus seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Namun begitu injector drive transistor ECM dihidupkan dan mengirimkan sinyal injeksi, maka grafiknya
akan 'ON' (grounded) dan akan terus tetap 'ON'. Sebagai tambahan ketika ECM mematikan transistor,
maka solenoid coil akan menghasilkan gaya balik electromotive akibat tegangan puncak yang kembali ke
suplai tegangan. Karena itulah pemeriksaan gelombang injeksi bahan bakar oleh injector harus
difokuskan seperti tampak pada gambar 2-12, titik A & B. Dimana titik A adalah pembesaran gaya balik
electromotive. Anda harus memeriksa apakah nilai maksimal yang diperoleh dari injector pada seluruh
cylinder semuanya konstan. Umumnyal nilai maksimal gaya electromotive ini sekitar 80 Volt. Jika
selisihnya lebih dari 5 Volt, maka pastikan apakah injectors terpasamg dengan benar, kemudian periksa
power suplai injector dan grounding . Titik B adalah pembesaran tegangan pada wiring antara terminal
injector(-) dan ECM grounding selama periode waktu penginjeksian bahan bakar. Nilai tegangan dV
adalah sekitar 1 Volt atau kurang. Jika angkanya lebih tinggi, maka kemungkinan ada elemen penahan
dalam proses pembentukan voltage drop (penurunan tegangan) yaitu antara terminal injector(-) dan ECM
grounding. Anda harus memeriksanya apakah bagian bawah yang mirin tersebut sudah kasar atau
tergores juga grounding injector harus turut pula diperiksa.
Rata-rata injeksi bahan bakar yang ditubuhkan oleh mesin dikontrol melalui periode waktu pensuplaian
power dari ECM. Lamanya waktu pemberian suplai tidak mengontrol tekanan bahan bakar, meskipun
waktu permberian power ke injector-nya sama, jika tekanan bahan bakarnya tinggi maka jumlah bahan
bakar yang diinjeksikan juga akan banyak dan jika tekanan bahan bakarnya rendah maka besar bahan
bakar yang diinjeksikan juga akan sedikit.
karena itulah, penginjeksian dilakukan di intake manifold, ketika tekanan di intake manifold rendah, jumlah
bahan bakar yang diinjeksikan akan tinggi, dan apabila tekanannya tinggi maka jumlah yang diinjeksikan
akan rendah. Oleh sebab itulah fungsi fuel pressure regulator adalah menjaga tekanan bahan bakar agar
selalu tetap lebih tinggi dari tekanan intake manifold. Dengan mengeset tekanan ditingkat tertentu, maka
besarnya injeksi dapat dikontrol hanya dengan pengaturan waktu suplai power ke injector.
To fuel tank
Adjustment screw
Counter spring
Seal
Return line
Inlet
Valve body
Diaphragm
Control spring
Oleh karena itulah fuel pressure regulator berfungsi untuk mengatur tekanan injeksi di injector pada tingkat
tertentu.
Pressure
Vacuum
Manifold Vacuum
Magnet housing
Magnet
Button
Indicator terminal
Top
Spring terminal
Spring
Body
Moving contact
Normal 1 Normal 2
- Titik perbaikan
Lakukan reset terhadap sensor dengan cara menekan reset switch
apabila sensornya diganti dengan yang baru. Lakukan reset terhadap
sensor untuk menghidupkan mesin setelah mobil mengalami
tabrakan. Engine tidak akan bisa di-start apabila sensor tidak di-reset.
- Pemeriksaan komponen
Kedua terminal harus berkontinyu setelah di lakukan reset.
2. Fungsi
4) Idle Up Control
Kecepatan Idling akan naik ke target putaran rpm yang telah ditentukan mengandalkan beban elektrikal,
misalnya, air-conditioning system, dan sinyal status beban dari Auto-transmission bila dilengkapi.
3. Konfigurasi Sistem
1) By-pass Air Control Type
Gambar 4-1 adalah konfigurasi kontrol udara tipe by-pass. Tergantung dari jenis actuator yang dipakai,
maka by-pass air control ini dikelompokkan ke dalam tipe Rotary solenoid, Linear solenoid , dan Step
motor.
Gambar 4-2 adalah actuator tipe rotary solenoid. Actuator tersebut terdiri dari komponen penggerak yaitu
coil dan permanent magnet, dan komponen pengatur aliran yatu rotary valve. Rotary solenoid merupakan
katup elektronik yang mengatur rute aliran udara menggunakan posisi katub berbeda dengan cara
memutar katup aliran arus yang melewati coil. Penggunaan tipe rotary mempunyai keunggulan dalam hal;
kestabilan kontrol, karena tidak dipengaruhi oleh celah tekanan antara katup up-stream dan down-stream.
Bobbin
Core
Drive unit Flange housing
Air flow
Press ring
Axis
Washer
Yoke Slide element
Setiap coil menerima sinyal berlawanan dari masing-masing coil lawannya (altenatif). Dengan kata lain,
closing coil akan OFF apabila opening coil ON. Dan sebaliknya, closing coil akan ON apabila opening
coil OFF.
ECM bisa menjalankan gerakan ON dan OFF ini sebanyak 100 kali per detik, dengan frekwensi 100 Hz.
ECM juga mengontrol waktu ON dan OFF, yang bermacam tergantung dari kondisi mesin. Kontrol tipe ini
disebut dengan duty control, yang rasio ON/OFF nya dikontrol.
Tipe linear solenoid gunanya adalah untuk mengontrol besar udara dalam jumlah yang lebih sedikit ,
karena itulah dia menggunakan satu katup udara. Gambar 4-3 adalah salah satu contoh actuator tipe
linear solenoid. Tipe ini menggerakkan posisi katup dimana gaya electromagnetic yang dihasilkan oleh
pembesaran arus yang mengalir melalui solenoid menjadi setara dengan gaya pegas, tujuannya adalah
untuk mengatur route aliran udara. Katup ini sama seperti halnya katup elektonik.
Spring
Vacuum pressure
cancelling bellows
Coil
Valve shaft
Valve
Air
Valve
Inlet
Housing
Ignition switch(IG)
CAS
Coolant
Car speed sensor
A/C switch
Atmospheric sensor
from air cleaner
to surge tank Powersteeringoilpressureswitch
Inhibitor switch(A/T)
Power Supply
Intakeairtempsensor
Speed adjustor screw
Idleswitch
Ignitiontiming/SASadjustorscrew
Self-diagnosis/data
transmission switching terminal
Gambar 4-4 adalah actuator tipe step motor. Actuator ini terdiri dari rotor yang terbuat dari permanent
magnet, step motor terbuat dari stator coil, feed screw yang merubah gerakan putar menjadi garakan
maju-mundur, dan komponen katup. Step motor merubah arus di dalam stator coil secara bertahap untuk
memutar rotor baik ke arah depan maupun sebaliknya. Kemudian feed screw menggerakkan katup ke
atas dan bawah untuk mengatur rute udara.
Step motor tipe Idle Speed Actuator dipasang pada throttle body, fungsinya adalah mengontrol kecepatan
mesin dengan cara mengatur aliran udara secara bypass.
Step motor ini mempunyai 6 terminal. Tenaga battery disuplai ke 2 terminal melalui control relay. Terminal
lainnya dihubungkan ke ECM dan 4 coil dikontrol secara berurutan. Motor berputar berdasarkan urutan
ON-OFF terminal. Untuk putaran terbalik, urutan kontrolnya adalah terbalik. Pada saat motor berputar, 1
kali putaran terdiri dari 24 tahap, jika membuat 5 putaran maka langkahnya adalah 120.
Throttle valve tipe direct drive adalah pengontrolan throttle valve pada posisi tertutup penuh. Actuator
mengatur gaya balik pegas yang diberikan pada posisi tertutup throttle valve. Actuator ini menggunakan
step motor atau DC motor. Dikarenakan actuator menggunakan gaya yang relatif besar, maka
kelamahannya adalah bodi actuator manjadi besar.
4. Memeriksa ISA
1) Memeriksa kecepatan Idling
Sebelum melakukan pemeriksaan pastikan bahwa tidak ada trouble pada alat MPI.
Periksa waktu pengapian. Jika nilainya diluar spesifikasi, periksalah sensor-sensornya karena bisa
mempengaruhi waktu pengapian.
Hubungkan tachometer ke terminal pendeteksi kecepatan mesin.
Jalankan mesin dengan putaran sekitar 2,000 ~ 3,000 rpm seteknya selama 5 detik.
Biarkan mesin Idle selama 2 menit.
Lihat kecepatan idling-nya kemudian bandingkan dengan spesifikasi yang terdapat pada buku
service manual. (contoh spesifikasinya adalah : 800 ± 100rpm)
Tipe ini menggunakan Micro-computer untuk mengontrol kondisi idling secara otomatis, tanpa
memerlukan lagi penyetelan external. Jika kondisi idling tidak stabil, maka kondisi spark plugs, waktu
pengapian dan ignition coil, ISA, intake air, fuel pressure, dsb, perlu diperiksa apakah mengali ganguan
atau kerusakan.
3) Pemeriksan ISA
Gambanr 4-6 adalah sirkuit ISA dan terminalnya. Terminal 1 adalah untuk sinyal buka ISA, terminal 3
untuk sinyal tutup ISAl, dan terminal 2 adalah untuk power supply. Untuk melakukan pengetesan
kontinuitas yang diperlukan adalah circuit tester yaitu pemeriksaan kontinuitas antara terminal 2 & 1 dan
antara terminal 2 & 3. Terminal 2 & 3 akan diputus ketika kunci kontak dalam keadaan OFF dan
terhubung ketika kunci kontak ON. CATATAN: Ukurlah tegangan pada terminal 2 dan pastikan apakah
tegangan battery-nya normal atau tidak. Apabila menggunakan oscilloscope, lihat grafik yang muncul
pada terminal 1 atau 3, kemudian pastikan besaran duty-nya untuk sinyal buka dan tutup. Kemudian
putuskan apakah angkanya sesuai dengan standar spesifikasi. Gambar 4-7 adalah grafik sinyal buka
dengan duty rate sekitar 32% saat idling. Gambar 4-7 adalah slah satu contoh duty rates pada ISA
berdasarkan kondisi mesin.
Main relay
ECM
Linear solenoid
(+)
Linear solenoid
(-)
2) Urutan Pemeriksaan
(1) Hubungkan Hi-scan atau super pat ke timing light atau terminal self-diagnosis.
Atau , hubungkan tachometer ke terminal pendeteksi kecepatan mesin dan terminal
self-diagnosis.
(2) Terminal ground ignition timing adjustor. (Lihat bagian 'Penyetelan Waktu Pengapian')
(3) Kecepatan mesin Idle.
(4) Periksa inisial waktu pengapiannya kemudian setel bilamana perlu. (lihat buku panduan perbaikan)
(5) Lepas ground terminal ignition timing adjustor.
(6) Jalankan mesin dengan putaran 2,000 ~ 3,000 rpm sekitar 5 detik.
(7) Biarkan mesin di putaran idle selama 2 menit.
(8) Lihat kecepatan idling-nya. (apakah sesuai dengan spesifikasi, misalkan 750 ±50 rpm)
(6) Periksa putaran mesin apakah sesuai dengan spesifikasi. Lihat buku manualnya. (contoh: 750 ±
50 rpm). Untuk mobil baru (dengan jarak tempuh kurang dari 500 km) angkanya bisa kurang dari
nilai standar sekitar rentang 20 ~ 100 rpm, dan tak perlu disetel kembali. Apabila mesin tiba-tiba
mati atau putaran mesinnya lebih rendah meskipun jarak tempuh pemakaian sudah melebihi 500
km, ini menandakan bahwa throttle valve terhalang benda asing. Untuk itu anda dianjurkan untuk
membersihkan daerah sekitar throttle valve.
(7) Jika putaran dasar idle diluar batas spesifikasi, gunakan SAS (Speed Adjust Screw) untuk
menyetel putaran idle.
(8) Putar kunci kontak ke posisi OFF.
(9) Lepas terminal self-diagnosis.
(10) Lepas garis lead dari terminal penyetel ignition timing.
(11) Biarkan mesin dalam keadaan idle selama 10 menit, kemudian periksa apakah kondisi putaran
idling-nya normal.
Gambar 5-3 adalah circuit dan terminal step motor. Terminal 2 & 5 adalah untuk power supply dan
terminal 3, 1, 4 & 6 digunakan untuk memberikan sinyla pulsa ke step motor coil berdasarkan sinyal ECM.
Sinyal pulsa ini digunakan untuk memutar step motor dan kerja kumparan (control spindle).
Control relay
ISC servo
Jika step motor meningkat ke langkah 100 atau 120 atau lebih rendah ke langkah 0, maka periksalah
apakah step motor rusak atau ada kesalahan harness. Catatan : jika langkah step motor diluar spesifikasi,
meskipun kondisi harness idling speed adjust servo dan komponen lainnya setelah diperiksa dalam
kondisi normal, maka periksalah apakah ada masalah pada idling speed, endapan karbon di throttle valve,
kebocoran udara pada intake manifold karena gasket rusakt, dudukan katup EGR kendur, campuran
udara bahan bakar kurang pas (spark plug, ignition coil, injector, tekanan kompresi rendah) dsb.
Ketika memeriksa step motor, dengarkanlah suara yang timbul ketika step motor bekerja dengan cara
memutar kunci kontak ON dan OFF (jangan menghidupkan mesin). Bila tidak terdengar adanya noise,
periksalah sirkuit step motor. Jika sirkuitnya normal, periksa step motor dan ECM dari kemungkinan rusak.
Gambar 5-4 adalah pemeriksaan kerja step motor. Siapkan power supply sekitar 6 Volt. Hubungkan
terminal (+) Power supply pada terminal 2 & 5, dan terminal (-) power supply pada terminal 1 & 4, terminal
3 & 4, terminal 3 & 6, dan terminal 1 & 6, kemudian perhatikan apakah ada geratannya. Jika ada getaran,
berarti step motor bekerja normal. Catatan : gunakan oscilloscope untuk memeriksa gelombang terminal
output step motor.
Gambar 5-5 adalah contoh gelombang output step motor. Jika gelombang output step motor
menunjukkan gaya balik electromotive coil sekitar 30 Volt atau lebih, artinya normal. Tabel 3 adalah
beberapa macam step berdasarkan kondisi beban mesin.
Engine idling, A/C switch off N-D shift for /A/T 5-30 steps increase
Spark plug mentransfer energi elektrikal melalui bahan bakar menjadi energi kerja. Diperlukan tegangan
yang mencukupi untuk mensuplai sistem pengapian agar spark plug atau busi bisa mencetuskan loncatan
api melalui celah busi . Proses ini disebut dengan "Electrical Performance."
Temperatur letusan api pada spark plug harus dijaga cukup pendek untuk menghindari kemungkinan
pengapian dini, namun cukup tinggi untuk menghidari kegagalam pengapian buruk. Proses ini disebut
dengan "Thermal Performance", yang batasan panasnya ditentukan sesuai kebutuhan.
Perlu diingat bahwa spark plug tidak menciptakan panas, tapi hanya untuk mengedarkan panas. Spark
plug bekerja sebagai penukar panas dengan cara menarik energi panas yang tidak diinginkan agar keluar
dari ruang bakar, kemudian menyebarkan panas tersebut ke sistem pendingin mesin. Kemampuan busi
terhadap panas berbeda-beda tergantung dari kemampuan busi tersebut dalam menyerap panas.
Kemampuan transfer panas ditentukan oleh:
Batasan panas busi tidak ada hubungannya dengan tegangan aktual yang ditransfer melalui spark plug.
Namun, batasan panas ini diukur dari kemampuan busi untuk melepas panas dari ruang bakar. Ukuran
batasan panas ini ditentukan oleh beberapa faktor ; panjang hidung keramik busi (ceramic center insulator
nose) dan komposisi material untuk menyerap dan mentransfer panas dari ruang bakar, komposisi
material insulator dan material tengah elektroda.
Panjang hidung insulator adalah jarak dari firing tip yang ada pada insulator ke titik dimana insulator
bertemu dengan metal shell. Dikarenakan ujung insulator adalah bagian terpanas dari busi, maka ujung tip
busi ini adalah merupakan daerah utama terjadinya pengapian dini atau pengapian buruk. Apabila busi
dipakai untuk mobil balap, boat atau gergaji mesin maka busi tersebut harus bisa tahan terhadap suhu
antara 500 ~ 850°C. apabila temperatur di ujung busi kurang dari 500°C, maka area insulator yang
mengelilingi bagian tengah elektrode tidak cukup kuat untuk membakar karbon dan endapan yang ada di
dalam ruang bakar. Endapan yang menumpuk ini dapat mengakibatkan pengapian busi kurang baik. Jika
bagian tipnya lebih tinggi dari 850°C maka businya akan mengalami overheat mengakibatkan daerah
sekitar keramik akan melepuh dan elektrordanya meleleh. Akibatnya bisa menimbulkan
pembakaran/ledakan dini dan lama kelamaan bisa merusak mesin. Untuk tipe busi biasa (identik),
perbedaan range panas dari satu titik ke titik lainnya kemampuan untuk melepas panas sekitar 70°C
sampai 100°C dari ruang bakar. Sedangkan pada busi spesial (racing) , temperatur ujung tip busi bisa
dinaikkan sekita 10°C sampai 20°C.
Bentuk loncatan api pada busi juga tergantung dari temperatur ujung (tip) busi. Ada tiga kriteria dasar
diagnosa pada busi yaitu : baik , jelek dan overheated. Borderline (batas garis) antara rentang api jelek
dan yang optimal (500&def;C) disebut dengan self cleaning temperatur line atau temperatur aman busi.
Yaitu dimana temperatur pada titik bisa membakar timbunan karbon dan kerak yang ada di dalam ruang
bakar.
Panjang hidung insulator adalah faktor yang menentukan sekali terhadap ketahanan suatu busi terhadap
panas (temperatur), semakin panjang hidung insulator, maka panas yang dapat diserap sedikit, dan sisa
panas yang tidak terserap akan menyebar ke dalam cylinder head water journals. Ini berarti busi tersebut
mempunyai temperatur internal yang lebih tinggi, dan disebut dengan busi panas. Busi panas dapat
menjaga temperatur kerja internal lebih tinggi untuk membakar sisa oli dan karbon yang mengendap, dan
tidak ada hubungannya terhadap kualitas atau intensitas suatu busi.
Sebaliknya, busi dingin mempunyai hidung insulator yang lebih pendek dan menyerab panas ruang bakar
dengan jumlah yang lebih banyak lagi. Panas ini akan memperpendek jarak pergerakan api, sehingga
busi bisa bekerja pada temperatur internal yang lebih rendah. Busi yang range-nya lebih dingin diperlukan
untuk mesin yang telah dimodifikasi untuk balap, membawa beban berat, jalam berat atau untuk bekerja
pada putaran tinggi dalam waktu yang cukup lama. Busi tipe dingin membuat panas lebih cepat, dan
mengurangi kesempatan pengapian dini/detonasi dan dapat melelehkan atau meruksa ujung pengapian.
(Temperatur mesin dapat mempengaruhi termperatur busi, namun tidak untuk range panasnya).
Berikut adalah beberapa pengaruh luar yang kemungkinan dapat mempengaruhi temperatur kerja busi.
Gejala atau kondisi berikuit kemungkikan dapat berpengaruh terhadap temperatur busi. Busi tidak bisa
menciptakan kondisi dibawah ini, namun dia harus bisa tahan terhadap tingkat panas tertentu, jika tidak
maka performa mesin akan turun dan kemungkinan bisa merusak mesin itu sendiri.
4) Semakin tinggi rasio/gaya induksi kompresi maka semakin tinggi pula temperatur tip
busi di dalam cylinder
(1) Kompresi bisa ditingkatkan dengan melakukan beberapa modifikasi sebagai berikut:
Mengurangi volume ruang bakar (misalnya: kubah piston, kepala chamber diperkecil,
memangkas heads, dsb.)
Menambah gaya induksi (Nitrous, Turbocharging atau Supercharging)
Merubah camshaft
(2) Ketika kompresi meningkat, maka yang diperlukan adalah range busi yang lebih dingin, bahan
bakar dengan oktan tinggi, pengesetan waktu pengapian dan rasio udara bahan bakar yang lebih
tepat. Kesalahan dalam memilih tipe busi yang lebih dingin bisa mengakibatkan kerusakan busi
atau mesin.
(3) Ketika temperatur naik, tingkat densitas udara akan turun, begitu juga volume intake volume, dan
bahan bakar yang dihantar juga akan berkurang.
8) Kelembaban
(1) Apabila kelembapan meningkat, maka volume air intake akan menurun.
(2) Mengakibatkan tekanan dan pembakaran menjadi lebih sedikit sehingga mengurangi temperatur
busi dan pengurangi tenaga mesin.
(3) Campuran bahan bakar udara akan menjadi sedikit , tergantung dari temperatur luar (ambient).
9) Tekanan/Ketinggian Barometric
(1) Juga mempengaruhi temperatur tip busi.
(2) Semakin tinggi ketinggian baromatric, maka tekanan cylinder-nya semakin rendah. Begitu
tekanan cylinder-nya turun, maka tekanan pada tip businya juga akan rendah.
(3) Banyak mekanik yang mencoba “berbuat curang” dengan cara menyetel range panas busi.
(4) Cara yang benar sebenarnya adalah dengan cara menyetel settingan atau campuran bahan
bakar udara untuk mengambil udara yang lebih besar kembali ke dalam mesin.
1) Pengapian Dini
(1) Artinya adalah : Membakar campuran udara bahan bakar sebelum tanda tempo waktu
pengapian.
(2) Disebabkan oleh adanya titik panas di dalam ruang yang dapat diakibatkan oleh (or amplified)
waktu pengapian yang maju, busi yang terlalu panas, oktan bahan bakar yang rendah, campuran
udara bahan bakar yang sedikit, kompresi yang terlalu tinggi, pendingin mesin kurang baik.
(3) Bisa juga akibat pergantian oktan bahan bakar yang lebih tinggi, busi yang terlalu dingin,
campuran udara bahan bakar yang terlalu kaya, atau kopmpresi terlalu rendah.
(4) Perlu juga dilakukan pemeriksaan terhadap waktu pengapian (lambat/cepat), dan kondisi sistem
pendingin mesin.
(5) Pengapian dini biasanya menimbulkan detonasi ; pengapian dini dan detonasi adalah dua
kejadian yang berbeda.
2) Detonasi
(1) Busi jelek
(2) Dapat merusak insulator atau ground electrode.
(3) Pengapian dini kebanyakan mengakibatkan detonasi.
(4) Ketika proses pembakaran, temperatur ujung busi bisa mencetuskan panas lebih dari 3000°F
(untuk mesin balap).
(5) Umumnya akibat dari titik panas di dalam ruang bakar.
Titik panas dapat mengakibatkan campuran udara bahan bakar terbakar. Ketika piston bergerak
ke atas karena gerakan mekanis dari connecting rod, ledakan dini ini akan memaksa piston
tersebut kembali ke bawah. Apabila piston tersebut tidak dapat ke atas (dikarenakan gaya tekan
ledakan prematur) dan tidak bisa ke bawah (dikarenakan adanya gerakan connecting rod ke
atas), maka piston tersebut akan bergetar dari sisi satu ke sisi lainnya. Akibat dari getaran ini
menimbulkan bunyi suara berisik. Inilah yang disebut detonasi.
(6) Most of the damage than an engine sustains when "detonating" is from excessive heat.
(7) The spark plug is damaged by both the elevated temperatures and the accompanying shock
wave, or concussion.
3) Misfire
(1) Busi bisa dikatakan mengalami misfire apabila tegangan yang diberikan ke busi untuk
menyalakan campuran udara bahan bakar di dalam ruang bakar tidak cukup.
(2) Busi bisa menghantarkan api yang lemah (atau tidak memberikan api sama sekali) dengan
sebab bermacam-macam, bisa karena coil rusak, terlalu banyak kompresi, celah busi kurang pas,
busi kotor, waktu pengapian kurang pas, dsb.
(3) Slight misfires can cause a loss of performance for obvious reasons (if fuel is not lit, no energy is
be-ing created)
(4) Severe misfires will cause poor fuel economy, poor drive ability, and can lead to engine damage.
Misalnya : BPR5EY
-B : Diameter baut (14mm)
-P : Bentuk insulator
-R : Resistor busi (Using 5K• ceramic resistor),
- 5 : Batasan panas
-E : Panjang bau t(19mm), - Y: jenis tip (V-Power plug)
(Tipe BK adalah 2.5mm secara keseluruhan lebih pendek dari tipe BP )
Tahanan busi
Busi merek “xxRxxxx” mempunyai tahanan keramik untuk mengurangi noise dari sistem pengapian.
Plug without
Resistance
Noise 5K• Ceramic
(dB) Resistance
Resi. plug
Frequency MHz
Pemasangan
No Good Good
Carbon deposit No Good Busi yang terhantam
Carbon deposit
oleh piston
6) Pamasangan
(1) Kencangkan busi dengan tangan pada saat gasket (washer) bertemu dengan cylinder block.
(2) Untuk busi baru, putar sebesar 180• atau lebih.
(3) Untuk busi bekas, putar 30• atau lebih.
(4) Jika menggunakan torque wrench, berikan momen sebesar 2.5~3.0kg-m.
1.Umum
2. Tipe Distributor
Pada tipe distributor, tegangan tinggi
dibangkitkan dari ignition coil, kemudian
mendistribusikannya ke masing-masing cylinder
menggunakan distributor. Umumnya, primary coil
dikontrol oleh power transistor.
3. Tipe Distributorless
Pada tipe distributorless, ignition coils yang
dipasang ada 2 atau lebih. ECM secara
langsung mengontrol primary coil. Tegangan
tinggi didistribusikan ke masing-masing cylinder
tanpa distributor.
Pada pengapian tipe distributorless, kadang-kala primary coil dikontrol oleh power transistor. Untuk yang
power transistor-nya dipasang di dalam ignition
coil. Prinsip kerja ignition coil dan power transistor
adalah sama seperti tipe distributor.
4. Checking
The checking method of the ignition system are
as follows
- Spark test
- Checking the coil resistance
- Measuring the waveform of primary ignition
coil in cranking or idle state.
Umumnya untuk membaca gelombang bisa menggunakan alat tune-up khusus atau scope-meter.
Menggunakan oscilloscope untuk mendiagnosa sistem pengapian melibatkan perbandingan antara
gelombang yang terlihat pada layar oscilloscope dan grafik normal. Terutama, ketika anda menggunakan
oscilloscope may untuk membaca besar tegangan tinggi di pengapian sekunder. Prosedur pengukuran
bisa berbeda tergantung dari alat ukur yang digunakan dan konfigurasi sistem pengapian mesinnya, untuk
itu lihatlah buku panduan servis dan pemakaian. Khusus untuk mengukur gelombang pengapian
sekunder dengan mengggunakan Hi-scan pro, maka harus dengan alat tambahan (optional untuk
hi-scan).
Gambar 7-4 adalah salah satu contoh grafik pengapian sekunder. Gambar 7-4 daerah A adalah saat
dimana kontak controller terbuka (sistem pengapian mekanis) dan untuk sistem pengapian elektronik
transistor OFF. Kemudian arus pertama di dalam ignition coil akan diputus dan tegangan sekunder mulai
naik. Hal ini disebabkan karena self induction (induksi sendiri) dan mutual induction (induksi bersama)
pada coil yang menghasilkan tegangan tinggi terjadi di coil sekunder. Daerah B adalah tegangan
pengapian yang dikeluarkan dari busi. Daerah A~B disebut dengan 'firing line'. Tinggi firing line
menunjukkan tegangan output ignition coil yang dibutuhkan untuk menghasilkan percikan api dari celah
busi dan celah distributor cap-rotor. Begitu api dihasilkan dari celah busi, tegangan akan turun drastis
hanya sampai ke tingkat yang menjaga pengapian. Bisa dikatakan tegangan turun ke tingkat daerah 'C'.
Periode C~D disebut dengan 'spark duration' atau 'spark line'. Periode lamanya pengapian umumnya
sekitar 1.0~2.0 milidetik. Pada daerah D sisa energi yang ada pada ignition coil tidak cukup untuk
mempertahankan pengapian , sehingga apinya menghilang. Namun sisa energi yang ada di dalam coil
akan melemah dan turun naik. Pada daerah E kontak akan menutup atau transistor ON. E~F adalah
periode waktu arus mengalir di dalam coil primer, dan disebut dengan periode dwell. Pada daerah F
kontak akan terbuka dan transistor OFF, proses ini terus berlanjut kembali seperti awal. Periode dwell
beragam tergantung dari sistem kontrol elektroniknya. Catatan : semakin naik putaran mesin maka
periode dwell-nya juga akan naik untuk mendapatkan energi pengapian.
Pada gambar 7-4 di daerah D pelepasan diakhiri, dan sisa energi listrik yang ada di dalam coil (sisa
energi) akan dilepas ke sirkuit. Kemudian 7-4, periode D~E adalah status dimana kontak terbuka, induksi
coil L dan kapasitan kondeser C akan mempengaruhi hasil gelombang oscillating and attenuating
waveform L~C. umumnya adalah 3 ~6 lingkaran. Jika ignition coil dan condenser dalam keadaan normal,
apabila residu (sisa) energi pada coil berlebihan, maka siklusnya akan lebih banyak. Apabila residu
energinya terlalu rendah, maka siklusnya akan kurang. Tahanan sirkuit sekunder menentukan besarnya
residu energi. Jika tahanan sekunder terlalu tinggi, maka power supply pengapian akan naik
menghasilkan residu energi yang berlebihan.
Tegangan pengapian diperlukan untuk menghasilkan lecutan api dari celah busi dan dari celah distributor
rotor-distributor cap. Oleh karena itulah tegangan pengapian lebih tinggi dibandingkan pengapian yang
ada pada celah busi dan tegangan yang diberikan ke celah tersebut lebih rendah. Namun kadang-kala
campuran gas atau injector yang mampet bisa menyebabkan tegangan pengapian bisa berubah.
Tegangan pengapian yang diperlukan mengandalkan beberapa parameter seperti celah busi, tekanan
kompresi di dalam cylinder, temperatur elektroda, rasio campuran udara bahan bakar, waktu pengapian,
rata-rata EGR, dsb. Semakin besar celah busi maka semakin besar pula tegangan yang dibutuhkan. Oleh
karena itulah bila busi dipakai dalam jangka waktu yang cukup lama maka bagian tengah elektrodanya
akan aus, sehingga busi memerlukan tegangan yang lebih tinggi untuk menghasilkan api dibandingkan
dengan busi baru. Tekanan kompresi yang lebih tinggi akan menaikkan kepadatan campuran di dalam
celah busi, sehingga memerlukan tegangan yang lebih tinggi. Tempratur yang lebih tinggi pada bagian
tengah elektroda busi akan memicu alektron keluar dari elektoda, sehingga tegangan yang diperlukan
menjadi lebih rendah. Rasio campuran bahan bakar udara yang rendah membutuhkan tegangan
pengapian yang lebih tinggi. Waktu pengapian yang lebih awal akan mencetuskan api ketika tekanan
kompresi masih relatif rendah, dan membutuhkan tegangan yang lebih rendah. Rata-rata EGR yang lebih
tinggi akan menurunkan temperatur pembakaran dan temperatur elektroda, sehingga tegangan yang
dibutuhkan menjadi lebih tinggi. Begitu juga ketebalan central electrode, bentuk electrode, kelembaban,
dan polaristas dapat mempengaruhi tegangan yang dibutuhkan. Apabila grafik pengapian terlihat tidak
normal, maka harus dilihat dulu apakah hanya cylinder tertentu saja atau pada semua cylinders. Jika
tegangan tidak normal terjadi pada semua cylinder, maka periksalah komponen terkait (misalnya: kabel
busi, rasio kompresi cylinder atau kondisi campuran, celah busi, dsb).Gamba 7-5 adalah salah contoh
grafik pengapian untuk mempermudah pengecekan. Tegangan pengapian pada masing-masing cylinder
harus dalam batas standar. Perbedaan tegangan diantara cylinder tidak boleh lebih dari 3kv.
Gambar 7-6 Contoh gelombang pengapian ketika api tidak muncul karena Ignition Cable rusak
Gambar 7-6 adalah grafik bila tidak ada pengapian. Gejalanya bisa muncul hanya pada satu cylinder atau
lebih. Jika gejalanya muncul pada semua cylinders, ini berarti ignition coil tidak menghasilkan tegangan
yang cukup tinggi. Jika celah businya normal, maka gejala ini secara tidak langsung bisa merusak ignition
coil atau merusak alat perlindung. Distributor rotor atau distributor cap yang retak atau rusak dapat
menimbulkan gejala yang sama seperti halnya celah rotor-distributor cap yang terlalu jauh.
Speak line harus lurus atau horizontal seperti tampak pada gambar 7-8, daerah A. Daerah B adalah titik
start normal namun dengan bentuk grafik ke atas, yang menandakan bahwa celah businya lebih besar.
Gejala yang sama juga akan terjadi apabila campuran yang tipis, rasio kompresi tinggi, atau elektroda busi
arus.
Gambar 7-7 Analisa gelombang pengapian (bila celah businya terlalu tinggi)
Tahanan sekunder menyebabkan bentuk grafik ke bawah. Gambar 7-8 adalah contoh pengaruh bila
tahanannya berlebihan. Pada gambar 7-8, daerah A adalah tegangan pengapian yang naik dengan
tahapanan kabel pengapian yang tinggi, sedangkan daerah B adalah spark lineyang dimulai lebih tinggi
dari normalnya kemudian turun kebawah. Jika gejala ini hanya muncul pada cylinder tertentu, itu
menandakan bahwa ada kerusakan kabel pengapian atau ada kabel yang berkarat di dalam distributor
cap. Jika gejalanya muncul di semua cylinders, kemungkinan disebabkan adanya kerusakan pada
coil-distributor cap wiring, coil protective measure, protective measure yang ada pada bagian tengah cord
di dalam distributor cap. Grafik tersebut juga bisa ada hubungannya dengan tahanan yang berlebihan di
luar cylinder.
Gambar 7-9. adalah grafik pengapian apabila celah businya terlalu pendek. Daerah A adalah
tegangannya rendah. Dan daerah B adalah pengapian apabila durasinya lebih lama dari normal, yang
mungkin disebabkan karena busi basah atau kering, mengalami short, kabel pengapian short, atau
banyak karbon di dalam distributor cap.
Gambar 7-10 adalah garis grafik yang turun dikarenakan adanya berubahan kondisi di dalam cylinder
pada saat proses waktu pengapian. Perubahan ini berhubungan dengan distribusi campuran udara/bahan.
Misalnya ada kebocoran di dalam ruang bakar, pengapian yang kadang berubah, dsb.
Gambar 7-10 Grafik pengapian apabila ada kebocoran di dalam ruang bakar
Grafik pengapian primer menunjukkan perubahan tegangan yang terjadi di alat pengapian pertama.
Ketika ada pemutusan arus di coil pertama, maka akan timbul gaya balik electromotive di coil pertama
melalui self-induction kemudian gaya tersebut akan membiaskan tegangan tinggi di coil kedua. Oleh
karena itulah tegangan yang dihasilkan pada coil pertama besarnya lebih kecil dibandingkan dengan
tegangan di coil kedua yang cukup tinggi. Umumnya gaya balik electromotive pada saat permulaan
besarnya sekitar 200 ~ 300V untuk tipe kontak dan sekitar 300 ~ 400V untuk tipe transistor. Sehingga
grafik yang bisa digunakan untuk tujuan pengetesan ini adalah dengan mengeset rasio rod dan skala
grafiknya di range maximum . Grafik pengapian pertama bisa diukur dengan cara menghubungkan test
rod ke teminal ignition coil (-).
Gambar 7-11 adalah tipikal grafik pengapian pertama . Pada gambar 7-11, daerah ‘a’ adalah posisi
dimana arus diputus di coil pertama, kemudian sekitar 300 Volt gaya balik electromotive force dihasilkan di
coil pertama melalui self-induction dan tegangan tinggi pada coil kedua.
Selanjutnya daerah a ~b adalah pembesaran tegangan self-induction yang dihasilkan pada coil pertama,
akibat kejadian induksi di coil pertama oleh dua arus yang berbeda (V=-L*time di/dt). Oleh karena itulah
output dari coil pengapian pertama yang terlalu rendah bisa diakibatkan oleh induksi dari coil pertama
(ignition coil rusak) atau karena arusnya telalu rendah. Kesenjangan rata-rata arus bisa dikurangi jika arus
pertama pada waktu kontak terbuka terlalu rendah (tahanan pada sirkuit pertama terlalu tinggi, tegangan
battery terlalu rendah) atau jika arus pertama tidak diputus mendadak pada saat kontak terbuka (kontak
point melenceng, condenser rusak, celah kontak terlalu rendah). Kerusakan ini juga bisa merembet
merusak pengapian sekunder.
B~D adalah daerah lamanya waktu pengapian dari busi (arau lamanya busi mengeluarkan lecutan api).
Jika ada celah busi yang lebih besar dari standarnya, maka tahanannya akan menjadi lebih besar dan
tegangan yang diperlukan juga menjadi lebih besar dan juga durasi pengeluaran api dari busi akan
menjadi lebih singkat dibandingkan dengan busi yang ada di cylinder lainnya. Pola grafiknya juga akan
naik ke arah kanan atas. Oleh karena itulah daerah pelepasan (discharging) terlihat lebih rendah dan
durasinya lebih lama dengan pola grafik menurun ke kanan. Jika kabel busi diputus, sehingga kemudian
pengapian di coil kedua terputus mengakibatkan pelepasan api tidak terjadi, maka daerah pelepasan
apinya juga akan hilang, dan diikuiti dengan penurunan grafik pada daerah medium berikutnya (daerah
D~E). Daerah D~E disebut dengan 'daerah medium', dan begitu grafik pengapian kedua muncul, maka
sisa energi yang masih ada di dalam coil pertama akan dibuang (grafik masih turun naik). Dan begitu
grafiknya hilang, perubahan tegangan juga akan hilang. Kemudian begitu kontak poin terbuka, maka
(e) f a(g) adalah periode dimana kontak poin tertutup dan arus mengalir pada coil pengapian pertama,
yang biasanya disebut dengan 'dwell period'. Untuk mesin dengan sistem pengapian mekanis, dwell
period selalu tetap (tegantung pada bentuk cam pengaturnya) Ketika dalam keadaan idling atau pada
putaran rendah, putaran distributor akan pelan sehingga periode dwell-nya cukup lama. Namun ketika
putaran tinggi dwell period akan menjadi lebih cepat, sehingga perode perubahan energi pada ignition coil
akan berkurang. Sehingga dapat dikatakan jumlah energinya berkurang. Ada beberapa mesin yang
gulungan kabel pertamanya di ignition coil lebih sedikit dengan maksud agar ignition coil tersebut bisa
memperoleh energi yang cukup pada putaran tinggi. Namun pada putaran rendah arus yang mengalir
ke sirkuit pengapian pertama akan besar, sehingga mengakibatkan panas yang berlebih yang selanjutnya
akan mempengaruhi kinerja ignition coil, transistor, dsb. Oleh karena itulah ada bebarapa peralatan
pengapian yang dirangcang untuk mendapatkan energi tertentu diputaran rendah, kemudian membatasi
arus pertama untuk menghindari overheating pada ignition coil, kemudian pada saat putaran tinggi arus
dinaikkan untuk mendapatkan energi pengapian yang cukup. Jenis alat ini disebut dengan current limiting
(pembatasan arus). Gambar 7-12 adalah contoh grafik pembatasan arus pada coil pertama. Gambar
7-12 daerah A (dwell period) akan beragam tergantung dari putaran mesin: pendek pada putaran
rendah dan tinggi pada putaran tinggi . Daerah B adalah periode pembatasan arus. Daerah C adalah
lamanya waktu pengapian.
Untuk sekarang ini sistem pengapian elektronik sudah menggunakan microprocessor untuk mengatur
dwell period sehingga hasilnya lebih baik disegala putaran mesin.
Mengurangi temperatur pembakaran adalah cara efektif untuk menurunkan kadar NOx, bisa juga dengan
mengedarkan kembali sebagian gas buang (sekitar 15% dari campuran intake) untuk mengambil inisial
gas (CO2) ke dalam ruang pembakaran. Gas buang yang dimasukkan kembali tidak akan terbakar oleh
karena itulah tempratur pembakaran untuk proses peledakan akan berkurang sehingga hal ini dapat
mengurangi NOx secara signifikan (max. 60%). Namun EGR ini akan menurunkan karakteristik komposisi
pengapian sehingga akibatnya output mesin dapat berkurang, EGR hanya efektif untuk menurunkan
kadar NOx. Sebagai catatan ; kadar gas buang HC dan CO bisa meningkat apabila besar EGR tidak tepat.
Oleh karena itulah batasan proses dan jumlah gas buang yang dimasukkan kembali sangat penting
dalam menentukan besar NOx.
We = 0.24 kJ/dm3
λ be/min
HC, NOX concentration in exhaust gas
De
De
NOx
Fuel consumption rate(be)
HC
HC
EGRO
NOx
Gambar 8-1 Komponen gas buang dan pemakaian bahan bakar dengan EGR
Gambar 8-1 adalah hubungan antara komponen gas buang dan jumlah pemakaian bahan bakar dengan
rate EGR. Rumus pengaturan EGR adalah sebagai berikut :
Spring
Nipple
Vacuum chamber
Diaphragm
Needle valve
Housing
Valve seat
Merupakan tipe kontrol yang paling mendasar yaitu pengaturan EGR valve menggunakan tekanan
vacuum yang dihasilkan dekat dengan throttle valve. Pada saat idling atau ketika throttle valve terbuka
lebar, lubang vacuum (port) akan cukup rendah untuk menekan gaya pegas EGR diaphragm, kemudian
EGR valve akan menutup dan mematikan EGR. Jika tidak rata-rata EGR yang disirkulasi ulang melalui
EGR valve ke intake manifold akan ditentukan berdasarkan besar lubang (port) vacuum.
Port
EGR valve
Throttle valve
Gambar 8-3 Tipe konfigurasi sistem EGR yang dikontrol oleh vacuum Pressure
Tipe ini mengatur katup EGR berdasarkan data temuan antara tekanan gas buang yang kembali dan
jumlah air intake . BPT (Back Pressure Transducer) valve berfungsi untuk mengatur tekanan vacuum
EGR agar tetap terjaga dan and menjaga agar lubang hilir vacuum selalu konstan. Kemudian jumlah EGR
akan sebanding dengan jumlah udara yang masuk (air intake), dan besar EGR akan ditentukan
berdasarkan area lubang hisapnya.
EGR Valve
Ventury
P
Thermo valve
Gambar 8-4 adalah konfigurasi sistem tipe kontrol back pressure . pada saat throttle valve terbuka, lubang
vacuum "E" akan naik dan kemudian mengalahkan gaya pegas EGR valve vacuum chamber sehingga
EGR valve terbuka. Oleh karena itulah gas buang akan dimasukkan kembali ke intake manifold sehingga
membuat tekanan di ventury berkurang. Pada saat tekanan di ventury turun sama seperti tekanan
atmosfer, BPT akan membuka koneksi antara vacuum port "E" dan "A" (atmospheric pressure), kemudian
EGR valve akan menutup. Pada saat EGR valve tertutup, back pressure akan naik untuk menutup. Oleh
karena itulah vacuum di port "E" akan diberikan ke vacuum pressure chamber yang ada apda EGR valve,
kemudian EGR valve akan terbuka agar gas buang bisa masuk kembali ke intake manifold. Proses ini
terus berulang, dan EGR rate akan dikontrol berdasarkan besar udara yang masuk (air intake).
Tipe ini menggunakan data kondisi mesin yang dideteksi oleh bermacam sensor dan sinyal yang dikelola
oleh microprocessor untuk menjalankan actuator dan kemudian mengatur bukaan EGR valve.
4) Solenoid Valve
EGR SOL/VLV mengandalkan prinsip kerja electromagnet, dan terdiri dari coil, core, dan yoke yang
menghasilkan medan magnet, plunger dan valve seat untuk membuka/menutup aliran udara, dan orifice
untuk mengontrol besar aliran. Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut: Ketika ECU mengatur power
supply yang dikirim ke EGR, gara electromagnetic akan dihasilkan di sekitar coil untuk menarik plunger
agar aliran tertutup, selanjutnya power supply akan diputus, dan gaya pegas akan membuka kembali
alirannya.
Plunger
Coil
Air Out Vacuum
Air Out
pressure
Air In
Atmospheric
pressure Valve Seat
Core
Plate
Yoke
Spring
1. Fungsi
Kendaraan bermotor mengeluarkan uap gas dari sistem bahan bakar seperti di fuel tank, HC adalah zat
utama dari gas tersebut. Fuel tank memerlukan sistem ventilasi untuk menghindari naiknya tekanan di
dalam tangki akibat ekspansi gas karena naiknya temperatur, yang kemudian menghasilkan tekanan
vacuum. Catatan : untuk mencegah agar uap gas bahan bakar tidak keluar ke udara bebas maka
diperlukan sistem pengontrol uap gas. Jenis-jenis pengontrol uap gas adalah tipe crankcase capturing dan
tipe activated charcoal capturing. Tipe Activated charcoal capturing adalah yang banyak dipakai. Gambar
9-1 adalah sistem pengontrol uap gas menggunakan activated charcoal.
Activated charcoal sangat baik dalam menyerap uap bahan bakar, dan ketika udara ditiupkan uap bahan
bakar tersebut disebarkan kembali. Ketika mesin mati, charcoal canister menangkap uap bahan bakar
yang ada. Ketika mesin hidup, udara luar akan dihembuskan ke dalam canister untuk memisahkan uap
bahan bakar yang terserap keluar dari charcoal, kemudian mengalirkan dan membersihkan bahan bakar
ke dalam intake line.
Purge control solenoid valve mengontrol uap gas yang tertangkap di dalam canister. Berdasarkan sinyal
kontrol pada ECU, katup tersebut menghantarkan atau menutup gas ke dalam intake line.
Tipe katup yang duty-nya dikontrol oleh ECU umumnya disebut dengan PCSV (purge control solenoid
valve), yang dikontrol oleh microprocessor menggunakan tekanan vacuum intake manifold, sinyal sensor
temperatur coolant, dsb. Umumnya katupnya menutup dengan duty sebesar 9% dan terbuka lebar
dengan duty 100% .
Purge control tidak bekerja secara terus-menerus. Untuk menangkap uap gas, purge control bekerja
dalam masa tertentu (misalnya 3 menit), dan berhenti dalam masa waktu tertentu pula. Besar persentase
purge control duty ditentukan berdasarkan putaran mesin dan beban.
Ada beberapa metode pengecekan purge control solenoid valve, yaitu dengan memeriksa grafik
gelombang dan pemeriksaan kondisi valve. Untuk memeriksa pola gelombang, ukurlah grafiknya pada
jalur koneksi ECM.
Pada saat purge control solenoid valve ON (hidup), periksa apakah tegangannya mendekati 0 volt. Dan
periksa pula apakah tegangannya sama dengan tegangan battery ketika dalam keadaan OFF (mati). Jika
tidak periksa wiring, fuse dan kondisi ground ECM.
Untuk memeriksa kondisi valve, Periksalah kondisi buka/tutup katup dengan menggunakan alat vacuum
pump.
DUTY[%] DUTY[%]
1. Umum
ETS (Electronic Throttle System) yang juga merupakan drive-by-wire system pertama kali dipakai oleh
BMW untuk model seri 7 mereka pada tahun 1988. mekanisme pertautan antara accelerator pedal dan
throttle butterfly diganti dengan modul kontrol elektronik yang canggih, sensor dan actuator. Ada
beberapa alasam mengapa throttle elektronik lebih disukai dibandingkan dengan throttle kabel yang
konvensional.
Bagan sistem elektronik pada kendaraan mampu mengontrol situasi berdasarkan kondisi mesin kecuali
jumlah udara masuk. Penggunaan ETS memungkinkan mesin hanya menerima bukaan throttle secara
tepat dalam berbagai kondisi. Pengoptimalan suplai udara juga akan menjaga agar gas buang berbahaya
tetap dalam batas minimum dan pengirimannya juga akan tetap terjaga tidak keluar ke udara luar.
Penggunaan ETS, cruise control, traction control dan idle speed control system dapat diperoleh melalui
ETS tanpa perlu adanya sistem modul lainnya.
2. Pengenalan Sistem
ECM mengirimkan nilai target bukaan throttle ke unit ETS setelah menghitung sinyal masukan yang
ditterima seperti APS2 dan input lainnya.
Unit ETS mengontrol throttle motor agar sesuai dengan target bukaan katup throttle ECM. TPS1 dan
TPS2 dipakai untuk memonitor nilai target bukaan throttle antara ECM dan ETS unit.
Jika perbedaan antara target nilai bukaan dan nilai TPS yang sebenarnya terlalu tinggi dan jika terdeteksi
adanya kesalahan pada sistem, ECM akan mengaktifkan Limp Home Valve (status katup standar).
Seperti mesin pada umumnya, jika mesin dirancang untuk menghasilkan tenaga yang besar pada
kecepatan rendah-sedang, maka tenaga untuk kecepatan rendah akan berkurang. Begitu pula sebaliknya
jika mesin dirancang untuk lebih mengutamakan kecepatan kendaraan, maka tenaganya akan kurang
diputaran rendah-sedang. Oleh karena itulah mesin yang bisa menghasilkan output tinggi disegala
putaran lebih disukai. Dengan variable intake system maka mesin dapat menghasilkan tenaga yang besar
baik untuk kecepatan rendah maupun kecepatan tinggi. Sistem ini mengatur udara masuk berdasarkan
putaran dan beban mesin agar diperoleh peningkatan output mesin disemua range (kecepatan).
Prinsip kerja dasar variable intake system adalah: Paada range kecepatan rendah sistem akan menutup
intake control valve, kemudian jalan intake akan diperlebar untuk menambah efisiensi udara masuk
secara tepat, agar momen bisa meningkat pada kecepatan rendah. Begitu putaran mesin naik, udara
yang masuk ke mesin akan menjadi lebih banyak. Kemudian, apabila jalan masuk yang diperlebar masih
digunakan, tahanan udara intake akan naik, akibatnya output mesin akan turun. Oleh karena itulah sistem
akan membuka katup begitu putaran mesin tinggi dengan tujuan untuk mempersingkat jalan atau rute air
intake, sehingga aliran udara yang masuk akan menjadi lebih banyak karena jaraknya dipersingkat.
Seperti dijelaskan sebelumnya, sistem akan menaikan momen pada kecepatan rendah dengan
menggunakan extended intake route dan menaikkan momen pada kecepatan tinggi dengan
menggunakan rute intake yang lebih singkat.
S/Tank
At high speed
Athighspeed
Atlowspeed
Seperti tampak pada gambar 11-3, komputer menutup VIS valve pada kecepatan rendah atau beban
kecil. Ketika katup menutup, rute jalan intake akan berkurang lebih singkat dibandingkan dengan mesin
konvensional, menaikkan gaya inersia intake sehingga intake bisa lebih efisien. Dan efisiensi intake
tersebut akan meningkat pada range kecepatan rendah-sedang sehingga output mesin dapat meningkat.
Intake manifold
Intake manifold length long
length short
Engine RPM
VIS VALVE
TPS RPM
ON
ECU
OFF
Gambar 11-3 Contoh pada saat kecepatan rendah dan beban kecil
TPS RPM
ON
ECU
OFF
Gambar 9-4 contoh pada saat kecepatan tinggi dan beban besar
Ketika putaran mesin dan bebannya meningkat, udara yang masuk ke mesin jumlahnya lebih banyak
sehingga terjadi tahanan intake untuk menurunkan efisiensi intake.
Komputer membuka katup VIS pada kecepatan putaran tinggi seperti tampak pada gambar 11-4 dengan
tujuan agar rute jalan intake lebih singkat dibandingkan dengan mesin konvensional, sehingga tahanan
intake-nya bisa berkurang . Hasil dari pengurangan tahanan intake, akan membuat efisiensi intake
menjadi lebih besar dan menghasilkan pengingkatan pada output mesin.
Untuk pengontrolan variable intake system seperti yang telah dijelaskan diatas, maka dipasang valve
position sensor yang diletakkan pada sumbu motor untuk mendeteksi posisi VIS valve (gambar. 11-5)
Valve position sensor pada sumbu katup tujuannya agar pendeteksian posisi katup pada saat buka/tutup
lebih akurat. Valve position sensor terbuat dari semiconductor, dan prinsip kerjanya sama seperti HALL
sensor. Ketika mesin dihidupkan, ECU akan menjalankan servo untuk menutup valve. Kemudian valve
akan mengontak stopper. Status ini disebut dengan initial setting. Setelah itu, bukaan valve akan dihitung
berdasarkan banyaknya pulsa signal. Dari status tertutup penuh sampai ke status buka penuh, sensor
menerima 12 pulsa sinyal.
Bab 12 Lain-lain
1. Cooling Fan Control
1) Sekilas mengenai Cooling Fan Control
Untuk memaksimalkan pendinginan dan meminimalkan arus penggerak cooling fan motor, radiator fan
dan condenser, kecepatan kipas dikontrol oleh tiga mode kecepatan yaitu pelan, sedang, cepat
berdasarkan kondisi temperatur coolant, kecepatan kendaraan, air conditioning switch signal, dan kondisi
kerja compressor. Engine ECU
Coolant temp
Radiator fan &
Speed condenser fan Radiator fan
A/C position controlled by 3
A/C compressor speed of low and
medium, high Condenser fan
Middle switch
Engine ECU
LOW S/W HIGH S/W
A/CON COMP. S/W
THRIPPLE S/W
MIDDLE S/W
FAN LO
FAN HI
BLOSER MTR
CON. FAN MOTOR
A/CON SW
RAD. FAN MOTOR
TO COND.
FAN RELAU(LO)
Tripple S/W operation characteristics
- Low & High (unit: kg-•)
ON
OFF
ON
-MIDDLE
OFF
Kecepatan cooling fan dikontrol menggunakan mode tiga kecepatan palan, sedang, cepat oleh terminal
ground LO pada ECU, HI terminal atau kedua terminal untuk mengontrol kecepatan kipas.
Relay dikontrol berdasarkan tabel logika dengan dasar temperatur coolant dan kecepatan kendaraan
sebagai variabel penting. Pengaturan cooling fan konvensional mengandalkan temperatur coolant. Ada
juga yang menggunakan kecepatan kendaraan sebagai tambahan dalam kontrol kipas pendingin.
Tabel 5 Contoh kontrol kecepatan cooling fan berdasarkan A/C Switch, temperatur pendingin dan
kecepatan kendaraan.
Speed
A/C switch off -
A/C pressure
Speed
switch off
A/C switch on
A/C pressure
Speed
switch on
Ketika menghidupkan headlamp atau memanaskan kabel ketika idling, putaran mesin seketika akan turun
kemudian kembali pulih berkat adanya peningkatan beban generator. Meningkatnya beban listrik ketika itu
akan menghasilkan perubahan putaran mesin secara cepat, mengakibatkan getaran dan tenaga mesin
berkurang sehingga kurang nyaman.
Sistem Generator current control tergantung dari ECU mesin yang mengontrol output arus dari generator
dengan tujuan mencegah turunnya putaran mesin ketika beban listrik naik.
Engine ECU
Generator
Read lamp on
terminal G
Tail lamp on
Heating wire on
FR terminal
Battery
TR2
Rectifier system
Stator
coil TR3 ECU
TR1
Zener B3 G
diode
B11FR
Rotor coil
Generation on= 0V
Generation off= 12V
* Terminal G low : TRI off - TR2 on - TR3 off → no generation
Terminal G high : TRI on - TR2 off - TR3 on → generation
Pada generator current control, Engine ECU duty-mengontrol terminal G dan konsekwensinya arus
diberikan ke rotor coil seperti tampak pada gambar 12-4. Pada saat tingkat duty terminal G tinggi, TR1
akan ON dan arus pada terminal S mengalir ke ground, dan zener diode akan OFF. Kemudian TR2 akan
OFF kemudian TR3 ON. Oleh karena itulah arus akan mengalir melalui rotor coil, dan kemudian generator
bekerja untuk mengeluarkan/menghasilkan arus.
Dengan kata lain ketika level duty terminal G rendah, arus yang disuplai ke terminal L mengalir ke ECU,
mematikan TR1. kemudian jika tegangan antara terminal L dan S adalah 14.7V atau lebih tinggi, arus
akan mengalir melalui zener diode menghidupkan TR 2. kemudian, TR3 akan OFF dan tidak ada arus
yang mengalir melalui rotor coil, sehingga tidak ada power yang dibangkitkan.
Ragam duty-control terminal G bergantung pada besar target yang akan dibangkitkan. Arus yang
dihasilkan akan dihitung menggunakan terminal FR (time on) dan putaran mesin. Ketika waktu ON
terminal FR dan putaran mesin naik, besar duty pada terminal G akan meningkat untuk menaikkan arus
yang dibangkitkan.
Pengulangan proses secara terus menerus pengontrolan pada terminal G melalui persentase duty seperti
yang disebutkan diatas akan mengoptimalkan hasil arus .
Engine rpm
CPS
Terminal G
Control Output
Normal voltage setting(generating period)
Untuk mengukur sinyal FR, ECU menyediakan power 12V pada terminal B11, dan dihubungkan ke TR3
melalui kabel. Ketika TR3 ON , arus mengalir melalui generator rotor coil ke generator, tegangan pada
terminal FR akan turun ke angka 0 Volt (low level). Sebaliknya, jika TR3 kembali OFF, tegangan terminal
akan tetap 12 Volt (high level). Ukuran sinyal FR akan ditentukan oleh perbandingan dan analisa antara
periode yang dihasilkan oleh generator, periode terminal FR tetap pada level low, dan crank angle sensor.
CPS signal
FR signal
FR on period
accumulated calculation
A/C Compressor Control digunakan pada sat akselesari atau ketika beban mesin meningkat cepat,
tujuannya adalah untuk meningkatkan akselerasi mesin dengan cara mematikan kompresor A/C untuk
sementara waktu.
Kontrol ON/OFF A/C Compressor dilakukan oleh ECU berdasarkan sinyal switch A/C dan sinyal input
switch blower fan. Ketika pengemudi menghidupkan A/C dan blower fan switch, tegangan battery akan
disalurkan melalui fin thermo switch dan triple switch (low & high switches) ke terminal ECU C13.
Kemudian ECU menjalankan A/C compressor relay, untuk menghidupkan A/C compressor. Catatan :
ketika tegangan output throttle valve position sensor naik diatas 4.1V ketika A/C compressor dikontrol,
maka selama passing atau akselerasi cepat, ECU akan mematikan A/C compressor selama kurang lebih
5 detik untuk meningkatkan laju kendaraan . setelah itu A/C compressor akan dihidupkan kembali.
A/C compressor
relay
Throttle position
sensor output voltage
A/C on
compressor off
5 seconds
Kontrol A/C compressor juga dapat dilakukan dengan kondisi sebagai berikut:
Main relay control akan bekerja begitu kunci kontak diposisi ON.
Dengan kunci kontak diposisi ON, maka power suplai akan di input melalui control relay terminal 8,
kemudian power suplai akan mengalir melalui magnetizer coil (L2) kemudian control relay terminal ke
ECU terminal B09.
Ketika arus mengalir melalui magnetizer coil (L2), main relay akan bekerja. Ketika main relay bekerja, IG
supply power pada control relay terminal 4 akan mengalir melalui main relay terus kontak ke control relay
terminal 2 dan terminal 3, kemudian arus akan disuplai ke ECU dan bermacam actuator.
Untuk fuel pump relay control, ketika menghidupkan ignition switch, arus akan mengalir melalui control
relay terminal 7, kemudian memeberikan energi ke coil (L1) ke ECU terminal A20.
Kemudian fungsi fuel pump relay control yang ada pada ECU akan mengontrol kerja fuel pump. Status
ON/OFF ECU terminal A20, tergantung dari putaran mesin.
Fuel pump relay tidak akan bekerja bila kecepatan mesin 50rpm atau kurang dan bekerja hanya pada
kecepatan mesin diatas 50rpm dengan kunci kontak pada posisi ON.
Decision Condition
Fuel pump relay control
Ignition switch Engine rpm
At cranking - ON
Tanpa logic, fuel pump akan terus bekerja meskipun mobil mengalami kecelakaan karena kunci kontak
masin diposisi ON, dan bisa mengakibatkan kebakaran karena bahan bakar tumpah keluar. Oleh karena
itulah untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka dipasanglah logic.