Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS SKIZOFRENIA TAK TERINCI

DI RSJD dr. ARIF ZAINUDIN


SURAKARTA

Oleh:
VILLY LIZA A (J210160030)
FEBINA FITRI K (J210160031)
ANIS HARYANI (J210160032)
FARIDHA D (J210160034)
MELINDA KRISTIYANI (J210160035)
DYAH INDRIANI (J210160036)
APRINA INDAH HAPSARI (J210160037)
SHABIL FEBRIAN (J210160038)
NOOR RAHAYU (J210160040)
FINA LISNAWATI (J210160041)
AGUNG NUR JIHAD (J210160044)
FUAD ADIB TRI R (J210160045)
NUR ELIYUN (J210160046)
BALQIS MAHARANI (J210160048)
EKA AGUSTIN (J210160049)
DANY SETIA P (J210160063)

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Laporan Kasus Skizofrenia Tak Terinci di
RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Shalawat dan salam selalu terlimpah curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Dengan terselesainya makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Arif Widodo, S.Kp., dan Ibu Chlara Yunita., S.Kep.,Ns.,MSN selaku
dosen pembimbing mata kuliah keperawatan jiwa yang telah membimbing
penulis dalam penyusunan makalah ini.
2. Bapak/Ibu selaku CI bangsal Sena, Dewi Kunti, Kresna dan Arjuna yang telah
memfasilitasi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Pihak-pihak yang telah membantu baik itu secara langsung maupun tidak
langsung dalam penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dapat memberikan motivasi bagi kami dalam
pembuatan makalah berikutnya. Semoga Allah Swt. senantiasa meridhoi segala usaha
kita. Amin. Terimakasih.

Surakarta, 28 September 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Sampul 1

Kata Pengantar
2

Daftar Isi 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Pengertian Skizofrenia 4

B. Etiologi 5

C. Tanda dan Gejala 8

D. Klasifikasi 8

E. Obat-obatan 10

BAB II LAPORAN PRESENTASI KASUS

A. Analisis Situasi Bangsal 12

B. Tanda dan Gejala 12

C. Pengobatan 14

D. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul pada Pasien 16


E. Teknik Komunikasi Terapeutik 19
F. Tugas Mahasiswa dalam Kelompok 21

BAB III RESUME KASUS 23

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada fungsi
otak. Melinda Herman (2008), mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit
neurologis yang mempengaruhi persepsi pasien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan
perilaku sosialnya (Neurogical disease that affects a person’s perception,
thinking, language, emotion, and social behavior) (Yosep, 2009).
Lebih dari 90% pasien dengan skizofrenia mengalami halusinasi.
Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi, tetapi sebagian besar pasien dengan
skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar.
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada
rangsangan yang menimbulkannya (tidak ada objeknya). Halusinasi muncul
sebagai suatu proses panjang yang berkaitan dengan kepribadian seseorang.
Karena itu, halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman psikologis seseorang
(Baihaqi, 2007).
Halusinasi merupakan persepsi yang salah pada semua rasa: pasien
merasakan suara atau bau meskipun sebenarnya tidak ada atau tidak terjadi
(Craig, 2009)..
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang sering adalah
halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds). Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada, pasien merasa ada suara padahal tidak ada
stimulus suara (Varacolis, 2006).
Halusinasi yang paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran
tetapi dapat juga berupa halusinasi penglihatan, penciuman, dan
perabaan.Halusinasi pendengaran (paling sering suara, satu atau beberapa orang)
dapat pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa–peristiwa sekitar
pasien. Suara–suara yang paling sering diterima pasien sebagai sesuatu yang
berasal dari luar kepala pasien (Elvira, 2010).
Halusinasi pendengaran yaitu perasaan stimulus yang sebenarnya tidak
ada. Pada pasien dengan halusinasi pendengaran, pasien merasa ada suara,
padahal tidak ada stimulus suara (Yosep, 2009).
4
Suara pada halusinasi dengar, suara dapat berasal dari dalam diri individu
atau dari luar dirinya.Suara dapat dikenal (familiar) misalnya suara nenek yang
meninggal.Suara dapat tunggal atau multipel.Isi suara dapat memerintahkan
sesuatu pada klien atau seringnya perilaku klien sendiri.Klien merasa yakin
bahwa suara itu berasal dari tuhan, setan, sahabat, atau musuh. Kadang-kadang
suara yang muncul semacam bunyi bukan suara yang mengandung arti (Yosep,
2009).

B. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya


rendahnya control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan lebih rentan terhadap stres (Yosep, 2009).

b. Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak


bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan
tidak percaya pada lingkungannya (Yosep, 2009).
c. Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.


Adanya stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylcholine dan dopamine (Yosep, 2009).
d. Faktor Psikolgis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab


mudah terjerumus pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih

5
kesenangan sesaat dan lari dalam alam nyata menuju alam khayal
(Yosep, 2009).
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh


orang skizofrenia akan mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini (Yosep, 2009).

2. Faktor Presipitasi
Perilaku

Respon pasien terhadap halusinasi dapat berupa respons curiga,


ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak
diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. unsur-unsur bio-
psiko-sosio-spiritual dari halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi,
yaitu:
1) Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi


fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama. (Yosep, 2009).
2) Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem


yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu
terjadi.Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut pasien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut. (Yosep, 2009).
3) Dimensi Intelektual

Dalam dimensi ini, menerangkan bahwa individu


dengan halusinasi akan memeperlihatkan adanya fungsi ego.
Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
6
seluruh perhatian pasien dan tak jarang akan mengontrol semua
perilaku pasien. (Yosep, 2009).
4) Dimensi Sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, pasien menganggap bahwa hidup besosialisasi di alam
nyata merupakan sangat membahayakan. Pasien asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, control diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol
oleh individu tersebut sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
pasien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
(Yosep, 2009).
5) Dimensi Spiritual

Secara spiritual, pasien halusinasi mulai dengan


kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas
ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan
diri. Irama sirkadiannya terganggu, karena ia saring tidur larut
malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa
dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan
dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk (Yosep
2009).

7
C. TANDA GEJALA
Menurut (Keliat, Wiyono, & Herni, 2015) gejala-gejala skizofrenia adalah
sebagai berikut:
1. Gejala positif
a. Waham: Keyakinan yang salah, tidak sesuai kenyataan, dipertahankan
dan disampaikan berulang-ulang (waham kejar, waham curiga, waham
kebesaran).
b. Halusinasi: gangguan penerimaan pancaindera tanpa ada stimulus
eksternal (halusinasi pendemgaran, penglihatan, pengecapan, penciuman,
dan perabaan).
c. Perubahan arus pikir:
1) Arus pikir terputus: dalam pembicaraan tiba-tiba tidak dapat
melanjutkan isi pembicaraan.
2) Inkoheren: berbicara tidak selaras dengan lawan bicara (bicara
kacau).
3) Neurologisme: menggunakan kata-kata yang dimengerti diri sendiri,
tetapi tidak dimengerti oleh orang lain.
4) Perubahan Perilaku seperti
Hiperaktif: Perilaku motorik yang berlebihan.
Agitasi: perilaku yang menunjukkan kegelisahan.
Iritabilitas: mudah tersinggung.
2. Gejala Negatif
a. Sikap masa bodoh (apatis)
b. Pembicaraan terhenti tiba-tiba (blocking)
c. Menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi sosial)
d. Menurunnya kinerja atau aktivitas sosial sehari-hari.
D. KLASIFIKASI
Tipe-tipe skizofrenia menurut (Zahnia & Sumekar, 2016) terdiri dari:
1. Skizofrenia Paranoid
Ciri utamanya adalah adanya waham kejar dan halusinasi audiotorik namun
fungsi kognitif dan afek masih baik.
2. Skizofrenia Katatonik

8
Ciri utamanya adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi
motoric immobility, aktivitas motorik berlebihan, negativesm yang ekstrim
serta gerakan yang tidak terkendali.
3. Skizofrenia Hebefrenik (tak terorganisasi)
Ciri utamanya adalah pembicaraan yang kacau, tingkah laku kacau dan afek
yang datar atau inappropiate.
4. Skizofrenia Residual (kronis)
Paling tidak pernah mengalami satu episode skizofrenia sebelumnya dan saat
ini gejala tidak menonjol.
5. Skizofrenia tak terinci (simplexks)
6. Gejala tidak memenuhi kriteria skizofrenia paranoid, hebefrenik, maupun
katatonik

9
E. PENGOBATAN
No Obat Fungsi Indikasi Kontra indikasi Rute
. pemberian
1. Risperidon Obat yang digunakan Digunakan untuk Kolesterol tinggi, Oral
untuk menangani pasien dengan leukosit rendah,
gangguan mental dengan gangguan disfagia, gangguan
gejala psikosis seperti Skizofrenia, keseimbangan CA
skizofrenia dan bipolar. bipolar, alzheimer payudara, angina,
Selain itu obat antipsikotik dan gangguan stroke, diabetes,
ini juga digunakan untuk tingkah laku gangguan pada
Alzaimer dan gangguan jantung.
tingkah laku.
2. Trihexypnid Obat untuk mengobati Pasien dengan Pengguna morphin, Oral
il gejala penyakit Parkinson gejala penyakit hipertensi, penyakit
atau gerakan lainnya yang Parkinson, merasa ginjal, penyakit
tidak bisa dikendalikan, kaku otot karena hati, penyumbatan
yang disebaban oleh efek obat antipsikotik. saluran kencing,
samping dari obat sumbatan saluran
psikiatrik tertentu. cerna, glukoma.
3. Chloropom Obat untuk menangani Pasien dengan Pasien dengan Oral
azine gejala psikosis pada gejala halusinasi, dimensia, glukoma,
skizofrenia (perilaku perilaku agresif penyakit
agresif yang yang Parkinson, riwayat
membahayakan diri membahayakan diri asma, penyakit
sendiri dan orang lain), sendiri dan orang jantung, untuk
halusinasi. Selain itu lain,mual, muntah, pasien anak-anak
digunakan untuk cekugan. hindari
menangani mual, muntah, penggunaan pada
dan cegukan yang tak pasien dengan
kunjung berhenti sindrom reye.
4. Clozapine Obat yang digunakan Penderida Pasien jantung, Oral
untuk mengurangi resiko Parkinson. gangguan kelenjar
bunuh diri. prostat, penyakit

10
ginjal, diabetes,
glukoma, gangguan
pernafasan, post op
pada bagian usus.
5. Olanzapin Obat yang digunakan Pasien dengan Pasien dengan Oral , IM
untuk mengobati skizofrania, riwayat
gangguan jiwa atau bipolar, dan penggunaan
suasana hati tertentu depresi. narkotika, riwayat
(seperti skizofrenia, stroke, aritmia, CA
gangguan bipolar). payudara,
hipertensi,
kolesterol tinggi,
glukoma, diabetes.
6. Diazepam Obat yang mempengaruhi Pasien dengan Pasien dengan Oral ,
system saraf otak dan gejala amuk, riwayat pecandu rektal , IM
memberikan efek insomnia, cemas, narkotika dan / IV
penenang. Obat ini skizofrenia. alcohol, penderita
digunakan untuk gangguan
mengatasi gangguan pernafasan,
kecemasan, insomnia, gangguan ginjal
kejang, dan obat bius dan glukoma.
sebelum operasi.
(Sumber: stuart,2007)

11
BAB II

LAPORAN PRESENTASI KASUS BANGSAL

Bangsal Diagnosa Paling Usia Jumlah Pasien Jenis


Banyak Kelamin
Bangsal Skizofrenia tak terinci 19-60 tahun 26 pasien L
Sadewa
Bangsal Sena Skizofrenia tak terinci 25-40 tahun 19 pasien L

Bangsal Skizofrenia tak terinci 15-50 tahun 9 pasien P/L


Kresna
Bangsal Skizofrenia tak terinci 20-50 tahun 15 pasien L
Dewi Kunti
A. ANALISA SITUASI BANGSAL

ANALISA SITUASI BANGSAL SECARA UMUM

Di Bangsal Sadewa terdapat 26 pasien dengan berbagai macam jenis


diagnosa medis. Diagnosa medis pasien terdiri Atas Skizofrenia Paranoid,
Skizofrenia Tak Terinci, Skizofrenia Katatonik, Mayor Depresi Disorder. Pasien
di bangsal ini terdiri dari berbagai usia mulai dari usia 19 tahun sampai 60 tahun,
namun rata-rata paling banyak pasien berusia ± 30 tahun. Biasanya lamanya
pasien di rawat di bangsal sadewa tergantung dari perkembangan kondisi pasien
sendiri dengan rata-rata lamanya ± 1 bulan.
Bangsal Sena jumlah pasien 19 orang. Diagnosa medis pasien ada 2 yaitu
schizofrenia tak terinci dan schizofrenia paranoid. Perawat yang bertugas
merawat pasien ada 6 orang. Fasilitas yang ada di bangsal antara lain: bed pasien
berjumlah 26 buah
Di Bangsal Kresna terdapat 9 bed, jumlah pasien 8 dengan diagnosa
medis yang berbeda, yaitu Skizofrenia Undifferentiated, Skizofrenia Tak Terorganisir,
Skizofrenia Lain, Episode Depresi Lainnya, Akibat penggunaan stimulant lain terhadap
kafein, Kelainan Jiwa Lain akibat kerusakan otak atau penyakit. Jumlah perawat jaga ada 9
orang. Rata-rata usia pasien yang dirawat 15 - 50 tahun. Sedangkan rata-rata lama pasien
dirawat sekitar 2 minggu – 1 bulan.
Jumlah klien di bangsal arjuna RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta terdapat
15 klien dengan jenis kelamin laki-laki dan dengan jumlah tempat tidur sebanyak
23. Dengan diagnosa medis skizofrenia paranoid 1 klien, gangguan mental
organik 1 klien dan skizofrenia tak terinci 13 klien. Jumlah perawat di bangsal
sebanyak 12 perawat yang dibagi dalam tiga shift pagi, siang dan malam. Rata-

12
rata klien di bangsal arjuna berusia 20 tahun – 50 tahun. Lama klien dirawat
berkisar 14 – 30 hari.
Dari keempat bangsal Sadewa, Sena Kresna dan Srikandi paling
banyak yang diderita pasien adalah dengan diagnosa schizofrenia tak terinci,
sehingga dari kelompok sepakat untuk mengambil diagnosa schizofrenia tak
terinci dengan faktor pendukung lainnya :

1. Pasien mudah diwawancarai dan terbuka


2. Pasien dalam situasi kondusif sehingga data fokus lebih mudah di dapat dan
digolongkan
3. Keluarga pasien lebih terbuka sehingga mudah mendapatkan informasi yang
akurat tentang pasien
4. Lingkungan yang mendukung untuk mendapatkan informasi

B. TANDA DAN GEJALA

NO DIAGNOSA FAKTA TANDA DAN TANDA GEJALA


GEJALA YANG DITEMUKAN YANG SEHARUSNYA
PADA PASIEN SAAT SECARA TEORI
PRAKTIK
1. Schizofren tak 1. Bicara kacau 1. Waham
terinci 2. Gaduh gelisah 2. Halusinasi
3. Bicara, senyum dan 3. Perilaku kacau
tertawa sendiri 4. Bicara kacau
4. Menarik diri dari orang 5. Pendataran afektif
lain atau tidak ada
5. Merasakan ada suara dari kemauan
dalam diri (Sumber : Yosep,
2009)
2. Schizofrenia 1. Halusinasi 1. Waham
paranoid 2. Waham 2. Halusinasi
3. Pikiran bunuh diri 3. Anxietas
4. Perubahan suasana hati 4. Marah
5. Agresif dan
kekerasan
6. Merendahkan
7. Curiga
13
8. Pikiran dan
perilaku bunuh
diri
9. Menarik diri dari
lingkungan social
10. Perubahan
suasana hati
11. Putu asa
12. Mengubah pola
makan atau tidur
(Sumber : Yosep, 2009)

Pembahasan :

1. tanda dan gejala pasien yang mengalami skizofrenia tak terinci di bangsal sena
sudah sesuai dengan teori empiris, (Sumber : Yosep, 2009)
2. Pada diagnosa medis skizofrenia paranoid ada beberapa tanda gejala yang tidak
sesuai antara yang dialami pasien dengan teori yang ada. Yang tidak dialami
pasien adalah pasien tidak merendahkan, tidak ada pikiran dan perilaku bunuh
diri.

C. PENGOBATAN

NO DIAGNOSA FAKTA OBAT YANG TEORI OBAT YANG


DITERIMA PASIEN DIBERIKAN
1. Schizofren tak terinci 1. Trihexypenidil 2mgx3 / 1. Remoxipiride
12 jam 2. Clozapine
2. Risperidone 2mgx2 /12 3. Risperidone
jam (Team Medical Mini
Notes, 2017)
2. Schizofren paranoid 1. Trihexypenidil Golongan generasi
2mgx2 /12 jam pertama :
2. Chlorpromazine 1. Chlorpromazine
100mgx1/24 jam HCI
3. Resperidone 2. Trifluoperazine
2mgx2/12 jam HCI
3. Thioridazine HCI
14
4. Haloperidol
Golongan generasi kedua :
1. Risperidone
2. Clozapine
3. Quetiapine
4. Olanzapine
5. Zotetine
6. Aripiprazole
(Team Medical Mini
Notes, 2017)
Pembahasan :

Rata-rata pemberian obat di bangsal sena yaitu 3 macam obat yaitu,


risperidon atau haloperidone, trihexiphenidil dan chlorpromazine. Risperidon
adalah jenis obat yang fungsinya sebagai terapi psikosis seperti pada gangguan
mental seperti skizofrenia dan mengatasi gangguan perilaku, seperti gelisah atau
perilaku agresif. Adapun indikasi obat risperidone sebagai terapi psikosis seperti
pada skizofrenia namun juga penyakit lain. Kontraindikasi obat yaitu pasien
dengan hipersensitivitas. Depresi sistem syaraf pusat berat, kejang yang tidak
terkontrol dan penyakit parkinson. (Team Medical Mini Notes, 2017)

Trihexiphenidil adalah obat yang berfungsi untuk mengatasi gejala


ekstrapiramidal. Indikasi obat adalah parkinson, gangguan ekstrapiramidal yang
disebabkan oleh obat SSP. Kontraindikasi obat adalah hipersensitivitas terhadap
trihexyphenidil atau komponen lain dalam sediaan, glukoma, sudut tertutup,
obstruksi duodenal, peptik ulcer, obstruksi saluran urin achalasia, myastenia
gravis. (Team Medical Mini Notes, 2017)

Chlorpromazine adalah obat yang berfungsi untuk mengobati gangguan


psikotik seperti skizofrenia atau mania-depresi, dan masalah perilaku yang parah
pada anak-anak. Indikasi obat adalah psikosis neurosis, gangguan susunan syaraf
pusat yang membutuhkan sedasi, anestesi, premedikasi, mengontrol hipotensi,
induksi hipotermia, antiemetik, skizofrenia, gangguan skizoafektif, psikosis akut,
sindroma paranoid, dan stadium mania akut. Kontraindikasi jaundice, kelainan
sumsum hati, koma, pasien dengan pemakaian obat penekan susunan syaraf
pusat, juga depresi sumsum tulang. (Team Medical Mini Notes, 2017) Pemberian

15
obat tergantung pada timbulnya gejala saat pemeriksaan dan tergantung pada
proses pembayaran administrasi rumah sakit yaitu melalui BPJS atu UMUM.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL PADA PASIEN


1. Resiko Perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain

 Definisi : Rentan melakukan perilaku yang individu menunjukkan bahwa


ia dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain secara fisik,
emosional, dan/atau seksual.(Sumber : NANDA, 2015-2017,Domain 11.
Keamanan/Perlindungan,kelas 3.Perilaku kekerasan hal. 436-438)

Pembahasan : diagnosa ini ditegakkan karena terdapat resiko perilaku


kekerasan terhadap diri orang lain dan diri sendiri. Adanya tanda gejala
gaduh gelisah saat pasien diajak bercerita,tatapan mata melotot.adanya
riwayat restrain dibangsal puntadewa.

 Intervensi

a. Kaji tingkat perilaku kekerasan pasien


Rasional: agar memudahkan kita untuk menangani pasien saat marah
b. Ajarkan pasien latihan asertif
Rasional : untuk mengisi waktu luang pasien pada kegiatan yang
bermanfaat
c. Berikan edukasi tentang perilaku menyakiti diri sendiri atau orang
lain
rasional : memudahkan pasien untuk memahami hal yang harus
dilakukan saat marah
d. Kolaborasi pemberian obat dengan dokter
Rasional : agar pasien lebih tenang
e. Dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol marah
Rasional: Memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien
f. Memotivasi klien untuk berfikir lebih baik dan mengontrol perilaku
menyakiti diri sendiri/orang lain
Rasional: memotivasi pasien untuk mengontrol perilaku
(Sumber : NIC edisi 6 hal.572-573, NOC edisi 5 hal.693-694)

16
Pembahasan : intervensi yang dilakukan untuk mengurangi perilaku yang
membahayakan diri pasien dan orang lain. Serta memberi motivasi
kepasa pasien untuk mengendalikan emosi saat marah.

2. Harga diri rendah situasional b.d gangguan peran social

 Definisi : Munculnya persepsi negative tentang makna diri sebagai


respon saat ini.

Sumber : (NANDA, 2015-2017 domain 6.Persepsi Diri , kelas 2.Harga


diri hal. 291) 

Pembahasan : diagnosa ini ditegakkan karena saat bercerita pasien tidak


ada kontak mata dengan perawat,selalu menghindar saat diminta duduk
bersama, pasien lebih suka menyendiri.jarang bercerita dengan teman
sesame bangsal.

 Intervensi

a. Kaji konsep diri pasien


Rasional: untuk mengetahui keadaan pasien
b. Bantu pasien meningkatkan citra tubuh dan alam perasaan
Rasional: agar pasien termotivasi dan merasa percaya diri
c. Berikan edukasi pasien tentang peningkatan harga diri
Rasional : untuk mendorong semangat pasien agar mempunyai tujuan
hidup
d. Kolaborasi dengan psikiater
Rasional : Memudahkan dalam pemberian tindakan keperawatan
e. Meningkatkan persepsi positif tentang diri pasien
Rasional : agar pasien mau bersosialisasi dengan orang lain
f. Memotivasi klien untuk berfikir positif dan menghargai dirinya
sendiri
Rasional: meningkatkan motivasi pada pasien untuk hidup yang lebih
baik
g. Meningkatnya kesadaran diri pasien tentang dirinya
Rasional : agar pasien tidak mudah putus asa, dan menyakini bahwa
dirinya mempunyai kelebihan
Sumber : (NIC edisi 6 hal.516, NOC edisi 5 hal.611)

17
Pembahasan : intervensi dilakukan untuk mengetahui penyebab
pasien mengalami harga diri rendah. Kemudian memberikan
dukungan kepada pasien agar mau bersosialisasi dengan orang
disekitarnya.

3. Defisit perawatan diri : mandi

 Definisi : hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan


aktivitas mandi secara mandiri.

Sumber: (NANDA, 2015-2017 domain 4. Aktivitas/istirahat , kelas 5


.perawatan diri , hal 258)

Pembahasan : diagnosa ini ditegakkan karena pasien tidak mau saat


diminta untuk mandi, baju terlihat kotor. Gigi kuning banyak
kerak,tercium bau tidak sedap saat bercerita.jika mandi tidak mau pakai
sabun.

 Intervensi

a. Kaji tingkat perawatan diri pasien


Rasional : untuk mengetahui keadaan pasien
b. Bantu pasien dalam perawatan diri (mandi, membersihkan rambut)
Rasional : agar pasien merasa nyaman dan terdorong untuk merawat
diri
c. Tempatkan perlengkapan mandi ditempat yang mudah dijangkau
Pasien
Rasional : memotivasi pasien untuk membersihkan diri
d. Berikan edukasi tentang kebersihan diri
Rasional : Memudahkan dalam pemberian tindakan keperawatan
e. Meningkatkan kebersihan klien dan mengurangi adanya bakteri
dalam tubuh
Rasional: agar pasien terhindar dari penyakit nosocomial
f. Memudahkan pasien untuk mandi dan mengurangi rasa malas untuk
mandi
Rasional : mendorong pasien untuk sadar akan perawatan dirinya
g. Memotivasi klien pentingnya kebersihan diri

18
Rasional : supaya pasien dapat mandiri untuk merawat diri, tidak
bergantung pada orang lain.
Sumber : NIC Edisi 6 hal. 506, NOC Edisi 5 hal. 603
Pembahasan : intervensi dilakukan untuk meningkatkan kesdaran
pasien dalam merawat diri. Memberikan perbandingan keuntungan
dan kerugian perawatan diri (mandi) sehingga timbul motivasi pasien
untuk merawat diri.

E. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

JENIS TEKNIK TINDAKAN (ACTION) RESPON PASIEN


KOMUNIKASI
TERAPEUTIK
Fase orientasi “mas SL terlihat S: pasien mengatakan
Making Observation murung, apa yang sedih belum ada
menyebabkan mas SL keluarganya yang
murung? menjenguk.
O : pasien terlihat
sedih,murung
Validasi “baik, jadi mas SL S:-
murung karena keluarga O: pasien
belum ada yang menganggukkan kepala.
menjenguk”
Giving information Saya perawat fuad S:-
bertugas dari jam 7-2 O: pasien
siang dibangsal sena. menganggukkan kepala.
Offering self “saya perawat fuad akan S : pasien mengatakan
menemani mas iya
DSLbercerita tentang O : pasien
diri kita,nanti bercerita menganggukan kepala
sekitar 10 menit ya.”
Broad opening “menurut mas SL kita S: pasien mengatakan
nyaman bercerita disini saja
dimana?” O: pasien duduk didepan
tv
Fase kerja
Exploring “coba ceritakan berat S: pasien mengatakan
badan dan tinngi badan berat badannya 54kg dan
19
mas SL berapa? tinggi badannya 175cm.
O: pasien terlihat kurus,
dan tinggi.

Validasi “baik,jadi berat badan S : pasien mengatakan


mas SL 54kg ya, dan iya
tinggi badan nya 175cm O: pasien
menganggukkan kepala.
Reinforcement “wah berat badan dan S : pasien mengatakan
tinggi badan mas SL iya
cukup ideal ya.” O : pasien tersenyum
Fase terminasi “mas SL terlihat lebih S : pasien mengatakan
Giving recognition segar ya setelah iya
bercerita.” O : pasien tersenyum
Summarizing “kita sudah selesai S : pasien mengatakan
bercerita, sekarang coba berat badannya 54kg,
mas SL ceritakan tinggi badannya
kembali apa yang telah 175cm.badannya cukup
kita bicarakan tadi.” ideal.
O: pasien ada kontak
mata

Offering self “ baiklah setelah mas SL S: pasien mengatakan iya


makan siang kita O: pasien ada kontak
bercerita lagi tentang mata.
cita-cita kita, nanti
waktunya sekitar 10
menit ya.”
Broad opening Menurut mas SL nanti S: pasien mengatakan
kita berceita dimana? disini saja
O: pasien duduk didepan
tv.

Pembahasan:

- Yang memudahkan mahasiswa mengaplikasikan teknik komunikasi terapeutik:


1. Pasien kooperatif

20
2. Pasien tidak sedang halusinasi, depresi, dan keluhan lainnya
3. Kebutuhan pasien (makan, minum, obat, tidur, dll) sudah terpenuhi
4. Lingkungan mendukung (suasana tenang)

- Yang menyulitkan mahasiswa dalam mengaplikasikan teknik komunikasi:


1. Halusinasi masih kental
2. Pasien tidak kooperatif
3. Pasien menarik diri
4. Kondisi lingkungan tidak mendukung/ gaduh
5. Gangguan dari pasien lain
6. Pasien susah untuk fokus

F. TUGAS MAHASISWA DALAM KELOMPOK

No Nama Tugas
1. Fuad Adib Membuat laporan pendahuluan, mencari jurnal
2. Nur Eliyun Membuat laporan pendahuluan, mencari jurnal
3. Balqis Maharani Membuat Outline Presus, mencari jurnal
4. Eka Agustin Membuat Outline Presus, mencari jurnal
5. Dani Setya Membuat Power Point, mencari jurnal

No. Nama Tugas


1. Farida Dhmayanti Mencari pengobatan dan terapi komunikasi
2. Melinda Kristiyanti Mencari tanda gejala dan dan analisa
bangsal
3. Dyah Indriani Mencari diagnosa keperawatan dan editor

No. Nama Tugas


1. Villy Liza Mencari terapi komunikasi
2. Anis Haryani Mencari tanda gejala dan pengobatan
3. Febina Fitri Karunia Mencari diagnosa keperawatan dan analisa
bangsal

No. Nama Tugas


21
1. Aprina Indah Mencari tanda gejala
2. Shabil Febrian Mencari pengobatan
3. Nor Rahayu Membuat Laporan pendahuluan
4. Fina Lisnawati Membuat Diagnosa Keperawatan
5. Agung Nur Jihad Membuat Analisa bangal

22
BAB III

RESUME KASUS

Nama : Tn. Hansen

Umur : 30tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : sukoharjo

Pendidikan : SLA

Pasien hansen berusia 30 tahun dirawat di bangsal sena RSJD Dr. Arif Zainudin dengan
diagnosa medis skizofrenia takterinci. Pasien pernah mengalami gangguan jiwa
sebelumnya. Menurut catatan rekam medis, pasien sudah pernah dirawat di RSJD
surakarta sebanyak 21 kali. Pasien sering dirawat di RSJ karena sering berbicara dan
senyum² sendiri. Hari ini saat dilakukan pengkajian adalah hari ke 50 pasien di rawat.
Pasien bercerita awal mula dirawat karena bingung, sering berbicara dan senyum²
sendiri. Pasien bercerita bahwa pasien pernah mengendarai motor lalu melihat singa
warna merah menyebrang di tengah jalan. Pasien bercerita bahwa pasien pernah
melakukan pembunuhan kepada orang melintas di sekitar rumahnya di dekat hutan.
Pasien juga bercerita bahwa pasien pernah kecelakaan hingga kakinya patah. Pasien
mengaku bahwa saat di rumah dia bekerja sebagai kuli penggiling beras keliling. Pasien
terlihat rajin sekali mandi dan pasien bercerita bahwa kemarin pasien mandi dibawah
kran selama 1 jam. Pasien mengatakan bahwa pasien rindu dengan keluarganya dan
ingin cepat pulang. Pasien kooperatif tetapi masih sering mondar mandir dan senyum²
sendiri terkadang berbicara kacau. Pasien sering mengajak mengobrol pasien yang lain
dan menjalin hubungan baik dengan pasien yang lain.

Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan menurut catatan rekam medis adalah
halusinasi.

Tindakan yang sudah dilakukan adalah cara mengendalikan halusinasi dan terapi obat
chlorpomazine, triheksilpenidil, dan risperidon.

Pasien untuk saat ini sudah kooperatif tetapi terkadang bicaranya masih kacau dan
mondar mandir.
23
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M, Howard K. Butcher, Joanne M. Doctherman dan
Cheryl M. Wagner. 2016. Nursing Interventions Classificationn
(NIC). Singapore: Elsevier Singapore Pte Ltd.
Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L. Maas dan Elizabeth Swason.
2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore: Elsevier
Singapore Pte Ltd.
Nanda International 205. Diagnosis Keperawatan. Jakarta. Penerbit: Buku
Kedokteran EGC.
NANDA. 2015-2017. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi Edisi
10. Jakarta: EGC.
Ni Wayan Desy Lestari. 2013. Terapi Resperidone pada Skizofrenia
Paranoid: Sebuah Laporan Kasus.
Stuart, G. W . 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC
Team Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes.
Makassar: MMN Publishing.
Iyus Yosep. 2009. Keperawatan jiwa. PT Refika Aditama
Baihaq, N. 2007. Psikiatri Konsep Dasar dan Gangguan. Bandung : Refita
Aditama.
Craig, T. D. 2009. ABC kesehatan Mental. Jakarta : EGC
Varacolis, E. M., Carson. V. B & Shoemaker, N. C. 2006. Foundations of
psychiatric Mental Health Nursing, 5thEditioins. Saulers Elsevier,
USA
Elvira. Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto, 2010. Buku Ajar Psikiatri.
Badan Penerbit FK UI. Jakarta.

24
25

Anda mungkin juga menyukai