Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

1. Menurut FI III

Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi, mengandung tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar.

2. Menurut FI IV

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung 1 atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Penggolongan Cream

Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam–asam lemak
atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk
pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk pemberian obat melalui
vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan krim tipe air dalam minyak
(A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Untuk krim tipe A/M digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan
cera. Sedangkan untuk krim tipe M/A digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin,
natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga dipakai tween, natrium
lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc dan emulygidum.

Kestabilan krim akan terganggu/ rusak jika sistem campurannya terganggu, terutama


disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan salah
satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain

Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok dan
dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka
waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil paraben (nipagin)
dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga
0,05%. Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk,
penandaan pada etiket harus juga tertera “obat luar”
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:


1. Mahasiswa dapat membuat rancangan sediaan
2. Mahasiswa dapat membuat fomulir pengkajian praformulasi
3. Mahasiswa dapat membuat prosedur tetap
4. Mahasiswa dapat membuat intruksi kerja
5. Mahasiswa dapat melaksanakan intruksi kerja pembuatan krim dengan baik
6. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi sediaan
7. Mahasiswa dapat membuat sediaan yang baik
BAB II

TINAJAUN PUSTAKA

2.1 Teori Sediaan

Teori Krim

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Menurut Formularian Nasional,  krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi
kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi m/a (krim berair) atau emulsi a/m
(krim berminyak). (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)
Secara tradisional, istilah krimdigunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsentrasi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak dalam air
(m/a).

PENGGOLONGAN KRIM
            Krim terdiri dari emulsi minyak di dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau
alcohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakaian
kosmetika dan estetika.
Ada dua tipe krim, yaitu :
1.      Tipe M/A atau O/W (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, hal 122)
Krim m/a (vanishing cream) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas. Pembuatan krim m/a
sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya
merupakan rantai panjang alcohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak
lebih popular.
Contoh : vanishing cream
Vanishing cream adalah kosmetika yang digunakan untuk maksud membersihkan, melembabkan, dan
sebagai alas bedak. Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan
berminyak/film pada kulit.

2.      Tipe A/M atau W/O, yaitu minyak terdispersi dalam air
(Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, hal 122)
Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lane, wool alcohol atau
ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, missal Ca.
Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika emulgator tidak tepat, dapat
terjadi pembalikan fasa.
Contoh : cold cream
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memberikan rasa dingin dan
nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream
mengandung mineral oil dalam jumlah besar.

KELEBIHAN & KEKURANGAN SEDIAAN KRIM


a.      Kelebihan sediaan krim, yaitu :
1.      Mudah menyebar rata
2.      Praktis
3.      Mudah dibersihkan atau dicuci
4.      Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat
5.      Tidak lengket terutama tipe m/a
6.      Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m
7.      Digunakan sebagai kosmetik
8.      Bahan untuk pemakaian topical jumlah yang diabsorpsi tidak cukup bercun

Kekurangan sediaan krim, yaitu :

1.      Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas
2.      Mudah pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas
3.      Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu system campuran terutama
disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase
secara berlebihan.

Formula dasar krim, antara lain :


1.      Fase minyak, yaitu bahan obat dalam minyak, bersifat asam
Contoh : asam asetat, paraffin liq, octaceum,cera, vaselin, dan lain-lain.
2.      Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
  Contoh : Natr, Tetraborat (borax, Na. Biborat), TEA, NAOH, KOH, gliserin, dll

Bahan – bahan penyusun krim, antara lain :


-          Zat berkhasiat
-          Minyak
-          Air
-          Pengemulsi

Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
akan dibuat/dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan emulgide, lemak bulu domba,
setaseum, setil alcohol, stearil alcohol, trietanolalamin stearat, polisorbat, PEG.

Bahan – bahan tambahan dalam sediaan krim, antara lain :


 Zat pengawet à Untuk meningkatkan stabilitas sediaan
Bahan pengawer sering digunakan umumnya metal paraben 0,12 – 0,18 % propel paraben 0,02 – 0,05 %.
 Pendapur à untuk mempertahankan PH sediaan
 Pelembab
 Antioksidan à untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tak jenuh.

CARA ABSORPSI 
Absorpsi Perkutan
Absorpsi perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan suatu senyawa dari
lingkungan luar ke bagian kulit dalam dan fenomena penyerapan dari struktur kulit ke dalam
peredaran darah getah bening. Istilah perkutan menunjukkan bahwa penembusan terjadi pada
lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda (Aiache,
1993).

Fenomena absorpsi perkutan (permeasi pada kulit) dapat digambarkan dalam tiga tahap yaitu
penetrasi pada permukaan stratum korneum, difusi melalui stratum korneum, epidermis dan dermis,
masuknya molekul ke dalam sirkulasi sistemik. Penetrasi melalui stratum korneum dapat terjadi melalui
penetrasi transepidermal dan penetrasi transappendageal. Pada kulit normal, jalur penetrasi obat
umumnya melalui epidermis (transepidermal), dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut maupun
melewati kelenjar keringat (transappendageal).
Jumlah obat yang terpenetrasi melalui jalur transepidermal berdasarkan luas
permukaan pengolesan dan tebal membran. Kulit merupakan organ yang bersifat aktif secara metabolik
dan kemungkinan dapat merubah obat setelah penggunaan secara topikal. Biotransformasi yang terjadi
ini dapat berperan sebagai faktor penentu kecepatan (rate limiting step) pada proses absorpsi perkutan
(Swarbrick dan Boylan, 1995).

Difusi obat melalui membran


Difusi melalui lapisan tanduk (stratum korneum) merupakan suatu proses yang pasif. Difusi pasif
merupakan suatu proses perpindahan masa dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang
berkonsentrasi rendah. Membran dalam kajian formulasi dan biofarmasi merupakan suatu fase padat,
setengah padat atau cair dengan ukuran tertentu, tidak larut atau tidak tercampurkan dengan
lingkungan sekitarnya dan dipisahkan satu dan lainnya, umumnya oleh fase cair. Dalam biofarmasi,
membran padat digunakan sebagai model pendekatan membran biologis. Membran padat juga
digunakan sebagai model untuk mempelajari kompleks atau interaksi antara zat aktif dan bahan
tambahan serta proses pelepasan dan pelarutan (Aiache, 1993).
Membran padat sintetik dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu membran polimer berpori,
membran polimer tidak berpori, dan membran lipida tidak berpori (Aiache, 1993).
 Dalam studi pelepasan zat aktif yang berada dalam suatu bentuk sediaan digunakan membran
padat tiruan yang berfungsi sebagai sawar yang memisahkan sediaan dengan cairan disekitarnya. Teknik
pengukuran laju pelepasan yang tidak menggunakan membran akan mengalami kesulitan karena
perubahan yang cepat dari luas permukaan sediaan yang kontak dengan larutan uji.
Pengadukan pada media reseptor sangat berperan untuk mencegah kejenuhan lapisan difusi
yang kontak dengan membran (Aiache, 1993).
Perlintasan dalam membran sintetik umumnya berlangsung dalam dua tahap. Tahap awal
adalah proses difusi zat aktif menuju permukaan yang kontak dengan membran. Pada tahap ini daya
difusi merupakan mekanisme pertama untuk menembus daerah yang tidak diaduk, dari lapisan yang
kontak dengan membran. Tahap kedua adalah pengangkutan. Tahap ini dapat dibagi atas dua bagian.
Bagian yang pertama adalah penstabilan gradien konsentrasi molekul yang melintasi membran sehingga
difusi terjadi secara homogen dan tetap. Bagian yang kedua adalah difusi dalam cara dan jumlah yang
tetap. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi tidak berubah sebagai fungsi waktu.

2.2 Metode pembuatan Sediaan

Metode pembuatan krim:

Metode pembuatan krim:


a.              Metode peleburan
Metode peleburan dilakukan dengan cara semua atau beberapa komponen dari sediaan krim yang
harus dicarikan dicampurkan menjadi satu sehingga komponen – komponen tersebut akan
melebur. Kemudian campuran didinginkan dengan melakukan pengadukan secara konstan
hingga campuran mengental. Untuk komponen sediaan krim yang tidak dicairkan ditambahkan
pada saat pengadukan, yang ditambahkan sedikit demi sedikit dengan melihat konsistensi krim,
jika krim dikira konsistensinya sudah cukup maka dapat dihentikan penambahanya.. Komponen
sediaan krim yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila suhu dari campuran sudah rendah
sehingga tidak menyebabkan penguapan dari komponen tersebut. Komponen krim yang
berbentuk serbuk digerus terlebih dahulu dengan sebagian dasar salep, kemudian dicampurkan
dengan komponen krim yang lainnya.
b.             Metode Emulsifikasi
Metode emulsifikasi digunakan untuk pembuatan sediaan krim dengan tipe minyak dalam air
(W/O). Metode pembuatannya membutuhkan suatu surfaktan untuk mengurangi tegangan
permukaan dari campuran sediaan krim. Penambahan surfaktan dimaksudkan agar campuran
sediaan krim homogen dengan mudah dan tidak mudah terpisah kembali menjadi dua fase
minyak dan air setelah beberapa saat..

2.3 Macam Evaluasi Sediaan


Agar system pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus dibuatkan kebijaksanaan dan
peraturan yang mendasari dan ini harus selalu ditaati. Pertama, tujuan pemeriksaan semata-mata
adalah demi mutu obat yang baik. Kedua, setia pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau
spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standard an spesifikasi yang telah ada.

1. Organoleptis
Evalusai organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian, konsistensi
pelaksanaan menggunakan subyek responden ( dengan kriteria tertentu ) dengan menetapkan
kriterianya pengujianya ( macam dan item ), menghitung prosentase masing- masing kriteria yang di
peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.

2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air yang di gunakan
untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang
di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.

3. Evaluasi daya sebar


Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian atasnya di
beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya, dan di beri rentang waktu 1 – 2 menit. kemudian
diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar ( dengan
waktu tertentu secara teratur ).

4. Evaluasi penentuan ukuran droplet


Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan emulgel, dengan cara
menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan –
tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.

5. Uji aseptabilitas sediaan.


Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di buat suatu kriteria ,
kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari
data tersebut di buat skoring untuk masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut,
lembut, sangat lembu
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum pembuatan sediaan suspensi ini berlangsung pada 14 Juni 2019 di
Laboratorium Teknologi Semi Solid Fakultas Farmasi ISTN.

3.2 Alat dan Bahan


Alat

1. Lumpang dan alu


2. Gelas ukur
3. Beaker glass
4. Sendok tanduk
5. Pipet tetes
6. Batang pengaduk
7. pH Meter
8. Timbangan analitik
9. Pot plastic
3.3 Prosedur kerja

Persiapan

 Persiapkan alat-alat yang akan digunakan, bersihkan terlebih dahulu alat-alat yang akan
digunakan
 Siapkan bahan-bahan yang akan ditimbang dan digunakan

Penimbangan

Timbang masing-masing bahan :


Bahan Jumlah
yang
ditimbang

Hidrokortison 0,35 gram


As. Stearat 4,7 gram
Gliserin 4 gram
Nipasol 0,15 gram
TEA 0,8 gram
Nipagin 0,10 gram
Cera Alba 0,8 gram
Vaselin
Album 2,5 gram

Ad 30
Aquades gram

Pembuatan

 M1

Timbang

 Vaselin Album : 2,4 gram


 Cera Alba : 0,6 gram
 Nipagin : 0,09 gram
 As.stearat : 4,5 gram
Masukan ke dalam kaca porselen, panaskan di penangas air sampai semua larut
sempurna

Aduk basis cream yang sudah jadi pada lumpang panas Aduk ad Homogen

 M2
Timbang
TEA : 0,2 gram

Masukan dalam cawan porselen yang lain tambahkan sedikit air, diamkan

 Campurkan M1 dan M2 tambahkan gliserin


 Masukan Nipasol dalam Beaker Glass,Tambahkan Air panas secukupnya. Aduk Ad larut,
masukan ke dalam campuran M1 dan M2 aduk ad homogen
 Tambahkan 0,3 Hidrokortison dalam campuran M1 dan M2 aduk ad homogeny
 Tambahkan Sisa air aq.dest Sedikit demi sedikit Aduk ad homogen

PENGEMASAN
1. Setelah sediaan sudah dimasukkan ke dalam pot beri
etiket &Label
2. Masukkan sediaan yang sudah dimasukkan ke dalam pot,
diberi etiket & label ke dalam kemasan sekunder.

Wadah : pot putih


Label : untuk pemakain luar
EVALUASI

No Parameter Satuan Cara Pemeriksaan HASIL

Ambil sejumlah sampel


 
suspensi kemudian :

1.     Cium bau krim Tidak berbau

1 Organoleptis  
2.     Rasakan krim tidak berasa

3.     Amati warna krim Putih kekuningan , putih pucat

PH meter dikalibrasi
menggunakan Buffer standar,
2 Uji Ph   PH 6
ukur PH menggunakan PH
meter

       1 gram sediaan di tengah


lempeng kaca , kemudian tutup Krim meyebar dengan baik dan
dengan lempeng kaca yang sempurna
telah diketahui penyebarannya

       Tunggu terjadi penyebaran


Lempeng selama 1 menit, catat luas  
4 Daya sebar
kaca penyebaran

       Tambahkan beban seberat


50g, amati penyebaran selama
 
1 menit, kemudian catat luas
penyebarannya.
       De mikian seterusnya
Krim meyebar dengan baik dan
sampai tidak terjadi perluasan
sempurna
penyebaran

         

BAB IV

PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai