Anda di halaman 1dari 2

Aku Belum Kalah, Bu

Siang itu selepas pengumuman kelulusan SMP, Marina hanya dapat terduduk diam di depan
ruang kelasnya. Para orangtua kelas IX dan anak-anaknya baru saja mengambil pengumuman
kelulusan dan segera menuju rumahnya masing-masing. Mereka semua sangat bahagia atas
kelulusannya dan para orangtua bangga dengan hasil yang diraih anak-anaknya. Mereka juga mulai
membicarakan SMA mana yang akan menjadi tempat belajar selanjutnya. Marina masih menunggu
ibunya yang sedang pergi ke toilet.

Luna : “Selamat ya, kau menduduki peringkat satu paralel.”


Marina : “Terima kasih.”
Luna : “Kau akan melanjutkan SMA kemana, Rin?”
Marina : (Tersenyum) “Aku belum tahu.”
Luna : “Ah, baiklah. Kalau begitu aku pulang dulu ya, dah.” (Melambaikan tangan)
Marina : “Dah.” (Melambaikan tangan)

Marina atau yang biasa disapa dengan Rina adalah anak dari seorang petani yang penghasilannya
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja, bahkan mereka kadang harus menghemat
bahan makanan untuk dimakan keesokan harinya. Ia tinggal bersama Bapak dan Ibunya serta kedua
adiknya yang masih kecil. Marina tidak tega melihat kondisi keluarganya, ia sendiri memiliki
keinginan untuk melanjutkan sekolah, namun hal itu akan semakin menekan kondisi keluarga mereka
yang kekurangan apalagi adik-adiknya yang masih dan selalu memiliki banyak kebutuhan. Mereka
tinggal di sebuah desa terpencil yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota.

Ibu : “Rina, Ibu bangga sekali padamu.”


Marina : “Terima kasih, Bu. Ini juga berkat doa Ibu.”
Ibu : “Rin, kau harus melanjutkan ke SMA favorit di kota, Ibu dan Bapak akan usahakan untuk
biaya hidup kau di sana.”
Marina : “Bu, Rina ingin bekerja dulu baru setelah itu Rina akan melanjutkan. Tidak apa-apa, ya
Bu?”
Ibu : “Kau ini bagaimana, tidak. Ibu tidak mengizinkanmu. Kau harus tetap melanjutkan tahun ini
juga. Kau ini lulusan terbaik, kau juga harus mendapatkan pendidikan yang tinggi. Jangan
seperti Bapak dan Ibu yang hanya sebagai petani. Kau harus sekolah sampai perguruan
tinggi bahkan sampai ke luar negeri. Kau jangan kalah hanya karena kita miskin.”
Marina : “Aku tidak kalah Bu, hanya saja aku ingin mencari penghasilan sendiri supaya tidak terlalu
memberatkan Ibu dan Bapak. Apalagi adik-adik masih memiliki banyak kebutuhan, mereka
sebentar lagi akan masuk sekolah Bu, pasti perlu biaya yang banyak. Ibu, pokoknya Rina
janji sama Ibu, kalau Rina tidak akan mengecewakan Ibu dan Rina akan melanjutkan
pendidikan tahun depan.”
Ibu : (Menghela napas) “Baiklah, Ibu izinkan tetapi kita harus bicarakan dengan Bapak dulu.”
Marina : “Terima kasih, Bu. Rina janji tak akan mengecewakan Ibu.”

Sesampainya di rumah, Bapak menghampiri Rina yang sedang membaca buku di teras rumah.

Bapak : “Rina.”
Marina : “Iya, Pak.”
Bapak : “Bapak dengar dari Ibu, Rina mau mencari penghasilan sendiri karena tak mau
memberatkan Ibu dan Bapak, ya?”
Marina : “Iya, Pak. Apakah tak boleh, Pak?”
Bapak : “Tentu saja boleh, nak. Itu adalah hal yang sangat mulia. Hanya saja walaupun kau bekerja
jangan lupakan untuk selalu belajar.”
Marina : “Pasti, Pak. Rina janji.”
Bapak : (Memegang pundak Rina) “Terima kasih, nak.”

Keesokan harinya Rina sudah bersiap. Hari ini ia akan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan.
Setelah berpamitan ia segera pergi dengan menumpang pada mobil pick up pengangkut barang-barang
dari desa.
Lima bulan sudah semenjak kedatangannya ke kota, Rina sudah bekerja di sebuah toko
kelontong. Ia sangat gigih dan ulet sehingga ia sangat dipercaya oleh bosnya. Selain sibuk bekerja,
Rina juga menyibukkan diri dengan belajar. Setiap minggu ia datang ke perpustakaan guna meminjam
buku-buku yang akan menambah wawasannya. Selain itu, setiap ba’da maghrib Rina mengajar anak-
anak mengaji di mushola dekat kostnya.
Rina tidak pernah sekalipun mengeluh dengan keadaannya itu, ia sangat senang menjalani
kehidupannya. Dan selama lima bulan itu pula ia harus menahan kerinduan pada orangtua dan
adiknya, karena selama lima bulan itu ia tak pulang ke desa. Rina hanya mengabari mereka melalui
surat yang ia titipkan pada orang-orang yang mengangkut barang dari desanya ke kota ataupun yang
akan kembali ke desa.
Suatu hari, saat Rina menjaga toko kelontong sendirian, ia bertemu dengan teman lamanya saat
SMP.

Luna : “Eh, Rina, ya?”


Marina : “Iya, kamu Luna, kan?”
Luna : “Iya. Wah, kamu sedang apa kamu di sini? Apa kamu bekerja di sini?”
Marina : “Iya, aku bekerja di sini. Kalau kamu, sedang apa di kota?”
Luna : “Aku berkunjung ke rumah bibiku.”
Maina : “Oh, begitu.”
Luna : “Rina, sekarang kamu sudah bersekolah dimana?”
Marina : “Sekarang aku tidak sekolah tapi nanti aku akan mendaftarkan diriku ke SMA favorit di
kota.”
Luna : “Wah, semangat ya.”

Setelah itu, Marina dan Luna mengobrol hingga waktu shalat dhuhur tiba. Luna pun berpamitan
pada Marina setelah selesai membeli semua keperluannya.
Sudah lama pula Marina mengumpulkan uang hasilnya bekerja. Kini sudah tiba penerimaan
peserta didik baru. Tanpa ragu, Marina segera mendaftarkan dirinya di sebuah SMA favorit di kota.
Kira-kira dua minggu setelah pendaftaran, pengumuman penerimaan siswa baru di SMA tersebut
diumumkan. Marina bersyukur, namanya termasuk sebagai salah satu siswa yang diterima. Ia
langsung sujud syukur. Keesokaannya, ia langsung pulang ke desa untuk mengabari orangtuanya.
Marina menempuh perjalanan yang cukup lama dan masih menumpang. Begitu sampai di
halaman rumah, Marina terhenti karena kini rumahnya sudah mulai diperbaiki, ia semakin bersyukur
dalam hatinya.
Begitu sampai di dalam rumah ia segera menyalami orangtuanya dan juga memeluk adik-
adiknya. Dengan gembira ia beritahu kepada mereka kalau ia sudah diterima di sebuah SMA favorit
di kota dan hanya tinggal mendaftar ulang dan menunggu sampai hari pertama masuk sekolah tiba.

Anda mungkin juga menyukai