Anda di halaman 1dari 4

( ...

Siang itu selepas pengumuman kelulusan SMP, Marina hanya


dapat terduduk diam di depan ruang kelasnya. Para orangtua kelas
IX dan anak-anaknya baru saja mengambil pengumuman kelulusan
dan segera menuju rumahnya masing-masing. Mereka semua
sangat bahagia atas kelulusannya dan para orangtua bangga
dengan hasil yang diraih anak-anaknya, mereka juga mulai
membicarakan SMA mana yang akan menjadi tempat belajar
selanjutnya. Marina masih menunggu ibunya yang sedang pergi ke
toilet.
“Selamat ya, kau menduduki peringkat 1 paralel, rencananya
kau mau lanjut ke SMA mana, Rin?” begitu teman-temannya
bertanya. Marina hanya tersenyum menjawab pertanyaan mereka.
bukannya ia tidak ingin menjawabnya dengan jelas, namun ada
kebimbangan di hatinya.
Marina, atau yang biasa disapa dengan Rina adalah anak dari
seorang petani yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari saja, bahkan mereka kadang harus
menghemat bahan makanan untuk dimakan keesokan harinya. Ia
tinggal bersama ayah-ibunya serta kedua adiknya yang masih kecil.
Marina tidak tega melihat kondisi keluarganya, ia sendiri memiliki
keinginan untuk melanjutkan sekolah, namun hal itu akan semakin
menekan kondisi keluarga mereka yang kekurangan apalagi adik-
adiknya yang masih dan selalu memiliki banyak kebutuhan. Mereka
tinggal di sebuah desa terpencil yang jauh dari hiruk pikuk
kehidupan kota.
“Rin, kau harus melanjutkan ke SMA favorit di kota, ibu dan
ayah akan usahakan untuk biaya hidup kau di sana” ujar ibunya
dengan wajah berbinar pada Marina. Dengan hati-hati Marina
menjawab tawaran ibunya tersebut.
“Bu, Rina ingin bekerja dulu, baru setelah itu Rina akan
melanjutkan. Tidak apa-apa ya bu?”
“Kau ini bagaimana, tidak. Ibu tidak mengizinkanmu, kau harus
tetap melanjutkan tahun ini juga. Kau ini lulusan terbaik, kau juga
harus mendapatkan pendidikan yang tinggi, jangan seperti ayah
dan ibu yang hanya sebagai petani, kau harus sekolah sampai
perguruan tinggi bahkan sampai ke luar negeri. Kau jangan kalah
hanya karena kita miskin”
“Aku tidak kalah bu, hanya saja aku ingin mencari penghasilan
sendiri supaya tidak terlalu memberatkan ibu dan ayah. Apalagi
adik-adik masih memiliki banyak kebutuhan, mereka sebentar lagi
akan masuk sekolah bu, pasti perlu biaya yang banyak. Ibu,
p o ko k nya R i n a j a n j i s a m a i b u , k a l a u R i n a t i d a k a k a n
mengecewakan ibu dan Rina akan melanjutkan pendidikan tahun
depan” ucap Rina memohon pada ibunya, menatap wajah sang ibu,
memohon izin darinya. Setelah cukup lama berfikir, ibunya pun
mengizinkan Rina. Rina menjadi senang dengan keputusan ibunya
tersebut, dalam hati ia berjanji untuk tidak mengecewakan ibunya.
Keesokan harinya Rina sudah bersiap. Hari ini ia akan pergi ke
kota untuk mencari pekerjaan. Setelah berpamitan ia segera pergi
dengan menumpang pada mobil pick up pengangkut barang-barang
dari desa. Lima bulan sudah semenjak kedatangannya ke kota,
Rina sudah bekerja di sebuah toko kelontong. Ia sangat gigih dan
ulet sehingga ia sangat dipercaya oleh bosnya. Selain sibuk
bekerja, Rina juga menyibukkan diri dengan belajar. Setiap minggu
ia datang ke perpustakaan guna meminjam buku-buku yang akan
menambah wawasannya. Selain itu, setiap ba’da maghrib Rina
mengajar anak-anak mengaji di mushola dekat kostnya.
Rina tidak pernah sekalipun mengeluh dengan keadaannya itu,
ia sangat senang menjalani kehidupannya. Dan selama lima bulan
itu pula ia harus menahan kerinduan pada orangtua dan adiknya,
karena selama lima bulan itu ia tak pulang ke desa. Rina hanya
mengabari mereka melalui surat yang ia titipkan pada orang-orang
yang mengangkut barang dari desanya ke kota ataupun yang akan
kembali ke desa.
Sudah lama pula Marina mengumpulkan uang hasilnya
bekerja. Kini sudah tiba penerimaan peserta didik baru. Tanpa ragu,
Marina segera mendaftarkan dirinya di sebuah SMA favorit di kota.
Kira-kira dua minggu setelah pendaftaran, pengumuman
penerimaan siswa baru di SMA tersebut di umumkan. Dan Marina
bersyukur, namanya termasuk sebagai salah satu siswa yang
diterima. Ia langsung sujud syukur. Keesokaannya ia langsung
pulang ke desa untuk mengabari orangtuanya.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama dan masih
menumpang, Marina segera pulang ke rumahnya. Begitu sampai di
halaman rumah, Marina terhenti karena kini rumahnya sudah mulai
diperbaiki, ia semakin bersyukur dalam hatinya. Begitu sampai di
dalam rumah ia segera menyalami orangtuanya dan juga memeluk
adik-adiknya. Dengan gembira ia beritahu kepada mereka kalau ia
sudah diterima di sebuah SMA favorit di kota dan hanya tinggal
mendaftar ulang dan menunggu sampai hari pertama masuk
sekolah tiba.
“Namun tetap saja, kau sudah tertinggal satu tahun dengan teman-
temanmu” begitu ibunya berkomentar, terlihat diraut wajah ibunya
kalau ia tidak senang dengan apa yang Marina raih saat ini.
“Rina janji, akan buat ibu bangga” ujar Rina seraya menatap
ibunya.
“Bagi ibu kau sudah kalah, kau menyerah pada keadaan waktu itu.
Maaf bukannya ibu ingin mengungkit masa lalu. Sekarang, coba
saja tunjukkan pada ibu apa yang akan ibu banggakan darimu”
ucap ibunya tegas. Hati Rina sakit mendengar ibunya berkata
seperti itu. Namun ia tegarkan kembali dirinya.
“Baiklah bu, aku akan berusaha untuk membuat ibu bangga dan
merasa kalau aku ini belum kalah. Aku belum kalah bu” ucap Rina.
Seminggu setelah pulang ke desa, Rina sudah mulai berangkat
sekolah. walaupun sudah memasuki sekolah ia masih tetap bekerja,
tetapi bukan di toko kelontong lagi, kini ia bekerja di sebuah rumah
makan. Rina bekerja paruh waktu, pada sore sampai malam hari ia
bekerja, sedangkan pagi dan siang ia harus sekolah.
Terkadang Rina merasa sangat sulit menghadapi semua ini,
karena ia tidak punya waktu banyak untuk belajar, apalagi ibunya
selalu menekannya untuk menjadi lulusan terbaik lagi. Dulu dengan
mudah ia menyanggupi kemauan ibunya itu karena ia masih
memiliki banyak waktu untuk belajar, namun sekarang ia harus
membagi waktu untuk belajar dan bekerja.
Semenjak kedatangannya ke kota, Rina sudah bertekad pada
diri sendiri bahwa ia tidak akan lagi meminta uang pada orang
tuanya. Selama ini, semua biaya hidupnya selalu ditanggung sendiri
bahkan biaya sekolah pun ia yang tanggung. Ia pun semakin gigih
bekerja dan giat belajar.
Bersekolah di sekolah favorit di kota memang sulit. Bukan sulit
mengenai pelajaran yang diberikan, melainkan dari lingkungan
sekitar. Rina menyadari bahwa teman-temannya berasal dari
keluarga berada sehingga ia jarang bergaul dengan mereka. Rina
merasa minder dengan hal itu. Terkadang ia juga diejek teman-
temannya mengenai dirinya yang berasal dari desa dan menyebut
Rina sebagai anak kampungan. Rina hanya diam menghadapi
ocehan mereka, ia menganggapnya sebagai angin yang berlalu.
Walaupun selalu diejek teman-temannya, Rina banyak disayang
guru. Hampir semua guru mengenal Rina, karena selain bekerja
paruh waktu di sebuah rumah makan, Rina juga menjual aksesoris
kerudung yang ia buat sendiri. Karena banyak guru yang tertarik
dan menyukai aksesoris buatan Rina, jadi mereka sangat mengenal
Rina.
Sudah tiga tahun berlalu.
(......)

Anda mungkin juga menyukai