Anda di halaman 1dari 6

Alvira Andrifiani

Anggia Aulia Prastitani


Muhammad Anshori
Nanda Defri Oktavia
Rafi Kurnia Sandy
Tugas Bahasa Indonesia

Kelas XI MIA 1

SAHABAT SEJATI
Betapa enak menjadi anak orang kaya. Semua serba ada. Segala
keinginan terpenuhi. Karena semua tersedia. Seperti Iwan, ia anak
konglomerat. Berangkat dan pulang sekolah selalu diantar mobil mewah
dengan sopir pribadi.
Meskipun demikian ia tidaklah sombong. Begitu juga dengan
orang tuanya. Mereka sangat ramah, mereka tidak pilih-pilih dalam soal
bergaul. Seperti pada kawan-kawan Iwan yang datang ke rumah. Mereka
menyambut seolah seperti keluarga. Sehingga kawan-kawan banyak
yang betah kalau main dirumah Iwan.
Iwan sebenarnya mempunyai sahabat setia. Namanya Mona.
Rumahnya masih satu kelurahan dengan rumah Iwan, hanya beda RT.
Namun, sudah dua minggu Mona tidak main ke rumah Iwan.
Ke mana ya Ma, Mona. Lama tidak muncul biasanya tiap hari ia
tak pernah absen. Selalu datang tanya Iwan kepada mamanya
Mungkin sakit! jawab Mama.
Ih iya siapa tahu ya, Ma?. Kalau begitu nanti sore aku ingin
menengok kata Iwan bersemangat.
Sudah tiga kali pintu rumah Mona diketuk Iwan. Tapi lama tak
ada yang membuka. Kemudian Iwan menanyakan ke tetangga sebelah
rumah Mona. Ia mendapat keterangan bahwa Mona sudah dua minggu
ikut orang tuanya pulang ke desa.Menurut kabar, bapak Mona di PHK
dari pekerjaan. Rencananya mereka akan menjadi petani saja. Meskipun
akhirnya mengorbankan kepentingan Mona. Terpaksa Mona tidak bisa
melanjutkan sekolah lagi.
Oh kasihan Mona ucapnya dalam hati
Di rumah Iwan tampak melamun. Ia memikirkan nasib sahabatnya itu.
Setiap pulang sekolah wajah-wajahnya itu selalu murung.
Ada apa wan? Kamu seperti tampak lesu. Tidak seperti biasa.
Kalau pulang selalu tegar dan ceria! Papa menegur.
Mona, Pa. Kata Iwan.
Memangnya kenapa dengan sahabatmu satu itu. Sakitkah ia? sahut
Papa.
Iwan menggeleng.
Lantas! Papa penasaran ingin tahu.
Mona sekaran sudah pindah rumah. Kata tetangganya ia ikut
orang tuanya pulang ke desa. Kabarnya bapaknya di PHK. Mereka
katanya ingin menjadi petani saja.
Papa menatap wajah Iwan tampak tertegun seperti kurang percaya
dengan omongan Iwan.

Kalau Papa tidak percaya, tanya deh ke pak RT atau ke tetangga


sebelah! ujar Iwan.
Lalu apa rencana kamu? tanya Papa.
Aku harap Papa bisa menolong Mona! jawab Iwan dengan tegas.
Maksudmu? sahut Papa.
Aku ingin Mona bisa berkumpul kembali dengan aku!. Iwan memohon
dengan agak mendesak.
Baiklah kalau begitu. Tapi kamu harus mencari alamat rumah Mona di
desa itu! Kata Papa.
Dua hari kemudian Iwan baru berhasil memperoleh alamat rumah Mona
di desa. Ia merasa senang. Ini karena berkat pertolongan pemilik rumah
yang pernah dikontrak keluarga Mona.
Kemudian Iwan bersama Papa datang ke rumah Mona di wilayah
Kadipaten. Namun lokasi rumahnya masih masuk ke dalam. Bisa
ditempuh dengan jalan kaki atau dengan naik ojek. Jaraknya kurang
lebih dua kilometer. Kedatangan mereka disambut orangtua Mona dan
Mona sendiri. Betapa gembira hati Mona tatkala bertemu Iwan. Mereka
berpelukan cukup lama untuk melepas rasa rindu.
Semula Mona agak kaget dengan kedatangan Iwan secara
mendadak. Soalnya ia tidak memberi tahu lebih dulu kalau ia mau
pindah ke desa.
Sorry ya Wan, aku tak sempat memberi tahu kamu tanya Mona.
Ah tak apa-apa. Yang penting aku merasa gembira karena kita bisa
berjumpa lagi. Jawab Iwan.
Setelah mereka berbicara cukup lama, Papa Iwan menjelaskan tujuan
kedatangannya kepada orang tua Mona. Ternyata orang tua Mona tidak
berkeberatan, dan menyerahkan segala keputusan kepada Mona sendiri.
Begini Mon, kedatangan kami kemari, ingin mengajak kamu agar mau
ikut kami ke Bandung. Kami anggap kamu itu sudah seperti keluarga
kami sendiri. Gimana Mon? Apakah kamu mau? Soal sekolah kamu tak
usah khawatir. Segala biaya pendidikan kamu saya yang akan
menanggung. Tanya Papa Iwan kepada Mona.
Baiklah kalau memang Bapak dan Iwan menghendaki demikian, saya
bersedia. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak
yang mau membantu saya jawab Mona.
Kemudian Iwan bangkit dari tempat duduk lalu mendekat dan
menyalami Mona. Tampak mata Iwan dan Mona berkaca-kaca karena
merasa bahagia. Akhirnya mereka dapat berkumpul kembali. Ternyata
mereka adalah sahabat sejati yang tak terpisahkan.
Kini Mona tinggal dirumah Iwan. Sementara orang tuanya masih tetap
di desa. Selain mengerjakan sawah, mereka juga merawat nenek Mona
yang sudah tua

SAHABAT SEJATI
Betapa enak menjadi anak orang kaya. Semua serba ada. Segala
keinginan terpenuhi. Karena semua tersedia. Seperti Iwan, ia anak
konglomerat. Berangkat dan pulang sekolah selalu diantar mobil mewah
dengan sopir pribadi.
Meskipun demikian ia tidaklah sombong. Begitu juga dengan
orang tuanya. Mereka sangat ramah, mereka tidak pilih-pilih dalam soal
bergaul. Seperti pada kawan-kawan Iwan yang datang ke rumah. Mereka
menyambut seolah seperti keluarga. Sehingga kawan-kawan banyak
yang betah kalau main dirumah Iwan.
Iwan sebenarnya mempunyai sahabat setia. Namanya Mona.
Rumahnya masih satu kelurahan dengan rumah Iwan, hanya beda RT.
Namun, sudah dua minggu Mona tidak main ke rumah Iwan.
Iwan: Ke mana, ya Mona. Lama tidak muncul. Biasanya tiap hari ia tak
pernah absen dan slalu datang
Mama: Mungkin sakit!
Iwan: Ih, iya siapa tahu ya Ma? Kalau begitu nanti sore aku ingin
nengok!
Sudah tiga kali pintu rumah Mona diketuk Iwan. Tapi lama tak ada
yang membuka. Kemudian Iwan menanyakan ke tetangga sebelah
rumah Mona. Ia mendapat keterangan bahwa Mona sudah dua minggu
ikut orang tuanya pulang ke desa.Menurut kabar, bapak Mona di PHK
dari pekerjaan. Rencananya mereka akan menjadi petani saja. Meskipun
akhirnya mengorbankan kepentingan Mona. Terpaksa Mona tidak bisa
melanjutkan sekolah lagi.
Iwan: Oh, kasihan Mona (ucapnya dalam hati)
Di rumah Iwan tampak melamun. Ia memikirksn nasib sahabatnya itu.
Setiap pulang sekolah wajah-wajahnya itu selalu murung.
Papa: Ada apa Wan? Kamu seperti tampak lesu. Tidak seperti biasa.
Kamu pulang sekolah selalu tegar dan ceria
Iwan: Mona Pa..

Papa: Memangnya kenapa dengan sahabatmu yang satu itu. Sakitkah


ia?
Iwan: (menggelengkan kepala)
Papa: Lantas! (penasaran ingin tahu)
Iwan: Mona sekaran sudah pindah rumah. Kata tetangganya ia ikut
orang tuanya pulang ke desa. Kabarnya bapaknya di PHK. Mereka
katanya ingin menjadi petani saja.
Papa menatap wajah Iwan tampak tertegun seperti kurang percaya
dengan omongan Iwan.
Iwan: Kalau Papa tidak percaya, tanya deh ke pak RT atau ke tetangga
sebelah!.
Papa: Lalu apa rencana kamu?
Iwan: Aku harap Papa bisa menolong Mona! jawab Iwan dengan tegas.
Papa: Maksudmu?
Iwan: Aku ingin Mona bisa berkumpul kembali dengan aku!. (Iwan
memohon dengan agak mendesak)
Papa: Baiklah kalau begitu. Tapi kamu harus mencari alamat rumah
Mona di desa itu!
Dua hari kemudian Iwan baru berhasil memperoleh alamat rumah Mona
di desa. Ia merasa senang. Ini karena berkat pertolongan pemilik rumah
yang pernah dikontrak keluarga Mona.
Kemudian Iwan bersama Papa datang ke rumah Mona di wilayah
Kadipaten. Namun lokasi rumahnya masih masuk ke dalam. Bisa
ditempuh dengan jalan kaki atau dengan naik ojek. Jaraknya kurang
lebih dua kilometer. Kedatangan mereka disambut orangtua Mona dan
Mona sendiri. Betapa gembira hati Mona tatkala bertemu Iwan. Mereka
berpelukan cukup lama untuk melepas rasa rindu.
Semula Mona agak kaget dengan kedatangan Iwan secara
mendadak. Soalnya ia tidak memberi tahu lebih dulu kalau ia mau
pindah ke desa.

Mona: Sorry ya Wan, aku tak sempat memberi tahu kamu


Iwan: Ah tak apa-apa. Yang penting aku merasa gembira karena kita
bisa berjumpa lagi.
Setelah mereka berbicara cukup lama, Papa Iwan menjelaskan tujuan
kedatangannya kepada orang tua Mona. Ternyata orang tua Mona tidak
berkeberatan, dan menyerahkan segala keputusan kepada Mona sendiri.
Papa Iwan: Begini Mon, kedatangan kami kemari, ingin mengajak
kamu agar mau ikut kami ke Bandung. Kamaia anggap kamu itu sudah
seperti keluarga kami sendiri. Gimana Mon? Apakah kamu mau? Soal
sekolah kamu tak usah khawatir. Segala biaya pendidikan kamu saya
yang akan menanggung.
Mona: Baiklah kalau memang Bapak dan Iwan menghendaki demikian,
saya bersedia. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan
Bapak yang mau membantu saya
Kemudian Iwan bangkit dari tempat duduk lalu mendekat menyalami
Iwan. Tampak mata Iwan dan Mona berkaca-kaca karena merasa
bahagia. Akhirnya mereka dapat berkumpul kembali. Ternyata mereka
adalah sahabat sejati yang tak terpisahkan.
Kini Mona tinggal dirumah Iwan. Sementara orang tuanya masih tetap
di desa. Selain mengerjakan swah, mereka juga merawat nenek Iwan
yang sudah tua.

Anda mungkin juga menyukai