Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH SANITASI DARURAT DAN MATRA

“Kesehatan Lingkungan pada Situasi Kedaruratan dan Matra


berkaitan dengan Penyehatan Air Bersih”

Disusun oleh :

KELOMPOK 10

Arifah Elda Trisnanti P2.31.33.1.17.046


Jihan Afifah Fauziyah P2.31.33.1.17.054
Rafli Teguh Imani Putra P2.31.33.1.17.079
Rizky Harjanto Wibowo P2.31.33.1.17.081

Dosen Mata Kuliah : Moh. Ichsan Sudjarno, S.KM., M.EPID


Atang Saputra, S.KM, M.Med.Sc(PH)

TINGKAT 3 PROGRAM STUDI D-IV SANITASI LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA II

Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120


2020

A. PENGERTIAN MATRA DAN SITUASI KEDARURATAN

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2013


Tentang Kesehatan Matra, Matra adalah dimensi lingkungan/wahana/media tempat seseorang
atau sekelompok orang melangsungkan hidup serta melaksanakan kegiatan. Kondisi Matra
adalah keadaan dari seluruh aspek pada matra yang serba berubah dan  berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup dan pelaksanaan kegiatan manusia yang hidup dalam lingkungan tersebut.
Kesehatan Matra adalah upaya kesehatan dalam bentuk khusus yang diselenggarakan
untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan
yang serba berubah secara bermakna, baik di lingkungan darat, laut, maupun udara Situasi
kedaruratan dapat disebabkan oleh berbagai kejadian atau peristiwa yang  berpotensi
menimbulkan korban jiwa, kerusakan harta benda, sarana dan prasarana lingkungan serta
pengungsiab bagi masyarakat yang terdampak.

B. PENATALAKSANAAN KESEHATAN LINGKUNGAN PADA SITUASI


KEDARURATAN DAN MATRA BERKAITAN DENGAN PENYEHATAN AIR BERSIH.

Seperti diketahui air merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan, demikian juga dengan
masyarakat pengungsi harus dapat terjangkau oleh ketersediaan air bersih yang memadai untuk
memelihara kesehatannya. Bilamana air bersih dan sarana sanitasi telah tersedia, perlu dilakukan
upaya pengawasan dan perbaikan kualitas air bersih dan sarana sanitasi.

Pada situasi kedaruratan setelah mendapat informasi Tim Penilaian Cepat Kesehatan dan
seiring selesainya hasil penilaian cepat kesehatan, petugas kesehatan lingkunga segera menyusun
rencana operasional dan memobilisasi sumber daya kesehatan lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

A. Perbaikan dan Pengawasan Kualitas dan Kuantitas Air Bersih Air Minum Pada Situasi
Kedaruratan
Sebagaimana layaknya kehidupan manusia, masyarakat pengungsi harus dapat terjangkau
oleh ketersediaan air bersih yang memadai untuk memelihara kesehatannya, khususnya di
tempat penampungan pengungsi, yang biasanya sangat padat penghuni dan sangat potensial
meningkatkan resiko terjadinya pencemaran dan KLB penyakit menular yang dibawa oleh
air.
1. Pengawasan Ketersediaan Air bersih / Air minum
Pada tahap awal kejadian kedaruratan atau pengungsian, yang sangat perlu adalah
ketersediaan air bersih bagi pengungsi, karena tanpa adanya air bersih sangat
berpengaruh terhadap kesehatan dan akan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
menular, seperti diare, thypus, scabies dan penyakit lainnya.
Tata caranya sebagai berikut:
a. Prioritas pada hari pertama / awal pada situasi kedaruratan atau pengungsian
kebutuhan air bersih yang harus disediakan bagi pengungsi adalah 5L per orang
per hari hanya untuk kebutuhan hidup minimal, seperti masak, makan dan minum.
Sumber air dapat diperoleh dari sumber terdekat yang masih dapat dimanfaatkan
dan bilamana tidak mencukupi perlu dibantu dari sumber lain atau dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Hari pertama pengungsian : 5 liter / orang / hari


b. Pada hari kedua dan seterusnya harus segara diupayakan untuk meningkatkan
volume air sampai sedikitnya 15 – 20 liter per orang per hari. Volume sebanyak
ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minum, masak, mandi, cuci. Bilamana
ini tidak dipenuhi, sangat besar potensi resiko munculnya penyakit menular.

Hari berikutnya : 20 liter / orang / hari


c. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan pada situasi kedaruratan dan pengungsian,
standar volume air yang perlu disediakan adalah:
 Puskesmas atau rumah sakit : 50 liter / pasien / hari.
 Bagian bedah dan kebidanan rumah sakit : 100 liter / pasien/ hari.
 Dapur RS : 10 liter / pasien / hari.

Sumber air bersih:

1) Bila sumber air dapat diperoleh dari sumber yang terdekat dengan tempat
penampungan pada situasi kedaruratan dan pengungsi adalah sumber air
permukaan (sungai, danau, dll), sumur gali, sumur bor, mata air, dsb. Hal
yang perlu segera dilakukan adalah melakukab pengamanan terhadap
sumber-sumber air tersebut dari kemungkinan terjadinya pencemaran,
misalkan dengan pemagaran, pemasangan papan pengumuman, dll.

Beberapa cara pendistribusian air bersih berdasarkan sumbernya:

 Air permukaan (sungai dan danau)


 Diperlukan pompa untuk memompa air ke tempat
pengolahan air dan kemudian ke tangki penampungan di
lokasi pengungsian.
 Area sekitar pompa harus dibebaskan dari kegiatan manusia
dan hewan
 Sumur gali: (memperbaiki sumber air / sumur gali)
 Lantai sumur harus dibuat kedap air
 Mempunyai bibir sumur
 Bilamana mungkin dipasang pompa untuk menyalurkan air
ke tangki-tangki air
 Sumur pompa tangan (SPT)
 Lantai sumur harus dibuat kedap air

 Mata air:
 Perlu dibuat bak penampungan air untuk kemudian
disalurkan dengan pompa ke tempat tangki air.
 Bersihkan area sekitar mata air dari kemungkinan
pencemaran.
2) Bila sumber air dapat diperoleh dari PDAM atau sumber yang cukup jauh
dengan tempat penampungan pengungsi, maka harus dilakukan
pengangkutan dengan mobil tangki air.

Tempat penampungan air di lokasi kedaruratan dan atau pengungsi dapat


berupa tangki air yang dilengkapi dengan kran-kran air dan untuk
mencegah antrian panjang dari pengungsi untuk memperoleh air maka
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Penempatan tangki air terhadap penampungan kedaruratan dan atau
pengungsi minimum 30 meter dan maksimum 500 meter.
 Jumlah kran untuk satu tangki air adalah 6 - 8 kran
 Satu kran air untuk 250 orang

Untuk keperluan penampungan air bagi kepentingan sehari-hari keluarga


pengungsi, sebaiknya setiap keluarga memiliki tempat penampungan air
keluarga, dapat dalam bentuk ember atau jerigen volume 20 liter.

2. Perbaikan dan pengawasan kualitas air bersih


Setelah para pengungsi ditampung pada tempat penampungan, dan ketersediaan air
mineral bagi pengungsi dapat dipenuhi, perhatian berikutnya adalah pada pengawasan
dan perbaikan kualitas air bersih.
Pada situasi bencana dan pengungsian, umumnya sulit diperoleh air bersih yang sudah
memenuhi persyaratan dan bilamana air yang tersedia tidak memenuhi syarat, baik dari
segi fisik maupun bakteriologis, langkah yang perlu dilakukan adalah:
 Buang atau singkirkan sumber-sumber atau bahan pencemar
 Desinfeksi sarana air bersih yang ada sumur/mata air/air di mobil tangki di tangki,
penampungan air, dan sistem distribusinya
 Periksa kadar sisa klor bilamana air dikirim dari PDAM
 Lakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala pada titik-titik distribusi

Tujuan utama dari pengawasan dan perbaikan kualitas air bersih adalah untuk
mencegah munculnya resiko kesehatan

Standar yang dipakai untuk air yang


dikonsumsi pengungsi kandungan coli tinja, 10
per 100 ml air bersih untuk perpipaan

Kualitas air berbagai sumber air bersih

 Air yang bersumber dari sumur dalam mata air yang terlindung, sumur artesis
dapat dianggap aman dan dapat dipakai tanpa melalui pengolahan air
 Air permukaan dari sungai dan danau diduga telah terkontaminasi, sehingga untuk
pemakaiannya perlu diolah terlebih dulu.
 Pusat untuk air yang akan diolah, perlu diperiksa kekeruhannya
 Prioritas pemilihan sumber air perlu diberikan pada sumber air yang terlindung

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh petugas dalam rangka perbaikan dan
pengawasan kualitas air pada situasi kedaruratan adalah :

a. Perbaikan kualitas air


Bilamana air yang tersedia tidak memenuhi syarat, baik dari segi fisik maupun
bakteriologis, upaya yang dapat dilakukan adalah
1) Pengolahan awal
Kekeruhan air melebihi 20 BATU (Nephelometruc Turbidity Unit), hal tersebut
perlu dilakukan pengolahan awal yaitu membersihkan benda-benda melayang dan
dapat di dalam air. Teknik pengolahan awal biasanya dilakukan dengan
penambahan bahan kimia sebagai bahan penggumpal (koagulasi) dan yang sering
dan mudah digunakan adalah Poly Alumunium Chlorine (PAC) sebagai koagulan
proses penjernihan air di samping Aluminium sulfat atau tawas.
2) Desinfeksi air
Desinfeksi air dengan senyawa klorin yang pada umumnya adalah kalsium
hipoklorit dan biasa disebut dengan kaporit, sangat efektif digunakan pada situasi
darurat. Kaporit menggunakan bahan kimia yang paling banyak digunakan untuk
desinfeksi air karena murah, mudah didapat dan mudah penanganannya.
Kaporit bereaksi dengan air dan akan menetralisasi kuman patogen secara
cepat kaporisasi akan memberikan Efek residu pada tangki penampungan air dan
air yang distribusikan diupayakan mengandung klorin antara 0,3 - 0,5 mg/liter air.
Bila air yang akan diberi kaporit lalu tinggi kekeruhan ya klorinasi nya
kurang efektif perlu dilakukan pengolahan awal sebelumnya
Bahan-bahan yang dipakai antara lain senyawa klor seperti tablet klor
(aquatab), butiran kalsium hipoklorit, serbuk sodium hipoklorit atau bubuk
klenteng dan yodium
b. Pengawasan kualitas air
Dalam pendistribusian air bersih pengawasan kualitas air terhadap penyediaan air bersih
dilakukan secara berkala di setiap tahapan distribusi air dengan langkah-langkah:
1) Pada awal distribusi air
 Air yang diolah perlu pengawasan mikrobiologi tetapi untuk melihat secara
visual tempatnya cukup menilai adanya bahan pencemar.
 Keseluruhan air perlu dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya
pengolahan awal.
 Tes pH air karena desinfeksi air memerlukan proses lebih lanjut bilamana
sangat tinggi.
 Ada sisa klor selalu dipertahankan pada sisa klor di clan terakhir atau rantai
akhir yaitu minimal 0,2 - 1 mg/ liter air.
 Air minum yang akan dikonsumsi setelah terjamin kualitas mikrobiologi
2) Pada distribusi air atau tahap Penyaluran air, seperti di mobil tangki air, perlu
dilakukan pemeriksaan kadar sisa klor.
3) Pada akhir distribusi, seperti di tangki penampungan air, bila air tidak mengandung
sisa kor lagi perlu dilakukan pemeriksaan bakteri coliform.

Pemeriksaan kualitas air secara berkala perlu dilakukan:

1) Sisa klor: pemeriksaan dilakukan berapa kali sehari pada setiap tahapan distribusi untuk
air yang melewati pengolahan.
2) Kekeruhan dan pH: pemeriksaan dilakukan mingguan atau bilamana terjadi perubahan
cuaca misalkan hujan.
3) Bakteri coli tinja: pemeriksaan dilakukan mingguan di saat KLB diare dan periode
emergency dan pemeriksaan lakukan bulanan pada situasi yang sudah stabil dan pada
periode pasca bencana.
Daftar Pustaka

https://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/07/sanitasi-darurat-pada-daerah-bencana.html

Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, DEPKES RI tahun


2007

Anda mungkin juga menyukai