Pasca bencana, tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana,
prasarana dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah, sosial, psikologis, pelayanan kesehatan,
keamanan dan ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan, pembangkitan dan peningkatan sarana
prasarana, termasuk fungsi pelayanan kesehatan) (Widayatun, 2013).
Bencana adalah peristiwa yang tiba-tiba dan sangat mengganggu fungsi komunitas atau
masyarakat dan menyebabkan kerugian manusia, materi, dan ekonomi atau lingkungan yang
melebihi kemampuan komunitas atau masyarakat untuk mengatasinya dengan menggunakan
sumber dayanya sendiri. Dalam dekade terakhir abad ke-20, hampir dua miliar orang – satu sepertiga
umat manusia − terkena dampak bencana alam, 86% di antaranya akibat banjir dan kekeringan.
Bencana alam, seperti banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami, berdampak kuat
pada struktur teknik, sistem komunikasi, pasokan listrik, dan ketersediaan utilitas lainnya. Dalam
situasi krisis seperti itu, sulit untuk menyediakan layanan darurat. Bencana dapat menyebabkan
kerusakan pasokan air lokal yang mempengaruhi jutaan orang. (Ozcelik, 2017)
Pada daerah bencana khususnya bencana gempa bumi,tsunami dan banjir kebutuhan
uatama yang di cari adalah air. Hal itu di sebabkan karna terputusnya saluran PDAM,tergenangnya
sumber air oleh banjir dan rusaknya sarana dan prasana jalan untuk mendistribusikan air bersih ke
daerah bencana.selain untuk keperluan air minum air bersih juga di guanakan untuk sanitasi. oleh
karena itu penyedian air bersih sangat di perlukan di daerah yang terkena bencana. Kurangnya
ketersediaan air bersih dapat berkembang menjadi permasalahan kesehatan seperti timbulnya
penyakit akibat kurangnnya air bersih dan sanitasi yang tidak memadai. Contohnya diare, malaria,
ispa, penyakit kulit, dll. (Sari et al., 2020)
Air bersih yang digunakan untuk proses pengolahan makanan dan pembersihan alat makan,
kondisi sanitasi, dan higiene penjamah makanan yang tidak memenuhi syarat dapat mempengaruhi
kualitas makanan/minuman. Air bersih yang merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup menjadi
salah satu faktor penting yang harus terpenuhi untuk mencegah timbulnya masalah baru karena
kurangnya air bersih. Setelah terjadinya bencana alam apapun jenisnya, kejadian penyakit infeksi
umumnya akan meningkat. Hal ini terjadi akibat kerentanan sistem kesehatan di suatu wilayah dan
gangguan pemenuhan kebutuhan dasar seperti air bersih, sanitasi, tempat perlindungan dan
pelayanan kesehatan (Salazar et al., 2016)
Setiap terjadi bencana alam disuatu daerah, hal yang menjadi permasalahan pasca bencana
adalah ketersediaan air bersih untuk keperluan minum dan sebagainya. Masyarakat kesulitan
mendapatkan sumber air minum karena instalasi atau jaringan air bersih di kota atau wilayah rusak
dan tidak berfungsi lagi.
Masalah air bersih pada kondisi bencana dapat terjadi akibat terganggunya sumber air
karena kualitasnya berubah, menjadi keruh atau asin, hancurnya sistem perpipaan, rusaknya instalasi
pengolahan, terganggunya sistem distribusi atau langkanya air di daerah pengungsian. Prioritas
penanganan air bersih biasanya di dahulukan pada wilayah-wilayah pengungsian dengan sistem
komunal, karena kebutuhan untuk mandi, mencuci, sedangkan untuk minum pada awal kejadian
selama ini banyak di dominasi oleh air minum dengan botol kemasan, namun untuk jangka panjang
mereka memasak air sendiri. Untuk wilayah – wilayah terpencil dan sulit terjangkau biasanya
menggunakan sistem yang lebih sederhana dan kecil serta mudah di operasionalkan.
salah satu sarana penting yang harus disediakan pada situasi taggap darurat adalah
fasilitas air bersih dan air minum. Air bersih dan air minum menjadi kebutuhan dasar yang
sangat penting yang harus tersedia. Jika air bersih dan air minum tidak tersedia maka para
korban akan menderita berbagai penyakit akibat langkanya air bersih. Penyakit yang muncul
akibat langkanya air bersih adalah penyakit kulit seperti gatal-gatal, penyakit perut seperti
diare dll.
Untuk dapat membuat air minum yang layak, maka dapat mengaplikasikan unit
pengolah air siap minum di lapangan dan dilakukan tahap-tahap sebagai berikut:
Komponen utama unit pengolah air minum terdiri dari 3 komponen utama, yaitu:
a. Unit penggerak
b. Unit pengolahan
Unit penggerak menggunakan penggerak mobil dengan daya angkut 2500kg. unit ini
berfungsi sebagai pengangkut yang dapat memindahlan unit pengolahan air siap minum
Komponen utama unit pengolah air siap minum yang kedua adalah unit pengolah.
Unit ini terdiri dari jaringan input, pompa sumur, air baku, filter pasir manganese
greensand, filter karbon aktif, fiklter mikro, filter ultafiltrasi dan unit sterilisator yang terdiri
dari pipa fleksibel, pompa sumber air baku dan panel control.
Kondisi lapangan dalam situasi tanggap darurat saat bencana maupun pasca
bencana merupakan situasi yang serba darurat, mendadak dan apa adanya. Dalam
situasi seperti ini suatu unit pengolahan air harus mandiri, dapat dioperasikan tanpa
harus tergantung dengan unit atau kesatuan lainnya. Sumber listrik harus dapat
dipenuhi dari sumber yang ada. Pompa air baku dengan perlengkapannya juga harus dapat
menyedot air sumur dari sumber air setempat untuk keperluan produksi.Demikian juga
dengan unit lainnya seperti unit sterilisator harus dapat bekerjadengan
mengandalkan sumber listrik dari generator yang ada dalam unit pengolahan
tersebut.
Kelengkapan lainnyayang perlu di sediakan dalam unit pengolah air siap minum
adalah pipa input fleksibel. Pipa fleksibel ini dipilih karena sifatnya yang fleksibel,
mudah ditarik atau digulung untuk diarahkan ke sumberair.
Hasil koordinasi dengan satuan pelaksana lapangan, tentara dan tokoh masyarakat
(termasuk di dalamnya) untuk mengetahui jumlah korbanyang harus dilayani,kemudian
hasilnya dipetakan untuk menyusun rencana Program Bantuan Kemanusiaan
penyediaan air siap minum. Juga ditetapkan kontak person pada masing-masing
lokasi,termasuk melakukan pendataan nomor telepon/handphone untuk memudahkan
koordinasi.
Unit pengolahan air siap minum bergerak mempunyai fungsi untuk menyediakan air
siap minum bagi korban bencana alam. Dalam melakukan operasi unit pengolahan air minum
bergerak, dengan mendatangi wilayah bencana dan melakukan pengolahan dilokasi. Sumber
air yang digunakan untuk air siap minum berasal dari sir sumur milik penduduk. Jika
kebutuhan air siap minum di satu lokasi pengungsian sudah dipenuhi, maka unit akan
berpindah ke tempat lain.
Akaishi, T. et al. (2021) ‘Restoration of clean water supply and toilet hygiene reduces infectious
diseases in post-disaster evacuation shelters: A multicenter observational study’, Heliyon, 7(5), pp. 1–
12. Available at: https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2021.e07044.
Ansyhari, A. and Hadi, W. (2021) ‘Evaluasi Sistem Penyediaan Air Minum di Kecamatan Rasanae
Timur Kota Bima’, Jurnal Rekayasa Sipil dan Lingkungan, 4(2), p. 153. Available at:
https://doi.org/10.19184/jrsl.v4i2.13375.
Firmansyah, F. and WD Tuti, R. (2021) ‘Implementasi Pembagian Alokasi Air Bersih kepada
Masyarakat di Daerah Rawan Bencana Kota Tangerang Selatan’, Transparansi : Jurnal Ilmiah Ilmu
Administrasi, 4(1), pp. 125–131. Available at: https://doi.org/10.31334/transparansi.v4i1.1616.
Haryoto Indriatmoko dan Wahyu Widayat Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, R.
(2007) ‘Penyediaan Air Siap Minum Pada Situasi Tanggap Darurat Bencana Alam’, Penyediaan Air Siap
Minum pada ......... JAI, 3(1), pp. 29–37.
Herlambang, A. (2018) ‘Teknologi Penyediaan Air Minum Untuk Keadaan Tanggap Darurat’, Jurnal Air
Indonesia, 6(1). Available at: https://doi.org/10.29122/jai.v6i1.2455.
Ozcelik, M. (2017) ‘Alternative model for electricity and water supply after disaster’, Journal of Taibah
University for Science, 11(6), pp. 966–974. Available at: https://doi.org/10.1016/j.jtusci.2017.01.002.
Perawat, K. and Wahidin, R. (2020) ‘Hasanuddin Journal of Public Health’, Hasanuddin Journal of
Public Health, 1(1), pp. 83–91.
Sari, D.P. et al. (2020) ‘PROVISION OF SANITATION AND CLEAN WATER FACILITIES FOR REFUGEE
VICTIMS OF THE EARTHQUAKE IN LENDANG RE hamlet, LOMBOK BARAT REGENCY’, Abdi Insani, 7(1),
pp. 55–60.
Toland, J.C. et al. (2023) ‘Jurnal Pra-bukti’. Available at: https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2023.103661.