Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENYEDIAAN AIR-B

PENYEDIAAN AIR DI RUMAH SAKIT

Disusun oleh :
ISHLAH INSANI P07133118036

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA SANITASI


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
Jl. Tata Bumi No. 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta,
55293
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatakan kehadirat Allah subhanahu wata’ala yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 11 Mei 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air bersih merupakan kebutuhan yang tidak dapat dilepaskan dari
kegiatan di rumah sakit. Namun mengingat bahwa rumah sakit merupakan
tempat tindakan dan perawatan orang sakit, maka kualitas dan
kuantitasnya perlu dipertahankan setiap saat agar tidak mengakibatkan
sumber infeksi baru bagi penderita.
Rumah sakit memerlukan mutu air lebih dari mutu untuk keperluan
sehari-hari. Air sumur atau PAM mungkin cukup untuk kebutuhan air
pada umumnya tetapi untuk keperluan khusus perlu diperlakukan
pengolahan tambahan. Unit-unit pelayanan yang memerlukan mutu air
secara khusus antara lain: laboratorium, farmasi, CSSD, unit perawatan,
bedah, laundry dan peralatan mekanis tertentu (misalnya: unti pembuatan
larutan intravenous, cairan irigasi, pencucian gelas dan perlengkapan
laboratorium, irigasi selama prosedur bedah, melembabkan incubator
perawatan bayi), dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana upaya peningkatan Sanitasi Air Bersih di Rumah Sakit?
2. Bagaimana Penyediaan Air di Rumah Sakit
C. Tujuan
1. Sebagai pedoman dalam upaya peningkatan Sanitasi Air Bersih di
Rumah Sakit
2. Terselenggaranya peningkatan Sanitasi di Rumah Sakit terutama pada
penyedian Air Bersih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Aktifitas domestik maupun non domestik pada rumah sakit sangat
membutuhkan adanya air bersih sebagai penunjang. Terdapat beberapa
sarana penydiaan air bersih untuk keperluan umum seperti sumur dangkal,
sumur dalam, terminal air, PDAM, dan pengolahan air lainnya yang
memenuhi persyaratan kesehatan untuk air bersih pada Permenkes 416
tahun 1990 tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air bersih.
Persyaratan kualitas air bersih meliputi Parameter fisika yang diujikan
seperti suhu, bau, TSS, kekeruhan, rasa, warna, DHL. Sedangkan
parameter kimia dibagi menjadi kimia anorganik dan organik, parameter
yang diujikan seperti pH, fluoride, besi, mangan, cadmium, kromium,
timbal, seng, kesaedahan, khlorida, nitrat, nitrit, sulfat, zat organic, dan
deterjen. Kemudian parameter biologi yang diujikan adalah Total
Coliform dan E.Coli.
1. Sumber Air
Sumber – sumber air yang ada di bumi terdapat pada :
a. Air permukaan
Air permukaan yang mengalir dipermukaan bumi akan
membentuk air permukaan yang meliputi semua sumber air yang
terdapat di permukaan tanah seperti air sungai, kolam, danau,
ataupun air hujan. Karena letaknya relatif terbuka cenderung
lebih mudah terkontaminasi atau tercemar baik secara fisik,
kimiawi, mikrobiologi, maupun radiasi ( Lud Waluyo, 2005).
b. Air Tanah
Air tanah adalah semua jenis yang terletak dibawah tanah,
biasanya perlu cara tertentu untuk menaikan kepermukaan.
Misalnya dengan membuat sumur menggunakan pompa. Air
tanah pada umumnya lebih bersih daripada air permukaan,
namun tidak dapat dijamin semua jenis air tanah aman untuk
dikonsumsi ( Lud Waluyo, 2005).
c. Mata air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke
permukaan tanah. Mata air yang berasal dari air tanah dalam
hampir tidak terpengaruh oleh musim dan memiliki kualitas yang
sama dengan air tanah dalam ( Lud Waluyo, 2005).
2. Jenis Sarana Air Bersih
a. Sumur Gali
Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum
dan meluas dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi
masyarakat kecil dan rumah- rumah perorangan sebagai air
minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah.
Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang
relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu dengan
mudah terkena kontaminasi melalui rembesan. Umumnya
rembesan berasal dari tempat buangan kotoran manusia
kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu sendiri,
baik karena lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak
kedap air. Keadaan konstruksi dan cara pengambilan air sumur
pun dapat merupakan sumber kontaminasi, misalnya sumur
dengan konstruksi terbuka dan pengambilan air dengan timba.
Sumur dianggap mempunyai tingkat perlindungan sanitasi yang
baik, bila tidak terdapat kontak langsung antara manusia dengan
air di dalam sumur (Depkes RI, 2005).
b. Sumur Bor
Dengan cara pengeboran, lapisan air tanah yang lebih
dalam ataupun lapisan tanah yang jauh dari tanah permukaan
dapat dicapai sehingga sedikit dipengaruhi kontaminasi.
Umumnya air ini bebas dari pengotoran mikrobiologi dan secara
langsung dapat dipergunakan sebagai air minum. Air tanah ini
dapat diambil dengan pompa tangan maupun pompa mesin.
Keberadaan sumber air ini harus dilindungi dari aktivitas
manusia ataupun hal lain yang dapat mencemari air. Sumber air
ini harus memiliki tempat (lokasi) dan konstruksi yang
terlindungi dari drainase permukaan dan banjir. Bila sarana air
bersih ini dibuat dengan memenuhi persyaratan kesehatan, maka
diharapkan pencemaran dapat dikurangi, sehingga kualitas air
yang diperoleh menjadi lebih baik (Waluyo, 2009).
3. Air Bersih
Menurut Permenkes RI No 32 tahun 2017 tentang Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk
Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan
Pemandian Umum, air dengan kualitas tertentu yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya berbeda dengan
kualitas air minum. Setiap penyelenggara air bersih harus menjamin
kualitas air yang disediakan, dengan menjaga kualitas air tersebut
melalui pengawasan internal maupun eksternal. Pengawasan internal
merupakan pengawasan yang dilakukan oleh Penyelenggara melalui
penilaian mandiri, pengambilan, dan pengujian sampel air paling
tidak dilakukan dengan kurun waktu sekali dalam setahun.
Sedangkan Pengawasan eksternal dilakukan oleh tenaga kesehatan
lingkungan yang terlatih pada dinas kesehatan kabupaten/kota, atau
kantor kesehatan pelabuhan untuk lingkungan wilayah kerjanya,
pengawasan eksternal paling sedikit dilakukan pengawasan satu kali
dalam setahun.
4. Parameter Air Bersih
Parameter air bersih menurut Permenkes RI No 32 tahun 2017
tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air bersih dan
terdapat beberapa parameter yaitu fisik, biologi, dan kimia.
5. Rumah Sakit
Menurut UU RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
mengatakan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Rumah sakit sendiri mempunyai tugas dan
fungsi, tugas rumah sakit sendiri adalah memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna dan Untuk menjalankan
tugasnya Rumah Sakit mempunyai fungsi:
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan
kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta
penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
6. Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut PERMENKES RI No 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit, rumah sakit umum terdapat empat
klasifikasi yaitu :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Sedangkan Rumah Sakit Umum Kelas D diklasifikasikan lagi
menjadi :
a. Rumah Sakit Umum Kelas D
b. Rumah Sakit Umum Kelas D Pratama
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai
'pemelihara kesehatan'. Menurut WHO, sanitasi lingkungan
(environmental sanitation) adalah upaya pengendalian semua faktor
lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat
menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkem- bangan fisik,
kesehatan dan daya tahan hidup manusia.
Rumah sakit (RS) adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan,
tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat
menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes RI, 2004).
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang di dalamnya
terdapat bangunan, peralatan, manusia (petugas, pasien dan pengunjung)
dan kegiatan pelayanan kesehatan, selain dapat menghasilkan dampak
positif berupa produk pelayanan kesehatan yang baik terhadap pasien dan
memberikan keuntungan retribusi bagi pemerintah dan lembaga
pelayanan itu sendiri, rumah sakit juga dapat menimbulkan dampak
negatif berupa pengaruh buruk kepada manusia, seperti sampah dan
limbah rumah sakit yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan,
sumber penularan penyakit dan menghambat proses penyembuhan serta
pemulihan penderita.
Dalam lingkup Rumah Sakit (RS), sanitasi berarti upaya
pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi dan biologik di
RS yang menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan pengaruh
buruk terhadap kesehatan petugas, penderita, pengunjung maupun bagi
masyarakat di sekitar RS.
Dari pengertian di atas maka sanitasi RS merupakan upaya dan
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan di RS
dalam memberikan layanan dan asuhan pasien yang sebaik-baiknya.

B. Kebutuhan Air Minuman dan Air Bersih Rumah Sakit.


Jumlah kebutuhan air minum dan air bersih untuk rumah sakit
masih belum dapat ditetapkan secara pasti. Jumlah ini tergantung pada
kelas dan berbagai pelayanan yang ada di rumah sakit yang
bersangkutan. Makin banyak pelayanan yang ada di rumah sakit tersebut,
semakin besar jumlah kebutuhan air. Di lain pihak, semakin besar jumlah
tempat tidur, semakin rendah proporsi kebutuhan air per tempat tidur.
Secara umum, perkiraan kebutuhan air bersih didasarkan pada jumlah
tempat tidur. Kebutuhan minimal air bersih 500 liter per tempat tidur per
hari.

C. Sumber Air Bersih Rumah Sakit.


Berbagai sumber untuk penyediaan air bersih antara lain sungai,
danau, mata air, air tanah dapat digunakan untuk kepentingan kegiatan
rumah sakit dengan ketentuan harus memenuhi persyaratan, baik dari
segi konstruksi sarana, pengolahan, pemeliharaan, pengawasan kualitas
dan kuantitas.
Sebaiknya rumah sakit mengambil air PAM karena akan
mengurangi beban pengolahan sehingga tinggal beban pengawasan
kualitas airnya. Bila PAM tidak tersedia di daerah tersebut, pilihan yang
ada sebaiknya air tanah menjadi pilihan utama terutama bila keadaan
geologi cukup baik karena air tanah tidak banyak memerlukan
pengolahan dan lebih mudah didesinfeksi dibanding air permukaan
disamping juga kualitasnya relatif lebih stabil.
Bila air tanah juga tidak mungkin, terpaksa harus menyediakan
pengolahan air permukaan. Untuk membangun sistem pengolahan perlu
mempertimbangkan segi ekonomi, kemudahan pengolahan, kebutuhan
tenaga untuk mengoperasikan sistem, biaya operasi dan kecukupan
supply baik dari segi jumlah maupun mutu air yang dihasilkan.
D. Pengelolaan Air Bersih Rumah Sakit.
Pengolahan air bervariasi tergantung pada karakteristik asal air dan
kualitas produk yang diharapkan, mulai dari cara paling sederhana, yaitu
dengan chlorinasi sampai cara yang lebih rumit. Makin jauh
penyimpangan kualitas air yang masuk terhadap Permenkes No. 146
tahun 1990 semakin rumit pengolahan yang dilakukan.
Pengolahan-pengolahan yang mungkin dipertimbangkan adalah sebagai
berikut
a. Tanpa pengolahan (mata air yang dilindungi).
b. Chlorinasi.
c. Pengolahan secara kimiawi dan chlorinasi (landon air).
d. Penurunan kadar besi dan chlorinasi (air tanah).
e. Pelunakan dan chlorinasi (air tanah).
f. Filtrasi pasir lambat (FPL) dan chlorinasi (sungai daerah
pegunungan).
g. Pra-pengolahan → FPL → Chlorinasi (air danau/waduk).
h. Koagulasi → Flokulasi → Sedimentasi →Filtrasi →Chlorinasi
(sungai).
i. Aerasi →Koagulasi →Flokulasi →Sedimentasi →Filtrasi
→Chlorinasi (sungai/danau dengan kadar oksigen terlarut rendah).
j. Pra-pengolahan →Koagulasi →Flokulasi →Sedimentasi →Filtrasi
→Chlorinasi (sungai yang sangat keruh).
k. Koagulasi →Flokulasi →Sedimentasi →Filtrasi →Pelunakan
→Chlorinasi (sungai).

E. Pengawasan Kualitas Air di Rumah Sakit


Tujuan pengawasan kualitas air di rumah sakit adalah terpantau
dan terlindungi secara terus menerus terhadap penyediaan air bersih agar
tetap aman dan mencegah penurunan kualitas dan penggunaan air yang
dapat mengganggu/membahayakan kesehatan serta meningkatkan
kualitas air.
Adapun sasaran pengawasan kualitas air ini terutama ditujukan
kepada semua sarana penyediaan air bersih yang ada di rumah sakit
beserta jaringan distribusinya baik yang berasal dari PDAM/BPAM
maupun dikelola oleh rumah sakit yang bilamana timbul masalah akan
memberi risiko kepada orang-orang yang berada dalam lingkup rumah
sakit (pasien, karyawan, pengunjung). Perlindungannya ditujukan kepada
mulai dari PDAM dan air baku yang akan diolah (apabila rumah sakit
membuat pengolahan sendiri) sampai air yang keluar dari kran-kran
dimana air diambil.
Kegiatan pokok pengawasan kualitas air adalah sebagai berikut :
a. Inspeksi Sanitasi
Yang dimaksud inspeksi sanitasi adalah suatu kegiatan untuk
menilai keadaan suatu sarana penyediaan air bersih guna mengetahui
berapa besar kemungkinan sarana tersebut dipengaruhi oleh
lingkungannya yang mengakibatkan kesehatan masyarakat menurun.
Inspeksi sanitasi dapat memberikan informasi sedini mungkin
pencemaran sumber air yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau
makhluk lainnya yang dekat dengan sumber. Inspeksi sanitasi
dilaksanakan sebagai bagian dari pengawasan kualitas air dan
mencakup penilaian keseluruhan dari banyak faktor yang berkaitan
dengan sistem penyediaan air bersih.
Langkah-langkah inspeksi sanitasi di rumah sakit adalah sebagai
berikut :
 Membuat peta/maping mulai dari reservoir/unit pengolahan
sampai sistem jaringan distribusi air yang terdapat dalam
bengunan rumah sakit.
 Melakukan pengamatan dan menentukan titik-titik rawan pada
jaringan distribusi yang diperkirakan air dalam pipa mudah
terkontaminasi.
 Menentukan frekuensi inspeksi sanitasi.
 Menentukan kran-kran terpilih dari setiap unit bangunan yang
ada di rumah sakit untuk pengambilan sampel dan penetuannya
berdasarkan hasil pengamatan dari poin b.
b. Pengambilan Sampel
Sampel diambil dari sistem penyediaan air bersih guna
mengetahui apakah air aman bagi konsumen di rumah sakit dan
sampel ini harus dapat mewakili air dari sistem secara keseluruhan.
Mengingat fungsi rumah sakit sebagai tempat pengobatan dan
perawatan orang sakit dengan berbagai aktivitasnya maka frekuensi
pengambilan sampel untuk pemeriksaan bakteriologik air dapat
dilakukan setiap bulan sekali sedangkan untuk unit-unit yang
dianggap cukup rawan seperti kamar operasi, unit IGD, ICCU serta
dapur (tempat pengolahan makanan dan minuman) maka
pengambilan sampel dapat dilakukan setiap seminggu sekali. Untuk
pengambilan sampel pemeriksaan kimiawi, frekuensi pengambilan
dilakukan setiap 6 bulan sekali.
c. Pemeriksaan Sampel
Sampel air setelah diambil segera dikirim ke laboratorium yang
terdekat untuk pemeriksaan bakteriologik air dapat memanfaatkan
laboratorium yang ada di rumah sakit (bagi rumah sakit yang telah
dilengkapi peralatan laboratorium pemeriksaan air) atau Balai
Laboratorium Kesehatan (BLK) sedang untuk pemeriksaan kimia air
dapat diperiksa ke BLK atau BTKL (Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan). Parameter yang diperiksa di lapangan meliputi bau,
rasa, warna, kekeruhan, suhu air, kejernihan, pH dan sisa chlor.
d. Tenaga Pengelola
Tenaga pengelola air bersih terdiri dari :
 Tenaga pelaksana dengan tugas mengawasi plambing dan
kualitas air dengan kualifikasi D1 dan latihan khusus.
 Pengawasan dengan tugas mengawasi tenaga pelaksana
pengelolaan air bersih dengan kualifikasi D3 dan latihan khusus.
e. Pencatatan dan Analisis
Setiap kegiatan yang telah dilaksanakan dilakukan pencatatan
kemudian dianalisis. Tolak ukur pengawasan kualitas air adalah
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 tahun 1990. Adanya
penyimpangan dari kualitas air maka segera dilakukan pengecekan
kembali/inspeksi ulang dan tindakan perbaikan dapat dilaksanakan.

F. Sistem Distribusi Air dalam Bangunan Rumah Sakit


a. Jenis Sistem Distribusi
Air dalam rumah sakit didistribusikan secara horizontal dan vertikal.
Kran biasanya dipasang pada tiap dasar sambungan vertikal atau
sambungan horizontal sehingga saluran bisa ditutup bila sedang
diadakan perbaikan.
 Sambungan Langsung dari Sumber
Sambungan paling sederhana adalah sambungan langsung dari
sumber, dimana tekanan air dari pipa induk digunakan sebagai
sumber tekanan untuk mendistribusikan air ke seluruh gedung
rumah sakit. Dengan cara ini mungkin bisa melayani sampai
tingkat 2 atau 3. Bila tekanan tidak memadai atau bangunan
bertingkat jamak maka perlu tekanan tambahan (booster).
 Sambungan Langsung dan Booster
Untuk sistem ini dapat dikombinasikan antara pompa dan
booster. Kapasitas pompa harus cukup besar sehingga
memenuhi kebutuhan dan bila booster dijalankan tidak sampai
terjadi tekanan negatif. Untuk menghindari tekanan negatif itu
perlu disediakan tangki penampung booster. Tangki ini juga
bermanfaat untuk kebutuhan darurat. Bila pompa booster
dipasang tanpa tangki penampung booster maka harus dipasang
saklar yang akan menjalankan pompa bila tekanan turun sampai
tingkat yang telah distel (misalnya 30 psi).
 Sistem Reservoir
Air dipompa ke reservoir dan didistribusikan secara gravitasi.
Distribusi sistem gravitasi bisa untuk semua gedung atau hanya
lantai atas yang tidak terjangkau oleh tekanan air dari saluran
induk. Reservoir bisa dipasang menjadi satu dengan gedung atau
terpisah. Tangki harus tertutup rapat kedap air, anti serangga,
tahan terhadap korosi dan terhadap tekanan. Dipasang pipa
ventilasi yang dilengkapi dengan penutup dari anyaman untuk
mencegah pengotoran dan masuknya serangga. Demikian pula
pada pipa tumpahan. Pipa penguras bisa dijadikan satu dengan
pipa tumpahan, dipasang pada dasar tangki sehingga bisa
dikuras habis. Pipa masuk ke dalam tangki harus disediakan “air
gap” atau pipa inlet dipasang kira-kira 10 cm diatas pipa
tumpahan. Bila tangkai juga disediakan untuk pemadam
kebakaran, outlet untuk keperluan air bersih dipasang agak ke
atas dari dasar reservoir sehingga reservoir akan tetap tersedia
air untuk keperluan pemadam kebakaran. Tinggi tangki
ditetapkan berdasarkan tekanan minimum yang diperlukan pada
outlet tertinggi/terjauh. Kadang-kadang perlu dipasang penahan
tekanan untuk mencegah tekanan berlebihan pada jaringan
distribusi di lantai bagian bawah. Ukuran tangki reservoir
tergantung pada jumlah yang ingin ditandon untuk keperluan
sehari-hari dan pemadam kebakaran, siklus pemompaan,
lamanya kebutuhan puncak dalam gedung dan kecepatan supply
air ke dalam gedung selama penggunaan puncak.
 Sistem Tangki Bertekanan
Sistem ini terdiri dari pompa air kompresor udara dan tangki
tertutup. Kira-kira 2/3 tangki berisi air dan seperti berisi tekanan
udara. Air dari tangki langsung didistribusikan. Sistem ini
biasanya digunakan bila tidak mungkin menggunakan sistem
reservoir atau jumlah air yang diperlukan kurang dari 100 gram.
Bila menggunakan sistem ini di bangunan yang tinggi, tekanan
udara tinggi dalam tangki menyebabkan air mengabsorpsi udara
yang akan kemudian dilepaskan dalam sistem air panas. Karena
efek tersebut, sistem ini kurang disukai.
b. Sistem Air Panas
 Jumlah
Perlu diperkirakan jumlah air bersih dan jumlah air panas yang
dibutuhkan. Angka ini sangat bervariasi untuk setiap rumah
sakit (American Society of Heating, Refrigerator and Air
Condition Engineers 1967, menyarankan sekitar 300 – 400 liter
per tempat tidur).
 Persyaratan Suhu
Untuk kebutuhan normal, 40°C merupakan suhu maksimal
untuk bathtubs dan shower. Bila suhu air yang disediakan
melebihi 40°C harus dipasang kran pengendali dan kran
pencampur air panas dan dingin. Disarankan suhu air panas
tidak melebihi 60°C. Bila diperlukan air lebih panas misalnya
untuk keperluan dapur dan laundry, perlu dipasang sistem air
lain atau ditambah booster pemanas.
 Persyaratan untuk Dapur dan Laundry
Satu sumber memperkirakan bahwa laundry rumah sakit
menggunakan air 40 liter per kg. Cucian, 60 % merupakan air
panas. Juga diperkirakan 5 liter air panas per orang per sekali
makan untuk dapur di Indonesia belum ada standar yang pasti.
Secara umum untuk memperkirakan kebutuhan air panas untuk
dapur dan laundry dapat didasarkan pada tipe dan jenis alat cuci
yang digunakan, jumlah air panas diperlukan untuk kegunaan
umum, lamanya penggunaan puncak air panas, suhu air pada
kran, jenis dan kapasitas mesin/sistem pemanas air dan tipe
sistem pemanas air yang diinginkan. Pada setiap sistem air
panas harus dipasang sistem pengaman untuk mencegah
terjadinya pecah atau ledakan saluran. Untuk ini dimohonkan
dapat berkonsultasi lebih lanjut pada tenaga ahli sistem air
panas.

G. Instrumen Instalasi sanitasi Air Bersih Rumah Sakit


a. Fasilitas penyediaan air minum dan air bersih
 Harus tersedia air minum dan air bersih
 Tersedia minimal 500lt/tempat tidur/hari
 Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat
kegiatanyang membutuhkan secara berkesinambungan
 Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar
harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan
tekanan positif
b. Fasilitas toilet dan kamar mandi
 Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan bersih
 Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin
,bewarna terang, dan mudah dibersihkan
 Pada setiap unit ruangan harus tersedia toliet ( jamban,
peturasan, dan tempat cuci tangan )tersedia khususnya unit
rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar mandi
 Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi
dengan penahan bau (water seal)
 Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dapur
,kamar operasi, dan ruang khusus lainnya
 Lubang penghawaan harus berhubungan dengan udara luar
 Toliet harus terpisah antara toilet pria dan wanita,unit rawat
inap, dan karyawan,karyawan dan toilet pengunjung
 Tidak terdapat genangan air yang dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk
c. Kualitas air yang digunakan di ruang khusus
 Ruang Operasi
Bagi rumah sakit yang menggunakan air yang sudah diolah
seperti air PDAM, Sumur bor,dan sumber lain untuk keperluan
operasi dapat melakukan pengolahan dengan catridge filter dan
dilengkapi dengan desinfeksi menggunakan ultraviolet (UV)
 Ruang Farmasi dan hemodialis
Air yang digunakan untuk penyiapan obat penyiapan Injeksi dan
pengenceran dalam hemodialisis..

H. Sistem Pendataan Sanitasi Air Bersih Rumah Sakit


Tata laksana
a. Kegiatan pengawasan kualitas air dengan pendekatan survei
kualitas air antara lain :
 Inspeksi sanitasi terhadap air minum dan air bersih
 Pengambilan, pengiriman,dan pemeriksaan air bersih
 Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan
laboraturium dan
 Tindak lanjut berupa perbaikan antara sarana dan kualitas air,
b. Melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih rumah
sakit minimal 1 tahun sekali. Petunjuk teknis inspeksi sanitasi
sarana penyediaan air sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan
Direktorat Jendral PPM dan PL Departemen Kesehatan.
c. Pengambilan sampel air pada sarana penyediaan air minum dan
atau air bersih rumah sakit tercantum dalam tabel.
Tabel 2.1 Jumlah sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologik menurut
jumlah tempat tidur

Jumlah Minuman Sampel Air per Bulan untuk


Jumlah Tempat Tidur Pemeriksaan Mikrobiologik

Air Minum Air Bersih


25-100 4 4
1001-400 6 6
401-1000 8 8
˃1000 10 10

d. Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan


minimal 3 bulan dan titik pengambilan sampel masing masing pada
tempat penampungan (reservoir) dan keran sejauh reservoir.
Pemeriksaan Bakterioligi 1 bulan sekali.
e. Trik pengambilan sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologik
terutama pada keran air dari ruang dapur, ruang operasi, kamar
bersalinan,kamar bayi, ruang makan, dan tempat penampungan
(reservoir), secara acak pada keran keran sepanjang sistem
ditribusi, pada sumber air, dan titik lain yang rawan pencemaran.
f. Sampel air pada butir c dan d tersebut diatas dikirim dan
diperiksakan pada laboraturium berwenang atau yang ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan atau Pemerintahan Daerah setempat.
g. Pengambilan dan pengiriman sampel air dilaksanakan sendiri oleh
pihak ketiga yang direkomendasikan oleh Dinas Kesehatan.
h. Sewaktu-waktu Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/kota dalam
rangka pengawasan (ujipetik) penyelenggaraan penyehatan
lingkungan rumah sakit, dapat mengambil langsung sampel air
pada sarana penyediaan air minum dan atau air bersih rumah sakit
untuk diperiksakan dalam laboraturium.
i. Setiap 24 jam sekali rumah sakit harus melakukan pemeriksaan
kualitas air untuk pengukuran sisa klor bila menggunakn
desinfektan kaporit,pH,dan kekeruhan air minum atau air bersih
yang berasal dari sistem perpipaan atau pengolahan air pada
titik/tempat yang dicurigai rawan pencemaran.
j. Petugas sanitasi atau penanggung jawab pengelolaan kesehtan
lingkungan melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan
laboraturium.
k. Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter
yang menyimpang dari standar,maka harus dilakukan pengolahan
sesuai parameter menyimpang.
l. Apabila ada hasil Inspeksi sanitasi menunjukkan tingkat resiko
pencemaran amat tinggi harus dilakukan perbaikan sarana.

Penilaian dan Pendataan dilakukan dengan mempertimbangkan indikator


seperti berikut.5
Variabel Upaya Komponen yang
No Bobot Nilai Skor
Kesling Dinilai
IV Penyehatan air
(Jumlah Bobot 16)
1. Kuantitas 8 a. Tersedia air 70
bersih ˃
500
lt/tempat
tidur/hr dan
tersedia air
minum
sesuai
dengan
kebutuhan
b. Air minum 30
tersedia
pada setiap
tempat
kegiatan
2. Kualitas 5 a. Bakteriolog
80
is
b. Kimia 15
c. Fisika 5
3. Sarana 3 a. Sumber
PDAM, air 50
tanah diolah
b. Distribusi
30
tidak bocor
c. Penampung
20
an tertutup
5
Keputusan Menteri Kesehatan RI, No RI No
1204/MENKES/SK/X/2004, Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit,hlm . 55.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam lingkup Rumah Sakit (RS), sanitasi berarti upaya
pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi dan biologik di RS
yang menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan pengaruh buruk
terhadap kesehatan petugas, penderita, pengunjung maupun bagi
masyarakat di sekitar RS.
B. Saran
Sudah seharusnya sanitasi Rumah Sakit mengacu pada Keputusan
Menteri Kesehatan RI, No RI No 1204/MENKES/SK/X/2004, Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, namun pada realita dan
kenyataannya sebagaian Rumah Sakit masih mengesampingkan peraturan
tersebut, seperti masih ditemukan bakteri coli diatas nilai ambang batas
pada air bersih Rumah Sakit yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
baru pada pasien,pengunjung,maupun petugas kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Sabarguna, B.S.,dkk.2011. Sanitasi Air dan Limbah Pendukung Keselamatan
Pasien Rumah Sakit. Jakarta:Salemba Medika.
http://izhalruztam.blogspot.com/2011/09/hygiene-sanitasi-rumah-sakit.html
http://verawatyawaludin.blogspot.com/2012/02/sanitasi-rumah-sakit.html
http://nurjanahmatkul.blogspot.com/2013/12/sanitasi-rs.html
http://ocw.ui.ac.id/mod/resource/view.php?id=255.
Lud waluyo. 2005 . Mikrobiologi lingkungan. Malang . UMM press
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang
Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air.
Depkes RI , 2007. Profil kesehatan Indonesia 2005.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan
Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang,
Solus Per Aqua, Dan Pemandian Umum
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang
Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit.

Anda mungkin juga menyukai