Anda di halaman 1dari 93

TRANSPORTASI

BAB XIV

TRANSPORTASI

A. PENDAHULUAN

Pembangunan sektor transportasi dalam Repelita VI yang


meliputi sarana dan prasarana transportasi darat, laut, dan udara
telah memperkokoh peranan transportasi sebagai urat nadi kehidup-
an ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan. Arab
pembangunan sektor transportasi sesuai amanat GBHN 1993 adalah
untuk mendukung terwujudnya pola distribusi nasional yang
handal, efisien, dan terjangkau yang mendukung mobilitas manusia,
barang dan jasa, serta mendukung pengembangan wilayah dan
daerah, termasuk perdesaan dan kepulauan terpencil.

Di bidang transportasi darat, pembangunan prasarana jalan


dan jembatan telah meningkatkan jasa pelayanan produksi dan
distribusi yang penting dan banyak berperan dalam menunjang per -
tumbuhan ekonomi nasional, mendorong terciptanya pemerataan

XIV/3
pembangunan wilayah dan stabilitas nasional, serta meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Prasarana jalan dibangun
serasi dengan perkembangan transportasi jalan raya, terutama
keserasian antara beban dan kepadatan lalu lintas kendaraan dengan
kemampuan daya dukung jaringan jalan, termasuk pembangunan
jalan tol yang dilaksanakan melalui kerjasama antara pemerintah
dan swasta. Sementara itu pembangunan jalan yang membuka
keterisolasian daerah terpencil dan mendukung pengembangan
permukiman perdesaan termasuk permukiman transmigrasi terus
ditingkatkan.

Pelaksanaan pembangunan prasarana jalan selama empat


tahun pelaksanaan Repelita VI telah meningkatkan kapasitas
jaringan jalan sehingga dapat lebih memperlancar pergerakan
ekonomi dan memperluas jaringan distribusi nasional. Program
pemeliharaan, peningkatan, dan pembangunan jalan juga telah
meningkatkan efisiensi dan optimasi biaya transportasi, serta
meningkatkan aksesibilitas daerah-daerah yang potensial dalam
kaitannya dengan pengembangan wilayah. Program rehabilitasi dan
pemeliharaan rutin dan berkala jalan dan jembatan pada jaringan
jalan arteri dan kolektor mencapai masing-masing sepanjang
131.006 kilometer untuk jalan dan 47.016 meter untuk jembatan,
atau sebesar 61,3 persen dan 39,2 persen dari sasaran Repelita VI
yang sepanjang 213.700 kilometer untuk jalan dan 120.000 meter
untuk jembatan. Program peningkatan jalan dan penggantian
jembatan arteri dan kolektor mencapai masing-masing sepanjang
24.285 kilometer dan 65.412 meter atau sebesar 113,7 persen dan
118,9 persen dari sasaran Repelita VI yang sepanjang 21.350
kilometer untuk peningkatan jalan arteri dan kolektor dan 55.000
meter untuk penggantian jembatan pada jalan arteri dan kolektor,
sedangkan peningkatan jalan kabupaten/lokal mencapai panjang

XIV/4
45.545 kilometer untuk jalan atau sebesar 70,1 persen dari sasaran
Repelita VI yang sepanjang 65.000 kilometer dan 64.027 meter
untuk jembatan. Program pembangunan jalan dan jembatan arteri
dan kolektor yang lebih ditujukan untuk membuka daerah-daerah
terpencil dan mendukung perkembangan daerah perkotaan masing-
masing mencapai 4.504 kilometer dan 15.039 meter atau sebesar
91,9 persen dan 49,7 persen dari sasaran Repelita VI yang
sepanjang 4.900 kilometer untuk jalan dan 30.250 meter untuk
jembatannya, sedangkan pembangunan jalan tol selama kurun
waktu empat tahun pelaksanaan Repelita VI telah mencapai 155
kilometer atau sebesar 50 persen dari sasaran Repelita VI yang
sepanjang 310 kilometer.

Dalam pembangunan transportasi darat, selama Repelita VI


telah tumbuh dengan pesat jumlah kendaraan yang menunjukkan
meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta
ditunjang oleh peningkatan kuantitas dan kualitas prasarana jalan.
Pada tahun 1993/94 jumlah kendaraan yang terdaftar mencapai
sekitar 13,1 juta buah, sedangkan pada tahun 1997/98, jumlah
tersebut meningkat sekitar 29,0 persen atau menjadi sekitar 16,9
juta buah yang terdiri dari bus 4,4 persen, mobil barang/truk 11,8
persen, mobil penumpang 16,7 persen, dan sepeda motor 67,1
persen. Pertumbuhan jumlah kendaraan yang terdaftar yang terdiri
dari bus, truk, mobil penumpang, dan sepeda motor adalah rata-rata
6,6 persen pertahun, hampir mencapai sasaran pertumbuhan sektor
transportasi dalam Repelita VI sebesar 7,0 persen pertahun. Untuk
mendukung terciptanya angkutan jalan yang lancar, tertib, aman,
selamat, dan nyaman maka pesatnya pertumbuhan kendaraan
bermotor tersebut juga didukung oleh manajemen lalu lintas
angkutan dan pengembangan sistem pengaturan serta perundang-
undangan yang mengatur angkutan jalan, kelaikan kendaraan di

XIV/5
jalan melalui pemeriksaan kendaraan bermotor, serta
pengembangan prasarana dan sarana fasilitas lalu lintas jalan, di
samping peran serta masyarakat dan peningkatan disiplin pengguna
jalan.

Program pengembangan perkeretaapian melalui pem-


bangunan prasarana dan sarana kereta api serta peningkatan
manajemen dan pelayanan jasa kereta api, telah meningkatkan
kapasitas dan pelayanan angkutan kereta api dari tahun 1993/94
sampai dengan tahun 1997/98. Jumlah pengguna jasa angkutan
kereta api selama kurun waktu tersebut meningkat dengan pesat,
yaitu jika pada tahun 1993/94, jumlah penumpang kereta api
adalah sekitar 98,0 juta orang, pada tahun 1997/98 telah meningkat
menjadi sekitar 165,1 juta orang, atau pertahun mengalami
peningkatan rata-rata sekitar 14,2 persen. Selain itu volume
angkutan barang yang diangkut kereta api juga mengalami
peningkatan dari sekitar 15,7 juta ton pada 1993/94, menjadi sekitar
21,6 juta ton pada tahun 1997/98, atau meningkat rata-rata sekitar
8,5 persen pertahun. Pertumbuhan jumlah pengguna jasa angkutan
kereta api, lebih tinggi dari sasaran sektor transportasi dalam
Repelita VI sebesar rata-rata 7,0 persen pertahun.

Program peningkatan angkutan sungai, danau, dan


penyeberangan telah menambah jumlah dermaga dan sarana kapal
penyeberangan yang dibangun dan dioperasikan terutama pada
lintas-lintas perintis di kawasan timur Indonesia. Peran serta swasta
dalam penyediaan jasa pelayanan angkutan penyeberangan telah
meningkat khususnya pada lintas-lintas penyeberangan yang telah
berkembang diantaranya yang menghubungkan Sumatera-Jawa-
Bali-Lombok-Sumbawa-Flores dan Jawa-Madura. Pada tahun
1993/94, jumlah penumpang yang diangkut mencapai sekitar 59,0

XIV/6
juta orang, sedangkan pada tahun 1997/98 jumlahnya meningkat
menjadi sekitar 95,1 juta orang. Volume angkutan barang
meningkat dari sekitar 26,2 juta ton pada tahun 1993/94, menjadi
sekitar 33,1 juta ton pada tahun 1997/98. Selain angkutan
penumpang dan barang, jumlah kendaraan yang diangkut juga
mengalami peningkatan, yaitu dari sekitar 5,7 juta kendaraan pada
tahun 1993/94 menjadi sekitar 10,0 juta kendaraan pada tahun
1997/98. Dengan demikian pertumbuhan produksi angkutan
penyeberangan rata-rata adalah sekitar 13,0 persen pertahun untuk
volume penumpang yang diangkut, 6,1 persen pertahun untuk
volume barang yang diangkut, dan 14,1 persen pertahun untuk
jumlah kendaraan yang diangkut, atau secara umum telah dapat
mencapai sasaran pertumbuhan sektor transportasi dalam Repelita
VI yaitu rata-rata sebesar 7,0 persen pertahun.

Peran angkutan sungai dan danau sangat penting dalam


memberikan pelayanan transportasi di daerah pedalaman dan
daerah terpencil di mana fasilitas moda transportasi lain belum
tersedia, seperti di pedalaman Sumatera, Kalimantan, dan Irian
Jaya. Dalam upaya itu, selama empat tahun Repelita VI telah
dilaksanakan pembangunan 58 buah dermaga sungai dan danau
terutama untuk membuka daerah terpencil serta mendukung
pembangunan wilayahnya.

Sebagai bagian dari pembangunan sistem transportasi


nasional, pembangunan transportasi laut dalam Repelita VI
berupaya meningkatkan manajemen pelayaran nasional yang
didukung oleh fasilitas pelabuhan yang memadai, sehingga
transportasi laut semakin mampu mendukung pembangunan
nasional dan menyatukan seluruh wilayah tanah air. Selama empat
tahun Repelita VI pembangunan transportasi laut telah

XIV/7
menyelesaikan pembangunan dermaga sepanjang 9.661 meter,
gudang seluas 24.590 meter persegi, lapangan penumpukan seluas
259.897 meter persegi, terminal penumpang 15.720 meter persegi,
29 menara suar, dan 268 rambu suar. Bila dibandingkan hasil
kumulatif pembangunan sampai dengan tahun 1993/94
pembangunan dermaga meningkat 7,8 persen, gudang meningkat
9,4 persen, lapangan penumpukan meningkat 19,5 persen, dan
terminal penumpang meningkat 27,3 persen. Tetapi bila dibanding -
kan dengan sasaran Repelita VI, pembangunan dermaga mencapai
96,7 persen, gudang 32,5 persen, lapangan penumpukan 80,5
persen, terminal penumpang 78,1 persen, menara suar 90,6 persen,
dan rambu suar 89,3 persen. Dalam kurun waktu empat tahun
tersebut telah dibangun 6 pelabuhan peti kemas, 10 pelabuhan semi
peti kemas, dan 114 pelabuhan rakyat dan perintis.

Di bidang angkutan laut, pada tahun 1993/94 armada


pelayaran nusantara dan armada pelayaran rakyat sebagai sarana
angkutan laut dalam negeri mengangkut 25,1 juta ton angkutan
antar pulau dan pada akhir tahun keempat Repelita VI meningkat
menjadi 88,1 juta ton, atau naik lebih dari 251 persen. Armada
milik nasional yang melayani jasa angkutan laut ekspor-impor pada
tahun 1993/94 mengangkut 23,8 juta ton, dan pada tahun keempat
Repelita VI meningkat menjadi 44,9 juta ton, atau naik 88,6 persen.

Pembangunan prasarana transportasi udara selama empat


tahun Repelita VI telah menambah jumlah dan kemampuan bandar
udara yang dipergunakan untuk penerbangan sipil sehingga
mencapai 187 buah, termasuk 120 bandar udara kecil yang
sebagian besar berada di kawasan timur Indonesia. Dibandingkan
dengan tahun 1993/94, kemampuan armada penerbangan berjadwal
nasional selama Repelita VI telah meningkatkan jumlah

XIV/8
penumpang dan barang yang diangkut pertahun. Pada penerbangan
dalam negeri, peningkatannya rata-rata mencapai 12,3 persen
pertahun untuk penumpang dan 11,6 persen pertahun untuk barang.
Pada penerbangan luar negeri meningkat masing-masing 5,6 persen
pertahun untuk penumpang dan 7,4 persen pertahun untuk barang.
Peningkatan yang terjadi untuk penumpang yang diangkut pada
penerbangan dalam negeri telah mencapai sasaran yang
direncanakan sebesar 9 persen pertahun. Kenaikan barang yang
diangkut tidak mencapai sasaran yang direncanakan sebesar 12,2
persen pertahun. Demikian pula untuk penerbangan luar negeri
yang peningkatannya juga tidak mencapai sasaran yang
direncanakan sebesar 12 persen pertahun untuk penumpang dan
12,2 persen pertahun untuk barang diangkut. Tidak tercapainya
sasaran peningkatan tersebut disebabkan angkutan barang di dalam
negeri melalui udara belum dapat bersaing dengan moda angkutan
darat dan laut, serta perusahaan penerbangan nasional belum
mampu bersaing dengan perusahaan penerbangan internasional.
Jumlah pesawat-kilometer dan jam terbang selama Repelita VI
menunjukkan peningkatan pula meskipun jumlah armada
penerbangan berjadwal yang dimiliki perusahaan penerbangan
nasional menurun. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
pesawat telah semakin efisien.

Pembangunan meteorologi dan geofisika dalam Repelita VI


berupaya untuk meningkatkan jasa meteorologi dan geofisika
dalam rangka menunjang keselamatan masyarakat, keselamatan
pelayaran dan keselamatan penerbangan pada khususnya serta
untuk menunjang kegiatan pembangunan pada umumnya. Sampai
dengan tahun keempat Repelita VI, pembangunan meteorologi dan
geofisika meliputi 8 Stasiun Meteorologi Maritim, 10 Stasiun
Meteorologi Penerbangan, 6 Stasiun Klimatologi; pengembangan 6

XIV/9
Pusat Pelayanan dan 6 Pusat Kalibrasi; rehabilitasi 4 unit Radar
Cuaca di Medan, Palembang, Semarang, dan Denpasar. Untuk
meningkatkan keberhasilan operasi SAR, hingga tahun keempat
Repelita VI telah dilakukan penambahan sarana tindak awal SAR
berupa 5 unit helikopter dan 3 unit rescue boat yang masing-
masing ditempatkan di Jakarta, Tanjung Pinang dan Denpasar.

B. SASARAN, KEBIJAKSANAAN, DAN PROGRAM


REPELITA VI

Sasaran pertumbuhan sektor transportasi dalam Repelita VI


adalah rata-rata 7,0 persen per tahun. Dengan pertumbuhan ini,
sektor transportasi dapat memberikan tambahan kesempatan kerja
kepada 0,75 juta orang selama Repelita VI. Sasaran yang ingin
dicapai di bidang transportasi pada akhir Repelita VI adalah
terwujudnya jalan arteri, kolektor, dan lokal sepanjang 267.370
kilometer; jalan tol sepanjang 660 kilometer; jalan kereta api
sepanjang 5.401 kilometer; terwujudnya pembangunan baru
dermaga penyeberangan sebanyak 41 buah, dermaga sungai dan
danau sebanyak 60 buah, serta pembangunan kapal penyeberangan
perintis sebanyak 25 buah; tersedianya kapasitas armada pelayaran
yang mampu mengangkut muatan dalam negeri sebanyak 167 juta
ton dan muatan ekspor impor sebesar 210,3 juta ton; dan
tersedianya kapasitas armada udara yang mampu mengangkut
penumpang dalam negeri sebanyak 12,2 juta orang dan penumpang
luar negeri sebanyak 9,6 juta orang.

Sasaran pembangunan prasarana jalan pada Repelita. VI


adalah terlaksananya rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan
jembatan, peningkatan jalan dan penggantian jembatan, serta

XIV/10
pembangunan jalan dan jembatan baru dalam rangka terwujudnya
panjang jalan yang berfungsi sebagai jalan arteri sepanjang 16.000
kilometer, jalan kolektor sepanjang 50.000 kilometer, jalan lokal
sepanjang 201.370 kilometer, dan jalan tol sepanjang 660
kilometer, serta tercapainya kemantapan jalan arteri dan kolektor
sebesar 100 persen dan jalan lokal sebesar 60 persen, termasuk
jalan poros desa.

Sasaran pembangunan subsektor transportasi darat dibidang


lalu lintas angkutan jalan adalah terlaksananya pengadaan dan
pemasangan rambu jalan 46.000 buah, pagar pengaman jalan 310
kilometer, marka jalan 3.800 kilometer, dengan lokasi tersebar di
27 propinsi; pengadaan dan pemasangan peralatan pengujian
kendaraan bermotor 106 unit dengan lokasi tersebar di 27 propinsi;
pengadaan dan pemasangan lampu lalu lintas 178 unit, tersebar di
27 propinsi; pengadaan bus kota dan bus perintis 1.200 buah,
tersebar di 16 propinsi di Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara;
pembangunan terminal penumpang dan barang 43 buah di 20
propinsi di Sumatera, Jawa, Bali, Maluku dan Irian Jaya.

Sasaran pembangunan subsektor transportasi darat selama


Repelita VI di bidang perkeretaapian adalah terlaksananya
pembangunan jalan kereta api sepanjang 350 kilometer diantaranya
berupa pembangunan jalur ganda secara parsial pada lintas-lintas
Jakarta- Cirebon - Yogyakarta - Solo - Madiun - Surabaya, Jakarta-
Bogor, Jakarta-Tangerang, Jakarta-Serpong, dan Cikampek-
Purwakarta; peningkatan dan rehabilitasi jalan kereta api sepanjang
840 kilometer di Jawa dan Sumatera; peningkatan dan rehabilitasi
jembatan kereta api sebanyak 130 buah di Jawa dan Sumatera;
penyelesaian modernisasi sinyal dan telekomunikasi kereta api
sebanyak 50 unit; rehabilitasi lok disel , sebanyak 16 buah;

XIV/11
rehabilitasi KRL sebanyak 36 buah; modifikasi dan rehabilitasi
kereta penumpang sebanyak 60 buah; pengadaan kereta penumpang
sebanyak 170 buah; pengadaan lok disel sebanyak 52 buah;
pengadaan KRL sebanyak 84 buah; peningkatan kapasitas angkutan
kereta api di Jawa dan Sumatera, termasuk angkutan penumpang
dengan KRL di wilayah Jabotabek.

Sasaran di bidang angkutan sungai, danau, dan


penyeberangan, dalam Repelita VI adalah terselesaikannya
pembangunan dermaga dan terminal sungai, danau, dan
penyeberangan di 101 lokasi, yang terdiri dari pembangunan baru
41 dermaga penyeberangan antara lain di lintas Merak-Bakauhuni
(Dermaga III), Ujung-Kamal, Ketapang-Gilimanuk, Padang Bai-
Lembar, Tobelo-Daruba, Tual-Dobo, Rum-Ternate, Larat-
Saumlaki, Hunimoa-Haruku-Saparua, serta lokasi lain di
Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara
Barat, dan lokasi kawasan timur Indonesia lainnya; pembangunan
baru 60 dermaga sungai dan danau. Selain itu, rehabilitasi dermaga
dan terminal sungai, danau, dan penyeberangan di 42 lokasi yang
meliputi: rehabilitasi 25 dermaga penyeberangan; rehabilitasi 17
dermaga sungai dan danau. Selanjutnya, pengoperasian kapal
perintis sebanyak rata-rata 35 buah per tahun; dan pembersihan alur
sungai yang sudah dilayari di Kalimantan, Sumatera, dan Irian
Jaya; pemasangan fasilitas keselamatan pelayaran berupa rambu
sungai dan laut sebanyak 8.760 buah, antara lain di Sumatera,
Kalimantan, Maluku dan Irian Jaya. Disamping itu juga pemetaan
sungai dan danau untuk pengembangan pelayaran; penambahan
sarana kapal perintis, truk, dan bus air khususnya untuk kawasan
timur Indonesia; serta pengembangan penggunaan jenis sarana
transportasi berupa kapal Roll on and Roll off (Ro-Ro) yang dapat
menampung angkutan barang, kendaraan maupun penumpang.

XIV/12
Sasaran Repelita VI di subsektor transportasi laut adalah
terselesaikannya pembangunan 7 pelabuhan peti kemas;
pembangunan 14 pelabuhan semi peti kemas; pembangunan 158
pelabuhan rakyat dan perintis; pembangunan 32 menara suar;
pembangunan 300 rambu suar: pengerukan alur pelayaran sebanyak
60 juta meter kubik; tersedianya kapasitas armada pelayaran dalam
negeri yang mampu mengangkut muatan sebesar 167 juta ton;
tersedianya kapasitas armada milik nasional yang mampu
mengangkut 10 persen dari muatan ekspor-impor; serta
pengoperasian armada perintis sebanyak 34 kapal per tahun.

Sasaran lainnya adalah terlaksananya pembangunan fasilitas


pelabuhan laut yang meliputi pembangunan dermaga sepanjang
14.850 meter, gudang 80.000 meter persegi, lapangan penumpukan
900.000 meter persegi, dan terminal penumpang 24.250 meter
persegi. Sebagian dari sasaran tersebut, yaitu dermaga sepanjang
2.850 meter, gudang seluas 11.000 meter persegi, lapangan penum -
pukan seluas 107.500 meter persegi, dan terminal penumpang
seluas 5.000 meter persegi akan dilaksanakan pembangunannya
oleh badan usaha milik negara (BUMN) di bidang pelabuhan.

Sasaran pembangunan fasilitas keselamatan pelayaran adalah


tercapainya tambahan 32 unit menara suar, 300 unit rambu suar,
peningkatan stasiun radio pantai, penambahan 11 kapal navigasi,
dan pengerukan alur pelayaran sebesar 60 juta meter kubik
berlokasi di alur pelayaran utama antara lain, Belawan, Jambi,
Palembang, Pontianak, Banjarmasin dan Samarinda.

Sasaran pembinaan dan pengembangan armada pelayaran


adalah meningkatnya penyediaan kapasitas armada nusantara

XIV/13
sebesar 2.130 ribu dead weight ton (DWT), armada khusus curah
690 ribu DWT, armada khusus cair dan gas 2.830 ribu DWT, serta
armada pelayaran rakyat 320 ribu DWT. Sekitar 90 persen dari
armada tersebut diusahakan oleh swasta dan sisanya oleh badan
usaha milik negara (BUMN). Di samping itu, akan dilakukan
penambahan 13 buah kapal penumpang untuk meningkatkan
pelayanan jasa angkutan penumpang, dan beberapa di antaranya
akan dioperasikan sebagai armada perintis. Pengadaan kapal ini
akan dilakukan oleh BUMN.

Sasaran pembangunan transportasi udara dalam Repelita VI


adalah tersedianya kapasitas armada udara yang mampu
mengangkut penumpang sebesar 12,2 juta orang pada penerbangan
dalam negeri dan 9,6 juta orang pada penerbangan luar negeri;
jumlah bandar udara yang berfungsi sebagai pusat penyebaran
sebanyak 12 bandar udara dan subpusat penyebaran sebanyak 13
bandar udara; pengendalian lalu lintas penerbangan di wilayah
Indonesia seluruhnya oleh Indonesia; fasilitas keselamatan
penerbangan pada bandar udara dan jalur penerbangan yang
terpenuhi sesuai dengan persyaratan keselamatan penerbangan
internasional; peremajaan pesawat udara serta perampingan tipe
dan jenis pesawat udara yang beroperasi di Indonesia; serta
pengoperasian penerbangan perintis di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya.

Sasaran pengembangan fasilitas bandar udara adalah


terselesaikannya perpanjangan landasan 129.750 meter persegi
antara lain di Jakarta, Surabaya, Padang, Ujung Pandang, Manado,
Ambon, Surakarta, Bandung, Palu, Sorong, Kendari, Jayapura dan
bandar udara lainnya yang melayani penerbangan perintis;
pembangunan dan perluasan terminal penumpang 93.320 meter

XIV/14
persegi antara lain di Surakarta, Surabaya, Banjarmasin, Manado
dan Ambon; serta pembangunan dan perluasan bangunan penunjang
operasi 18.300 meter persegi terutama pada bandar udara kecil.

Sasaran Repelita VI subsektor meteorologi, geofisika,


pencarian dan penyelamatan adalah penyediaan dan pelayanan jasa
untuk mendukung transportasi udara, laut, pertanian; penyediaan
dan pelayanan data dan informasi gempa kuat untuk mendukung
penanggulangan bencana alam, serta prakiraan cuaca umum untuk
masyarakat. Sasaran pembangunan SAR Nasional pada Repelita VI
adalah pemenuhan peralatan deteksi dini berupa dua Local User
Terminal (LUT) yang masing-masing ditempatkan di Jakarta dan
Ambon; pengadaan seperangkat SAR Operation Information
Management System (SAROIMS); pengadaan satu pesawat fixed
wing amphibi serta pengadaan peralatan SAR.

Dalam rangka mewujudkan berbagai sasaran yang


dikemukakan di atas, disusun kebijaksanaan pembangunan
transportasi dalam Repelita VI yakni pengembangan sistem
transportasi nasional yang andal, berkemampuan tinggi, terpadu,
dan efisien serta mengacu pada pola tata ruang; pengembangan
transportasi regional dengan . perhatian khusus pada daerah
terbelakang, terutama kawasan timur Indonesia; mengembangkan
transportasi perkotaan; mendukung pembangunan industri,
pertanian, perdagangan, dan pariwisata; meningkatkan kualitas
pelayanan sarana dan prasarana transportasi; meningkatkan peran
serta masyarakat; mengembangkan sumber daya manusia dan
teknologi; meningkatkan daya saing transportasi nasional; dan
meningkatkan kemantapan peraturan perundang-undangan yang
terkait dalam penyelenggaraan transportasi.

XIV/15
Untuk mencapai sasaran sesuai dengan . arah kebijaksanaan
tersebut di atas, pembangunan transportasi dilaksanakan melalui
lima program pokok dan tiga program penunjang. Program pokok
meliputi program pengembangan sistem transportasi nasional,
program pembangunan prasarana jalan dan jembatan, program
pembangunan transportasi darat, program pembangunan
transportasi laut, dan program pembangunan transportasi udara.
Program pokok tersebut didukung oleh tiga program penunjang
yaitu program pembangunan meteorologi, geofisika, pencarian dan
keselamatan, program pendidikan dan pelatihan transportasi, serta
program penelitian dan pengembangan transportasi.

C. PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBANGUNAN


SAMPAI DENGAN TAHUN KEEMPAT REPELITA VI

1. Program Pokok

a. Program Pengembangan Sistem Transportasi


Nasional

Program pengembangan sistem transportasi nasional


bertujuan untuk menciptakan sistem dan jaringan transportasi
nasional yang mampu menggerakkan dinamika pembangunan,
mendukung pola distribusi nasional, mendukung pengembangan
wilayah dan peningkatan hubungan internasional. Program ini
dilaksanakan dengan mengembangkan konsep strategis dan
kebijaksanaan dasar dari sistem transportasi nasional, termasuk
pengembangan peraturan perundangan dan partisipasi sektor swasta
dalam pembangunan transportasi.

XIV/16
Dalam rangka mewujudkan sistem transportasi nasional yang
andal dan efisien tersebut, selama empat tahun Repelita VI telah
dikembangkan beberapa konsep strategis dan kebijaksanaan dasar
sistem transportasi yang serasi dengan rencana tata ruang wilayah
nasional dan dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi wilayah, berupa jaringan dan lintas transportasi nasional.
Sampai dengan tahun 1997/98 telah dilaksanakan berbagai
studi/penelitian yang mendukung konsep sistem transportasi
nasional dan pengembangan wilayah, diantaranya adalah studi
Sistem Transportasi Regional, studi Input-Output Sektor
Transportasi, studi transportasi yang terkait dengan persiapan dan
antisipasi menghadapi kesepakatan GATT/WTO, serta studi
pengembangan kualitas sumber daya manusia sektor transportasi.
Pelaksanaan berbagai studi tersebut ditindaklanjuti dengan kajian-
kajian dan rumusan-rumusan penyusunan peraturan perundangan
dan perumusan kebijaksanaan pembangunan transportasi pada masa
yang akan datang, khususnya dalam mengantisipasi meningkatnya
peranan sektor swasta.

b. Program Pembangunan Prasarana Jalan dan


Jembatan

Program pembangunan prasarana jalan dan jembatan pada


Repelita VI bertujuan untuk memantapkan dan memperluas
jaringan jalan yang menghubungkan daerah pusat produksi dan
pemasaran, daerah perkotaan serta perdesaan dan menjangkau
daerah tertinggal, selain itu juga mendukung pembangunan sektor
industri, pertanian, perdagangan, pariwisata, dan sektor lainnya.
Program pembangunan di bidang jalan dan jembatan meliputi 3
kegiatan, yaitu (I) rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jemba -

XIV/17
tan; (2) peningkatan jalan dan jembatan; dan (3) pembangunan
jalan dan jembatan.

Hasil-hasil pelaksanaan program pembangunan prasarana


jalan dan jembatan yang telah dicapai selama Repelita VI sampai
dengan tahun keempat adalah sebagai berikut:

1) Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan

Kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan


bertujuan untuk memelihara, merawat, dan memperbaiki kerusakan
yang bersifat spesifik maupun setempat pada seluruh ruas jalan dan
jembatan serta untuk mencegah turunnya kondisi jalan, sehingga jalan
dan jembatan yang ada secara terus menerus berada dalam kondisi
mantap dan dapat melayani volume lalulintas.

Pada tahun terakhir Repelita V (1993/94) telah dilakukan


rehabilitasi dan pemeliharaan jalan arteri dan kolektor sepanjang
35.014 kilometer dan jembatannya sepanjang 25.074 meter. Selama
empat tahun pelaksanaan Repelita VI, yakni sampai dengan tahun
1997/98, kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan arteri dan
kolektor telah mencapai 131.006 kilometer dan jembatan sepanjang
47.016 meter, yaitu sebesar 61,3 persen dan 39,2 persen dari
sasaran Repelita VI yang sepanjang 213.700 kilometer untuk jalan
dan 120.000 meter untuk jembatan. Pemeliharaan jalan dilakukan
baik rutin maupun berkala setiap 2-3 tahun sekali berupa pelapisan
ulang permukaan aspal untuk mencapai kondisi mantap. Program
rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan pada Repelita VI
dilakukan di ruas-ruas jalan : Tapak Tuan-Bakongan, Langsa-Batas
Sumut di Propinsi D.I. Aceh; Batas Pematang Siantar-Prapat,
Medan-Lubuk Pakam-Perbanungan-Tebing Tinggi di Propinsi

XIV/18
Sumatera Mara; Dumai-Simpang Batang, Pakanbaru-Simpang Tiga
di Propinsi Riau; Kendari-Kolaka, Lepo Lepo-Ambesia di Propinsi
Sulawesi Tenggara; Lautem-Los Palos, Baucau-Viqueque, Dili-
Aileu di Propinsi Timor Timur; dan Manokwari-Maruni, Wamena-
Piramid, Merauke-Sota di Propinsi Irian Jaya.

Pada akhir Repelita VI rehabilitasi dan pemeliharaan jalan


dan jembatan diharapkan akan mencapai masing-masing sepanjang
132.528 kilometer dan 72.957 meter, yaitu sebesar 65,0 persen dan
60,8 persen dari sasaran Repelita VI yang sepanjang 213.700
kilometer untuk jalan dan 120.000 meter untuk jembatan.

2) Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan

Kegiatan peningkatan jalan dan penggantian jembatan


bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jalan dan jembatan agar
dapat melayani lalulintas secara teratur selama 5 tahun sampai
mencapai 10 tahun masa pelayanan serta mengganti sejumlah
jembatan yang dalam keadaan rusak yang dapat mengurangi
berfungsinya ru g s jalan.

Kegiatan peningkatan jalan dan penggantian jembatan


meliputi peningkatan geometris, kapasitas, dan peningkatan
struktur beberapa ruas jalan dari tekanan gandar 8 ton menjadi 10
ton, serta untuk memenuhi kebutuhan prasarana ke pelabuhan dan
melayani peningkatan angkutan peti kemas. Pada tahun 1993/1994
telah dilakukan peningkatan jalan arteri dan kolektor sepanjang
10.774 kilometer, peningkatan jalan kabupaten/lokal sepanjang
11.000 kilometer, penggantian jembatan pada jalan arteri dan
kolektor sepanjang 29.502 meter, dan penggantian jembatan pada
jalan kabupaten/lokal sepanjang 21.992 meter. Selama empat tahun

XIV/19
pelaksanaan Repelita VI telah dilakukan peningkatan jalan arteri
dan kolektor sepanjang 24.285 kilometer dan penggantian jembatan
sepanjang 65.412 meter, yaitu sebesar 113,7 persen dan 118,9
persen dibanding sasaran Repelita VI yang sepanjang 21.350
kilometer untuk jalan dan 55.000 meter untuk jembatan.
Peningkatan jalan dan penggantian jembatan dilakukan antara lain
di ruas-ruas jalan : Palembang-Prabumulih-Muara Enim di Propinsi
Sumatera Selatan; Cikampek-Pamanukan-Lohbener, Cilegon-
Cikande-Jakarta di Propinsi Jawa Barat; Bawen-Surakarta di
Propinsi Jawa Tengah; Gempol-Malang, Gempol-Pasuruan,
Gempol-Probolinggo di Propinsi Jawa Timur; Asambaru-Pangkalan
Bun, Tamiang Layang-Dayu Ampah di Propinsi Kalimantan
Tengah; dan Pantai Hambawang-Amuntai, Lianganggang-
Martapura di Propinsi Kalimantan Selatan. Selain itu selama empat
tahun Repelita VI telah dilakukan pula peningkatan jalan
kabupaten/lokal sepanjang 45.545 kilometer, yaitu sebesar 71,1
persen dibanding sasaran Repelita VI yang sepanjang 65.000
kilometer dan jembatan sepanjang 64.027 meter atau sebesar 116
persen yang tersebar di seluruh propinsi. Program peningkatan jalan
dan penggantian jembatan pada tahun 1998/99 direncanakan untuk
meningkatkan kapasitas jalan arteri dan kolektor sepanjang 4.278
kilometer serta penggantian jembatan pada jalan arteri dan kolektor
sepanjang 15.518 meter, sehingga pada akhir Repelita VI akan
tercapai peningkatan kapasitas jalan arteri dan kolektor sepanjang
28.563 kilometer dan penggantian jembatan sepanjang 80.930
meter yaitu sebesar 133,8 persen dan 147,1 persen dari sasaran
Repelita VI yang sepanjang 21.350 kilometer untuk peningkatan
jalan dan 55.000 meter untuk penggantian jembatan.

XIV/20
3) Pembangunan Jalan dan Jembatan

Kegiatan pembangunan jalan dan jembatan baru bertujuan


untuk membuka daerah-daerah terpencil, menunjang pengem -
bangan daerah perkotaan, kawasan transmigrasi, pusat-pusat
produksi maupun dalam usaha menunjang lokasi sektor-sektor
strategis.

Kegiatan pembangunan jalan dan jembatan pada tahun kelima


Repelita V (1993/94) meliputi pembangunan baru jalan arteri dan
kolektor sepanjang 826 kilometer dan jembatan sepanjang 853
meter. Sedangkan selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI
telah dibangun jalan baru arteri dan kolektor sepanjang 4.504
kilometer dan jembatan pada jalan arteri dan kolektor sepanjang
15.039 meter, yaitu sebesar 91,9 persen dan 49,7 persen dibanding
sasaran Repelita VI yang sepanjang 4.900 kilometer untuk jalan
dan 30.250 meter untuk jembatan.

Pembangunan jalan dan jembatan baru selama empat


tahun pelaksanaan Repelita VI dilakukan antara lain di ruas-
ruas: Yetti-Senggi-Tengon, Wamena-Tengon, Yetti-Ubrub-Oksibil,
Nimbrokang-Sarmi di Propinsi Irian Jaya; Liku-Seluas-Entikong,
Renuang-Seluas, Nanga Tayap-Sandai-Aur Kuning di Propinsi
Kalimantan Barat; Gunung Mulyo-Bulat Berlian di Propinsi
Bengkulu, Bakauheni-Simpang Ketapang di Propinsi Lampung;
Ranca Buaya-Pameungpeuk di Propinsi Jawa Barat; Paguyaman-
Pelabuhan Anggrek, keliling Pulau Talaud di Propinsi Sulawesi
Utara; dan Simpang Kore-Piong, Labuhan Kenanga-Piong di
Propinsi Nusa Tenggara Barat.

XIV/21
Untuk mendukung upaya pemerataan pembangunan
prasarana jalan di kawasan timur Indonesia termasuk kawasan
perbatasan, telah dilakukan pembangunan jalan lintas antara lain
lintas Irian Jaya, lintas Kalimantan, lintas Sulawesi, dan lintas
Maluku. Hasil-hasil pembangunan jalan lintas yang telah dicapai
selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI antara lain pada lintas
timur Sumatera sepanjang 2.470 kilometer, lintas barat Sumatera
sepanjang 2.340 kilometer, lintas tengah Sumatera sepanjang 2.490
kilometer, lintas Pantai Selatan Jawa Barat sepanjang 555
kilometer, lintas Kalimantan sepanjang 2.740 kilometer, lintas barat
Sulawesi sepanjang 1.573 kilometer, lintas Sulawesi Tenggara
sepanjang 546 kilometer, lintas tengah Irian Jaya sepanjang 2.363
kilometer dan lintas perbatasan Irian Jaya sepanjang 1.263
kilometer. Selain itu juga dibangun lintas-lintas di pulau-pulau
kecil dan strategis antara lain : lintas selatan Pulau Lombok
sepanjang 176 kilometer, lintas selatan Pulau Sumbawa sepanjang
240 kilometer, lintas selatan Pulau Timor sepanjang 636 kilometer,
lintas utara Pulau Flores sepanjang 487 kilometer, lintas Seram
sepanjang 395 kilometer, lintas Halmahera sepanjang 345
kilometer,. dan lintas Tranggan di propinsi Maluku untuk
mendukung pengembangan armada angkutan laut wilayah timur
sepanjang 23 kilometer.

Pembangunan jembatan strategis selama empat tahun


pelaksanaan Repelita VI antara lain meliputi: jembatan Barito di
propinsi Kalimantan Selatan sepanjang 1.082 meter, jembatan
Maroo di propinsi Irian Jaya sepanjang 560 meter, dan jembatan
Kahayan di propinsi Kalimantan Tengah sepanjang 550 meter;
sedangkan jembatan Kapuas sepanjang 580 meter dan jembatan
Kapuas Murung sepanjang 560 meter saat ini sedang dalam tahap

XIV/22
penyelesaian dan diharapkan selesai keseluruhannya pada tahun
1998.

Sementara itu pembangunan jalan tol yang pada tahun


terakhir Repelita V hanya terbangun sepanjang 21 kilometer, pada
empat tahun pelaksanaan Repelita VI telah terbangun sepanjang
155 kilometer, yaitu sebesar 50 persen dari sasaran Repelita VI
yang sepanjang 310 kilometer. Pembangunan jalan tol ini meliputi
antara lain ruas-ruas Tangerang-Merak Tahap II, Surabaya-Gresik,
Tomang-Grogol-Pluit, Harbour Road, Jakarta Outer Ring Road
(JORR) seksi S dan El. Perkembangan pelaksanaan program-
program dibidang prasarana jalan tersebut secara lebih rinci. dapat
dilihat pada Tabel XIV-I, sedangkan informasi jalan lintas serta
jalan-jalan dan jembatan yang bersifat strategis pada tiap-tiap
propinsi. dapat dilihat pada Lampiran Pidato Presiden/Mandataris
MPR-RI mengenai Peta Prasarana Indonesia.

Berbagai kegiatan pembangunan prasarana jalan tersebut di


atas telah meningkatkan jumlah panjang jalan arteri dan kolektor
dalam kondisi mantap. Pada tahun 1997/98, jumlah panjang jalan
arteri dan kolektor yang berada dalam kondisi mantap adalah
61.547 kilometer, meningkat sebesar 31 persen dibanding akhir
Repelita V(1993/94) yang, sebesar 46.825 kilometer, sedangkan
jumlah panjang jalan dalam kondisi tidak mantap tinggal 7.287
kilometer. Dengan demikian, dari 68.834 kilometer total panjang
jalan arteri dan kolektor pada tahun keempat pelaksanaan Repelita
VI, 89 persen diantaranya sudah berada dalam kondisi mantap.
Perkembangan panjang dan kondisi jalan arteri dan kolektor
tersebut dapat dilihat pada Tabel XIV-2.

XIV/23
Pada tahun kelima Repelita VI direncanakan tetap
terpeliharanya jaringan jalan sepanjang 4.864 kilometer, jembatan
sepanjang 16.245 meter, peningkatan jalan sepanjang 1.436
kilometer, penggantian jembatan sepanjang 4.007 meter dan
pembangunan jalan sepanjang 774 kilometer dan jembatan
sepanjang 2.540 meter. Pada akhir Repelita VI diharapkan telah
tercapai pembangunan jalan dan jembatan baru masing-masing
sepanjang 5.278 kilometer dan 17.579 meter, yaitu sebesar 107,7
persen dan 58,1 persen dari sasaran Repelita VI yang sepanjang
4.900 kilometer untuk pembangunan jalan dan 30.250 meter untuk
jembatannya. Hasil-hasil pembangunan prasarana jalan dan
jembatan tersebut telah memberikan dampak positip berupa
peningkatan aksesibilitas ke daerah-daerah yang potensial, dan
memberikan daya dukung dalam upaya peningkatan angkutan peti
kemas.

c) Program Pembangunan Transportasi Darat

Program pembangunan transportasi darat bertujuan untuk


menciptakan kelancaran, ketertiban, keamanan, keselamatan, dan
kenyamanan transportasi darat, yang meliputi tiga kegiatan yaitu:
(1) Pengembangan fasilitas lalu lintas jalan; (2) Pengembangan
perkeretaapian; dan (3) Peningkatan angkutan sungai, danau, dan
penyeberangan.

l) Pengembangan Fasilitas Lalu Lintas Jalan

Pengembangan fasilitas lalu lintas jalan bertujuan untuk


menciptakan kelancaran, ketertiban, keamanan, keselamatan, serta
kenyamanan angkutan jalan dalam upaya melayani kebutuhan
angkutan masyarakat dan menunjang pengembangan sektor indus -

XIV/24
tri, pertanian, perdagangan dan pariwisata. Peran serta swasta dan
koperasi dalam angkutan jalan semakin meningkat dan terus
didorong untuk menunjang terwujudnya iklim berusaha yang sehat
dan saling menghidupi melalui pemberian kemudahan dan fasilitas
bagi investor swasta khususnya di bidang penyediaan armada dan
pelayanan jasa angkutan jalan baik bus, truk, maupun kendaraan
penumpang lainnya.

Dalam program transportasi darat khususnya angkutan jalan


dalam Repelita VI diupayakan untuk meningkatkan efisiensi dan
optimalisasi sistem transportasi melalui pengembangan manajemen
sistem transportasi darat dengan penyusunan kebijaksanaan dan
peraturan lalu lintas, pengelolaan perparkiran, pengembangan tata
guna wilayah terpadu, serta peningkatan ketertiban, kenyamanan
dan keselamatan lalu lintas jalan. Program ini didukung oleh
kegiatan peningkatan fasilitas untuk keamanan dan informasi lalu
lintas jalan seperti rambu lalu lintas, tanda permukaan (marka)
jalan, serta peningkatan kelaikan kendaraan di jalan melalui
kegiatan rehabilitasi maupun pengadaan alat pengujian kendaraan
bermotor. Kegiatan ini juga mencakup penyempurnaan struktur
pajak kendaraan bermotor yang memperhitungkan juga faktor
perusakan jalan dan pengembangan sistem penomoran rute jaringan
transportasi jalan sebagai dasar pengembangan pola angkutan jalan
raya.

Peningkatan kapasitas prasarana jalan serta fasilitas


keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan tersebut dilakukan
terutama untuk menunjang kelancaran lalu lintas sejalan dengan
pertumbuhan sarana angkutan jalan maupun volume angkutan jalan
yang sangat pesat. Apabila dibandingkan jumlah sarana angkutan
jalan yang terdiri dari bus, trek, mobil penumpang dan sepeda

XIV/25
motor yang berjumlah 13,1 juta buah pada akhir Repelita V, maka
pada tahun 1997/98, jumlah sarana angkutan jalan meningkat
menjadi 16,9 juta buah, atau mengalami peningkatan sekitar 29,0
persen. Secara terperinci perkembangan pertumbuhan masing-
masing sarana angkutan jalan tersebut dari tahun 1992/93 sampai
dengan tahun 1997/98 dapat dilihat pada Tabel XIV-3.

Pelayanan angkutan umum di wilayah perkotaan juga terus


meningkat. Dengan makin berkembangnya sarana angkutan untuk
masyarakat, dalam Repelita VI diupayakan peningkatan
pengendalian arus lalu lintas dalam kota dan pembangunan fasilitas
terminal barang dan fasilitas penumpang yang terpadu dengan
pengembangan wilayah perkotaan. Pengelolaan angkutan kota yang
pelaksanaannya dilakukan oleh swasta, koperasi atau badan usaha
milik negara terus diupayakan peningkatannya. Untuk itu dua
BUMN telah ditugaskan membantu penyediaan angkutan umum di
wilayah perkotaan, yaitu Perum PPD dan Perum DAMRI. Untuk
tujuan tersebut di atas dan dalam rangka mendukung usaha
diversifikasi energi dan pelestarian lingkungan, khususnya dalam
untuk melayani angkutan umum di wilayah DKI Jakarta, sejak
tahun 1993/94 sampai dengan tahun 1997/98 telah dilaksanakan
pengadaan 190 bus berbahan bakar gas (BBG) berikut 3 unit
stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG).

Dalam upaya pemerataan pembangunan telah dikembangkan


sistem angkutan jalan yang menunjang keperintisan di daerah
terpencil terutama untuk kawasan timur Indonesia, baik melalui
penyediaan sarana bus perintis maupun subsidi operasinya.
Penyediaan jasa angkutan perintis tersebut dimaksudkan untuk
membuka wilayah yang terisolasi, meningkatkan mobilitas
angkutan penumpang dan barang dalam upaya ikut merangsang

XIV/26
pertumbuhan ekonomi wilayah-wilayah yang berpotensi tetapi
relatif masih belum berkembang, khususnya di daerah pedalaman
atau daerah terpencil. Pengadaan sarana bus perintis sejak tahun
1994/95 sampai dengan tahun 1997/98 telah mencapai jumlah 69
bus.

Dalam upaya mendukung ketertiban, keselamatan, dan


kelancaran lalu lintas di jalan, maka sejak akhir Repelita V sampai
dengan tahun keempat Repelita VI telah dilaksanakan kegiatan
untuk peningkatan fasilitas lalu lintas jalan, diantaranya telah
dilakukan pengadaan dan pemasangan alat pengujian kendaraan
bermotor sebanyak 47 unit, pemasangan rambu lain lintas 69.906
buah berupa rambu penunjuk arah dan informasi yang diperlukan
oleh pengemudi di jalan, pemasangan lampu lalu lintas 128 unit,
tanda permukaan (marka) jalan 904.747 meter, serta pagar
pengaman jalan 137.152 meter. Di samping itu pada tahun 1997/98
telah dirampungkan pemasangan Automatic Traffic Control System
(ATCS) di Bandung yang meliputi 135 titik persimpangan dalam
upaya pengaturan lalu lintas di wilayah Kotamadya Bandung.

Pada tahun kelima Repelita VI, direncanakan pengadaan dan


pemasangan marka jalan sepanjang 21.000 meter, pagar pengaman
sepanjang 37.500 meter, rambu lalu lintas sebanyak 5.000 buah
yang tersebar di 26 propinsi seluruh Indonesia, alat pengujian
kendaraan bermotor sebanyak 2 unit, lanjutan pengadaan 100 unit
bus berbahan bakar gas (BBG), serta subsidi operasi angkutan bus
perintis yang sebagian besar diperuntukkan bagi kawasan timur
Indonesia. Dengan demikian sasaran-sasaran Repelita VI sebagian
sudah akan dapat tercapai terutama untuk kegiatan pengadaan dan
pemasangan rambu jalan dan lampu pengatur lalu lintas di mana
sebagian diantaranya termasuk dalam ATCS. Sedangkan sasaran

XIV/27
bus kota/perintis sebagian diarahkan untuk dilaksanakan oleh
BUMN ataupun kerjasama BUMN dengan pihak swasta. Demikian
juga untuk pembangunan terminal diarahkan untuk dibiayai dari
dana pemerintah daerah dan swasta. Perkembangan pembangunan
fasilitas keselamatan angkutan jalan sejak tahun 1992/93 sampai
dengan tahun 1997/98 secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel
XIV-4. Sebaran spasial dan klasifikasi terminal penumpang untuk
seluruh Indonesia dalam Repelita VI dapat dilihat dalam lampiran
Peta Prasarana Indonesia.

2) Pengembangan Perkeretaapian

Program pengembangan perkeretaapian bertujuan untuk


meningkatkan kemampuan melayani kebutuhan transportasi
manusia dan barang secara masal dan efisien. Pengembangan
prasarana kereta api dalam Repelita VI dilaksanakan melalui
pembangunan jalur . kereta api baru, rehabilitasi dan peningkatan
jalan dan jembatan kereta api antara lain melalui penggantian
bantalan dan penggunaan rel standar R-54, serta modernisasi
persinyalan berupa pemasangan sinyal elektrik. Selama empat
tahun pelaksanaan Repelita VI, telah dibangun jalur kereta api baru
sepanjang 112 kilometer antara lain untuk lintas Duri-Tangerang,
jalur rel Banda di sebagian lintas Cikampek-Cirebon, dan Depok-
Bogor, serta lanjutan pembangunan jalan kereta api baru di lintas
Citayam-Nambo (Cibinong). Selain itu telah pula dilakukan
rehabilitasi dan peningkatan jalan kereta api sepanjang 517
kilometer, modernisasi sinyal atau pemasangan sinyal elektrik
untuk lintas Cigading-Serpong, Cikampek-Cirebon, Cirebon-
Pekalongan, dan Cirebon-Kroya, serta mulai dilaksanakannya
pemasangan sinyal elektrik di lintas Pekalongan-Semarang, Bekasi
- Bandung, dan Tasik - Banjar - Kroya.

XIV/28
Program pengembangan prasarana kereta api tersebut telah
meningkatkan kapasitas lintas dan kecepatan serta keselamatan
perjalanan kereta api sehingga mendorong peningkatan
produktivitas dan peran angkutan kereta api dalam melayani
kebutuhan masyarakat banyak. Jika pada tahun 1993/94, jumlah
penumpang yang diangkut sebanyak 98,0 juta orang dan angkutan
barang sebanyak 15,7 juta ton, maka pada tahun 1997/98 jumlah
penumpang yang diangkut meningkat menjadi 165,1 juta orang dan
angkutan barang menjadi 21,6 juta ton atau mengalami kenaikan
rata-rata per tahun masing-masing 14,2 persen dan 8,5 persen
sehingga lebih besar dari target pertumbuhan rata-rata sektor
perhubungan yaitu sekitar 7,0 persen per tahun. Perkembangan
produksi jasa angkutan kereta api sejak tahun 1992/93 sampai
dengan tahun 1997/98 secara lebih rinci dapat dilihat dalam Tabel
XIV-5.

Selain itu, untuk meningkatkan kapasitas sarana


perkeretaapian, maka sejak akhir Repelita V (1993/94) sampai
dengan tahun keempat Repelita VI (1997/98) telah dilakukan
rehabilitasi lokomotif sebanyak 72 buah, rehabilitasi kereta rel
diesel/kereta rel listrik (KRD/KRL) 15 buah, pengadaan KRL/KRD
sebanyak 152 buah, pengadaan kereta penumpang kelas ekonomi
52 buah, dan pengadaan lokomotif diesel sebanyak 27 buah. Jika
dibandingkan dengan sasaran Repelita VI, maka hasil-hasil yang
telah dicapai tersebut sebagian telah melebihi sasaran. Kegiatan-
kegiatan program pengembangan perkeretaapian yang telah
melebihi sasaran Repelita VI adalah pengadaan KRL (147,6
persen), rehabilitasi lokomotif (325 persen), dan peningkatan
jembatan kereta api (140 persen). Beberapa kegiatan yang
kemungkinan besar tidak akan mencapai sasaran sampai akhir

XIV/29
Repelita VI adalah rehabilitasi/peningkatan jalan kereta api dan
pembangunan jalan kereta api. Penyebab tidak tercapainya sasaran
kegiatan tersebut terutama adalah karena terbatasnya kemampuan
pendanaan.

Perkembangan program rehabilitasi dan pengadaan sarana


kereta api sejak 1992/93 sampai dengan tahun 1997/98 secara lebih
rind dapat dilihat dalam Tabel XIV-6. Sedangkan lokasi jaringan
jalan kereta api di Jawa dan Sumatera dalam Repelita VI serta
klasifikasi stasiun kereta api dan terminal peti kemas dapat dilihat
dalam lampiran Peta Prasarana Indonesia.

Selain upaya peningkatan dalam bidang prasarana dan sarana


perkeretaapian tersebut, dalam rangka meningkatkan efisiensi baik
dalam pengelolaan perkeretaapian serta peningkatan kelembagaan
di bidang perkeretaapian maka sejak tahun 1996/97 telah dimulai
persiapan penerapan kebijaksanaan baru dalam pola pendanaan
perkeretaapian antara pemerintah dengan Badan Penyelenggara
perkeretaapian serta dimulainya rencana restrukturisasi
perkeretaapian melalui proyek Railway Eff iciency.

Peningkatan jasa pelayanan angkutan penumpang kereta api


terus diupayakan baik kualitas maupun kuantitasnya. Sejak tahun
1995/96 telah dimulai pengoperasian kereta api untuk wisata dan
angkutan barang serta angkutan kereta api penumpang ekspres
Argo Bromo Generasi I dan kemudian menyusul Argo Bromo
Generasi 11 yang melayani lintas Jakarta-Surabaya, kereta api
ekspres Argo Gede yang melayani lintas Jakarta-Bandung, kereta
api penumpang ekspres Argo Lawu yang melayani lintas Jakarta-
Yogya-Solo serta kereta api penumpang eksekutif Turangga untuk
lintas Bandung-Yogyakarta-Surabaya. Selain itu untuk peningkatan

XIV/30
pemerataan dalam penyediaan jasa pelayanan kereta api, Para
pengguna kereta api kelas ekonomi tetap mendapatkan prioritas
utama; antara lain melalui pengadaan sarana kereta api penumpang
kelas ekonomi maupun kereta rel listrik untuk wilayah Jabotabek,
serta rehabilitasi kereta diesel. Juga telah dilaksanakan pola
pendanaan untuk mendukung penugasan angkutan kereta api yang
tidak komersial melalui bantuan pendanaan pemerintah terhadap
kebijaksanaan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah agar tetap
terjangkau oleh daya beli masyarakat umumnya. Sedangkan untuk
pengusahaan angkutan penumpang yang bersifat komersial akan
diterapkan sistem "Track Access Charge", yaitu berupa biaya yang
dikenakan terhadap penggunaan prasarana kereta api.

3) Peningkatan Angkutan Sungai, Danau dan


Penyeberangan

Pembangunan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan


bertujuan untuk membuka, meningkatkan, serta menunjang
perekonomian wilayah pedalaman, daerah perbatasan, dan daerah
terpencil terutama di kawasan timur Indonesia. Angkutan sungai,
danau dan penyeberangan diupayakan untuk senantiasa terintegrasi
dengan sistem angkutan jalan raya dan kereta api, serta untuk
menyambung jaringan transportasi darat yang masih terputus
ataupun yang belum tersedia. Oleh karena itu peran angkutan
sungai, danau, dan penyeberangan dalam mendukung pemerataan
pembangunan antar wilayah adalah sangat potensial. Untuk itu
dalam Repelita VI telah ditingkatkan kegiatan penyediaan jasa
angkutan keperintisan terutama untuk lintasan perintis di wilayah
yang terpencil baik melalui pembangunan prasarana, sarana, maupun
subsidi operasi perintis.

XIV/31
Subsidi operasi bagi angkutan darat serta angkutan sungai,
danau, dan penyeberangan diberikan melalui pengoperasian bus-
bus perintis dan kapal-kapal perintis. Subsidi ini diberikan untuk
mempertahankan keberadaan pelayanan transportasi untuk lintas-
lintas yang secara ekonomis belum menguntungkan. Selama empat
tahun Repelita VI telah dilaksanakan pembangunan 11 kapal
perintis serta pendanaan pengadaan 5 buah kapal ferry cepat untuk
penumpang yang akan dioperasikan pada lintas Jakarta-Surabaya
dalam upaya mengurangi beban angkutan jalan raya pada rute
tersebut, serta untuk penyeberangan antar pulau yaitu lintas
Semarang-Kumai, Banjarmasin-Surabaya, dan lintas Balikpapan-
Pare Pare.

Pada tahun 1993/94 lintasan penyeberangan perintis yang


disubsidi oleh pemerintah terdiri dari 32 lintasan, kemudian pada
tahun 1997/98 telah meningkat pesat menjadi 67 lintasan atau
meningkat lebih dari dua kalinya, di mana 52 lintasan perintis di
antaranya berada di kawasan timur Indonesia.

Pada tahun 1993/94 lintasan-lintasan penyeberangan yang ada


di seluruh Indonesia dilayani oleh 129 kapal, yang terdiri dari 57
buah milik swasta dan 72 buah milik P.T. ASDP. Sampai tahun
1997/98 jumlah armada angkutan penyeberangan telah meningkat
menjadi 172 kapal dan 7 truk air, dimana 84 kapal diantaranya
milik swasta yang dioperasikan terutama pada lintas komersial serta
88 kapal dan 7 truk air milik P.T. ASDP. Peningkatan jumlah
armada kapal penyeberangan tersebut telah meningkatkan peranan
angkutan penyeberangan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
di daerah pedalaman dan daerah terpencil, khususnya di kawasan
timur Indonesia.

XIV/32
Selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan
pembangunan 47 buah dermaga penyeberangan dari target Repelita
VI sebanyak 41 buah dan telah diselesaikan sebanyak 28 buah. Di
samping pembangunan dermaga penyeberangan, juga dilaksanakan
pembangunan 58 buah dermaga sungai dan danau dari target
Repelita VI sebanyak 60 buah, dan pembangunan 25 buah kapal
penyeberangan dari target Repelita VI sebanyak 25 buah, di mana
16 diantaranya telah diselesaikan sampai dengan tahun 1997/98.
Selain itu telah dilakukan pula peningkatan/rehabilitasi 28 buah
dermaga penyeberangan dari target sebanyak 25 buah, serta
rehabilitasi 19 buah dermaga sungai dan danau dari target 17 buah.
Dalam upaya peningkatan keselamatan angkutan sungai, danau,
dan penyeberangan, selama empat tahun Repelita VI telah
dibangun rambu penyeberangan, sungai, dan danau sebanyak 3.412
buah dari target 8.760 buah, serta pembersihan alur sungai
sepanjang 623 kilometer dari target 1.327 kilometer. Sebagian
besar kegiatan tersebut di atas berlokasi di kawasan timur
Indonesia. Sebaran lokasi dan klasifikasi pelabuhan penyeberangan
di seluruh Indonesia dapat dilihat dalam lampiran Peta Prasarana
Indonesia.

Pada tahun kelima Repelita VI, direncanakan kegiatan


lanjutan pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak 27 buah
sehingga diharapkan 13 buah dermaga, diantaranya yaitu di Riau,
Kepulauan Seribu, Maluku, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Timor Timur,
dapat dioperasionalkan sehingga selama Repelita VI akan dapat
diselesaikan sebanyak 41 buah dermaga sesuai dengan sasaran
Repelita VI. Selain itu dalam rangka penambahan sarana angkutan
penyeberangan dilanjutkan pembangunan 9 buah kapal
penyeberangan perintis di Riau, Bengkulu, Kalimantan Selatan,

XIV/33
Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara, dan Maluku. Dengan demikian selama Repelita
VI telah dibangun sebanyak 25 unit kapal sesuai dengan sasaran
Repelita VI. Untuk menunjang angkutan keperintisan, diberikan
subsidi operasi angkutan penyeberangan perintis yang sebagian
besar adalah untuk kawasan timur Indonesia.

Hasil pembangunan yang dilaksanakan melalui dukungan


kegiatan peningkatan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan,
antara lain dapat dilihat dari perkembangan produktivitas
angkutannya, baik angkutan penumpang, barang, maupun
kendaraan. Jumlah penumpang dan barang yang diangkut melalui
angkutan penyeberangan dalam tahun 1993/94 adalah 59,0 juta
orang penumpang, 26,2 juta ton barang, serta 5,7 juta unit
kendaraan. Pada tahun 1997/98 jumlah tersebut mengalami
peningkatan menjadi 95,1 juta penumpang, 33,1 juta ton barang,
dan 10 juta unit kendaraan atau meningkat masing-masing sebesar
61,1 persen, 26,3 persen, dan 75,4 persen. Dengan mengkaji
perkembangan angkutan tersebut di atas, maka peranan angkutan
sungai, danau, dan penyeberangan baik sebagai moda transportasi
yang berdiri sendiri, maupun sebagai bagian dari moda transportasi
yang lain telah semakin penting dalam memenuhi kebutuhan
angkutan di berbagai pelosok wilayah tanah air. Perkembangan jasa
angkutan sungai, danau, dan penyeberangan dari tahun 1992/93
sampai dengan tahun 1997/98 secara lebih rinci dapat dilihat pada
Tabel XIV-7.

d. Program Pembangunan Transportasi Laut

Pembangunan transportasi laut sebagai unsur penunjang


kegiatan ekspor-impor dan distribusi barang serta penumpang di

XIV/34
dalam negeri, selama Repelita VI menunjukkan peningkatan kinerja
yang cukup berarti. Peningkatan kinerja tersebut ditunjukkan antara
lain dengan peranan armada pelayaran nasional dalam memberikan
jasa transportasi, dan peningkatan pemanfaatan fasilitas pelabuhan
untuk bongkar muat barang dan penumpang.

Program pembangunan transportasi laut terdiri dari 3 kegiatan


pokok, yaitu : 1) pengembangan fasilitas pelabuhan laut; 2)
pengembangan keselamatan pelayaran; dan 3) pembinaan dan
pengembangan armada pelayaran.

1) Pengembangan Fasilitas Pelabuhan

Di bidang kepelabuhan peningkatan pelayanan dapat


terlihat dari jumlah bongkar muat barang yang telah dilakukan,
baik untuk komoditi ekspor-impor maupun barang antar pulau.
Pada akhir tahun 1993/94 pergerakan barang melalui pelabuhan
berjumlah 339,2 juta ton, sedang pada akhir tahun 1996/97 telah
meningkat menjadi 405,1 juta ton, atau naik sebesar 19,4 persen.
Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan ekspor.
Pada akhir tahun 1993/94 jumlah barang ekspor mencapai 122,6
juta ton dan pada akhir tahun 1996/97 meningkat menjadi 262,2
juta ton, atau meningkat sebesar 1 13,8 persen. Selain jumlah barang
yang dibongkar dan dimuat dipelabuhan, jumlah barang per tahun
yang ditangani juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1993/94
jumlah peti kemas adalah 360 ribu TEU/tahun, pelabuhan
konvensional 536 ribu ton/tahun, dan pelabuhan rakyat 521 ribu
ton/tahun. Pada tahun 199798 kinerja tersebut meningkat masing-
masing menjadi 1.225 ribu TEU/tahun atau naik 240,3 persen untuk
peti kemas, 889,6 ribu ton/tahun atau naik 66,0 persen untuk

XIV/35
pelabuhan konvensional, dan 858,2 ton/tahun atau naik 64,7 persen
untuk pelabuhan rakyat.

Peningkatan kinerja tersebut di atas merupakan hasil dari


pembangunan fasilitas pelabuhan. Pembangunan selama empat
tahun Repelita VI telah menghasilkan dermaga sepanjang 9.661
meter, gudang 24.590 meter persegi, lapangan penumpukan
259.897 meter persegi, dan terminal penumpang 15.720 meter
persegi. Pencapaian sasaran program Repelita VI sampai dengan
akhir tahun keempat untuk masing-masing kegiatan adalah 65,0
persen untuk dermaga, 30,7 persen untuk gudang, 28,9 persen
untuk lapangan penumpukan, dan 64,9 persen untuk terminal
penumpang. Untuk mencapai sasaran Repelita VI, sejak
pelaksanaan tahun ketiga Repelita VI telah diupayakan peran yang
lebih besar dari BUMN untuk membangun fasilitas pelabuhan dari
dananya sendiri. Hasil pembangunan fasilitas pelabuhan dengan
dana BUMN dari tahun 1995/96 sampai dengan rencana 1998/99
meliputi dermaga sepanjang 4.697 meter, gudang seluas 1.400
meter persegi, lapangan penumpukan seluas 465.108 meter persegi,
dan terminal penumpang 3.232 meter persegi. Gabungan dana
APBN sampai dengan tahun keempat Repelita VI dan dana BUMN
menghasilkan pencapaian sasaran Repelita VI menjadi 96,7 persen
untuk dermaga, 32,5 persen untuk gudang, 80,5 persen untuk
lapangan penumpukan, dan 78,1 persen untuk terminal penumpang.
Hasil fisiknya adalah dermaga sepanjang 14.358 meter, gudang
seluas 25.990 meter persegi, lapangan penumpukan seluas 725.005
meter persegi, dan terminal penumpang 18.952 meter persegi.

Pada tahun kelima Repelita VI direncanakan pembangunan


dermaga sepanjang 787 meter, gudang 1.400 meter persegi,
la pa nga n pe num puka n 11. 125 m et e r pe rs e gi, da n t er mi na l

XIV/36
penumpang 350 meter persegi, sehingga pencapaian sasaran
Repelita VI menjadi 101,9 persen untuk dermaga, 34,2 persen
untuk gudang, 81,8 persen untuk lapangan penumpukan, dan 79,6
persen untuk terminal penumpang. Perkembangan pembangunan
fasilitas pelabuhan dari tahun 1992/93 sampai dengan tahun
1997/98 dapat dilihat dalam Tabel XIV-8. Sebaran lokasi
pelabuhan berdasarkan struktur dan fungsinya serta kapasitas
terpasang setiap propinsi dapat dilihat pada lampiran Peta Prasarana
Indonesia.

2) Keselamatan Pelayaran

Di bidang keselamatan pelayaran, selama empat tahun


Repelita VI telah dibangun 29 unit menara suar atau 90,6 persen
dari sasaran, 268 unit rambu suar atau 89,3 persen dari sasaran, 7
kapal navigasi atau 63,6 persen dari sasaran, dan 47,3 juta meter
kubik pengerukan alur pelayaran atau 78,8 persen dari sasaran. Pada
tahun terakhir Repelita VI direncanakan dibangun 4 unit menara
suar, 82 unit rambu suar, dan 9,9 juta meter kubik pengerukan alur
pelayaran. Sehingga pencapaian sasaran Repelita VI untuk menara
suar akan mencapai 103,1 persen, rambu suar 116,6 persen,
pembangunan kapal navigasi tetap 78,8 persen, dan pengerukan alur
pelayaran menjadi 95,3 persen.

3) Pengembangan/Pembinaan Armada Pelayaran

Pada tahun 1993/94 armada pelayaran nusantara, pelayaran


rakyat, dan pelayaran perintis mencapai jumlah 3.755 kapal dengan
muatan yang diangkut mencapai 25,2 juta ton . berupa komoditi
perdagangan umum. Pada tahun I997/98 jumlah kapal yang
beroperasi menjadi 4.222 kapal, dan muatan yang diangkut

XIV/37
meningkat menjadi 88,2 juta ton, berarti terjadi kenaikan jumlah
kapal sebesar 12,4 persen dan kenaikan jumlah muatan sebesar 2,5
kali. Selain barang komoditi umum masih terdapat komoditi khusus
seperti batubara, minyak, semen, pupuk, dan barang-barang
keperluan explorasi lepas pantai dimana pola distribusinya dilayani
oleh armada pelayaran khusus. Pada tahun 1993/94 armada
pelayaran khusus berjumlah 3.100 kapal dan muatan yang diangkut
263,3 juta ton; pada tahun 1997/98 terjadi peningkatan jumlah
armada menjadi 3.678 kapal atau meningkat dengan 18,6 persen
dan jumlah muatan menjadi 318,4 juta ton atau meningkat dengan
20,9 persen.

Pada tahun 1993/94 armada milik nasional yang melayani


angkutan laut luar negeri berjumlah 25 kapal, dan menurun pada
, tahun 1997/98 menjadi 21 kapal, tetapi jumlah muatan yang diangkut
meningkat dari 27,0 juta ton menjadi 44,9 juta ton, atau naik sebesar
66,3 persen. Hal ini membuktikan bahwa armada nasional telah
mampu meningkatkan kinerjanya. Di bidang angkutan penumpang
dalam negeri yang dilayani oleh armada kapal penumpang, pada
tahun 1993 terdapat 12 kapal dan jumlah penumpang yang
diangkut 3,2 juta orang. Sedang pada tahun 1997 terdapat 18 kapal
dan penumpang yang diangkut sebesar 4,6 juta orang.

Pada akhir tahun 1996 angkutan but dalam negeri telah


mampu mengangkut barang perdagangan umum dan komoditi
khusus sebesar 170,1 juta ton, atau 2,0 persen melebihi sasaran
Repelita VI sebesar 167 juta ton. Tetapi peran armada nasional
hanya mencapai 53,2 persen. Hal ini disebabkan terutama oleh
kemampuan investasi perusahaan pelayaran nasional yang masih
lemah. Untuk mengatasinya sedang diupayakan langkah-langkah

XIV/38
yang mendorong adanya kontrak jangka panjang untuk komoditi
tertentu, sehingga kontrak tersebut dapat dijadikan jaminan kredit
perbankan.

Khusus untuk armada angkutan dalam negeri, kapasitas


angkut pada tahun keempat Repelita VI telah melebihi sasaran
Repelita VI. Sasaran kapasitas Repelita VI bila dibandingkan
dengan realisasi pada tahun keempat untuk masing-masing jenis
pelayaran dalam negeri adalah: armada pelayaran nusantara,
sasaran 2.130 ribu DWT sedangkan realisasinya 4.215 ribu DWT;
armada khusus curah sasaran 690 ribu DWT, realisasinya 697 ribu
DWT; armada khusus cair dan gas sasaran 2.830 ribu DWT,
realisasinya 2.080 DWT; dan armada pelayaran rakyat, sasaran 320
ribu DWT sedangkan realisasinya 477 ribu DWT.

Perkembangan armada pelayaran nusantara, pelayaran rakyat,


dan pelayaran khusus dari tahun 1992/93 sampai dengan tahun
1997/98 dapat dilihat dalam Tabel XIV-9, Tabel XIV-10, dan Tabel
XIV-12.

Sementara itu, untuk pengoperasian armada pelayaran


perintis, sejak tahun 1996 telah dioperasikan 36 kapal, yang berarti
2 kapal melebihi sasaran Repelita VI, dan pada tahun kelima
Repelita VI direncanakan beroperasi 37 kapal. Perkembangan
pelayaran perintis dari tahun 1992/93 sampai dengan tahun 1997/98
dapat dilihat dalam Tabel XIV-1 I.

Pada akhir tahun 1996 peran armada milik nasional untuk


angkutan laut luar negeri mencapai 7,1 persen dari total muatan
ekspor-impor, 71 persen dari sasaran Repelita VI sebesar 10 persen.
Tetapi bila dibandingkan dengan tahun 1993, peran armada

XIV/39
nasional meningkat cukup besar yaitu 129,0 persen, sebab pada
tahun 1993 peranan armada nasional hanya sebesar 3,1 persen.
Perkembangan pelayaran samudera dari tahun 1992/93 sampai
dengan tahun 1997/98 dapat dilihat dalam Tabel XIV-13.

e. Program Pembangunan Transportasi Udara

Program pembangunan transportasi udara meliputi tiga


kegiatan pokok, yaitu pengembangan fasilitas bandar udara,
pengembangan keselamatan penerbangan, dan pembinaan dan
pengembangan armada udara. Program tersebut bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan transportasi udara dalam dan luar negeri yang
andal dan mempunyai daya saing dalam menunjang kegiatan
pariwisata, perdagangan, dan industri serta kegiatan ekonomi pada
umumnya, termasuk menunjang kelancaran kegiatan ekonomi dan
pemerintahan di daerah terpencil.

1) Pengembangan Fasilitas Bandar Udara

Pengembangan fasilitas bandar udara bertujuan untuk


meningkatkan kapasitas, kemampuan, cakupan, keamanan dan
keselamatan, kenyamanan transportasi udara serta meningkatkan
jarak tempuh pesawat udara. Pada tahun 1993/94 telah dilakukan
pembangunan prasarana bandar udara yang terdiri dari
perpanjangan landasan seluas 31.750 meter persegi, pembangunan
dan perluasan terminal 7.000 meter persegi, dan pembangunan
bangunan penunjang operasi seluas 7.736 meter persegi. Kegiatan
pembangunan prasarana bandar udara yang telah dilakukan selama
empat tahun Repelita VI meliputi perpanjangan landasan 281.397
meter persegi pada 28 bandar udara dimana 18 lokasi diantaranya
berada di kawasan timur Indonesia, pembangunan dan perluasan

XIV/40
terminal penumpang seluas 21.797 meter persegi pada 28 bandar
udara yang terdiri 5 bandar udara di kawasan barat Indonesia dan
23 bandar udara di kawasan timur Indonesia, serta pembangunan
dan perluasan bangunan operasi seluas 19.174 meter persegi di 88
bandar udara di mana 72 bandar udara di antaranya di kawasan
timur Indonesia.

Juga telah diselesaikan pembangunan bandar udara perintis di


Pulau-Pulau Batu, Silangit (Sumatera Utara) dalam menunjang
kawasan wisata di pantai barat Sumatera dan Danau Toba, serta
bandar udara Bu1i di daerah pedalaman Maluku Utara. Di samping
itu pada tahun 1994/95 dilakukan penataan kelas bandar udara
dengan tujuan lebih meningkatkan ketertiban, efisiensi dan
efektifitas operasi, pemeliharaan dan program-program
pengembangannya, serta untuk lebih meningkatkan keamanan dan
keselamatan penerbangan.

Dibandingkan dengan sasaran Repelita VI, pembangunan


prasarana bandar udara selama empat tahun Repelita VI telah
melebihi sasaran yang ditetapkan, khususnya untuk perpanjangan
landasan dan pembangunan bangunan penunjang operasi yang
masing-masing telah mencapai sebesar 116,8 persen dan 4,8 persen
di atas sasaran. Sedangkan pembangunan dan perluasan terminal
yang telah dilaksanakan Baru mencapai 23,3 persen dari sasaran
yang direncanakan. Hal ini disebabkan program pembangunan
terminal pada pengembangan bandar udara besar telah dikaji
kembali dan disesuaikan dengan perkembangan penerbangan
khususnya yang melayani penerbangan internasional.

Pada tahun 1993/94 jumlah bandar udara yang dipergunakan


penerbangan sipil adalah sebanyak 146 dimana 6 bandar udara

XIV/41
diantaranya mampu didarati pesawat sejenis B-747 yaitu bandar
udara Polonia di Medan, Soekarno-Hatta dan Halim
Perdanakusuma di Jakarta, Juanda di Surabaya, Ngurah Rai di
Denpasar dan bandar udara Frans Kaisiepo di Biak; 5 bandar udara
mampu melayani pesawat maksimum sejenis DC-10/A-300 yaitu
bandar udara Hasanudin di Ujung Pandang, Sam Ratulangi di
Manado, Hang Nadim di Batam, El Tari di Kupang, dan bandar
udara Baucau di Timor Timur; 10 bandar udara dapat melayani
pesawat maksimum sejenis DC-9/B-737 yaitu bandar udara Sultan
Iskandar Muda di Banda Aceh, Tabing di Padang, Simpang Tiga di
Pekanbaru, S.M.Badarudin H di Palembang, Adi Sumarmo di
Surakarta, Adi Sucipto di Yogyakarta, Sepinggan di Balikpapan,
Syamsudin Noor di Banjarmasin, Pattimura di Ambon dan Sentani
di Jayapura; 18 bandar udara untuk melayani pesawat maksimum
sejenis F-28 dan 20 bandar udara dapat didarati pesawat sejenis F-
27/CN-235, serta sisanya sebanyak 87 bandar udara merupakan
bandar udara kecil dengan kemampuan maksimum pesawat sejenis
Cassa-212/DHC-6.

Kegiatan pembangunan yang dilakukan selama empat tahun


Repelita VI telah meningkatkan jumlah bandar udara yang mampu
melayani pesawat sejenis B-747 menjadi 7 lokasi yaitu bandar
udara Polonia di Medan, Hang Nadim di Batam, Soekarno-Hatta
dan Halim Perdanakusuma di Jakarta, Juanda di Surabaya, Ngurah
Rai di Denpasar, Frans Kaisiepo di Biak; 6 bandara udara mampu
melayani maksimum pesawat sejenis DC-10/A-300 yaitu bandar
udara Adi Sumarmo di Surakarta, Sepinggan di Balikpapan,
Hasanudin di Ujung Pandang, Sam Ratulangi di Manado, El Tari di
Kupang dan bandar udara Baucau di Timor Timur; 14 bandar udara
dapat melayani pesawat maksimum sejenis DC-9/B-737 yaitu
bandar udara Sultan Iskandar Muda di Banda Aceh, Tabing di

XIV/42
Padang, Simpang Tiga di Pekanbaru, S.M.Badarudin II di
Palembang, Ahmad Yani di Semarang, Adi Sucipto di Yogyakarta,
Selaparang di Mataram, Komoro di Dili, Tjilik Riwut di
Palangkaraya, Syamsudin Noor di Banjarmasin, Mutiara di Palu,
Pattimura di Ambon, Sentani di Jayapura dan bandar udara Timika
di Irian Jaya. Selain itu 16 bandar udara mampu didarati pesawat
maksimum sejenis F-28 dan 24 bandar udara dapat dipergunakan
untuk pesawat maksimum sejenis F-27/CN-235, serta 120 bandar
udara kecil yang hanya mampu melayani pesawat sejenis Cassa
212/DFIC-6 yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara terutama di
kawasan Timur Indonesia.

Dari sejumlah bandar udara pada Repelita VI di atas,


sebanyak 10 lokasi diantaranya merupakan bandar udara yang
berfungsi sebagai pusat penyebaran primer, yaitu bandar udara di
Jakarta, Denpasar, Medan, Ujung Pandang, Surabaya, Balikpapan,
Manado, Biak, Batam dan Surakarta.; dan 16 bandar udara
merupakan bandar udara yang berfungsi sebagai pusat penyebaran
sekunder, yaitu bandar udara di Palembang, Jayapura, Semarang,
Banjarmasin, Bandung, Mataram, Pekanbaru, Palangkaraya,
Padang, Ambon, Tarakan, Palu, Banda Aceh, Merauke, Kupang
dan Pontianak.

Selain kegiatan-kegiatan di atas, dewasa ini sedang


dilakukan pengembangan 2 bandar udara besar di kawasan timur
Indonesia yaitu bandar udara di Manado dan Ambon. Di samping
itu juga segera dimulai pengembangan bandar udara di Surabaya,
Ujung Pandang, dan pembangunan bandar udara baru di Padang.
Tiga bandar udara di kawasan timur Indonesia yaitu bandar udara
di Pontianak, Sorong dan Samarinda juga sedang dipersiapkan
untuk dikembangkan dan dibangun. Pembangunan bandar udara

XIV/43
tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi telah melibatkan
partisipasi masyarakat melalui kerjasama antara perusahaan swasta
dengan BUMN seperti yang akan dilakukan pada pembangunan
bandar udara baru di Lombok dan Medan, serta pengembangan
bandar udara di Surakarta dan Denpasar.

Untuk melayani penerbangan rute luar negeri baik jarak jauh


maupun lintas batas yang menghubungkan negara tetangga dengan
kota-kota di Indonesia telah dibuka 23 bandar udara yang
merupakan pintu gerbang penerbangan internasional yaitu bandar
udara di Medan, Pekanbaru, Palembang, Tan jung Pinang, Jakarta,
Pontianak, Tarakan, Manado, Jayapura, Biak, Merauke, Ambon,
Kupang, Denpasar, Padang, Balikpapan, Surabaya, Surakarta,
Batam, Banda Aceh, Bandung, Mataram dan Ujung Pandang.
Jumlah tersebut bertambah 4 lokasi dibandingkan dengan tahun
1993/94 yaitu bandar udara di Banda Aceh, Bandung, Mataram dan
Ujung Pandang. Demikian pula jumlah bandar udara yang dikelola
BUMN telah menjadi 21 bandar udara dibandingkan tahun 1993/94
yang masih berjumlah 14 bandar udara. Bandar udara-bandar udara
tersebut adalah bandar udara Sultan Iskandar Muda di Banda Aceh,
Polonia di Medan, Tabing di Padang, Simpang Tiga di Pekanbaru,
S.M. Badarudin II di Palembang, Soekarno-Hatta dan Halim
Perdanakusuma di Jakarta, Husein Sastranegara di Bandung, Adi
Sumarmo di Surakarta, Ahmad Yani di Semarang, Adi Sucipto di
Yogyakarta, Juanda di Surabaya, Ngurah Rai di Denpasar,
Selaparang di Mataram, Supadio di Pontianak, Sepinggan di
Balikpapan, Syamsudin Noor di Banjarmasin, Hasanudin di Ujung
Pandang, Sam Ratulangi di Manado, Pattimura di Ambon dan Frans
Kaisiepo di Biak. Kemampuan, fungsi dan lokasi seluruh bandar
udara di Indonesia dapat dilihat pada lampiran Peta Prasarana
Indonesia.

XIV/44
Pada tahun 1998/99 diprogramkan kegiatan pengembangan
bandar udara di Manado, Ambon, Gorontalo, Ujung Pandang,
Denpasar, Surabaya dan Palembang; pembangunan bandar udara
baru di Padang; perpanjangan landasan 11.500 meter persegi di
Tarakan dan Sibolga; dan kelanjutan pembangunan bandar udara
perintis di Takengon (Aceh) dan Pulau Selayar (Sulawesi Selatan).
Disamping itu untuk meningkatkan kenyamanan penumpang di
bandar udara juga akan dibangun terminal penumpang seluas 6.151
meter persegi di Bengkulu, Bima (Nusa Tenggara Barat), Maumere
(Nusa Tenggara Timur), Malinau (Kalimantan Timur),
Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Mamuju (Sulawesi Selatan),
Buli (Maluku), Batom, Kebar dan Ilu (Irian Jaya); dan
pembangunan bangunan penunjang operasi seluas 2.667 meter
persegi pada 26 lokasi terutama pada bandar udara kecil dikawasan
timur Indonesia.

2) Pengembangan Keselamatan Penerbangan

Dalam rangka menunjang dan meningkatkan keselamatan


penerbangan yang memenuhi persyaratan, maka kondisi dan jumlah
peralatan navigasi, telekomunikasi dan kelistrikan telah
ditingkatkan. Pada tahun 1993/94 telah dipasang peralatan
komunikasi dari pesawat ke bandar udara berupa Very High
Frequency (VHF) Air Ground Communication System sebanyak 48
unit, alat untuk mendistribusikan berita secara otomatis berupa
Automatic Messages Switching Center (AMSC) sebanyak 2 unit,
alat bantu navigasi penerbangan berupa Non Directional Beacon
(NDB) sebanyak 19 unit dan alat bantu pendaratan pesawat berupa
Instrument Landing System (ILS) untuk 1 lokasi dan approach light
14 unit. Selma empat tahun Repelita VI telah dipasang alat

XIV/45
komunikasi tetap antar bandar udara yang berupa Aeronautical
Fixed Service High Frequency (AFS-HF) Communication System
15 unit dan AFS-Leased Channel 2 unit, VHF Air Ground
Communication System 14 unit, AMSC sebanyak 6 unit, NDB
sebanyak 20 unit terutama untuk bandar udara kecil di kawasan
timur Indonesia, alat bantu penjejak arah dan jarak pesawat berupa
Very High Frequency - Direction Finding (VHF-DF) 10 unit pada
10 lokasi di mana 9 diantaranya untuk bandar udara di kawasan
timur Indonesia; ILS untuk 3 lokasi, runway light untuk 2 lokasi,
approach light pada 6 lokasi; alat untuk memberikan informasi
penerbangan bagi penumpang di terminal berupa Flight
Information Display System (FIDS) 3 unit di mana 2 diantaranya
untuk bandar udara di kawasan timur Indonesia.

Peralatan komunikasi dan navigasi penerbangan terus


ditingkatkan kemampuannya. Pada tahun 1997/98 telah terpasang
peralatan komunikasi berupa AFS-HF Communication System
sebanyak 226 unit, AFS-Leased Channel sebanyak 109 unit, VHF
Air Ground Communication sebanyak 181 unit, dan AMSC 23 unit;
alat bantu navigasi udara yang berupa NDB telah meningkat menjadi
255 unit, VHF-DF sebanyak 10 unit, ILS sebanyak 26 unit.
Demikian pula alat bantu pendaratan pesawat berupa runway light
menjadi 51 unit, approach light menjadi 66 unit, serta FIDS
menjadi 22 unit.

Dengan bertambahnya fasilitas alat bantu pendaratan


pesawat, maka jumlah bandar udara yang sudah dapat melayani
penerbangan malam mencapai 35 lokasi. Dari jumlah tersebut
sebanyak 15 bandar udara sudah dioperasikan melayani
penerbangan malam.

XIV/46
Dalam rangka keselamatan penerbangan, pengaturan lalu
lintas udara di seluruh wilayah Nusantara kini telah dapat dilakukan
sepenuhnya oleh Indonesia antara lain melalui peningkatan peralat -
an pengatur lalu lintas udara di bandar udara Soekarno-Hatta
(Jakarta), pemasangan . radar di kepulauan Natuna serta kesiapan
perangkat peraturan pendukungnya. Di samping itu juga telah
ditetapkan bahwa bandar udara Hasanudin di Ujung Pandang
menjadi pusat pengatur lalu lintas udara untuk wilayah timur dan
bandar udara Soekarno-Hatta untuk wilayah barat. Juga sedang
dipersiapkan penggunaan peralatan komunikasi, navigasi dan
pengatur lalu lintas penerbangan dengan menggunakan satelit yang
mengacu pada persyaratan penerbangan internasional.

Pada tahun 1998/99 akan dilakukan kegiatan pemasangan


peralatan telekomunikasi 21 unit yang seluruhnya untuk bandar
udara di kawasan timur Indonesia dan peralatan navigasi
penerbangan 3 unit dimana 2 unit diantaranya untuk kawasan timur
Indonesia. Kegiatan tersebut dilakukan untuk melengkapi peralatan
keselamatan penerbangan yang memenuhi persyaratan
internasional secara minimal khususnya pada bandar udara kecil di
Indonesia. Dengan kegiatan tersebut diharapkan kelancaran
komunikasi baik antar bandar udara maupun antara bandar udara
dengan pesawat lebih terjamin terutama dengan bandar udara-
bandar udara kecil, dan sehingga keselamatan penerbangan lebih
meningkat.

3) Pembinaan dan Pengembangan Armada Udara

Dalam rangka pengembangan dan peremajaan pesawat udara,


dalam Repelita VI telah dilakukan penambahan pesawat oleh
perusahaan penerbangan milik pemerintah maupun swasta, antara

XIV/47
lain dengan cara sewa. Pada tahun 1997/98 pelayanan transportasi
udara dilayani oleh 920 buah pesawat dimana 215 buah digunakan
untuk penerbangan berjadwal dan 705 buah untuk penerbangan
tidak berjadwal. Pada tahun 1993/94, armada pesawat udara masih
berjumlah 869 buah, diantaranya 249 buah untuk penerbangan
berjadwal dan 620 buah untuk penerbangan tidak berjadwal.

Berkurangnya jumlah pesawat untuk penerbangan berjadwal


merupakan upaya peremajaan pesawat-pesawat tua untuk
meningkatkan efisiensi, keselamatan dan kualitas pelayanan,
maupun untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan yang
bergerak di bidang perkebunan, industri, pertambangan,
perminyakan maupun industri, serta agar dapat bersaing dalam
memanfaatkan pasar domestik maupun internasional di bidang
penerbangan.

Pesawat-pesawat yang dipergunakan untuk penerbangan


berjadwal tersebut dioperasikan oleh 2 perusahaan penerbangan
nasional milik pemerintah dan 4 perusahaan penerbangan nasional
milik swasta baik untuk rute dalam negeri maupun luar negeri.

Pada awal Repelita VI, perusahaan penerbangan milik swasta


telah mulai diberikan kesempatan untuk melayani penerbangan ke
luar negeri. Pada tahun 1997/98 sebanyak 2 perusahaan
penerbangan milik pemerintah dan 2 perusahaan penerbangan milik
swasta telah melayani penerbangan ke luar negeri terutama pada
kawasan Asia Tenggara dan Australia. Pada tahun 1997/98, jumlah
kota di luar negeri yang dilayani oleh perusahaan penerbangan milik
pemerintah mencakup 32 kota, sedangkan untuk perusahaan
penerbangan swasta 7 kota. Sementara itu perusahaan penerbangan
asing yang melayani penerbangan berjadwal ke Indonesia tahun

XIV/48
1997/98 mencapai 40 perusahaan, meningkat 29 persen
dibandingkan tahun 1992/93.

Semakin meningkatnya kemampuan dalam memanfaatkan


peluang pasar yang didukung tersedianya armada pesawat udara
yang handal serta fasilitas bandar udara dan peralatan keselamatan
penerbangan yang makin lengkap telah meningkatkan jumlah
penumpang dan barang yang diangkut. Selama empat tahun
Repelita VI telah diangkut penumpang rute dalam negeri sebanyak
50,9 juta orang dan 519,8 ribu ton barang atau rata-rata 12,7 juta
orang pertahun dan 129,9 ribu ton pertahun. Apabila dibandingkan
dengan jumlah penumpang dan barang yang diangkut tahun
1993/94, jumlah penumpang dan barang yang diangkut selama
Repelita VI naik rata-rata 12,3 persen dan 11,6 persen pertahun.
Besarnya faktor muatan selama Repelita VI mencapai 52,9 persen,
yang meningkat 4,9 persen dibandingkan tahun 1993/94.
Perkembangan angkutan udara dalam negeri secara lebih rinci dapat
dilihat pada Tabel XIV-14.

Untuk penerbangan ke luar negeri jumlah penumpang yang


diangkut armada nasional selama empat tahun Repelita VI
mencapai 14,4 juta orang atau rata-rata 3,6 juta orang pertahun.
Sedangkan jumlah barang yang diangkut mencapai 498,5 ribu ton
atau rata-rata 124,6 ribu ton pertahun. Dibandingkan dengan tahun
1993/94 jumlah tersebut meningkat rata-rata sebesar 5,6 persen
pertahun untuk penumpang dan 7,4 persen pertahun untuk barang.
Pada penerbangan ke luar negeri faktor muatan yang dicapai
selama Repelita VI adalah sebesar 51 persen. Angka tersebut
meningkat 45 persen bila dibandingkan tahun 1993/94. Hal ini
menunjukan penggunaan kapasitas angkut yang lebih optimal.

XIV/49
Perkembangan angkutan udara luar negeri secara lebih rinci dapat
dilihat pada Tabel XIV-15.

Peningkatan jumlah penumpang dan barang pada


penerbangan dalam negeri dan rute luar negeri menunjukan bahwa
transportasi yang cepat telah merupakan kebutuhan masyarakat
dalam menunjang kegiatan dan sejalan dengan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat. Di samping itu peningkatan jumlah
penumpang dan barang dan pesawat-kilometer bersamaan dengan
berkurangnya jumlah pesawat menunjukkan semakin optimalnya
penggunaan pesawat baik oleh perusahaan penerbangan milik
pemerintah maupun swasta.

Untuk penerbangan perintis, jumlah penumpang yang


diangkut selama Repelita VI mencapai 1.185 ribu orang atau rata-
rata 296,3 ribu orang pertahun. Jumlah tersebut meningkat 31,1
persen terhadap tahun 1993/94. Peningkatan yang terjadi
disebabkan adanya penambahan frekuensi dan penataan rute yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan daerah serta
makin teraturnya pelaksanaan penerbangan. Pada penerbangan
perintis, pemerintah memberikan subsidi kepada perusahaan
penerbangan pemerintah dan swasta untuk memenuhi kekurangan
biaya operasi.

Perusahaan penerbangan nasional P.T. Garuda Indonesia


setiap tahun melayani penerbangan jemaah haji. Jumlah jemaah
haji yang dilayani terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
1997/98 jumlah jemaah haji yang diangkut mencapai 190,1 ribu
orang, atau naik 54,7 persen dibandingkan tahun 1993/94 yang
berjumlah 122,9 ribu orang. Agar tidak mengganggu jadwal
penerbangan reguler, maka penerbangan ke tanah suci

XIV/50
menggunakan pesawat yang disewa dari perusahaan penerbangan
asing. Sejak tahun 1997/98 pelayanan penerbangan haji dilakukan
melalui 6 embarkasi yaitu bandar udara Polonia di Medan, Halim
Perdanakusuma di Jakarta, Adi Sumarmo di Surakarta, Juanda di
Surabaya, Sepinggan di Balikpapan dan Hasanudin di Ujung
Pandang.

Pada tahun 1998/99 direncanakan pengadaan 6 unit pesawat


Cassa C-212 untuk melayani penerbangan perintis dan melanjutkan
pengoperasian penerbangan perintis di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Timor Timur, Maluku dan Irian
Jaya yang seluruhnya mencapai 49 rute. Disamping itu juga akan
dilakukan kegiatan sertifikasi produk-produk aeronautika nasional.
Dengan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan tahun 1998/99
transportasi udara nasional akan dapat melayani penerbangan
dalam negeri sebanyak 15,8 juta penumpang dan 199,3 ribu ton
barang, dan penerbangan ke luar negeri sebanyak 4,7 juta
penumpang dan 143,9 ribu ton barang.

2. Program Penunjang

a. Program Pembangunan Meteorologi, Geofisika,


Pencarian, dan Penyelamatan

Program ini terdiri dari 3 kegiatan pokok yaitu (1)


pengembangan dan peningkatan jejaring pengamatan meteorologi,
klimatologi, komposisi atmosfer dan komunikasi data; (2)
pengembangan dan peningkatan pusat pelayanan meteorologi dan
geofisika serta kalibrasi dan (3) pengadaan peralatan SAR.

XIV/51
1) Pengembangan dan Peningkatan Jejaring Pengamatan
Meteorologi, Klimatologi, Komposisi Atmosfer dan
Komunikasi Data

Sampai dengan akhir Repelita V telah dibangun 112 stasiun


meteorologi, 16 stasiun klimatologi, 1 stasiun bumi satelit cuaca,
4.424 pos-pos pengamatan kerjasama, 27 seismo telemetri. Sarana
penunjang operasional yang telah dibangun adalah 8 unit radar
cuaca, 19 unit rason/rawin, 6 unit Automatic Picture Transmission
(APT), 296 unit sarana telekomunikasi dan 10 unit wind shear.
Selama empat tahun Repelita VI telah dibangun tambahan 21
stasiun meteorologi, 7 stasiun klimatologi, 7 unit pengamatan
komposisi atmosfer, 2 unit radar cuaca dan 73 unit sarana
telekomunikasi. Dengan pembangunan sarana, prasarana serta
pengadaan peralatan-peralatan tersebut, pelayanan jasa-jasa
meteorologi dan geofisika terhadap masyarakat telah semakin
meningkat.

2) Pengembangan dan Peningkatan Pusat Pelayanan


Medan Geofisika serta Kalibrasi

Hingga tahun keempat Repelita VI telah dibangun 19 unit


kalibrasi. Selain itu telah dibangun dan dikembangkan Balai-balai
Wilayah Meteorologi dan Geofisika di Medan, Ciputat, Denpasar,
Ujung Pandang dan Jayapura. Pembangunan dan pengembangan
Balai-balai Wilayah Meteorologi dan Geofisika telah meningkatkan
kemampuan pengiriman data serta prakiraan cuaca di tingkat
nasional maupun wilayah. BMG Pusat memberikan pelayanan
berskala nasional sedangkan Balai-balai Wilayah memberikan
pelayanan berskala regional; Dalam tahun 1997/98 telah dilakukan

XIV/52
rehabilitasi 4 unit Radar Cuaca di Medan, Palembang, Semarang
dan Denpasar.

Dalam tahun kelima Repelita VI, di samping pengadaan dan


pemasangan peralatan fungsional, akan dilakukan rehabilitasi 1
buah radar cuaca di Kupang, renovasi gedung operasional di pusat
dan pemasangan 43 VSAT dalam rangka penyelesaian proyek F-
MT-6.

3) Pengadaan Peralatan SAR

Untuk meningkatkan keberhasilan operasi SAR, secara


bertahap pada Repelita V Badan SAR Nasional selaku koordinator
pelaksanaan operasi SAR telah dilengkapi peralatan SAR antara
lain rubber boat, life jacket dan extricator sarana komunikasi
berupa Local User Terminal (LUT), SAR Operation Information
Management System (SAROIMS). Di samping itu, kemampuan
sumber daya manusia di bidang SAR terus ditingkatkan melalui
pendidikan dan pelatihan Tim Rescue, serta pemantapan koordinasi
dengan instansi terkait dengan negara tetangga seperti Malaysia,
Singapura, Philipina, Papua Nugini dan Australia. Pada tahun
keempat Repelita VI, telah ada penambahan sarana tindak awal
SAR berupa 5 unit helikopter dan 3 unit rescue boat yang masing-
masing ditempatkan di Jakarta, Tanjung Pinang dan Denpasar.

b. Program Pendidikan dan Pelatihan Transportasi

Program pendidikan dan pelatihan transportasi bertujuan


untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang
transportasi sehingga penyelenggaraan transportasi dapat
dilaksanakan secara optimal. Program ini meliputi kegiatan

XIV/53
perluasan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja di sektor
transportasi serta pendidikan masyarakat pengguna jasa transportasi
agar menggunakan sarana transportasi dengan tertib dan berdisiplin
serta taat kepada peraturan lalu lintas.

Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia,


terus diusahakan perluasan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan keahlian dan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi bagi sumber daya manusia di sektor transportasi sehingga
dapat meningkatkan produktivitas sektor transportasi. Sampai
dengan tahun keempat Repelita VI telah dididik sebanyak 54.243
orang.

Dalam program pendidikan dan pelatihan ditahun kelima


Repelita VI direncanakan pengadaan peralatan diktat kepelautan
untuk memenuhi standar IMO/STCW.

c. Program Penelitian dan Pengembangan Transportasi

Program penelitian dan pengembangan transportasi bertujuan


untuk mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan
transportasi sehingga dapat mendukung pengambilan kebijaksanaan
di bidang transportasi.

Program penelitian dan pengembangan transportasi dalam


Repelita VI mencakup beberapa kegiatan, yaitu (1) pengembangan
organisasi pusat penelitian serta penyempurnaan tata cara dalam
penyelenggaraan penelitian; (2) pengembangan laboratorium
peralatan penelitian, kepustakaan, standarnisasi sarana dan
prasarana transportasi seperti peralatan pendukung sistem

XIV/54
informasi; (3) pengembangan tenaga peneliti; (4) penataan
pengembangan sarana dan prasarana; (5) pembinaan di bidang
usaha transportasi; (6) peningkatan keselamatan dan pelayanan
transportasi; (7) pengelolaan lingkungan; (8) peningkatan
manajemen dengan menerapkan quality, cost and delivery; (9)
pembinaan teknologi informasi serta (10) pemanfaatan sumber dana
dan sumber daya alam secara optimal.

Selama empat tahun Repelita VI, telah dilakukan beberapa


penelitian yang bersifat strategis khususnya yang berkaitan dengan
sumber daya manusia, aspek energi (konservasi dan diversifikasi),
aspek yang berkaitan dengan peningkatan efisiensi, standardisasi
proses dan produk pelayanan jasa transportasi, petunjuk
penyusunan AMDAL, RKL dan RPL baik untuk sub sektor darat,
laut maupun udara.

Program penelitian dan pengembangan dalam Repelita VI


didasarkan untuk mendukung pengembangan Sistem Transportasi
Nasional (SISTRANAS), regional dan perkotaan; peningkatan
pelayanan transportasi; perusahaan jasa transportasi; sumber daya
manusia dan teknologi serta daya saing. Selain sifat penelitian yang
bersifat strategis, juga dilakukan beberapa penelitian untuk
peningkatan efisiensi, dan untuk kebutuhan operasional.

D. PENUTUP

Dalam Repelita VI pembangunan transportasi telah


meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan pergerakan orang,
barang, dan jasa, baik di darat, laut, dan , udara, dan makin

XIV/55
memantapkan peranannya dalam mendukung kehidupan ekonomi,
sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanan. Walaupun ada
berbagai kendala dalam pelaksanaannya sebagian besar sasaran-
sasaran yang ditetapkan dalam Repelita VI diharapkan dapat
dicapai.

Sebagian besar program pembangunan prasarana jalan dalam


Repelita VI, termasuk rencana tahun terakhir Repelita VI
(1998/99), akan mencapai sasaran Repelita VI. Program
peningkatan jalan dan penggantian jembatan bahkan telah
melampaui sasaran Repelita VI. Selama empat tahun pelaksanaan
Repelita VI, total panjang jalan arteri dan kolektor, yang telah
berada dalam kondisi mantap terus meningkat dan diharapkan pada
akhir Repelita VI seluruh jalan arteri dan kolektor akan berada
dalam kondisi mantap.

Beberapa program pembangunan prasarana jalan tidak


mencapai sasaran Repelita VI yaitu program rehabilitasi dan
pemeliharaan jalan dan jembatan serta pembangunan jembatan
pada jalan nasional dan propinsi. Tidak tercapainya beberapa
sasaran Repelita VI tersebut antara lain disebabkan karena
pergeseran penanganan beberapa ruas jalan dari pemeliharaan rutin
kepada pemeliharaan berkala. Selain itu untuk membuka isolasi
daerah, maka prioritas diberikan pada pembangunan jalan yang
tidak banyak memerlukan jembatan, sehingga beberapa program
pembangunan jembatan tidak mencapai sasaran.

Selama empat tahun pelaksanaan Repelita VI, sebagian besar


program pembangunan transportasi darat telah mencapai sasaran
Repelita VI. Pada program pengembangan fasilitas lalu lintas jalan

XIV/56
kegiatan yang telah mencapai sasaran adalah pengadaan dan
pemasangan rambu lalu lintas dan lampu pengatur lalu lintas.
Sedangkan beberapa kegiatan dalam Repelita VI yang sasarannya
belum tercapai diarahkan untuk dibiayai dengan dana BUMN,
pemerintah daerah dan swasta, terutama untuk kegiatan yang
berorientasi komersial. Diantaranya adalah pembangunan terminal
penumpang dan barang serta pengadaan alat pengujian kendaraan
bermotor (PKB), pengadaan bus kota, dan pemasangan marka jalan.
Pengadaan bus perintis yang juga tidak mencapai sasaran akan
dilanjutkan dalam Repelita berikutnya.

Pada program pengembangan perkeretaapian, kegiatan yang


telah mencapai sasaran adalah pengadaan kereta rel listrik (KRL),
rehabilitasi lokomotif, dan peningkatan jembatan kereta api.
Beberapa kegiatan kemungkinan besar tidak akan dapat mencapai
sasaran sampai dengan akhir Repelita VI, antara . lain pembangunan
jalur-jalur ganda Cikampek-Cirebon (Segmen III) serta jalur ganda
parsial lintas selatan Jawa yang saat ini baru dalam tahap awal
pembangunan. Demikian pula halnya dengan pengadaan kereta
penumpang yang masih di bawah sasarannya.

Pada program peningkatan angkutan sungai, danau, dan


penyeberangan, pem bangunan dermaga penyeberangan telah
mencapai sasaran Repelita VI. Demikian pula halnya
peningkatan/rehabilitasi dermaga penyeberangan dan dermaga
sungai dan danau. Sedangkan pembangunan dermaga sungai dan
danau baru akan mencapai sasaran pada tahun kelima Repelita VI.
Namun ada pula sasaran Repelita VI yang tidak akan tercapai
sampai akhir Repelita VI, diantaranya pengadaan dan pemasangan
rambu laut, sungai dan danau, serta pembersihan alur sungai, yang
disebabkan terutama oleh keterbatasan ketersediaan dana.

XIV/57
Perkembangan perekonomian yang pesat selama empat tahun
Repelita VI kecuali paruh kedua tahun keempat, telah mendorong
laju pertumbuhan volume angkutan. Jumlah kendaraan yang
terdaftar terus meningkat yang meliputi bus, truk, mobil
penumpang, dan sepeda motor. Jumlah pengguna jasa angkutan
kereta api juga telah meningkat, baik untuk angkutan penumpang
maupun angkutan barang.

Di bidang angkutan but dalam negeri, pada akhir tahun


keempat Repelita VI, kapasitas armada nusantara dan armada
pelayaran rakyat telah melebihi sasaran akhir Repelita VI.
Demikian pula dengan pengoperasian armada perintis yang amat
penting dalam upaya pemerataan pembangunan dan bagi kehidupan
ekonomi di daerah-daerah terpencil, realisasinya sampai dengan
akhir Repelita VI akan melebihi sasaran.

Dalam pembangunan transportasi udara yang akan


melampaui sasaran Repelita VI adalah prasarana bandar udara
terutama untuk perpanjangan landasan dan pembangunan bangunan
penunjang operasi, sejalan dengan meningkatnya penggunaan
pesawat bermesin jet oleh perusahaan penerbangan nasional.
Sedangkan pembangunan dan perluasan terminal tidak mencapai
sasaran yang direncanakan, disebabkan karena pembangunan
terminal pada beberapa bandar udara sedang dikaji dan disesuaikan
kembali dalam rangka penataan fungsi bandar udara yang melayani
penerbangan internasional.

Program pengembangan fasilitas keselamatan penerbangan


yang meliputi peralatan komunikasi, navigasi penerbangan,
kelistrikan dan pengatur lalu lintas udara, selama Repelita VI

XIV/58
diutamakan untuk bandar udara kecil dalam rangka memenuhi
secara minimal persyaratan keselamatan penerbangan. Sampai
dengan tahun keempat Repelita VI telah terbangun fasilitas
keselamatan penerbangan di 120 bandar udara kecil di seluruh
Indonesia. Kebutuhan peralatan keselamatan penerbangan pada
bandar udara besar pada umumnya sudah terpenuhi, namun saat ini
sedang dikaji kembali antara lain dengan mulai dipergunakannya
sistem satelit untuk telekomunikasi dan navigasi penerbangan di
dunia.

Dalam upaya meremajakan pesawat-pesawat tua selama


empat tahun Repelita VI telah ada penambahan pesawat dari
perusahaan penerbangan swasta dan BUMN. Walaupun jumlah
armada penerbangan berjadwal menurun dibandingkan dengan
akhir Repelita V, namun jumlah penumpang dan barang yang
diangkut serta jumlah pesawat-kilometer dan jam terbang, telah
meningkat baik untuk penerbangan dalam negeri maupun
penerbangan luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa armada
penerbangan nasional telah semakin efisien.

Peramalan cuaca telah makin handal untuk mendukung


kegiatan-kegiatan pertanian, pelayaran, dan penerbangan dan
antisipasi bencana alam. Selama empat tahun Repelita VI telah
dibangun 8 stasiun meteorologi maritim, 10 stasiun meteorologi
penerbangan, dan 6 stasiun klimatologi. Memang masih dibawah
sasaran Repelita VI, disebabkan antara lain oleh keterbatasan lahan
yang memenuhi persyaratan teknis bagi peruntukan stasiun
meteorologi baru, serta keterbatasan kemampuan keuangan negara
antara lain sebagai akibat gejolak moneter yang terjadi pada tahun
keempat Repelita VI.

XIV/59
Memasuki era globalisasi ketersediaan secara memadai dan
kehandalan sistem transportasi dalam mendukung kehidupan
ekonomi, sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanan
semakin diperlukan. Oleh karena itu pembangunan sarana dan
prasarana transportasi harus terus dilanjutkan dan ditingkatkan
dengan memperhatikan partisipasi sektor swasta yang makin besar,
pengembangan sumber daya manusia, dan keterkaitan yang erat
dengan rencana tata ruang dan pengembangan wilayah.

XIV/60
TABEL XIV - 1
REALISASI PROGRAM-PROGRAM
DI BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/61
TABEL XIV – 1.A
REALISASI PROGRAM-PROGRAM
DI BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84 - 1988/89

1) Angka tahunan
2) Program penunjang jalan dan jembatan serta peningkatan jembatan sejak
Repelita IV dimasukkan dalam program peningkatan jalan dan penggantian jembatan.

XIV/62
TABEL XIV – 2
PANJANG DAN KONDISI JALAN ARTERI
DAN JALAN KOLEKTOR
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/63
GRAFIK XIV – 2
PANJANG DAN KONDISI JALAN ARTERI
DAN JALAN KOLEKTOR
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

XIV/64
TABEL XIV – 2.A
PANJANG DAN KONDISI JALAN ARTERI
DAN JALAN KOLEKTOR
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84, 1988/89

1) Angka tahunan

XIV/65
TABEL XIV – 3
PERKEMBANGAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN JALAN 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Angka kumulatif
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/66
GRAFIK XIV – 2
PERKEMBANGAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN JALAN 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

XIV/67
TABEL XIV – 3.A
PERKEMBANGAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN JALAN 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84 - 1988/89

1) Angka kumulatif sejak tahun 1968 (awal dilaksanakan program)

XIV/68
TABEL XIV – 4
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN FASILITAS KESELAMATAN
ANGKUTAN JALAN RAYA 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Angka kumulatif sejak tahun 1973/74 (awal dilaksanakan program)


2) Tidak termasuk yang dibiayai APBD
3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/69
TABEL XIV – 4.A
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN FASILITAS KESELAMATAN
ANGKUTAN JALAN RAYA 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84 - 1988/89

1) Angka kumulatif sejak tahun 1973/74 (awal dilaksanakan program)


2) Lanjutan

XIV/70
TABEL XIV – 5
PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98
(ribuan)

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/71
TABEL XIV – 5.A
PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(ribuan)

1) Angka tahunan

XIV/72
TABEL XIV – 6
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN
PENGADAAN FASILITAS PERKERETA-APIAN 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98
(buah)

1) Angka kumulatif
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/73
TABEL XIV – 6.A
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN
PENGADAAN FASILITAS PERKERETA-APIAN 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84 - 1988/89
(buah)

1) Angka kumulatif sejak tahun 1968 (awal dilaksanakan program)

XIV/74
TABEL XIV – 7
PERKEMBANGAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/75
TABEL XIV – 7.A
PERKEMBANGAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84 - 1988/89

1) Angka kumulatif sejak tahun 1968 (awal dilaksanakan program)

XIV/76
TABEL XIV – 8
PENAMBAHAN FASILITAS PELABUHAN 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Angka tahunan
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997
3) Angka diperbaiki

XIV/77
TABEL XIV – 8.A
PENAMBAHAN FASILITAS PELABUHAN 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84 - 1988/89

1) Angka kumulatif 5 tahunan


2) Angka diperbaiki, karena angka sebelumnya (Lampiran Pidato 1 Maret 1993)
merupakan angka kumulatif sejak tahun 1968

XIV/78
TABEL XIV – 9
ARMADA PELAYARAN NUSANTARA 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Angka Tahunan
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997
3) Angka diperbaiki
4) Kapal PT. PELNI
XIV/79
TABEL XIV – 9.A
ARMADA PELAYARAN NUSANTARA 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84 ,1988/89

1) Angka tahunan
2) Kapal PT. PELNI

XIV/80
TABEL XIV – 10
ARMADA PELAYARAN RAKYAT 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Angka Tahunan
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/81
TABEL XIV – 10.A
ARMADA PELAYARAN RAKYAT 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84 - 1988/89

1) Angka tahunan

XIV/82
TABEL XIV – 11
ARMADA PELAYARAN PERINTIS 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Angka Tahunan
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/83
TABEL XIV – 11.A
ARMADA PELAYARAN PERINTIS 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84, 1988/89

1) Angka tahunan

XIV/84
TABEL XIV – 12
ARMADA PELAYARAN KHUSUS 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Angka Tahunan
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/85
TABEL XIV – 12.A
ARMADA PELAYARAN KHUSUS 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84, 1988/89

1) Angka tahunan

XIV/86
TABEL XIV – 13
ARMADA PELAYARAN SAMUDERA 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Angka Tahunan dan Armada Nasional


2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/87
TABEL XIV – 13.A
ARMADA PELAYARAN SAMUDERA 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84, 1988/89

1) Angka tahunan

XIV/88
TABEL XIV – 14
ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Penerbangan Berjadwal.
2) Faktor Muatan = Ton-Km Produksi
Ton-Km Tersedia
3) Angka diperbaiki
4) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/89
TABEL XIV – 14.A
ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84, 1988/89

1) Angka tahunan penerbangan berjadwal.


2) Faktor Muatan = Ton-Km Produksi
Ton-Km Tersedia

XIV/90
TABEL XIV – 15
ANGKUTAN UDARA LUAR NEGERI 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

1) Penerbangan Berjadwal.
2) Faktor Muatan = Ton-Km Produksi
Ton-Km Tersedia
3) Angka diperbaiki
4) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIV/91
TABEL XIV – 15.A
ANGKUTAN UDARA LUAR NEGERI 1)
1968, 1973/1974, 1978/79, 1983/84, 1988/89

1) Angka tahunan penerbangan berjadwal.


2) Faktor Muatan = Ton-Km Produksi
Ton-Km Tersedia

XIV/92

Anda mungkin juga menyukai