Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Bimbingan Konseling di Perguruan Tinggi


1. Teori Bimbingan Konseling di Perguruan Tinggi
Prayitno dan Erman Amti (2009:42) menerangkan bahwa permasalahan yang
dialami oleh warga masyarakat tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah dan
keluarga saja, melainkan juga di luar keduanya. Warga masyarakat di lingkungan
perusahaan, industri, kantor-kantor (baik pemerintah maupun swasta) dan lembaga
kerja lainnya, organisasi pemuda dan organisasi kemasyarakatan, bahkan di lembaga
pemasyarakatan, rumah jompo, rumah yatim piatu atau panti asuhan, rumah sakit,
perguruan tinggi, dan lain sebagainya. Seluruhnya tidak terhindar dari kemungkinan
menghadapi masalah. Oleh karena itu diperlukan jasa bimbingan dan konseling.
Menurut Fiah (2014: 56) menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan oleh
pelayanan konseling mahasiswa yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas belajar
dan kehidupan mahasiswa, mengintegrasikan kelompok-kelompok mahasiswa baru.
Untuk menarik dan mempertahankan mahasiswa menjadi kritis dan dinamis,
lembaga-lembaga pendidikan tinggi berusaha mempertahankan dan menjadikan
mahasiswa berkualitas, menjamin menempatan para lulusan, mengembangkan
dukungan para alumni, dan menguatkan keterlibatan dan peranan seluruh civitas
akademika. Sedangkan menurut Sukmadinata (2007: 39) berpendapat bahwa
program layanan bimbingan konseling tidak hanya diperlukan di sekolah tapi juga di
masyarakat, lingkungan kerja dan di perguruan tinggi, disesuaikan dengan
karakteristik subjek bimbingan dengan jenis masalah yang dihadapi berbedabeda tiap
individu.
Merujuk dari beberapa pendapat oleh para ahli di atas, keberadaan konselor
dalam pendidikan tinggi sangatlah diperlukan, bahkan peran yang dilakukan oleh
konselor perguruan tinggi sangat luas. Menurut Achmad Juntika secara keseluruhan
yang dihadapi mahasiswa dapat dikelompokkan atas dua kategori, yaitu problem
akademik (studi) dan problem non akademik (sosial pribadi). Masalah akademik
merupakan hambatan atau kesulitan yang dihadapi oleh mahasiswa dalam
merencanakan, melaksanakan, dan memaksimalkan belajarnya
a) Kesulitan dalam mengatur waktu belajar yang disesuaikan dengan banyaknya
tuntutan aktivitas perkuliahan, serta kegiatan kemahasiswaan lainnya.
b) Kesulitan dalam mendapatkan buku sumber belajar.
c) Kurang motivasi atau semangat belajar.
d) Memiliki kebiasaan belajar yang salah.
e) Kurang minat pada profesi.
f) Rendahnya rasa ingin tahu dan ingin mendalami ilmu pengetahuan.
Selanjutnya masalah sosial pribadi merupakan masalah yang dihadapi
mahasiswa dalam mengelola kehidupannya sendiri serta menyesuaikan diri dengan
kehidupan sosial, baik di kampus maupun di lingkungan tempat tinggal. Beberapa
masalah yang mungkin dihadapi mahaiswa sebagai berikut:
a) Kesulitan ekonomi.
b) Kesulitan ekonomi.
c) Kesulitan menyesuaikan diri dengan teman sesama mahasiswa.
d) Kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar tempat tinggal.
e) Masalah dalam keluarga.
Praktik pelaksanaan konseling di perguruan tinggi tidak banyak berbeda dengan
di sekolah menengah, penekanan pada kondisi akademik dan kemandirian mewarnai
pelaksanaan konseling (Prayitno dan Erman Amti). Kemandirian tersebut dapat
dilihat dari beberapa ciri-ciri pokok, yaitu:
a) Mengenal diri sendiri dan lingkungan.
b) Menerima diri sendiri dan lingkungan dengan positif dan dinamis.
c) Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.
d) Mengarahkan diri sesuai keputusan.
e) Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi dan minat yang
dimiliki.
2. Dasar Hukum Bimbingan Konseling di Perguruan Tinggi Usulan Pembentukan
Unit Pelaksanaan Teknis Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi
sebagaimana termuat dalam lampiran pada surat edaran kepada Pimpinan
Perguruan Tinggi Swasta dalam wilayah IV Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta,
nomor 151/K.IV/Adku/I/82, tanggal 12 Januari 1982. Dasar pemikiran
operasional dirumuskan sebagai berikut: Bahwa setiap mahasiswa dalam
kehidupan pada dasarnya tidak bisa lepas dari kesulitan-kesulitan...Bahwa
kenyataannya tidak semua mahasiswa mampu memecahkan kesulitannya sendiri,
sehingga mahasiswa yang tidak mampu memecahkan sendiri perlu pertolongan
orang lain. Pertolongan yang dimaksud ialah bantuan melalui pelayanan
bimbingan.
B. Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi
Dari bervariasinya masalah yang selalu dialami oleh mahasiswa di perguruan
tinggi, maka setidaknya terdapat dua bentuk layanan bimbingan yang perlu diperhatikan
yaitu: (1) Bimbingan studi dan akademik, (2) Bimbingan non studi atau non akademik.
Keduanya adalah penting dan saling berkaitan satu sama lain dalam layanan bimbinmgan
mahasiswa. Bimbingan studi atau akademik akan bermuara pada masalah-masalah
belajar, perkuliahan, penggunaan perpustakaan, pemanfaatan waktu luang dan prestasi
akademik. Layanan bimbingan non studi dan non akademik bermuara pada masalah-
masalah pribadi, sosial, psikis, karir, pekerjaan, teman hidup, keuangan dan sebagainya.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan layanan
bimbingan di perguruan tinggi yaitu:
Pertama, persyaratan umum, yaitu berkaitan dengan kelengkapan instiitusi yang
penunjang upaya layanan bimbingan yang mencakup : (1) Adanya biro bimbingan dan
konseling yang dilenkapi dengan bank evaluasi yaitu suatu bagian yang mengelola,
mengumpulkan, menyimpan dan menggunakan alat-alat pengukuran dan evaluasi
khususnya bagi kepentingan layanan bimbingan, (2) Biro bimbingan konseling harus
dikoordinir oleh seorang tenaga ahli bimbingan sesuai dengan kualifikasinya dan berada
di bawah lembaga perguruan tinggi yang bertanggung jawab langsung kepada rektor, (3)
Biaya dan fasilitas yang diperlukan untuk menjalankan program layanan bimbingan
haruslah menjadi bagian integral dari keseluruhan pembelajaran perguruan tinggi yang
bersangkutan, (4) Isi program bimbingan haruslah disesuaikan dengan ciri khas masa
perkembangan yang dialami oleh mahasiswa pada umumnya, (5) Layanan-layanan
bimbingan haruslah menjangkau ke seluruh mahasiswa dan dapat dirasakan manfaatnya
oleh semua mahasiswa di perguruan tinggi yang bersangkutan.
Kedua, berkaitan dengan ketenagaan, yang meliputi: (1) Adanya seorang konselor
umum general counselor yaitu seorang yang menguasai teori, pendekatan, metode dan
teknik layanan bimbingan konseling. Idealnya ia adalah seorang spesialis dalam layanan
bimbingan dan bukan seorang tenaga pengajar yang ahli dalam bidang bimbingan
melainkan ahli dalam bidang praktek layanan bimbingan serta bisa memimpin atau
menjadi koordinator biro bimbingan dan konseling, (2) Adanya konselor yang merangkap
seagai dosen dan minmal satu orang pada setiap fakultas. Dosen ini diharapkan selain
bisa melaksanakan perkuliahan bimbingan konseling, juga bisa melakukan praktek
bimbingan konseling, (3) Adanya tenaga ahli dalam menganalisis hasil testing psikologis
karena dalam layanan bimbingan konseling tidak akan lepas dari evaluasi yang bersifat
psikologis, (4) Adanya dosen penasehat atau dosen wali (nama ini disesuaikan dengan
ciri masing-masing perguruan tinggi) yang ikut berperan dan mendampingi dosen
bimbingan konseling dan bahkan (dalam kondisi tertentu bisa melayani konsultasi
individual) karena di sebuah perguruan tinggi tidak akan terlepas dari peran dosen
penasehat akademik, (5) Adanya peran aktif dosen ahli mata kuliah yang menyediakan
peluang untuk mengadakan konsultasi kepada mahasiswa berkisar masalah studi, cara
belajar yang mandiri, cara menelusuri informasi, cara membuat sinopsis dan proposal
penelitiaan/skripsi dan sebagainya. Namun perlu disadari bahwa tugas dosen penasehat
tidak boleh “merampas” wewenang dari petugas layanan bimbingan dan konseling, (6)
Adanya petugas tata usaha layanan bimbingan. Tenaga ini adalah seorang yang telah
dididik dan dilatih dalam layanan bimbingan konseling sehingga ia memahami prinsip-
prinsip bimbingan, administrasi dan organisasi bimbingan, prosedur pencatatan,
penyimpanan, pengolahan dan pemanfaatan data bagi keperluan bimbingan konseling.
Tenaga ini dapat pula merangkap sebagai tenaga resepsionis bimbingan dengan tambahan
persyaratan tentang ciri-ciri penampilan dan pribadi serta hubungan sosial yang
mendukung.
Ketiga, berkaitan dengan persyaratan khusus dosen penasehat, Dosen pensehat
mempunyai andil yang besar untuk kelancaran pelaksanaan memajukan bikmbingan serta
fungsi penyaluran dan penyesuaian dalam layanan bimbingan sehingga dosen penasehat
harus memiliki kriteria sebagai berikut: (1) Adanya kesediaan dosen penasehat untuk
mengadakan hubungan yang erat dengan mahasiswa asuhannya yang tidak hanya terbatas
pada pertermuan di kelas saja, (2) Adanya kesediaan dosen penasehat untuk memberikan
perhatian yang cukup bagi setiap diri mahasiswa asuhannya, (3) Adanya kesediaan dosen
penasehat untuk menyediakan waktu guna memberikan kesempatan mengadakan
pertemuan yang bersifat psibadi dengan mahasiswanya, (4) Adanya kesediaan dosen
penasehat untuk melakukan berbagai kegiatan pendidiakan dalam rangka membantu
perkembangan pribadi mahasiswa secara optimal, (5) Adanya jarak ikatan psikologis
yang tidak terlalu jauh dan tidak pula terlalu dekat terhadap mahasiswa yang menjadi
asuhannya, (6) Adanya kesediaan dosen penasehat untuk menjaga rahasia mahasiswa
bimbingannya sehingga dapat mempertinggi marwah dan integritas dosen penasehat.
Dengan demikian, layanan bimbigan konseling di perguruan tinggi pada
hakikatnya masih manjadi lanjutan proses layanan bimbingan jenjang sekolah
sebelumnya dengan memperhatikan perkembangan, kebutuan, ciri khas, tuntutan
kehidupan kampus, memanfaatkan potensi, mengembangkan kepribadian sehingga
tercapai pribadi yang totalitas dan optimal (Afandi, 2012).
C. Kompetensi kepribadian Guru Bimbingan Dan Konseling
Konselor merupakan tenaga pendidik yang berbeda dengan guru mata pelajaran
yang kerjanya dapat dilihat dari jam masuk kelas dan memberi nilai. Sedangkan konselor
tidak bisa dilihat seperti halnya guru mata pelajaran, karena konselor berperan dalam
membentuk kepribadian siswa. Hal itu sangatlah sulit sebab konselor dihadapkan dengan
penanganan melalui sisi yang berbeda. Konselor sebagai pelaksana bimbingan konseling
secara khusus harus memiliki kompetensi, terutama kompetensi kepribadian.
Kompetensi konselor merupakan agen pelayanan bimbingan konseling di sekolah,
yang dinyatakan dalam peraturan pemerintah No 19 tahun 2005 pasal 28 ayat 3 yaitu:
“kompetensi sebagai agen pelayanan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional
dan sosial. Salah satunya adalah kompetensi kepribadian, sesuai dengan rumusan dalam
PERMENDIKNAS No.27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi dan kompetensi
konselor dinyatakan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
1. Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Kompetensi kepribadian beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang harus dimiliki konselor yaitu : Menampilkan kepribadian yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Suksesnya konselor melaksanakan
kegiatan sangat dipengaruhi juga oleh pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT yaitu konsisten menjalankan ajaran agama, toleransi serta berakhlak
mulia dan berbudi pekerti.
2. Menghargai dan Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Kemanusiaan,
Individualitas dan Kebebasan Memilih Kemampuan yang harus dimiliki
oleh konselor di sekolah selanjutnya adalah menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan yaitu: Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang
manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual dan berpotensi.
Konselor hendaknya memandang klien bukan sebagai mahluk yang diperlakukan
semena-mena sesuai rasa senang konselor (dianggap mainan).Konselor
hendaknya memandang klien sebagai mahluk yang hidup dalam lingkaran dan
suasana moral yang berlaku, sehingga keputusan konseling tidak hanya
didasarkan pada pemikiran rasional semata-mata. Karakteristik ini juga memiliki
makna bahwa seorang konselor hendaknya memperlakukan klien sebagai individu
normal yang sedang berkembang mencapai tingkat tugas perkembangannya
dengan segala kekuatan dan kelemahannya yang hidup dalam suatu lingkaran
masyarakat.
3. Menunjukkan Integritas dan Stabilitas Kepribadian yang Kuat
Seorang konselor harus mampu menjunjung tinggi integritas dan stabilitas
kepribadian yang kuat yaitu: Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji
(seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah dan konsisten. Perilaku terpuji yang ada
pada diri konselor adalah: (a) dapat dipercaya, konselor sebagai tempat
menceritakan segala persolan siswa, harus mampu menjaga kerahasiannya.
Konselor bukan sebagai suatu ancaman terhadap siswa tetapi sebagai pihak yang
memberikan rasa aman. Kepercayaan terhadap kmonselor dibutuhkan untuk
mencapai tujuan esensial konseling, (b) kesabaran, Sabar merupakan fondasi
kemuliaan akhlak. Kesabaran akan melahirkan ketabahan, menahan amarah, tidak
menyakiti, kelemah lembutan, tidak tergesagesa, dan tidak suka bersikap kasar.
Indikator kepribadian yang harus menjadi perhatian juga oleh konselor adalah
sabar dalam mengahadapi atau melayani siswa. Sabar bukan berarti menyerah,
namun tegar dan tegas, (c) Kejujuran, Pribadi jujur adalah sikap mulia yang
sangat diperintahkan oleh SWT. Kejujuran konselor akan memberikan pengaruh
terhadap lancaranya proses layanan bimbingan dan konseling, (d) Adil dan
bijaksana, Sikap adil akan menuntun kepada ketepatan perilaku konselor harus
adil dan bijak mengambil tindakan untuk memerhatikan dan mengembangkan
potensi siswa.
4. Menampilkan kinerja yang berkualitas tinggi
Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif Sudah
menjadi keharusan bagi seorang pengemban tugas sebagai konselor untuk
memilki penguasaan yang cukup atas ilmu yang akan diajarkan atau diberikan. Ia
juga dapat menggunakan sarana-sarana pendukung dalam menyampaikan ilmu
tersebut. Konselor dalam setiap tindakan layanan bimbingan konseling harus
memiliki kualitas seperti cerdas, kreatif, inovatif dan menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat serta terciptanya perubahan positif pada diri siswa. Konselor yang
kreatif lmampu menemukan inovasi-inovasi untuk mengendalikan layanan
bimbingan konseling. Inovasi merupakan kemampuan menciptakan sesuatu yang
baru. Hal yang baru tersebut tercipta dari sebuah hasil kerja keras konselor yang
kreatif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi kepribadian yang
hendaknya dimiliki oleh seorang adalah merupakan keseluruhan perilaku yang ada
didalam diri seorang pembimbing, yang akan tercermin ketika sedang memberikan
layanan bimbingan kepada peserta didik.
D. Bimbingan dan Konseling Akademik
1. Pembimbing Akademik
Dosen wali atau Pembimbing Akademik (PA) adalah Dosen yang diangkat
pada setiap awal tahun akademik untuk membimbing dan bertanggungjawab atas
sejumlah mahasiswa dalam hal memberikan konseling akademik. Tujuan
pengangkatan dosen pembimbing akademik adalah untuk membantu mahasiswa
dalam penyelesaian studi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, sehingga
mahasiswa dapat mengembangkan potensinya dan memperoleh hasil studi yang
optimal.
Menurut Sudji (dalam Agus Partawibawa dkk, 2014:2), pembimbingan
akademik diartikan sebagai sebagai suatu proses layanan pendidikan berupa
bimbingan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Pengertian bimbingan ini
dibatasi pada upaya pemecahan masalah akademik yang dihadapi mahasiswa dan
upaya membangkitkan motivasi serta semangat belajar mahasiswa, sehingga
dapat menyelesaikan studi tepat waktu dengan prestasi belajar yang tinggi dan
karakter yang baik.
Ruang lingkup layanan bimbingan akademik yang dapat diberikan
mencakup: (1) Pemahaman tentang kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan
oleh pihak universitas, fakultas, jurusan dan prodi, (2) Pemahaman tentang
berbagai tugas dan fungsi universitas, fakultas, jurusan dan prodi, (3) Pemahaman
potensi diri dan pengembangan dalam rangka mencapai keberhasilan dalam
belajar, (4) Penyesuaian diri dengan lingkungan kehidupan kampus, (5)
Pemecahan permasalahan yang dihadapi mahasiswa, dan (6) Pengembangan karir
setelah lulus.
Bentuk bimbingan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kurikuler dan
nonkurikuler. Bimbingan kurikuler dapat berlangsung dalam bentuk dialog yang
bersifat individual atau kelompok, sedangkan bimbingan nonkurikuler mencakup
bimbingan yang terkait dengan masalah psikologis, sosio kultural terutama
masalah mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan budaya lokal
dan kondisi ekonomi orang tua.
2. Tugas dan Tanggung Jawab Pembimbing Akademik
Sudji (dalam Agus Partawibawa dkk, 2014:3) menjelaskan bahwa tugas
PA sebagai berikut: (1) Memberikan motivasi, penjelasan, arahan dan nasihat
pada mahasiswa bimbingannya yang berkaitan dengan persoalan akademik, (2)
Memberikan bimbingan pada mahasiswa yang berkaitan dengan persoalan-
persoalan pribadi mahasiswa, psikologis, sosio emosinal dan kultural yang
berdampak negatif pada studinya, (3) Mengadakan hubungan baik dengan
berbagai pihak terkait dalam rangka meningkatkan mutu bimbingan dan
keberhasilan studi mahasiswa dan pemecahan kasus mahasiswa, (4) Memelihara
dan melaksanakan administrasi pembimbingan akademik.
Dalam pedoman Bimbingan dan Konseling Universitas Sains Al Qur’an
Jawa Tengah, lebih rinci tugas dari dosen pembimbing dijelaskan sebagai berikut:
1) Membina dan mengarahkan mahasiswa agar dapat mempunyai sikap
akademik dan kebiasaan belajar yang baik dalam rangka
mengembangkan kebebasan dan kemandirian akademik sesuai dengan
bidang ilmu yang ditempuhnya.
2) Memberikan penjelasan kepada mahasiswa tentang: a) Sistem
Pendidikan Tinggi, b) Etika Berkehidupan di Kampus, c) Sistem
Kredit Semester, d) Kurikulum dan peminatan studi, e) Cara mengisi
Kartu Rencana Studi (KRS), dan kebijaksanaan studi yaitu
memberikan pertimbangan mata kuliah dan beban studi yang dapat
diambil, f) dCara belajar yang baik, dan g) Manajemen waktu yang
tepat.
3) Sepanjang semester, memantau, memotivasi dan membimbing
mahasiswa demi kelancaran studinya serta membantu memecahkan
masalah yang dihadapi mahasiswa baik yang bersifat akademik
maupun non akademik yang diperkirakan dapat mengganggu
pencapaian keberhasilan studi.
4) Memberikan peringatan terhadap mahasiswa yang melanggar
ketentuan Evaluasi Keberhasilan Studi (IPK < 3,00)
5) Menyediakan waktu terjadwal untuk konseling (minimal 1x dalam
seminggu) agar mahasiswa memiliki kesempatan berkonsultasi.
6) Bimbingan akademik dilakukan oleh mahasiswa minimal 3x per
semester (jadwal lihat kalender akademik), dengan ketentuan
pertemuan:
a) Tahap I: saat menjelang dimulainya perkuliahan (proses
pengisisn KRS yaitu penentuan mata kuliah dan jumlah beban
studi yang akan diambil untuk semester yang akan datang). PA
bertanggungjawab atas kebenaran isi KRS (ketepatan
pemilihan mata kuliah) dan wajib memberi penjelasan yang
cukup atas beban studi yang diambil agar mahasiswa dapat
menyadari dan menerima penuh pengertian.
b) Tahap II: 2 minggu setelah UTS (evaluasi hasil pembelajaran
tengah semester berjalan). Jika mahasiswa tidak mempunyai
prakarsa sendiri menemui PA untuk mengemukakan
masalahnya, maka PA wajib mengambil inisiatif memanggil
mahasiswa yang diperkirakan mempunyai masalah dengan
tujuan menggali informasi yang diperlukan untuk kepentingan
pembimbingan.
c) Tahap III: 1 minggu sebelum UAS (evaluasi persiapan UAS).
PA memberikan informasi kepada mahasiswa tentang
boleh/tidaknya mahasiswa yang bersangkutan menempuh
UAS.
7) Pada setiap proses bimbingan, PA mengisi formulir yang telah
disediakan untuk mencatat: a) Perkembangan akademik mahasiswa
(hasil ujian, Indeks Prestasi, dll), b) Persetujuan pemilihan mata kuliah
(saat pertemuan tahap I), dan c) Masalah lain yang dikonsultasikan.
8) PA berkewajiban:
a) Memperhatikan kode etik dosen dalam proses pembimbingan
b) Memelihara administrasi dan data pembimbingan akademik
(kartu bimbingan, data akademik mahasiswa, dll)
E. Bimbingan dan Konseling Non-Akademik
Bimbingan dan konseling non-akademik (sosial/pribadi) merupakan salah satu
layanan dari Counseling Centre. Pembimbingan ini dilakukan oleh dosen. Kegiatan ini
dilakukan secara sistematis dan intensif kepada mahasiswa dan civitas akademika
lainnya. Kegiatan ini dalam rangka pengembangan potensi pribadi, sosial, belajar dan
karir. Hal ini diharapkan dapat membangun sinergi antara mahasiswa, dosen, staf, dan
orang tua/wali mahasiswa.
Syamsu Yusuf (2006: 11), menyatakan bahwa bimbingan sosial-pribadi adalah
bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah sosial-
pribadi. Yang tergolong dalam masalah-masalah sosial-pribadi adalah masalah hubungan
dengan sesama teman, dengan dosen, serta staf, permasalahan sifat dan kemampuan diri,
penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal
dan penyelesaian konflik. Inti dari pengertian bimbingan pribadi sosial yang
dikemukakan oleh Syamsu Yusuf adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk
menyelesaikan masalah sosial pribadi yang dialaminya seperti masalah hubungan sosial,
permasalahan sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan
dan masyarakat. Serta dapat menyelesaiakan konflik.
Dalam pedoman Bimbingan dan Konseling Universitas Sains Al Qur’an Jawa
Tengah, lebih rinci tujuan, tugas, dan program konseling akademik dijelaskan sebagai
berikut:
1. Tujuan Konseling Non Akademik
a) Membantu mahasiswa dalam memecahkan persoalan yang mungkin
dihadapinya pada proses perkuliahan
b) Membuat mahasiswa menjadi lebih mudah dalam mengambil keputusan
dari berbagai pilihan secara rasional dan melaksanakannya secara
bertanggungjawab.
c) Membantu mahasiswa untuk menyesuaikan diri secara konstruktif
terhadap tuntutan lingkungan.
d) Membuat mahasiswa mampu menyusun rencana masa depan yang lebih
baik.
e) Mewujudkan potensi diri mahasiswa secara optimal.
2. Fungsi Konseling Non Akademik
a) Memberikan bimbingan kepada mahasiswa dalam menyesuaikan diri
untuk mendapatkan lingkungan yang sesuai dengan keadaan dirinya.
b) Membimbing mahasiswa untuk menghindari kemungkinan terjadinya
hambatan dalam perkembangan pribadi, sosial, belajar dan karirnya.
c) Pengembangan adalah fungsi bimbingan dalam membantu mahasiswa
mengembangkan dirinya secara optimal.
d) Membantu mahasiswa memperbaiki kondisinya yang dirasakari kurang
optimal.
3. Program Layanan Konseling Non Akademik
a) Menghimpun data mahasiswa (akademik dan non-akademik).
b) Memberikan bantuan dalam hal pemecahan masalah, yang bersifat non
akademik dan memberikan layanan rujukan jika permasalahan tidak
teratasi oleh Dosen.
c) Memberikan informasi dan pengarahan kepada mahasiswa tentang
berbagai hal yang bermafaat bagi pengembangan pribadi, sosial, belajar
dan karir mahasiswa.
d) Memberikan pelatihan dan konsultasi kepada PA sehubungan dengan
proses pembimbingan dan permasalahan mahasiswa asuhannya.
e) Memberikan informasi kepada pimpinan universitas/fakultas/ program
studi tentang tingkat keberhasilan belajar mahasiswa secara umum

DAFTAR PUSTAKA

Fiah, Rifda El. 2014. Urgensi Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi. Studi
Terhadap Kebutuhan dan Pencapain Tugas Perkembangan Mahasiswa Untuk Menyusun
Rancangan Implementasi Layanan Bimbingan dan Konseling di IAIN Raden Intan.
Lampung: LP2M IAIN Raden Intan Lampung)
Partiwibawa, Agus., Syukri Fathudin, & Achmad Widodo. 2014. Peran Pembimbing Akademik
terhadap Pembentukan Karakter Siswa. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Keguruan. 22(1).
Hal. 2-5.
Prayitno & Erman Amti. 2009. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling Dalam Praktek. Bandung:
Maestro.
Yusuf, Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Widjaja.

Anda mungkin juga menyukai