NPM : 1711021015
JURUSAN : EKONOMI PEMBANGUNAN
MATA KULIAH : SEMINAR EKONOMI LINGKUNGAN
Dalam naskah UU Cipta Kerja yang baru disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, menuai berbagai macam penolakan oleh seluruh elemen masyarakat terutama di
kalagan Mhasiswa dan buruh. Dalam klaster sumber daya lingkungan, kriteria untuk
menentukan kegiatan dengan risiko tinggi di bidang lingkungan hidup dinilai terlalu abstrak. Ada
pembatasan akses masyarakat kepada informasi, partisipasi dan keadilan dalam pengambilan
keputusan yang berpotensi memberi dampak pada lingkungan hidup yang menyangkut hajat
hidup orang banyak. Pengawasan dan pengenaan sanksi adminstrasi banyak yang dihapus dan
tata caranya didelegasikan ke peraturan pemerintah. Sanksi pidana harus didahului dengan sanksi
administrasi hanya berupa denda dengan batas maksimum.
Berikut ini pasal – pasal yang saya nilai perlu di kritisi terkhusus pada klaster lingkungan
hidup :
Pada Pasal 23 angka 2 mengenai perubahan dari pasal 20 ayat (3) UU tentang
Lingkungan Hidup dihalaman 81, bahwa Persetujuan membuang limbah ke media lingkungan
harus mendapat persetujuan Pemerintah Pusat. Hal ini akan mengakibatkan berbagai macam
problematika dan sangat merugikan masyarakat karena akan mengakibatkan :
Akses masyarakat terhadap informasi, partisipasi publik dan keadilan terhadap
persetujuan ini berpotensi semakin sulit karena ada distorsi di kalanagan pemerintah dan
masyarakat..
Besar potensi persetujuan yang diberikan akan luput mempertimbangkan kondisi khas
dan daya dukung serta daya tampung di tiap lokasi.
Pelaku usaha kecil menengah akan semakin terbebani karena untuk mendapatkan
persetujuan harus selalu mengurus ke pusat tanpa memandang besar kecilnya skala risiko
usaha.
1
kegiatan usaha yang wajib Amdal, tanpa adanya pertimbangan dengan baik aspek lingkungan
hidup karena harus berkompromi dengan aspek lainnya: ekonomi, sosial, dan budaya.
Kemudian pasal 23 angka 4 mengenai perubahan dari pasal 24 ayat (5) UU Lingkungan
Hidup pada halaman 82 bahwa nantinya izin lingkungan dihilangkan, diganti perizinan
berusaha. Dengan demikian, semakin sempit pula akses yang akan di dapatkan oleh masyarakat
untuk melakukan upaya pengawalan hukum terhadap keputusan yang berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan hidup.
Pada halaman 85 yaitu di Pasal 23 angka 18 mengenai perubahan dari pasal 39 ayat (2)
UU Lingkungan Hidup. Pengumuman keputusan kelayakan lingkungan diubah dari
“dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat” menjadi “dilakukan
melalui sistem elektronik dan atau cara lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat”.
Pertanyaan nya pasal ini untuk siapa? Karena jelas masih terdapat permasahan yang sangat
kompleks tentang pemerataan pemahaman teknologi di masyarakat Indonesia. Apakah semua
unsur masyarakat di Indonesia telah bisa mengakses jaringan internet? Apakah pemerintah boleh
menentukan sepihak cara penyampaian informasi tanpa memperhatikan informasi itu bisa atau
tidak diakses masyarakat?. Dari berbagai pertanyaan tadi maka dapat di tarik benang merah
bahwa peraturan inni jelas tidak pro terhadap rakyat dann justru akan merugikan masyarakat .
2
jeas hal ini akan berpotensi eksploitasi sumber daya alam secara besar – bearan oleh para kaum
kapitalis dan para korporasi. Karena pada Pasal 23 angka 35 mengenai perubahan Pasal 88
UU Lingkungan Unsur “tanpa perlu pembuktian unsure kesalahan” dalam Pasal 88 UU
Lingkungan Hidup dihapus. Hal ini berpotensi mengaburkan pengertian pertanggungjawaban
mutlak.