Anda di halaman 1dari 49

Tugas Perencanaan Mesin

“Poros, Pasak & Bantalan”

TUGAS PERENCANAAN MESIN

(POROS, PASAK & BANTALAN)

NAMA KELOMPOK :

DIKI SUDARMAN (061430201061)

REZA MAHENDRA (061430201072)

RANDY PRATAMA (061430201046)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK MESIN KONSENTRASI ALAT BERAT

JURUSAN TEKNIK MESIN

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

PALEMBANG

1
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tugas Perencanaan Mesin ini merupaan Tugas yang diberikan guna melengkapi nilai tugas
mahasiswa pada Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya. Selain itu tugas ini berguna
untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa Teknik Mesin terutama dibidang perencanaan suatu
elemen mesin.

Dalam Perencanaan Mesin kali ini, mencoba mengangkat permasalahan tentang Poros, Pasak &
Bantalan. Elemen mesin tersebut merupakan bagian yang penting pada suatu konstruksi
permesinan.

Konstruksi yang tidak tepat atau tanpa perencanaan dapat mengurangi efisiensi dan bahkan
memyebabkan kerusakan atau kerugian pada saat penggunaannya. Oleh karenanya, diperlukan
suatu perencanaan yang tepat agar komponen tersebut dapat dipergunakan secara maksimal dan
aman untuk digunakan.

1.2. Maksud dan Tujuan


a. Agar mahasiswa dapat menerapkan teori yang diperoleh dari perkuliahan sehingga dapat
menerapkan secara langsung dilapangan.
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan pada
perencanaan Poros, Pasak & Bantalan.
c. Sebagai persiapan mahasiswa untuk menyusun Tugas Akhir.

2
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

BAB II
DASAR TEORI

2.1. Poros

Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin, hampir semua
mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran utama dalam transmisi yang dipegang
oleh poros. Menurut pembebanannya poros untuk meneruskan daya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

1). Poros transmisi (line shaft)

Poros ini mendapat beban putir dan lentur. Daya ditransmisikan pada poros ini
melalui kopling, roda gigi, puli sabuk, rantai, dll.

2). Spindel (Spindle)

Poros yang pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya
berupa puntiran. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil
dan bentuk serta ukurannya harus teliti.

3). Gandar (axle)

Poros ini biasanya dipasang diantara roda-roda kereta api, dimana poros tidak
mendapat beban puntir dan tidak berputar. Poros ini hanya mendapat beban lentur,
kecuali bila digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.

3
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

2.1.1. Hal-hal penting dalam perencanaan poros


Untuk merencanakan poros hal-hal sebagai berikut perlu diperhatikan :
a. Kekuatan poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan
antara puntir dan lentur seperti telah diutarakan di atas. Juaga ada poros yang mendapat
beban tarik atau tekan seperti poros roling-baling kapal atau turbin dan lain sebagainya.
b. Kekakuan poros
Poros mempunyai kekuatan poros yang cukup tetapi jika lenturan atau defleksi
puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak telitian (pada mesin perkakas) atau
getaran dan suara (misalnya pada turbin dan gear box)
c. Putaran kritis
Bila putaran mesin di naikan maka suatu harga putaran tertentu dapat terjadi
getaran yang luarbiasa besarnya.
d. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi (termasuk plastic) harus dipilih untuk poros propeller dan
pompa bila terjadi kontak dengan benda korosif. Demikian juga untuk poros-poros yang
terancam kaviatasi, dan poros-poros mesin yang berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu
dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi.
e. Bahan poros
Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan
difinis, baja karbon konstruksi (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari ingot atau kill.
Meski pun demikian, bahan ini kelurusannya kurang tetap dan dapat mengalami deformasi
karena tegangan sisa dalm terasnya.
Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat
umumnya dibuat mengunakan baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan
terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel, baja khrom nikel
molibden, baja khrom, baja khrom molibden, dll.

Table 2.1 baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin
untuk poros.
4
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Standar dan lambang Perlakuan Kekuatan keterangan


macam panas tarik
(Kg/mm2)
Baja S30C penormalan 48
S35C 52
karbon
S40C 55
konstruksi S45C 58
S50C 62
mesin (JIS
S55C 66
G 4501)
Bajang baja S35C-D 53 Ditarik
S45C-D 60
yang difinis dengan
S55C-D 72
dingin digerinda,
dibubut,
atau
gabungan
antara hal-
hal tersebut

Table 2.2 Baja paduan untuk poros

Standar dan Lambing Perlakuan Kekuatan tarik


macam panas (Kg/mm2)
Baja khrom SNC 2 95
SNC3 95
nikel (JIS
SNC21 Pengerasan 80
G4102) SNC22 100
kulit
Baja khrom SNCM 1 - 85
SNCM 2 - 95
nikel
SNCM 7 - 100
molibden (JIS SNCM 8 - 105
SNCM22 Pengerasan 90
G 4103)
SNCM23 100
kulit
SNCM25 120
-

5
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

-
Baja khrom SCr 1 - 90
SCr 2 - 95
(JIS G4104)
SCr 5 - 100
SCr 21 pengerasan 80
SCr 22 85
kulit
-
Baja khrom SCM 2 - 85
SCM 3 - 95
molibden (JIS
SCM 4 - 100
G 4105) SCM 5 - 105
SCM21 Pengeras kulit 85
SCM22 - 95
SCM23 - 100

Tabel 2.3 Tabel Penggolongan baja secara umum

Golongan Kadar C ( )
Baja lunak -0,15
Baja liat 0,2-0,3
Baja agak keras 0,3-0,5
Baja keras 0,5-0,8
Baja sangat keras 0,8-1,2

Nama-nama dan lambing-lambang dari bahan-bahan menurut standar beberapa


Negara serta persamaannya dengan JIS (Standar Jepang) untuk poros diberikan dalam Tabel
2.4

Tabel 2.4 Standar baja


Nama Standar Standar Amerika (AISI), Inggris (BS),
Jepang dan Jerman (DIN)
(JIS)
Baja S25C AISI 1025, BS060A25
karbon S30C AISI 1030, BS060A30

6
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

konstruksi S35C AISI 1035, BS060A35, DIN C35


mesin S40C AISI 1040, BS060A40
S45C AISI 1045, BS060A45, DIN C45, CK45
S50C AISI 1050, BS060A50
S55C AISI 1055, BS060A55
Baja SF 40, 45, ASTM A105-73
tempa 50, 55

Baja nikel SNC BS653M31


khrom SNC22 BS En36
Baja nikel SNCM 1 AISI 4337
khrom SNCM 2 BS830M31
molibden SNCM 7 AISI 8645, BS En100D
SNCM 8 AISI 4340, BS 817M40, 816M40
SNCM 22 AISI 4315
SNCM 23 AISI 4320, BS En325
SNCM 25 BS En39B
Baja SCr 3 AISI 5135, BS530A36
khrom SCr 4 AISI 5140, BS530A40
SCr 5 AISI 5145
SCr21 AISI 5115
SCr22 AISI 5120
Baja SCM2 AISI 4130, DIN34CrMo4
khrom SCM3 AISI 4135, BS 708A37, DIN34CrMo4
molibden SCM4 AISI 4140, BS 708M40, DIN42CrMo4
SCM5 AISI 4145, DIN50CrMo4

2.1.2. Poros Dengan Beban Puntir

7
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Berikut ini akan dibahas rencana sebuah poros yang mendapat pembebanan utama
berupa torsi, seperti pada poros motor dengan sebuah kopling. Jika diketahui bahwa poros yang
akan direncanakan tidak mendapat beban lain kecuali torsi, maka diameter poros tersebut dapat
lebih kecil daripada yang dibayangkan. Meskipun demikian, jika diperkirakan akan terjadi
pembebanan berupa lenturan tarikan atau tekanan, misalnya jika sebuah sabuk, rantai atau roda
gigi dipasangkan pada poros motor, maka kemungkinan adanya pembebanan tambahan tersebut
perlu diperhitungkan dalam factor keamanan yang diambil.
Pertama kali, ambillah suatu kasus dimana daya P (kW) harus ditransmisikan dan
putaran poros n1 (rpm) diberikan. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan terhadap daya P
tersebut. Jika P adalah daya rata-rata yang diperlukan maka harus dibagi dengan efisiensi
mekanis η dari system transmisi untuk mendapatkan daya penggerak mula yang diperlukan.
Daya yang besar mungkin diperlukan pada saat start, atau mungkin beban yang besar terus
bekerja setelah start. Dengan demikian sering kali diperlukan koreksi pada daya rata-rata yang
diperlukan dengan menggunakan factor koreksi pada perencanaan. Jika P adalah daya nominal
output dari motor penggerak, maka berbagai macam factor keamanan biasanya dapat diambil
dalam perencanaan, sehingga koreksi pertama dapat diambil kecil.
1. Diagram aliran untuk merencanakan poros dengan beban puntir

8
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Tabel 2.5 Faktor-


faktor

9
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

koreksi daya yang akan ditransmisikan, fc

Daya yang akan ditransmisikan fc

Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 – 2.0


Daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2
Daya normal 1,0 – 1,5

Jika faktor koreksi adalah fc (table 2.5) maka daya rencana Pd (kW) sebagai contoh
patokan adalah :

Pd = fc P (kW) (Sularso, 1997:7) ......................................... (1)

Jika daya diberikan dalam daya kuda (PS), maka harus dikalikan dengan 0,735 untuk
mendapatkan daya dalam kW. Jika momen puntir (disebut juga momen rencana) adalah T
(kg.mm) maka

Pd(T / 1000 )( 2πn 1/60 ) (Sularso, 1997:7) ........................................(2)


102

Sehingga :
P
9,74 ×10 5
T n1 (Sularso, 1997:7) ........................................ (3)

Bila momen rencana T (kg.mm) dibebankan pada suatu diameter poros ds (mm), maka
tegangan geser τ (kg/mm2) yang terjadi adalah

T 5,1 T
τ  ( π d 3s /16) = d 3s (Sularso, 1997:7) ........................................ (4)

Tegangan geser yang diizinkan τa (kg.mm2) untuk pemakaian umum pada poros dapat
diperoleh dengan berbagai cara. Disini τa dihitung atas dasar batas kelelahan puntir yang
besarnya diambil dari 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45 % dari
10
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

kekuatan σB (kg/mm2). Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik τ B , sesuai
dengan standar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil sebesar 1/0,18 = 5,6.
Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang dijamin dan 6,0 untuk bahan S-C
dengan pengaruh masa dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan dengan Sf1.
Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak atau dibuat
bertangga, karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar. Pengaruh kekasaran permukaan
jugaa harus diperhatikan. Untuk memasukkan pengaruh- pengaruh ini dalam perhitungan perlu
diambil factor yang dinyatakan sebagai Sf2 dengan harga sebesar 1,3 sampai 3,0.
Dari hal-hal diatas maka besarnya τa dapat dihitung dengan :

τa = σB / (Sf1 x Sf2) (Sularso, 1997:8) ........................................ (5)

Kemudian, keadaan momen puntir itu sendiri juga harus ditinjau. Faktor koreksi yang
dianjurkan oleh ASME juga dipakai disini. Faktor ini dinyatakan dengan Kt , dipilih sebesar 1,0
jika beban dikenakan secara halus, 1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan dan 1,5 –
3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar.
Meskipun dalam perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban hanya terdiri atas momen
puntir saja, perlu ditinjau pula apakah ada kemungkinan pemakaian dengan beban lentur di
masa mendatang. Jika memang diperkirakan akan terjadi pemakaian dengan bebab lentur maka
dapat dipertimbangkan pemakaian faktor Cb yang harganya antara 1,2 sampai 2,3. (jika
diperkirakan tidak akan terjadi pembebanan lentur maka Cb diambil = 1,0).
Dari persamaan (1.4) diperoleh rumus untuk menghitung diameter poros ds (mm)
sebagai

ds= [ 5.1
τa
Kt Cb T ] 1 /3
❑❑ (Sularso,1997:8) ........................................ (6)

Diameter poros harus dipilih dari table 1.7. Pada tempat dimana akan dipasang bantalan
gelinding, pilihlah suatu diameter yang lebih besar dari harga yang cocok di dalam tabel untuk
menyesuaikan dengan diameter dalam dari bantalan. Dari bantalan yang dipilih dapat ditentukan
jari-jari filet yang diperlukan pada tangga poros.
11
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Selanjutnya ukuran pasak dan alur pasak dapat ditentukan dari tabel 1.8.
Harga faktor konsentrasi tegangan untuk alur pasak α dan untuk poros dan
untuk poros tangga β dapat diperoleh dengan diagram R.E. Peterson (Gambar 1.1,1.2).
Bila α atau β dibandingkan dengan faktor keamanan Sf2 untuk konsentrasi
tegangan pada poros bertangga atau alur pasak dengan faktor ditaksir terdahulu, maka α atau β
sering kali menghasilkan diameter poros yang lebih besar.
Periksalah perhitungan tegangan, mengingat diameter yang dipilih dari tabel 1.7 lebih
besar dari ds yang diperoleh dari perhitungan.
Bandingkan α dan β, dan pilihlah yang lebih besar.
Lakukan koreksi pada Sf2 yang ditaksir sebelumnya untuk konsentrasi tegangan dengan
mengambil τa . Sf2 / (α atau β) sebagai tegangan yang diizinkan yang dikoreksi. Bandingkan
harga ini dengan τ . Cb . Kt dari tegangan geser τ yang dihiutng atas dasar poros tanpa alur
pasak, faktor lenturan Cb’ dan faktor koreksi tumbukan Kt’ dan tentukan masing-masing
harganya jika hasil yang terdahulu lebih besar, serta lakukan penyesuaian jika lebih kecil.

Tabel 2.6 Diameter poros


4 10 *22,4 40 100 *224 400
24 (105) 240
11 25 42 110 250 420
260 440
4,5 *11,2 28 45 *112 280 450
12 30 120 300 460
*31,5 48 *315 480
5 *12,5 32 50 125 320 500
130 340 530
35 55
*5,6 14 *35,5 56 140 *355 560
(15) 150 360

12
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

6 16 38 60 160 380 600


(17) 170
*6,3 18 63 180 630
19 190
20 200
22 65 220
7 70
*7,1 71
75
8 80
85
9 90
95
Keterangan : 1. Tanda * menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih
dari bilangan standar.
2. Bilangan di dalam kurung hanya dipakai untuk bagian dimana
akan dipasang bantalan gelinding.

Gambar 2.1

13
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Fektor komentresi tegangan α suatu poros bulat dengan alur pasak persegi
yeng diberi filet.

14
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Gambar 2.2 Faktor konsentrasi tegangan β untuk pembebanan puntir statis dari suatu poros bulat
dengan pengecilan diameter yang diberi filet.

2.1.3. Poros Dengan Beban Lentur Murni

Gandar dari kereta tambang dan kereta rel tidak dibebani dengan puntiran melainkan
mendapat pembebanan lentur saja.
Jika beban pada satu gandar didapatkan sebagai ½ dari berat kendaraan dengan muatan
maksimum dikurangi berat gandar dan roda, maka besarnya momen lentur M1 (kg.mm) yang
terjadi pada dudukan roda dapat dihitung.
Dari bahan yang dipilih dapat ditentukan tegangan lentur yang diizinkan σa (kg/mm2).
3 3
Momen tahanan lentur dari poros dengan diameter ds (mm) adalah Z = (π/32) d s mm ,


sehingga diameter d s yang diperlukan dapat diperoleh dari

M1 M1 10,2 M 1
σa ≥ = =
Z1 π 3 d 3s
32
ds ( ) (Sularso,1997:12)............................ (7)

1
ds ¿
[ 10,2
σa ]
M 1 ❑3❑
(Sularso,1997:12)............................ (8)

Dalam kenyataan, gandar tidak hanya mendapat beban statis saja melainkan juga beban
dinamis. Jika perhitunga ds dilakukan sekedar untuk mencakup beban dinamis secara sederhana
saja, maka persamaan (8) dapat diambil faktor keamanan yang lebih besar untuk menentukan
σa. Tetapi dalam perhitungan yang lebih teliti, beban dinamis dalam arah tegak dan mendatar
harus ditambahkan pada beban statis. Bagian gandar dimana dipasangkan naf roda disebut
dudukan roda. Beban tambahan dalam arah vertikal dan horizontal menimbulkan momen pada
dudukan roda ini.
Suatu gandar yang digerakkan oleh penggerak mula mendapat beban puntir. Namun

15
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

demikian gandar ini diperlakukan sebagai poros pengikut dengan jalan mengalikan ketiga
momen tersebut di atas (yang ditimbulkan oleh gaya-gaya statis, vertikal dan horizontal) dengan
faktor tambahan (faktor m) dalam tabel 2.7
Tabel 2.7 Faktor tambahan tegangan pada gambar

Lambang dari masing-masing bagian perangkar roda diberikan dalam gambar 2.3.

Pemakaian gandar Faktor


tambahan
Gandar pengikut (tidakGambar
termasuk 2.3gandar
Gandardengan rem 1,2
cakera)
Rumus-rumus
Gandar yangdaridigerakkan
JIS E4501 ;diberikan di bawah
ditumpu pada ini, sedangkan arti
ujungnya 1,1dari lambang-
– 1,2
lambangnyaGandar yang digerakkan
dapat dilihat ; lenturan silang
diagram aliran. 1,1 – 1,2
Gandar yang digerakkan ; lenturan terbuka 1,2 – 1,3
M1 = (j – g) W/4 (Sularso,1997:13)............................. (9)
M2 = α V M1 (Sularso,1997:13)............................. (10)
P = α LW (Sularso,1997:13)............................ (11)
Q0 = P(h/j) (Sularso,1997:13)............................ (12)
R0 = P(h + r)/g (Sularso,1997:13)............................ (13)
2. Diagram aliran untuk merencanakan poros dengan beban lentur murni

16
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Kecepatan kerja max. (km/jam) αV αL


120 atau kurang 0,4 0,3
120 – 160 0,5 0,4
160 – 190 0,6 0,4
190 – 210 0,7 0,5

M3 = Pr + Q0 (a + 1) – R0[(a + l) – (j – g)/2]
Harga αV dan αL diberikan dalam Tabel 1.10.
Harga tegangan yang diizinkan σWb (kg/mm2) dari suatu dudukan roda terhadap kelelahan
diberikan dalam Tabel 2.8.
Tabel 2.8 αV , αV

17
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Tabel 2.9 Tegangan yang diperbolehkan pada bahan gandar

Dari hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa


Bahan gandar Tegangan yang diperbolehkan
ds ≥
σWb[
10,2 1/3
]
m(m1+ m2+ m3 ) ❑❑ (Sularso,1997:15).............
Kelas 1
σWb (kg/mm
10,0
2
(14) )
Kelas 2 10,5
Kelas 3 11,0
Kelasmaka
Setelah ds ditentukan 4 15,0 yang terjadi pada dudukan
tegangan lentur σb (kg/mm2)
roda dapat dihitung. Selanjutnya jika σWb/σb sama dengan 1 atau lebih, maka

σb = [ 10,2 m( m1 +m2 +m3)


d 3s ] (Sularso,1997:15)............ (15)

σ wb
n= σb (Sularso,1997:15)........... (16)

2.1.4. Poros Dengan Beban Puntir dan Lentur

18
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi dan rantai. Dengan
demikian poros tersebut mendapat beban punter dan lentur sehingga pada permukaan poros
akan terjadi tegangan geser τ (= T/Zp) karena momen puntir T dan tegangan σ (= M/Z) karena
momen lentur.
Untuk bahan yang liat seperti pada poros, dapat dipakai teori tegangan geser maksimum

τ Maks= √
σ 2 +4 τ 2
2 (Sularso,1997:17)........... (17)

3 3
Pada poros yang pejal dengan penampang bulat, σ = 32 M/π d s dan τ = 16 T/π d s
sehingga

5,1
τ Maks=
( )√
3
ds
M 2+T 2
(Sularso,1997:17)........... (18)

Beban puntir yang bekerja pada poros pada umumnya adalah beban berulang. Jika poros
tersebut mempunyai roda gigi untuk meneruskan daya besar maka kejutan berat akan terjadi
pada saat mulai atau sedang berputar.
Dengan mengingat macam beban, sifat beban, dll, ASME menganjurkan rumus untuk
menghitung diameter poros secara sederhana dimana sudah dimasukkan pengaruh kelelahan
karena beban berulang. Disini faktor koreksi Kt untuk momen puntir seperti terdapat dalam
persamaan (6) akan terpakai lagi. Faktor lenturan Cb dalam perhitungan ini tidak akan dipakai
dan sebagai gantinya dipergunakan faktor koreksi Km untuk momen lentur yang dihitung. Pada
poros yang berputar dengan
pembebanan momen lentur yang tetap, besarnya faktor Km adalah 1,5. Untuk beban
dengan tumbukan ringan Km terletak antara 1,5 dan 2,0 dan untuk beban dengan tumbukan
berat terletak antara 2 dan 3.
Dengan demikian persamaan (18) dapat dipakai dalam bentuk

19
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

5,1
τ Maks=
( )
d3s
√(K m M )2+( K t T )2
(Sularso,1997:18)........... (19)

τ maks
Besarnya yang dihasilkan harus lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan

τa.Harga-harga Kt telah diperiksa dalam pasal 3.


Ada suatu cara perhitungan yang popular dimana dicari lebih dahulu momen punter
ekivalen yang dihitung menurut teori tegangan geser maksimum, dan momen lentur ekivalen
yang di peroleh dengan teori tegangan normal maksimum. Selanjutnya diameter poros
ditentukan dengan menganggap bahwa kedua momen di atas soelah-olah dibebankan pada
poros secara terpisah. Dari kedua hasil perhitungan ini kemudian dipilih harga diameter yang
terbesar. Namun demikian pemakaian rumus ASME lebih dianjurkan daripada metoda ini.
Dari persamaan (19)

d s ≥ [ (5,1/ τ a) √ (K m M ) +( K t T ) ]
2 2 1/ 3
❑ ❑ (Sularso,1997:18)........... (20)

Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen punter pada poros harus dibatasi juga.
Untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi
puntiran dibatasi sampai 1,25 atau 0,3 derajat. Untuk poros panjang atau poros yang mendapat
beban kejutan atau berulang, harga tersebut harus dikurangi menjadi ½ dari harga di atas.
Sebaliknya dapat terjadi, pada poros transmisi di dalam suatu pabrik, beberapa kali harga di atas
tidak menimbulkan kesukaran apa-apa.
Jika ds adalah diameter poros (mm), θ defleksi puntiran (o), l panjang poros (mm), T
momen puntir (kg.mm) dan G modulus geser (kg/mm2), maka
Tl
Θ = 584 G d 4s (Sularso,1997:18)........... (21)

Dalam hal baja G = 8,3 x 103 (kg/mm2). Perhitungan θ menurut rumus di atas dilakukan
untuk memeriksa apakah harga yang diperoleh masih batas harga yang diperbolehkan untuk
pemakaian yang bersangkutan. Bila θ dibatasi 0,250 untuk setiap meter panjang poros, maka
20
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

dapat diperoleh persamaan


d s ≥ 4,1 √4 T

Kekakuan poros terhadap lenturan juga perlu diperiksa. Bila suatu poros baja ditumpu
oleh bantalan yang tipis atau bantalan yang mapan sendiri, maka lenturan poros y (mm) dapat
ditentukan dengan rumus

2 2
−4 Fl 1 l 2
10
y = 3,23 × d 4s l (Sularso,1997:18)........... (22)

Diamana ds = diameter poros (mm), l = jarak antara bantalan penumpu (mm), F = beban
(kg), l1 dan l2 = jarak antara bantalan yang bersangkutan ke titik pembebanan (mm).

Perlu dicatat bahwa termasuk beban F dalam rumus di atas adalah gaya-gaya luar seperti
gaya dari roda gigi, tegangan dari sabuk dan berat puli beserta sabuk, bearat poros sendiri, dll.
Jika dari gaya-gaya tersebut bekerja di antara bantalan atau di luarnya, maka perhitungan
didasarkan pada gaya resultantenya. Bila gaya bekerja dalam berbagai arah, perlu ditentukan
komponen vertical dan horizontal dari resultantenya dan selanjutnya dihitung lenturan yang
akan terjadi dalam arah vertical dan horizontal. Jika berat poros sendiri tidak dapat diabaikan,
maka penambahan gaya vertical dengan ½ berat poros tersebut dapat dianggap cukup.

Bila suatu poros panjang ditumpu secara kaku dengan bantalan atau dengan cara lain,
maka lenturan dapat dinyatakan dengan rumus berikut

−4 Fl 31 l32
y = 3,23 × 10 d 4s l3 (Sularso,1997:19)........... (23)

Gaya F dihitung dengan cara seperti diutarakan di atas.

21
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Dalam persamaan (1.22) lenturan yang terjadi perlu dibatasi sampai 0,3 – 0,35 (mm)
atau kurang untuk setiap 1 (m) jarak bantalan, untuk poros transmisi umum dengan beban
terpusat. Syarat ini bila dipenuhi tidak akan memperburuk kaitan antara pasangan roda gigi
yang teliti. Bila celah antara rotor dan rumah merupakan masalah, seperti pada turbin maka
batas tersebut tidak boleh lebih dari 0,03 – 0,15 (mm/m).\
Untuk poros putaran tinggi, putaran kritis sangat penting untuk diperhitungkan.
Pada mesin-mesin yang dibuat secara baik, putaran kerja di dekat atau di atas putaran
kritis tidak terlalu berbahaya. Tetapi demi keamanan dapat diambil pedoman secara umum
bahwa putaran kerja poros maksimum tidak boleh melebihi 80% putaran kritisnya.
Misalkan ada suatu beban terpusat yang berasal dari berat rotor, dll. Yang bekerja di
suatu titik pada sebuah poros. Jika berat tersebut dinyatakan dengan W (kg), jarak antara
bantalan l (mm) dan diameter poros yang seragam ds (mm) serta penumpukan nya terdiri atas
bantalan tipis atau mapan sendiri, maka putaran kritis poros tersebut Nc (rpm) adalah
d 2s l l
N c =52700
l1 l2 W√ (Sularso,1997:19)........... (24)

Perlu diperhatikan bahwa dalam penentuan putaran kritis, gaya yang diperhitungkan
hanyalah gaya berat dari masa berputar yang dibebani poros saja, sedangkan gaya luar seperti
yang terdapat dalam persamaan (22) tidak ada sangkut-pautnya. Berat poros sendiri dapat
diabaikan jika cukup kecil. Tetapi jika dirasa cukup besar dibandingkan dengan berat masa yang
membebaninya, maka ½ dari berat poros tersebut dapat ditambahkan pada berat beban yang
ada.
Jika bantalan cukup panjang dan poros ditumpu secara kaku, maka putaran kritisnya
adalah
d 2s l
N c =52700
√ l
l 1 l 2 Wl1 l 2 (Sularso,1997:19)........... (25)

22
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Bila terdapat beberapa benda berputar pada satu poros, maka dihitung lebih dahulu
putaran-putaran kritis Nc1, Nc2, Nc3, ….., dari masing-masing benda tersebut yang seolah-olah
berada sendiri pada poros. Maka putaran kritis keseluruhan dari sistem Nc0 adalah

1 1 1 1
= 2 + 2 + 2 +… …
2
N c0 N c 1 N c2 N c3 (Sularso,1997:19)........... (26)

Harga Nc0 dari rumus ini kemudian dibandingkan dengan putaran maksimum
sesungguhnya yang akan dialami oleh poros.

23
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

3 Diagram aliran untuk merencanakan poros dengan beban puntir dan lentur

24
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

2.2. Pasak

Pasak
adalah suatu
elemen mesin
yang dipakai
untuk
menetapkan
bagian-bagian
seperti roda
gigi, sprocket,
puli, kopling,
dan yang
lainnya.
Bahan pasak
yang
digunakan
lebih lemah
dari bahan
poros,
sehingga
pasak akan
lebih dulu
rusak dari
pada poros
atau nafnya.
Lebar pasak

25
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

sebaiknya antara 25%-30% dari diameter poros, dan panjang pasak jangan terlalu panjang
dibandingkan dengan diameter poros antara 0,75-1,5 diameter poros.
Pasak menurut letak pada porosnya dapat dibedakan antara pasak pelana,
pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung, yang umumnya berpenampang segiempat.
Disamping beberapa macam pasak diatas ada pula pasak tembereng dan pasak jarum.

2.2.1 Klasifikasi Pasak

1. Pasak Benam (sunk keys)

Pasak benam adalah pasak yang sebagian tertanam pada poros dan sebagian lagi
tertanam pada lubang dari elemen mesin seperti, puli atau roda gigi. Ada beberapa tipe dari
pasak benam, yaitu :
a. Pasak empat persegi panjang (rectangular sunk keys).

Pasak ini bentuknya segi empat, adapun penampang dari pasak ini dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.4 Pasak segi empat

Dimana :

w = lebar pasak (d/4)

t = tebal pasak (2w/3= d/6)

d = diameter poros atau diameter lobang

Pasak benam ini juga ada yang berbentuk tirus di sisi atasnya dengan perbandingan
tirusnya 1 : 100.
b. Pasak segi empat (square sun keys).

26
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Pasak ini mempunyai panjang sisi yang sama, yaitu :

w= t = d/4
c. Gib head key.

Pasak benam yang berbentuk empat persegi panjang, seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini.

Gambar 2.5 Gib head key

Dimana :

w = lebar pasak (d/4)

t = tebal pasak (2w/3= d/6)

d = diameter poros atau diameter lobang

d. Feather key

Pasak jenis ini biasanya khusus untuk poros transmisi yang meneruskan momen
puntir. Dimana antara pasak dengan alur pasak pada poros adalah pasangan sliding fit,
dan biasanya pasak di baut pada poros, seperti yang terlihat pada gambar 3.5.

27
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Gambar 2.6 Feather key

e. Pasak setengah bundar/tembereng (woodruff key).

Pasak tembereng adalah jenis pasak yang mudah disetel. Dimana bentuknya
terbuat dari sebuah lempengan yang berbentuk silindris, seperti yang diperlihatkan pada
gambar 3.6 berikut ini.

Gambar 2.7 Pasak tembereng

2. Pasak Pelana (sddle keys)

Pasak pelana ada 2 jenis, yaitu pasak pelana rata (flat) terhadap dan pasak pelana
berongga (hollow), seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.8 Pasak Pelana

28
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Pasak pelana rata biasanya digunakan untuk beban-beban ringan, karena pada pasak ini
pencekamannya tergantung dari gesekan. Pasak berongga pada dasarnya sama dengan pasak
rata, bedanya pada pasak berongga sisi bagian bawahnya mengikuti kontur dari poros. Pasak
ini juga tidak dapat digunakan untuk beban-beban berat karena pencekamannya tergantung dari
gesekan.

3. Pasak Singgung (tangent keys)

Letak pasak singgung dapat dilihat, pada gambar 3.8. Dimana tiap-tiap pasak hanya
mampu menahan beban puntir satu arah, sehingga pasak ini dapat digunakan untuk poros-poros
yang menerima beban berat.

Gambar 2.9 Pasak singgung

4. Pasak Bulat (round keys)

Pasak bulat diperlihatkan pada gambar 3.9. Pada gambar tampak bahwa pasak bulat
mempunyai bentuk penampang melingkar. Pasak ini biasanya digunakan untuk daya putaran
rendah.

29
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Gambar 2.10 Pasak bulat

3. Splines

Pasak yang terintegrasi dengan poros, seperti yang ditunjukkan pada gambar di
samping . Poros-poros seperti ini biasanya mempunyai 4, 10, atau 16 splines. Poros dengan
pasak seperti ini biasanya lebih kuat dibandingkan poros yang hanya mempunyai pasak tunggal.

Pasak ini digunakan apabila besar gaya yang diteruskan sebanding dengan ukuran poros,
seperti pada transmisi mobil dan transmisi roda gigi sliding.

Gambar 2.10 Splines

30
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

2.2.2 Hal-hal Penting dan Tata Cara Perencanaan Pasak

Pasak benam mempunyai bentuk penampang segi empat dimana terdapat bentuk
prismatis dan tirus yang kadang-kadang diberi kepala untuk memudahkan pencabutannya.
Kemiringan pada pasak tirus umumnya sebesar 1/100, dan pengerjaannya harus hati-hati agar
naf tidak menjadi eksentrik. Pada pasak yang rata, sisi sampingnya harus pas dengan alur pasak
agar pasak tidak menjadi goyah dan rusak. Untuk pasak, umumnya dipilih bahan yang
mempunyai kekuatan tarik lebih dari 60 kg/mm2, lebih kuat daripada porosnya. Kadang-kadang
sengaja dipilih bahan yang lemah untuk pasak sehingga pasak akan lebih dahulu rusak daripada
poros atau nafnya. Ini disebabkan harga pasak yang murah serta mudah menggantinya.
Sebagai contoh ambillah suatu poros yang dibebani dengan puntiran murni atau
gabungan antara puntiran dan lenturan, dimana diameter poros dan pasak serta alurnya akan
ditentukan.
Jika momen rencana dari poros adalah T (kg.mm) dan diameter poros adalah ds (mm),
maka gaya tangensial F (kg) pada permukaan poros adalah

d
(¿¿ s/ 2)
F= T (Sularso,1997:25)........... (27)
¿

Menurut lambang pasak yang diperlihatkan dalam gambar 2.4, gaya geser bekerja pada
penampang mendatar b x l (mm2) oleh gaya F (kg). Dengan demikian tegangan geser τ k
(kg/mm2) yang ditimbulkan adalah

31
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

F
τk=
bl ❑

Dari tegangan geser yang diizinkan τk (kg/mm2) panjang pasak l1 (mm) yang diperlukan
dapat diperoleh

F
τ ka ≥
b l1 (Sularso,1997:25)........... (28)

Gbr. 2.11 Gaya geser pada pasak

Harga τka adalah harga yang diperoleh dengan membagi kekuatan tarik τb dengan faktor
keamanan Sfk1, Sfk2. Harga Sfk1 umumnya diambil 6, dan Sfk2 dipilih antara 1 - 1,5 jika beban
dikenakan secara perlahan-lahan, antara 1,5 – 3 jika dikenakan dengan tumbukan ringan, dan
antara 2 – 5 jika dikenakan secara tiba-tiba dan dengan tumbukan berat.
Selanjutnya, perhitungan untuk menghindari kerusakan permukaan samping pasak
karena tekanan bidang juga diperlukan.

32
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

4. Diagram aliran untuk merencanakan pasak dan alur pasak

33
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Gaya
keliling F (kg) yang sama seperti tersebut di atas dikenakan pada luas permukaan samping

34
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

pasak. Kedalaman alur pasak pada poros dinyatakan dengan t1, dan kedalaman alur pasak pada
naf dengan t2. abaikan pengurangan luas permukaan oleh sudut suatu pasak. Dalam hal ini
tekanan permukaan p (kg/mm2) adalah

F
P=
l×(t 1 ataut 2 ) (Sularso,1997:27)........... (29)

Dari harga tekanan permukaan yang diizinkan pa (kg), panjang pasak yang diperlukan
dapat dihitung dari

F
Pa ≥
l ×(t 1 ataut 2) (Sularso,1997:27)........... (30)

Harga pa adalah sebesar 8 (kg/mm2) untuk poros dengan diameter kecil, 10 (kg/mm2)
untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga di atas untuk poros
berputaran tinggi.
Perlu duperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 25 – 35 % dari diameter poros,
dan panjang pasak jangan terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros (antara 0,75
sampai 1,5 ds). Karena lebar dan tinggi pasak sudah distandarkan, maka beban yang
ditimbulkan oleh gaya F yang besar hendaknya diatasi dengan menyesuaikan panjang pasak.
Namun demikian, pasak yang terlalu panjang tidak dapat menahan tekanan yang merata pada
permukaannya. Jika terdapat pembatasan pada ukuran naf atau poros, dapat dipakai ukuran yang
tidak standar atau diameter poros perlu dikoreksi.

35
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Gambar 2.5 Ukuran pasak dan alur pasak

36
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Tabel 2.10 Ukuran


pasak dan alur pasak

37
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

2.3. Bantalan (bearing)

Bantalan dalah elemn mesin yang berfungsi untuk menumpu poros berbeban, sehingga
putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung dengan halus, aman dan berumur
panjang.

Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin yang
lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka kerja seluruh
sistem akan menurun atau tidak bisa bekerja secara semestinya.

2.3.1 Klasifikasi Bantalan


A. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros, yaitu
1. Bantalan luncur
Yaitu bantalan yang terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena
permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantara lapisan
pelumas
2. Bantalan gelinding
Yaitu bantalan yang terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum,
dan rol bulat

B. Berdasarkan arah beban terhadap poros


38
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

1. Bantalan radial, dimana arah beban yang ditumpu bantalan ini tegak lurus
terhadap s umbu poros
2. Bantalan aksial, dimana beban yang ditumpu ini sejajar terhadap sumbu poros.
3. Bantalan gelinding khusus, dimana bantalan ini dapat menumpu beban yang
arahnya sejajar dan juga tegak lurus terhadap sumbu.

2.3.2 Beban yang terjadi pada bantalan


a) Beban aksial :
Fa = μ . Fb (Kg)
Dimana :
μ = koefisien gesekan
Fb = gaya tekna sepanjang permukaan poros (Kg/mm)
Diketahui bahwa :

2T
Fb = ds (Kg/mm) (Sularso,1997:25)........... (31)

Dimana :
Fb = gaya tekan sepanjang permukaan poros (Kg/mm)
T = Tegangan puntir (Kg/mm)
Ds = diameter poros (mm)

b) Beban radial :

Fa
Fr = μ (Kg/mm) (Sularso,1997:149)........... (32)

Dimana :
Fr = Beban radial (Kg/mm)
μ = koefisien gesekan

c) Beban ekivalen :

Pr Fr Fa
= X .V. × Y. (Sularso,1997:135) ......... (33)

39
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Dimana :
Pr =beban eqivalen (kg)
X = faktor radial
Y = faktor aksial
V = faktor putaran
Fr = beban radial (kg)
Fa = beban aksial (kg)

d) Faktor kecepatan :

f n= ( 33,3n ) 1 /3
❑❑ (Sularso,1997:136) ........... (34)

Dimana :
f n=Faktor kecepatan

n=Kecepatan putaran penggerak (rpm)

e) Faktor umur

C
f h=f n (Sularso,1997:136) ........... (35)
P

Dimana :
f h=faktor umur bantalan

C=beban nominal dinamis ( kg )

P = beban ekivalen (kg)

f) Umur nominal, Lh adalah :


3
l h=500 f h (Sularso,1997:136) ........... (36)

Dimana :
Lh perhitungan ≥ Lha yang direncanakan
L = umur nominal (rpm)

40
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

BAB III
PEMBAHASAN

Sebuah poros digunakan


untuk memindahkan
daya 10 HP pada putaran 900 rpm. Daya masuk melalui puli P dengan kejutan kecil, dan keluar lewat
roda gigi G. Rencanakan ukuran poros, pasak dan bantalannya, jika diketahui data-data sebagai
berikut :

- Poros terbuat dari baja AISI 1045

- Puli mempunyai diameter 250 mm dan berat 15 kgf, dengan perbandingan gaya

tegang sabuk T1/T2=2,5

- Roda gigi mempunyai diameter pitch 250 mm dan sudut tekan 20°, dengan berat

15 kgf

- Jarak A = B = C = 180 mm

- Bantalan yang digunakan adalah jenis Single row deep groove ball bearing

- Batasan-batasan yang harus diperhatikan:

41
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

- Lenturan (defleksi) maksimum pada poros 0.01 mm

- Putaran kerja poros maksimum 60 % dari putaran kritisnya.

PENYELESAIAN :

1. Gaya tegang pada Puli

P =(F1-F2) x V atau, P=(T1-T2) x V

Sehingga didapat :

 10 x 745 = (2.5T2-T2) π D n /60

T2 = 421.583

T1 = 421.583 x 2.5

T1 = 1053.959

2. Gaya yang bekerja pada roda gigi

Fr = Gaya Radial Ft = Gaya tangensial

P = Ft x (πxDxn /60)

 10 x 745 = Ft x (π 0.25 x 900 /60)

Ft = 7450 x 60 / (π 0.25 900)

Ft = 632.375 N

 Fr = Ft tan 20 °

Fr = 230.16 N

 Berat Puli :

42
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Wp = 15 kgf x 9.81

Wp = 147.15 N

 Berat Roda gigi :

Wg = 15 kgf x 9.81

Wg = 147.15 N

3. Anlisa momen yang terjadi

a. Beban vertikal

 ∑Fy = 0

Rav+Rbv= Vc + Vd
Rav+Rbv=(Fr+Wg) + Wp
Rav+Rbv=230.16+147.15+147.15
Rav+Rbv=524.16N

 ∑Ma = 0

(Fr+Wg)x180-Rbv360+Wp540 =0
(230.16+147.15)180+147.15x540 = 360Rbv

43
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

Rbv = 409.38 N

 Rav = 524.46-409.38

Rav = 115.08 N

 Momen di titik A(vertikal)= D = 0


 Momen di titik C(vertikal)= Rav x 180 = 115.08 x 180 = 20714.4 Nmm
 Momen di titik B(vertikal)= Rav x 360 – (Fr+Wp) 180

= (11508 x 360) – (230.16 + 147.15) 180


= 26462.700 nmm
B. Beban Horizontal

 ∑Fx = 0

Rah + Rbh = Ft + (T1 +T2)


Rah + Rbh = 632.37 + (1053.959 + 421.58)
Rah + Rbh = 2107.34

 ∑Ma = 0

Ft x 180 – Rbh360 - (T1+T2)540 = 0


632.37 x 180 - (1053.39+421.58) x 540 = 360Rbh
Rbh = 2528.64 N
Rah = 2107.34 - 2528.64
Rah = - 421.3 N

 Momen di titik A(horizontal)= D = 0


 Momen di titik C(horizontal)= Rah x 180 = -421.3 x 180 = 75834 Nmm
 Momen di titik B(horizontal)= (Rah x 360) – (Ft x 180) = (-421.3 x360)
+ (632.37 x 180) = -265494.6 Nmm

44
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

C. Gaya reaksi total pada tiap tumpuan (bantalan) :


 RA = √Rav² + Rah² = √(115.08) ² + (-421.3)² = 436.73 Nmm
 Rb = √Rbv² + Rbh² = √(409.38) ² + (2528.4)² = 2561.32 Nm

D. Momen Total Pada Tiap Pembebanan :


 Ma =Md=0
 Mc = √Mcv² + Mch² = √(20714.4) ² + (-75834)² = 78612.22 Nmm
 Mb = √Mbv² + Mbh² = √(26462.7) ² + (-265494.6)² = 266810.15 Nmm

4. Momen Puntir Pada Poros (Torsi)

T = 9.55 p / n

T = 9.55 x 10 x 745 / 900

T = 79.05277 Nm

T = 79052.77 Nmm = 8058,386 Kgmm

5. Tegangan geser ijin poros bahan AISI 1045

Dari tabel 2.4 dapat di ketahui bahwa Baja AISI 1045 setara dengan baja JIS S45C, maka dapat
diketahui kekuatan tarikannya dari tabel 2.1 yaitu 58 kg/mm²

Tegangan Geser ijin (τa) :

= σb / ( Sf1 x Sf2 ) Sf1 : 6

= 58 / ( 6 x 2 ) Sf2 : 2

= 58 / 12

= 4.833 kg/mm²

Jika mencari dalam satuan Nmm Maka :( 58 x 9.81 ) / 12 = 47,415 N/mm²

45
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

6. Mencari Diameter Poros

1/ 3
d ≥ [ (5.1 / τa ) √ (Km M) ² + ( Kt T)² ] ❑ ❑

1/ 3
d ≥ [ (5.1 / 47,415) √( 2 x 266810.15) ² + ( 1.5 x 79052.77 ) ² ] ❑ ❑

1/ 3
d ≥ [ (0.107) x √ (533620,3) ² + (118579,155) ² ] ❑ ❑

1/ 3
d ≥ [ (0.107) x √ (284750624572,09 + 14061016000,514025 ) ] ❑ ❑

1/ 3
d ≥ [ (0.107) x √ 298811640572,604025 ] ❑ ❑

1/ 3
d ≥ [ 0.107 x 546636,662 ] ❑ ❑

1/ 3
d ≥ [ 58490,122 ] ❑ ❑

d ≥ 38,817 mm 40 mm

7. Mencari ukuran Pasak


 Gaya tangensial pada permukaan poros
T
d
F = ( s)
2
F = 8058,386 / (40/2)
F = 8058,386 / 20
F = 402,9193 kg
 Penampang pasak 12 × 8,
t1
Kedalaman alur pasak pada poros = 4,5 mm
t2
Kedalaman alur pasak pada naf = 3,5 mm
 Jika bahan pasak S45C dicelup dingin dan dilunakkan, maka

46
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

k1 k2 Sfk 1 × Sf k 2
Σb = 70 (kg/mm2), Sf =6, Sf =3, = 6 x 3 = 18
70
τ ka 2
 Tegangan geser yang diijinkan = 18 = 3,9 (kg/m m )

 Tekanan permukaan yang diizinkan po : 8 (kg/mm2) (karena poros termasuk kategori


kecil )
 Panjang Pasak, dari tegangan geser yang diizinkan

F
τk= ≤ τ ka
bl 1

402,9193

10× l 1 3,9

10 ×l 1 ≥ 103,312

l 1 ≥ 10,33(mm)

 Panjang Pasak, dari tekanan Permukaan Yang diizinkan

402,9193
P= ≤8
l 2 ×3,5

3,5 ×l 2 ≥ 50,364

l 2 ≥ 13.99 mm

8. Bantalan
 Beban ekivalen bantalan :

P = X.V.Fr + Y.Fa

Keterangan :

47
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

X = faktor beban radial

V = faktor putaran (1,0 untuk bantalan dengan inner ring yang berputar, dan 1,2 untuk
bantalan dengan outer ring yang berputar)  untuk kasus ini : V = 1,0

Fr = beban radial (diambil gaya reaksi yang terbesar, yaitu 2528,64 N)

Y = faktor beban aksial

Fa = beban aksial  dalam kasus ini beban aksial dianggap tidak ada (Fa = 0)

Untuk menentukan nilai X dan Y, maka caranya sbb. :

Fa Fa
Bila V . Fr ≤ e, maka X = 1 dan Y = 0, tetapi bila V . Fr > e, maka X = 0,56 dan Y

lihat tabel di bawah ini

Fa/Co 0,025 0,04 0,07 0,13 0,25 0,50

E 0,22 0,24 0,27 0,31 0,37 0,44

Y 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0

Fa
Oleh karena nilai V . Fr = 0, maka kesimpulannya nilai X = 1 dan V = 1

Jadi P = 1 . 1 . 2528,64 = 2528,64 N

 Bantalan yang di pilih jenis Single row deep groove ball bearing dengan nomor
bantalan 634 (SKF)
Dengan nilai C = 1,1 KN, maka perkiraan umur bantalan

L= ( cp ) × 10
k

6
k = 3 ( bantalan ball bearing)

1100
L= ( 2528,64 ) ×10 3

6

L = 82322,214 putaran

48
Tugas Perencanaan Mesin
“Poros, Pasak & Bantalan”

49

Anda mungkin juga menyukai