Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Syndactyly (SD) adalah malformasi digital di mana jari-jari berdekatan dan / atau jari-jari
kaki menyatu karena kegagalan pemisahan perkembangan jari-jari selama organogenesis. Secara
klinis sindaktili adalah salah satunya jenis anomali jari yang paling umum dan heterogen dengan
kejadian 0,03% -0,1% saat lahir. Jenisnya adalah bilateral atau unilateral, dan asimetris atau
simetris pada tungkai bawah / atas dan kiri / kanan. Sindaktili dapat berupa presentasi yang
terisolasi (sindaktili non-sindromik), atau sebagai karakteristik klinis pada lebih dari 300 sindrom
(sindaktili sindromik), termasuk sindrom Hallermann-Streiff,, Sindrom Apert, sindrom Pfeiffer,
sindrom Jackson – Weiss, dan Sindrom Holt – Oram.
Skema klasifikasi saat ini untuk sindaktili non-sindrom mendefinisikan setidaknya
tetrdapat sembilan entitas sindaktili yang dikarakterisasi dengan baik dengan subdivisi
berdasarkan keberagam fenotip dan genotip. Mayoritas memiliki sifat non-sindrom, yang
membantu dalam pemahaman tentang malformasi sindaktili. Meskipun sebagian besar sindaktili
non-sindromik diwariskan sebagai autosomal dominan, pada jenis presentasi yang semakin berat
(SD7, SD9 dan yang lebih rendah tingkat SD8) tampaknya memiliki sifat autosomal resesif dan
dalam beberapa kasus X-linked Heredited.
Etiologi dan patogenesis sindaktili masih belum dipahami secara jelas. Identifikasi gen
penyebab sindaktili dapat membantu dalam menjelaskan proses pembelahan ekstremitas dan
mekanisme pembentukan jari. Sampai saat ini, setidaknya terdapat 11 lokus dan 8 gen penyebab
penyakit telah ditemukan dan diidentifikasi sebagai mekanisme molekuler dari entitas sindaktili
parsial (misalnya, tipe II-1, III, IV, V dan VII), tetapi mekanisme patogenetiknya dari jenis
sindaktili lainnya (misalnya, tipe IIc dan VI) tetap dipelajari lebih lanjut. Selain itu, tidak
diketahui mengapa terjadi mutasi pada gen yang sama (misalnya, gen HOXD13) dapat
menyebabkan fenotip yang berbeda dan bagaimana gen dasar yang sama dapat menghasilkan
hasil sindaktili yang beragam pada tangan dan kaki. Terlebih lagi, sulit untuk menafsirkan
variabilitas tingkat fenotip yang diamati pada jenis tertentu (misalnya, tipe II) berdasarkan data
genetik dan molekuler saat ini. Untuk sindaktili dengan gen penyebab yang diketahui, studi lebih
lanjut tentang mutasi dan alel diperlukan untuk membangun korelasi genotip dan fenotip.
Mutasi gen gap junction alpha 1 (GJA1), pengkodean connexin 43 (Cx43), diasosiasikan
dengan sindrom tipe III yang terisolasi (SD3, OMIM 186100) dan displasia okulodentodigital
(ODDD, OMIM 164200). SD3 diturunkan dalam pola autosom dominan dengan penetrasi yang
tidak lengkap. Hal ini ditandai dengan sindaktili komplit bilateral antara jari keempat dan kelima,
kadang-kadang keterlibatan dari jari ketiga, dan terkait dengan camptodactyly. Jari kelima yang
pendek dengan phalang tengah yang tidak ada atau belum sempurna. Kaki umumnya tidak
terpengaruh. SD3 telah dilaporkan terjadi sebagai fitur terisolasi atau sebagai bagian dari ODDD.
ODDD biasanya merupakan kelainan genetik yang langka diwariskan secara autosomal
dominan. ODDD biasanya melibatkan kelainan digit (SD3, camptodactyly dan kaki postaxial
polydactyl ) serta kelainan kraniofasial (palpebral pendek dan sempit, fisura, hidung tipis, hidung
sempit dengan alae nasi hipoplastik), kelainan kulit (hyperkeratosis), dan kelainan gigi
(oligodontia, hypoplastic enamel).
Dalam studi ini, peneliti mendeskripsikan sebuah keluarga dengan sindaktili tanpa
fenotipe lain dari ODDD dengan melakukan whole exome sequencing (WES) pada dua individu
yang terkena untuk menyaring gen patogen dengan pedigree dan mengidentifikasi mutasi baru
pada gen GJA1 di semua anggota keluarga yang terkena.

MATERI DAN METODE


1. Pernyataan Etik
Komite etik pusat kesehatan anak Shanghai meninjau dan menyetujui penelitian ini.
2. Persiapan DNA Genom
DNA genomik diambil dari sampel darah perifer dan diekstraksi menggunakan Gentra
Puregene Kit (Qiagen, Jerman). Spektrofotometer (NanoDrop, AS) digunakan untuk
menentukan kemurnian dan konsentrasi gDNA dalam sampel. Kumpulan gDNA disiapkan
menggunakan TruSeq DNA Sample Preparation Kit (Illumina, AS).
3. Pengurutan Exome Utuh
DNA genom dua pasien (II-3, III-1) dari silsilah sindaktili diurutkan menggunakan
Next-Generation Sequencing (NGS) atau urutan generasi berikutnya. Dalam larutan
pengayaan exome dilakukan dengan menggunakan TruSeq Exome Enrichment Kit. Sampel
DNA yang diperkaya diurutkan melalui software paired-end sequencing dengan ketentuan 2 ×
100 dan diuji menggunakan Hiseq2000 Sequencing System (Illumina, AS). Illumina
Sequencing Control v2.8, Illumina Off-Line Basecaller v1.8, dan Illumina Consensus
Assessment of Sequence and Variation v1.8 software digunakan untuk menghasilkan 100
base pair (bp) urutan pembacaan.
4. Analisis Data
Penyelarasan urutan pembacaan dengan genom referensi manusia (hg19) dilakukan
menggunakan Burrows-Wheeler Aligner dan Samtools dengan parameter standar. Varian
diidentifikasi menggunakan Genome Analysis Toolkit (GATK) dan VarScan software.
Analisis cakupan ditentukan menggunakan Picard software Calculate HsMetrics Tool.
Analisis polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) dan penyisipan/penghapusan (indel)
dilakukan dengan menggunakan Genome Analysis Toolkit (GATK). Gen dengan setidaknya
satu perubahan heterozigot dalam urutan DNA dianggap paling mungkin menyebabkan
penyakit. Annovar adalah software yang digunakan untuk mengakses dan memanfaatkan
informasi dari database eksternal untuk menilai implikasi dan konsekuensi dari perubahan
urutan tertentu, yang digunakan untuk membuat anotasi daftar varian yang dihasilkan.
5. Strategi Pemfilteran
Frekuensi deteksi varian ditetapkan minimal 20% dari pembacaan yang mencakup
setiap penyimpangan. Cakupan minimum dengan 10 bacaan ditetapkan sebagai ambang batas
untuk varian apapun yang dianggap sebagai mutasi. Dalam setiap kasus, semua varian
terdaftar dalam versi terbaru database dbSNP NCBI (National Center for Biotechnology
Information). Kerangka frekuensi rendah dan mutasi pemotongan dianggap patogen. Varian
asam amino non-sinonim yang tidak dilaporkan dianalisis dengan Polyphen-2, SIFT dan
MutationTaster untuk menilai efek yang berpotensi merusak. Varian exome disaring
berdasarkan keterkaitan model gangguan autosom dominan. Selain itu, gen yang dianotasi
dikaitkan dengan penyakit tulang dan perkembangan tulang. Varian yang lolos pemfilteran
dianggap yang paling mungkin menyebabkan penyakit dan kemudian divalidasi oleh sekuens
Sanger.
6. Validasi oleh Sekuens Sanger
Semua anggota keluarga diuji untuk melihat keterkaitan terhadap fenotipe penyakit
dengan sekuens Sanger. Primer PCR dirancang dengan alat Primer3 yang berisi situs mutasi,
wilayah primer PCR dan kondisi reaksi PCR berdasarkan permintaan. Pengurutan (sekuens)
dilakukan menggunakan ABI Prism 3730xl DNA Sequencer yang dikombinasi dengan Big
Dye Terminator Cycle Sequencing Ready Reaction Kit 3.1 (Applied Biosystems, USA).
Urutan dikumpulkan dan dianalisis dengan Mutation Surveyor software (SoftGenetics, USA).
18 kasus sporadis dengan sindaktili digunakan untuk menyaring mutasi gen GJA1, termasuk 5
pasien dengan sindaktili dan 13 pasien dengan polisindaktili. Diantaranya, 8 kasus laki-laki
dan 10 kasus perempuan, berusia 1-12 tahun. Peneliti juga menguji DNA dari 215 kontrol
orang yang sehat.
7. Analisis konservasi dan analisis struktural
Untuk mengevaluasi konservasi evolusioner situs bermutasi, sekuens protein Cx43
dari 8 spesies hewan termasuk manusia (Homo sapiens: NP_000156.1), mouse (tikus) (Mus
musculus: NP_034418.1), rat (tikus) (Rattus norvegicus: NP_036699.1), anjing (Canis lupus:
NP_001002951.2), sapi (ternak) (Bos taurus: NP_776493.1), babi (Sus scrofa:
NP_001231141.1), katak (Xenopus laevis: NP_001079129.1) dan zebrafish (Danio rerio:
NP_571113.1) diselaraskan menggunakan Clustal W yang tertanam di MEGA 6. Sekuens
protein lengkap manusia GJA1 diunggah ke situs web Protein Homology/Analogy
Recognition Engine V2.0 (PHYRE2). Analisis struktur 3-D protein dilakukan dengan
menggunakan Swiss-PdbViewer.

HASIL
1. Fenotip klinis dari keturunan syndactyly
Tiga generasi keturunan dengan autosomal dominan sindaktili terdaftar dalam
penelitian ini. Subyek pada penelitian ini (III-1), seorang gadis berusia dua tahun memiliki
penyatuan pada jari keempat dan kelima (Gbr. 1B dan C). Orang tuanya tidak memiliki
hubungan kerabat. Ayahnya (II-2) dan bibinya (II-3) mengalami fusi bilateral jari keempat
dan kelima pada tangan dan fusi bilateral jari-jari kaki keempat dan kelima, sedangkan
kakeknya (I-1) hanya terpengaruh pada fusi bilateral dari digit empat dan lima. Tidak ada
fitur patologis lainnya diamati pada subjek dan anggota lain yang terkena (Tabel 1).
2 Data NGS (Next generation sequencing)
Sebanyak 82.180.000 dan 71.550.000 bacaan diperoleh dari dua hasil sekuensing
sampel. Rata-rata target cakupan masing-masing adalah 56,52 X dan 45,25 X. Dari jumlah
tersebut, rata-rata 97% bacaan memiliki skor kualitas seperti Phred (Q skor) lebih dari 20 dan
90% bacaan memiliki Q skor lebih dari 30, yang cukup mendalam untuk menginterogasi
ekson untuk mutasi. Ada 71.234 dan 68.808 variasi nukleotida tunggal (SNV) di exome
sebelum penyaringan, dengan 19.571 dan 19.518 SNVs terjadi di daerah pengkodean.
3 Indentifikasi penyakit penyebab mutase
Kami memperkirakan varian penyebab penyakit jarang dalam populasi umum. Kami
mengecualikan varian dengan frekuensi alel minor (MAF) ≥1% dalam data dari proyek 1000
genom. Seperti yang kita mengharapkan varian penyebab penyakit dibagikan oleh semua
individu yang terkena dampak yang diurutkan, kami mengecualikan semua varian yang tidak
memenuhi kriteria ini. Mengingat mode dominan autosomal warisan dalam keluarga ini,
kami juga mengecualikan semua varian urutan homozigot dari analisis lebih lanjut. Selain
itu, kami menghapus semua varian yang identik. Varian dianalisis secara silico dengan SIFT,
PolyPhen-2, dan MutationTaster untuk memprediksi SNP nonsynonymous yang merusak
bagi penyakit manusia. Akhirnya, varian missense heterozigot soliter, c.302G>T di exon 2
dari GJA1, diidentifikasi dalam proband (member 42) berbasis pada OMIM, analisis GO,
analisis jalur KEGG dan database HGMD. Mutasi ini mengubah asam amino 101 dari arginin
menjadi leusin (p.R101L). Mutasi tersebut dikonfirmasi oleh sekuens Sanger. Mutasi
missense ini tidak ada dalam Database Mutasi Gen Manusia (http: //www.hg d.org/),
database TGP dan database ESP6500, database ClinVar dan seluruh data sekuensing genom
dari 81 orang yang tidak terkait dan belum dilaporkan dalam publikasi manapun untuk
pengetahuan kita.
a. Analisis co-segregasi dan validasi mutasi
Mutasi yang sama juga diidentifikasi pada anggota keluarga yang terpengaruh (I-
1, II-2, II-3) melalui pengurutan langsung. Mutasi missense tidak ditemukan pada
anggota keluarga yang tidak terpengaruh (I-2 dan II-1). Mutasi p.R101L pada gen GJA1
menunjukkan co-segregasi lengkap pada keluarga. Ketiadaan mutasi pada gen GJA1 di
215 yang tidak terkait secara etnis dan geografis control yang cocok, tidak termasuk
kemungkinan SNP. Namun, kami tidak mengidentifikasi varian lain dalam gen GJA1
dalam delapan belas kasus sporadis kami dengan sindaktili.

b. Analisis fungsional di silico


Untuk lebih memahami efek dari mutasi pada fungsi protein, kami menganalisis
mutasi in silico dengan SIFT, PolyPhen-2, dan MutationTaster untuk memprediksi SNP
tidak identik yang merusak untuk penyakit manusia.
Substitusi R101L
- diperkirakan merusak berdasarkan skor SIFT (<0,05)
- dinilai sebagai “mungkin merusak” oleh PolyPhen 2 dengan skor 1.00
- diprediksi sebagai penyebba penyakit oleh MutationTaster dengan inti 1.0
Penyelarasan sekuens protein GJA1 menunjukkan bahwa posisi ini sangat terjaga
di antara banyak spesies yang berbeda (Gbr. 3). Jadi, asam amino ini tampaknya
memainkan peran penting dalam struktur dan fungsi protein GJAI. Mutasi Arg101Leu
menyebabkan substitusi hidrofobik menjadi hidrofilik, mengubah integritas struktural dan
stabilitas molekul. Analisis struktur tiga dimensi menunjukkan bahwa residu Arg101
mendekati Phe97 (5,09 A) dan Lys105 (4,15 A), ketika Arg101 bermutasi menjadi
Leu101, jaraknya masing-masing berubah menjadi 3,73 A dan 6,03 A (Gbr. 4). Mutasi
ini bisa mengubah konformasi rantai samping residu dan menghasilkan benturan sterik
dengan residu spasial yang berdekatan, menyebabkan lipatan yang tidak stabil.

DISKUSI
Mutasi di GJA1 dapat menyebabkan spektrum fenotipe yang berbeda: ODDD khas; tipe
III terisolasi secara sindaktili; ODDD atipikal tanpa tangan dan / atau kaki secara sindaktili; dan
Hallermann-Streiff / ODDD fenotipe. Paznekas, et.al, menyajikan gambaran umum dari data
fenotip dari 54 keluarga dengan total 177 individu yang terkena dampak memiliki 48 mutasi
GJA1 yang berbeda. Anomali kraniofasial yang khas termasuk hypoplastic alae nasi, small
anteverted nares, prominent columnella, dan microcephaly, tercatat di 92% keluarga dengan
mutasi GJA1. Mayoritas kasus ODDD memiliki digital yang abnormal (sindaktili jari keempat
dan kelima), gigi (enamel hipoplasia dan / atau microdontia) dan manifestasi mata
(microphthalmia dan / atau microcornea). Pada penelitian ini menunjukkan fusi jari keempat dan
kelima (SD3), proband 'Ayah dan bibi juga menunjukkan fusi 3/4 jari kaki. Tidak ada
kraniofasial, okuler dan kelainan gigi dengan jelas pada pasien yang terkena. Manifestasi
tersebut tidak sesuai dengan karakteristik ODDD klasik.
Sindaktili pada jari keempat dan kelima, terjadi secara unilateral atau bilateral, dengan
atau tanpa keterlibatan digital muncul 72% dari individu ODDD. Namun, sindaktili kaki terjadi
pada 25% individu dan 40% keluarga ODDD. Pada kebanyakan keluarga dengan sindaktili kaki,
terdapat sindaktili tangan setidaknya pada beberapa anggota keluarga. Silsilah yang ditemukan
dalam penelitian ini memiliki proband dengan SD3 tetapi ada anggota keluarga lain yang
terkena dampak dengan keterlibatan digital tambahan (fusi ketiga dan keempat pada jari kaki),
sehingga gambaran klinis berbeda dari SD3 tipikal.
Hingga saat ini, lebih dari 110 mutasi gen GJA1 telah dikaitkan dengan ODDD.
Terdapat 11 codon asam amino di mana dua atau tiga mutasi berbeda telah ditemukan (G22,
Q49, P59, R76, V96, K134, G138, G143, R148, T154 dan S201) (database HGMD). Dalam
penelitian ini, mutasi R101L tidak dilaporkan oleh database TGP, ESP, ClinVar dan HGMD, itu
adalah genotipe baru dari GJA1 dan pada gen GJA1, tetapi diwarisi dengan cara resesif
autosomal. Mutasi R101L ditemukan dalam penelitian ini sebagai genotipe kedua. Namun,
pasien dengan fenotipe sindaktili diwariskan secara autosomal dominan, tidak ada ciri patologis
lain dari ODDD yang diamati di proband dan anggota lain yang terpengaruh.
Penyebab heterogenitas fenotip yang disebabkan oleh mutasi GJA1 masih belum
diketahui. Analisis dari semua distribusi mutasi yang sebelumnya dilaporkan bersama dengan
Cx43 tidak memberikan identifikasi korelasi yang jelas antara genotip-fenotip. Seperti contoh,
pasien homozigot dalam mutasi R76H menunjukkan gejala dari ODDD yang saling tumpang-
tindih dengan tanda-tanda dari sindrom Hallermann-Streiff. Bahkan subjek heterozigot dalam
substitusi R76H dalam keadaan normal, namun jika pasien heterozigot dalam mutasi R76S yang
sama mereka hanya menunjukkan ODDD klasik. Oleh sebab itu kemungkinan mutasi yang
berbeda di tempat yang sama dapat mengganggu, dengan tingkat keparahan yang berbeda,
struktur dan fungsi yang wajar dari protein Cx43. Penjelasan dasar molekuler dari heterogenitas
fenotip yang disebabkan oleh mutasi GJA1 merupakan upaya yang menantang dan
membutuhkan analisis dari kohort ekstra milik pasien.
Cx43 berperan utama dalam perkembangan area wajah dan anggota gerak. Cx43 terdiri
dari 4 domain rentang transmembran, 2 domain ekstraseluler (EL1 dan EL2), simpul sitoplasma
intraseluler (IL), dan gugus karboksi dan amino yang terletak dalam sitoplasma, yang merupakan
ciri khas dari kelompok connexin. Variasi missense, yang diidentifikasi dalam region IL setelah
TM2 menyebabkan perubahan pada asam amino pada posisi GJA1, yang sangat awet dalam
spesies berbeda. Asam amino kemungkinan penting untuk aktivitas normal Cx43 dalam
organisme manusia, namun penelitian fungsional pada protein yang bermutasi belum
ditunjukkan pada penelitian ini. Mekanisme tentang bagaimana mutasi memengaruhi fungsi
normal dari Cx43 membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Kebanyakan sel manusia dapat menunjukkan dua atau lebih connexin, Cx43 mutan
dapat crosstalk dan menunjukkan sifat transdominan yang negatif pada kelompok connexin lain
secara bersamaan. Interaksi kombinasi yang kompleks dalam connexin menunjukkan analisis
mutasi tambahan dari connexin selain dari Cx43 dalam pasien ODDD mungkin dapat
memberikan pengertian tentang connexin mana yang dapat memodifikasi ujung fungsional dari
mutasi missense GJA1 yang meningkatkan tingkat pleiotropi dan variabilitas ekspresi yang
terlihat dalam ODDD. Sebagai tambahan, dalam beberapa kasus, banyak gen dengan variasi
berbeda, epigenetik atau faktor tidak diketahui lainnya dapat berpartisipasi dalam perkembangan
anggota tubuh dan jari, yang menentukan perbedaan dari fenotip klinis secara sindaktili.
Meskipun demikian, kami menganalisis data aslu dari WES dan menemukan bahwa pasien
terjangkit tidak membawa mutasi connexin lain. Sayangnya, kebanyakan penelitian pada ODDD
dan SD3 biasanya menggunakan pengurutan Sanger sederhana untuk menganalisis mutasi dari
GJA1, kurangnya informasi mengenai mutasi gen dari connexin lain. Dengan adanta teknologi
NGS, termasuk pengurutan eksom dan pengurutan genom utuh, lebih banyak lagi gen atau
variasi kausatif asing yang menghasilkan syndactyly atau ODDD akan ditemukan. Penemuan
dari gen dan jalur yang terlibat dalam perkembangan dari sindaktili dan ODDD akan membantu
menjelaskan perbedaan fenotip klinis, heterogenitas genetik yang kuat, dan dapat berkontribusi
kepada target terapi dari kondisi ini.
KESIMPULAN
Peneliti mengidentifikasi mutasi GJA1 baru (R101L) sebagai penyebab penyakit mutasi
dari syndactyly. Manifestasi yang disebabkan oleh mutasi GJA1 (R101L) berbeda dengan ciri
khas ODDD. Dokumentasi mutasi penting untuk laporan kasus di masa depan untuk menyelidiki
jika
terdapat missense yang serupa yang akan menghasilkan fenotip syndactyly yang terisolasi tanpa
fitur ODDD lainnya. Penjelasan molekuler dasar tentang heterogenitas fenotip yang disebabkan
oleh mutasi GJA1 merupakan tantangan dan membutuhkan analisis gen connexin lain dan kohort
tambahan pasien syndactyly dan ODDD, yang akan membantu mengidentifikasi kemungkinan
korelasi genotip dan fenotip tertentu.

Anda mungkin juga menyukai