Anda di halaman 1dari 17

2.

1 Anamnesis
Anamnesis yang dapat ditanyakan :
1. Identitas Pasien.
Menanyakan kepada pasien : nama lengkap pasien, umur,tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, pendidikan,agama, pekerjaan, suku bangsa.
2. Keluhan utama.
Keluhan utama pasien : Pasien mendapat surat rujukan dari dokter yang menyatakan
ibu R menderita suatu dislokasi lensa dengan miopi yang tinggi.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Ditanyakan sudah sejak kapan ibu R menderita miopi
Tanyakan apakah ada keluhan lain selain keluhan pada mata nya, misalnya
pada daerah dada (jantung), atau tulang belakangnya?
4. Riwayat penyakit keluarga
Penyelidikan pada kemungkinan penderita kelainan genetik dimulai dengan riwayat
keluarga. Langkah pertama untuk memperoleh informasi tertentu pada anggota
keluarga (misalnya orang yang menderita secara klinis sehingga menarik perhatian
keluarga) dan pada tiap-tiap keluarga tingkat pertama (misalnya orantua, saudara
kandung). Keterangan ini meliputi nama panggilan, nama keluarga, tanggal lahir atau
usia nya saat ini, usia waktu meninggal, penyebab kematian, dan nama atau penjelasan
tentang penyakit atau cacat apapun. Langkah kedua adalah menanyakan pertanyaanpertanyaan yang dirancang untuk menyelidiki keluarga akan adanya penyakit atau
cacat, yaitu :
a. Apakah ada keluarga yang mempunyai trait identik atau yang mirip?
b. Adakah di dalam keluarga pernah ada riwayat kelainan pada mata, jantung ataupun
kelainan pada anggota tubuhnya.
c. Ditanyakan apakah ada riwayat kelainan atau penyakit yang diturunkan di dalam
keluarga.
d. Ditanyakan apakah di dalam keluarga ada yang mengalami penyakit luar biasa,
atau mempunyai keluarga yang meninggal akibat keadaan yang langka? Tujuan
pertanyaan ini adalah untuk mengidentifikasi keadaan yang diturunkan secara
genetik walaupun tidak diketahui oleh pemberi informasi.
e. Ditanyakan apakah ada pernikahan dengan saudara (misalnya sepupu) didalam
keluarga.
Menanyakan asal etnik keluarga, orang yang berasal dari etnik tertentu. Hal ini
didasarkan karena ada beberapa etnik yang mempunyai kemungkinan yang tinggi
terhadap penyakit genetik tertentu. (Misalnya etnik Yahudi dan Yunani memiliki
kemungkinan terhadap defisiensi enzim G6PD.1-3
2.2 Pemeriksaan Fisik

Beberapa pemeriksaan fisik dapat dilakukan untuk pemeriksaan terhadap penderita dengan
sindrom Marfan. Pemeriksaan skeletal harus mencakup pengukuran antropometri untuk tinggi
badan, rasio re2ntang lengan dan tinggi, rasio segmen atas ke segmen bawah, pengukuran
tangan dan kaki. Segmen atas tubuh diukur dari atas kepala sampai atas ramus pubis, dan
segmen bawah diukur dari atas ramus pubis ke lantai. Rasio segmen atas dan bawah tubuh
pada pasien sindrom Marfan biasanya kurang dari 0.85 (normalnya 0.89 - 0.95). Pasien juga
harus diperiksa untuk melihat arachnodactily, yaitu dengan pemeriksaan tanda Walker wrist,
dan tanda Steinburg. Selain itu dapat dilihat juga bagian dada pasien, apakah terdapat pectus
carinatum ataupun pectus excavatum. Pemeriksaan mata dengan slit lamp) harus dilakukan
untuk melihat ectopia lensa. Evaluasi jantung biasanya dilakukan dengan auskultasi.2
2.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan ecochardiogram, slit
lamp, MRI, CT Scan, dan pemeriksaan DNA. Echocardiogram digunakan untuk melihat
jantung, katup jantung, dan aorta. Slit lamp eye examination digunakan untuk melihat apakah
ada dislokasi lensa. CT scan atau MRI digunakan untuk melihat apakah ada kelainan tulang
yang digunakan juga untuk melihat apakah ada dural ectasia.4
Diagnosis penyakit genetic memerlukan pemeriksaan materi genetic. Oleh
karena itu, digunakan dua metode umum: analisa sitogenik dan analisa molekuler. Analisa
sitogenik memerlukan penentuan kariotipe. Analisa kromosom prenatal sebaiknya ditawarkan
ekpada semua orang tua yang berisiko memiliki anakdengan kelainan sitogenetik.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada sel yang diperoleh dengan amniosentesis, pada biopsy
vilius korion, atau pada darah tali pusat. Beberapa indikasi penting antarala lain adalah
sebagai berikut: usia ibu >34 tahun karena besar risiko trisomy; orang tua yang merupakan
pembawa suatu translokasi timbal-balik seimbang, translokasi robertsonian, atau inversi
(gamet mungkin tidak seimbang sehingga keturunan berisiko mengidap penyakit kromosom);
orang tua yang pernah memiliki anak degnan kelainan kromosom; dan orang tua yang
merupakan pembawa suatu penyakit genetic terkait-X.
Setelah itu, terdapat analisa pascanatal yang biasanya dilakukan pada limfosi
darah perifer. Indikasinya adalah sebagai berkut:

Anomali kongenital yang multipel.


Retardasi mental yang tidak dapat dijelaskan.
Suspek kelainan kromosom.

Suspek sindrom Fragile X


Infertilitas untuk menyingkirkan kelainan kromosom seks.
Abortus rekuren (kedua orang tua arus dievaluasi untuk menyingkirkan balanced
translocation carrier).

Banyak penyakit genetic yang disebabkan oleh perubahan samar di masing-masing gen
yang tidak dapat dideteksi dengan penentuan kariotipe. Secara tradisional, diagnosis penyakit
gen tunggal didasarkan pada identifikasi produk gen abnormal atau efek klinisnya, seperti
anemia atau retardasi mental. Sekarang, kita dapat mengidentifikasi mutasi pada level DNA
serta menawarkan diagnosis gen untuk beberapa penyakit mendelian. Pemakaian teknologi
DNA rekombinan untuk mendiagnosis penyakit herediter memiliki beberapa keunggulan
khusus dibandingkan dengan teknik lain. Teknologi ini sangat sensitive. Jumlah DNA yang
diperlukan untuk mendiagnosis dengan teknik hibridisasi molekuler mudah diproleh dari
100.000 sell. Selain itu, pemakiana PCR memungkinkan kita melalukan amplifikasi DNA
atau RNA beberapa juta kali sehingga analisis dapat dilakukan terhadap 100 atau 1 sel.
Sejumlah kecul darah atau bahkan darah yang telah mongering sudah memadai sebagai
sumber DNA untuk amplifikasi PCR. Hampir semua sel tubuh dari pasien mengandung DNA
yang sama, setiap sel pascazigot memiliki gen mutan yang bersangkutan.
Kedua gambaran di atas menimbulkan dampak besar terhadap diagnosis prenatal
penyakit genetic karena dari hanya beberapa milliliter cairan amnion atau dari biopsy vilus
korion, yang dapat dilakukan sejak trimester pertama, sel sudah dapat dihasilkan dalam
jumlah memadai. Terdapat dua pendekatan berbeda dalam mendiagnosis penyakit gen tunggal
dengan teknologi DNA rekombinan: deteksi mutasi langsung dan tidak langsung.
Diagnosis Gen Langsung
Diagnosis gen langsung didasarkan pada identifikasi perbedaan kualitatif antara rangkaian
DNA dalam gen yang normal versus gen yang abnormal. Ada 3 metode yang digunakan,
yaitu:
1. Sebagian mutasi mengubah atau menghancurkan tempat restriksi DNA yang normal.
Sebagai contoh, gen faktor V yang normal memiliki dua tempat restriksi untuk enzim
Mn11 yang salah satu diantaranya akan hilang jika terjadi mutasi faktor V. Keadaan ini
menyebabkan dihasilkannya produk dengan ukuran berbeda ketika DNA dari orang
normal atau terkena mengalami amplifikasi oleh reaksi rantai polimerase (PCR) dan
kemudian dipotong dengan Mn11. Produk yang berbeda tersebut

dilihat pada

elektroforesis gel.
3

2. Analisis pelacak oligonulkeotida digunakan ketika mutasi titik menghasilkan gen


abnormal yang tidak mengubah setiap tempat restriksi yang diketahui. Di sini
disintesis dua buah oligonukleotida dengan panjang 18 hingga 20 basa dan pada
bagian tengahnya terdapat basa tunggal yang gen mutannya berbeda dengan gen
normal. Setiap oligonukleotida melakukan hibridisasi yang kuat untuk menjadi gen
yang sesuai (normal) tetapi juga melaukan hibridisasi lemah untuk menjadi gen yang
tidak memiliki rangkaian yang sebenarnya. Karena itu, sesudah amplifikasi PCR pada
DNA sasaran, gen normal dan mutan dapat dibedakan berdasarkan kekuatan
hibridisasi dengan dua probe oligonukleotida.
3. Mutasi yang mengenai panjang DNA (misalnya pemutusan atau pemanjangan DNA)
dapat pula dideteksi lewat analisis PCR. Sebagai contoh, pada sindrom Fragile X
amplifikasi DNA oleh zat-zat primer yang mendampingi regio yang dipengaruhi oleh
pengulangan trinukleotida akan menghasilkan produk dengan ukuran yang berbeda
jika DNA dari laki-laki normal carrier dibandingkan dengan DNA orang yang terkena
sindrom ini.
Diagnosis DNA Tidak Langsung: Analisis Korelasi
Pada banyak penyakit genetik belum dapat dilakukan identifikasi atau
perangkaian gen yang mutan serta counterpart-nya, dan karena itu, diagnosis gen langsung
tidak dapat digunakan. Dengan demikian, diperlukan analisis korelasi yang menentukan
apakah anggota keluarga atau janin mewarisi regio kromosom relevan yang sama seperti
anggota keluarga terdahulu yang terkena penyakit genetik tersebut. Teknik ini mengharuskan
kromosom yang membewa gen normal dan gen mutan dalam heterozigot dapat dibedakan.
Agar pemeriksaan analisis ini berhasil dengan baik, dimanfaatkan variasi yang
terjadi secara alami pada rangkaian DNA di sekitar (dan yang berkaitan dengan) gen mutan.
Variasi tersebut dapat terjadi karena perbedaan pada jumlah nukleotida tertentu (polimorfisme
tempat) atau karena perbedaan pada jumlah pengulangan nukleotida (polimorfisme panjang).
Polimorfisme tempat atau yang disebut juga polimorfisme panjang fragmen restriksi terjadi
karena polimorfisme DNA yang menimbulkan fragmen dengan panjang berbeda melalui
analisis Southern blot. Polimorfisme panjang terjadi karena perbedaan antara jumlah
pengulangan rangkaian pendek DNA bukan pengkode. Keadaan ini dapat dideteksi lewat
analisis PCR pada DNA karena ukuran produk tergantung pada jumlah pengulangan
nukleotida. Polimorfisme nukleotida yang tunggal (SNP) juga merupakan salah satu bentuk

polimorfisme tempat yang semakin sering digunakan untuk mengidentifikasi korelasi dengan
penyakit tertentu.
Analisis korelasi terbukti bermanfaat dalam deteksi antenatal pada beberapa kelainan genetik,
seperti fibrosis kistik, penyakit Huntington, penyakit ginjal polikistik, sindrom Fragile X, dan
distrofi muskular Duchenne. Pemeriksaan analisis ini memiliki keterbatasan berupa:
1.

2.

Pada diagnosis prenatal, harus ada beberapa anggota keluarga yang terkena dan tidak
terkena untuk menjalani pemeriksaan.
Anggota keluarga yang utama (orang tua dan saudara kandung) harus bersifat
heterozigot untuk polimorfisme, yaitu kromosom normal dan kromosom yang
membawa gen mutan harus dapat dibedakan. Karena polimorfisme panjang memiliki
alel yang multipel, peluang terdapatnya heterozigositas menjadi jauh lebih besar.
Karenanya, polimorfisme panjang lebih berguna daripada polimorfisme tempat

3.

restriksi.
Rekombinan antara kromosom yang homolog selama gametogenesis dapat
menyebabkan hilangnya korelasi antara setiap polimorfisme DNA tertentu dan gen
yang mutan.5

2.4 Working Diagnosis


Variabilitas klinis sindrom Marfan menjadikan diagnosis yang tegas sukar
ditegakkan pada individu yang hanya ringan terkena, dan diperlukaan suatu pemeriksaan fisik
yang cermat dengan pengukuran antropomorfik, evaluasi oftalmologik serta ekokardiografik
yang kompeten, dan pemeriksaan keluarga. Diagnosis sindrom Marfan dapat ditegakkan
dengan menggunakan Ghents criteria, yang dimana didalamnya terdapat criteria mayor dan
minor.
Criteria mayor pada setidaknya dua sistem organ yang berbeda dan ditambah
dengan peranan organ ketiga. Pada Rangka: Major: Pectus carinatum, Pectus excavatum
requiring surgery, Skoliosis > 20 derajat atau spondylolisthesis, dan Elbow extension < 170
drajat. Sedangkan Minor: moderate pectus excavatum, Joint hypermobility, High arched
palate with teeth crowding, Facial appearance (dolichocephaly, malar hypoplasia, down
slanting, palpabral fissures, retrognathia), dan Enophtalmus. Pada okular: major: Ectopia
lentis. Sedangkan minor: Abnormally flat cornea, axial globe lengthening, Iris or ciliary
muscle hypoplasia. Ketiga, pada cardiovascular. Major: Ascending aortic dilatation involving
at least the sinuses of Valsava with or without aortic regurgitation, dan Ascending aortic
dissection. Minor: Mitral valve prolapse, dan Main pulmonary artery dilation. Pada
pulmonary terdapat spontaneous pneumothorax. Skin and integument: Strie atrophicae
5

without marked weight change, pregnancy or repetitive stress, dan recurrent or incisional
herniae. Dural involvment: Lumbosacral dural ectasia. Terakhir adalah Genetic history:
Parent, child or sibling meeting diagnostic criteria; Known fibrillin-1 mutation; Presence
haplotype around fibrilin-1 inherited by descendent known to be associated with
unequivocally diagnosed Marfan's syndrome in the family.6

2.5 Differential Diagnosis


1. Congenital Contractur Arachnodactyly (CCA; Beals sindrom)
Adalah kondisi genetik disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen (FBN2) yang
erat kaitannya dengan gen (FBN1) yang menyebabkan sindrom Marfan. Hal ini mirip
namun berbeda dari sindrom Marfan. Beals sindrom dapat menyebabkan kontraktur
sendi (ketidakmampuan untuk sepenuhnya memperpanjang sendi) dan telinga
berbentuk

tidak

normal.

Orang

dengan

sindrom

Beals

memiliki

banyak

masalah skeletal dan pembesaran aorta yang juga berefek pada orang dengan sindrom
Marfan, dan pengobatan masalah ini adalah sama. Namun sistem okular tidak
terpengaruh.
2. Homocystinuria

Adalah kelainan bawaan di mana tubuh tidak mampu untuk memproses blok
bangunan tertentu dari protein (asam amino) dengan benar. Ada berbagai bentuk
homocystinuria, yang dibedakan oleh tanda-tanda dan gejala dan penyebab genetik.
Bentuk yang paling umum dari homocystinuria ditandai dengan rabun jauh (miopia),
dislokasi lensa di bagian depan mata, peningkatan risiko pembekuan darah yang
abnormal, dan tulang rapuh yang rentan terhadap fraktur (osteoporosis) atau kelainan
tulang lainnya. Beberapa individu yang terkena juga memiliki keterlambatan
perkembangan dan masalah belajar.
Kedua penyakit ini secara klinis serupa tetapi scoliosis biasa pada sindrom Marfan,
sedangkan pelebaran dan epifisis metafisis tulang panjang merupakan ciri khas dari
homocystinuria.
Pasien dengan homocystinuria sering mengalami osteoporosis pada usia muda dengan
tingginya insiden keterlibatan vertebra. Keterbelakangan mental dan trombosis yang
umum di homocystinuria dan jarang terjadi pada sindrom Marfan. Homocystinuria ini
sangat mungkin diwariskan sebagai resesif autosomal dan sindrom Marfan sebagai
dominan autosomal.
3. Loeys-Dietz syndrome
Adalah sindrom yang baru ditemukan genetik autosomal dominan yang memiliki
banyak fitur yang mirip dengan sindrom Marfan, tetapi sindrom ini disebabkan oleh
mutasi pada gen yang mengkode transforming GH beta reseptor 1 (TGFR1) atau 2
(TGFR2).
Loeys-Dietz syndrome (LDS) ditandai dengan temuan pembuluh darah (aneurisma
arteri otak, dada, dan perut) dan manifestasi skeletal (pectus excavatum atau pectus
carinatum, scoliosis, kelemahan sendi, araknodaktili). Sekitar 75% dari individu yang
terkena LDS tipe I dengan manifestasi kraniofasial (hypertelorism okular, bifid uvula /
celah palatum, craniosynostosis); sekitar 25% memiliki LDS tipe II dengan
manifestasi kulit (kulit beludru dan tembus; mudah memar; melebar, bekas luka
atrofi). Banyak Loeys-Dietz sindrom sebelumnya telah didiagnosis dengan sindrom
Marfan. Penting untuk membedakan antara sindrom Marfan dan Loeys-Dietz sindrom
karena ada beberapa perbedaan dalam penanganannya. Pertama, individu dengan
Loeys-Dietz sindrom tidak berisiko memiliki dislokasi lensa. Manajemen operasi
pembesaran aorta juga berbeda.7
2.6 Etiologi

Sindrom Marfan terungkap setelah ditemukannya abnormalitas genetik pada penderita


sindrom Marfan, yaitu pada gene fibrillin satu (FBN1) yang teletak pada khromosom 15 1 pada
lengan panjang (q) 15q21.1 dan fibrillin dua (FBN2) yang berlokasi pada khromosom 5.
Protein FBN1 yang dihasilkan oleh penderita tidak normal atau kurang dari jumlah yang
seharusnya berkaitan dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan FBN2 menyangkut masalah
arachnodactyly dan masalah lensa mata. Fibrillin adalah salah satu elemen dari matriks
ekstra-seluler dan ditemukan diberbagai jaringan seperti: periosteum di tulang, stroma kornea
mata, glomerulus di ginjal, bronchioli pada paru-paru, ligamentum serta lapisan tunika media
dari aorta2,8
2.7 Epidemiologi
Sindroma marfan dapat terjadi pada pria maupun wanitadengan presentase yang
sama.sindrom ini juga dapat terjadi pada semua ras dengan berbagai latar belakang etnik.
Kelainan yang jarang ditemukan ini (insidensi berkisar 1:5000 sampai 1:10.000) di Amerika
diperkirakan penderitanya sekitar 200.000, di Indonesia belum diketahui berapa banyak
penderita Marfan Sindrom. Sebagaian besar orang dengan sindrom marfasn memiliki riwayat
keluarga dengan sindrom marfan, namun sekitar

15-30% terjadi karena mutasi

spontan.sindrom marfan dapat didiagnosis pada masa prenatal, saat lahir atau pada usia
dewasa. Manifestasi klinik sindrom marfan umumnya akan lebih berat jika didapatkan pada
masa neoatus.
2.8 Patogenesis
Semua gen yang diterima dari orang tua masing-masing satu dari ayah dan ibu.
Hanya satu gen saja dari sepasang gen itu yang terkena sindrom Marfan maka
kemungkinannya 50% dari anak-anaknya akan terwarisi sindrom yang sama. Kemungkinan
ini dapat dijelaskan dari fakta bahwa gen dalam hal ini merupakan faktor dominan. Kendati
penyakit tersebut bersifat menurun, pengidap sindrom Marfan dapat berasal dari orang tua
yang sehat dan normal. Hal itu dapat terjadi karena terjadinya mutasi pada sperma maupun
sel telur yang termanifestasi pada anaknya. Kemungkinan terjadinya peristiwa seperti ini
menurut hitungan statistik sebesar 15%.
Bila kedua gen dari pasangan harus membawa perubahan karakteristik dari fenotipe,
istilah itu dikenal sebagai autosom resesif. Bila 50% dari protein yang dihasilkan oleh
pasangan gen cukup untuk menampakan fenotip dari organisme, keadaan ini disebut dominan.
Namun, ekspresi fenotipe dari mutasi kadang-kadang terjadi dalam kondisi yang tidak biasa.

Sebagai contoh, pasien dengan sickle cell trait umumnya tidak mengalami pemipihan
(berbentuk sabit) sel darah merah pada tingkat permukaan laut dengan saturasi oksigen
normal tetapi dapat terjadi pada tempat yang lebih tinggi atau pada kasus-kasus dengan
penurunan saturasi oksigen, sehingga memicu terjadinya pneumonia.
Pernyataan berikut ini dapat dibuat tentang mutasi dominan autosom :
1. Ekpresi fenotipe tampak dengan frekuensi yang seimbang pada kedua jenis kelamin
2. Bila ada pewarisan sifat, paling kurang salah satu orang tua mesti terkena kecuali telah
terjadi mutasi baru
3. Pada individu yang homozigot untuk mutasi (mutasi terjadi pada kedua gen dari
pasangan) menikah dengan individu normal, semua keturunannya akan menunjukkan
sifat yang diturunkan
4. Bila sifat yang diturunkan jarang maka kebanyakan individu mungkin heterozigot
Berikut sejumlah kelainan autosom dominan selain sindrom Marfan,yairu Achondroplasia,
Tuberosclerosis, Angioedema, Mitral valve prolaps, Von Willebrand disease, Craniofacial
dystosis, Muscular distrophi, Wolff Parkinson- White

Sindrom marfan terjadi oleh karena adanya mutasi pada gen FBN 1 pada

kromosom

15 yang berperan dalam mengkode glikoprotein fibrillin-1, komponen matriks ekstraseluler.


Protein fibrillin-1 berperan penting dalam memperbaiki pembentukan matriks ekstraseluler,
meliputi biogenesis dan pertumbuhan serabut-serabut elastin. Matriks ekstraseluler tidak
hanya berperan dalam struktural integritas jaringan ikat tetapi juga sebagai reservoir untuk
faktor pertumbuhan. Serabut-serabut elastin dapat ditemukan pada seluruh tubuh, namun
serabut ini akan lebih banyak ditemukan pada aorta, ligamen, dan zonula siliaris pada mata.
Peneliti telah mengidentifikasi lebih dari 600 mutasi FBN1 yang menyebabkan
sindrom Marfan Lebih dari 60% mutasi tersebut merubah satu dari sekian banyak protein

asam amino dalam pementukan fibrilin-1. FBN1 yang termutasi menghasilkan abnormal
fibrillin-1 yang tidak dapat menjalankan fungsi seharusnya.mutasi FBNI mengurangi jumlah
fibrilin yang dihasilkan oleh sel. Alhasil, jumlah fibrilliin-1 yang tersedia tidak cukup untuk
membentuk mikrofibril. Menurunnya produksi mikrofibril akan melemahkan elastisitasitas
dan menyebabkan aktivasi berlebih dari faktor TGF-beta. Hal itu akan menjadi penyebab dan
gejala sindrom Marfan. 2,7,8
2.9 Gejala Klinis
Meskipun tidak ada tanda-tanda unik atau gejala sindrom Marfan, konstelasi
tungkai panjang, lensa terkilir, dan pelebaran aorta cukup untuk membuat diagnosis dengan
keyakinan. Ada lebih dari 30 fitur klinis lain yang bervariasi terkait dengan sindrom,
kebanyakan melibatkan kerangka, kulit, dan sendi. Ada banyak variabilitas klinis bahkan di
dalam keluarga yang membawa mutasi identik. Gejala klinis sindrom Marfan adalah sebagai
berikut:
Pada system ocular terdapat berbagai macam manifestasi klinis. Manifestasi yang
khas pada sindrom ini adalah ektopia lentis atau subluksasio lensa mata yang terjadi pada
50%-80% pasien dan biasanya terjadi pada saat atu segera sesudah lahir. Lensa secara khas
tergeser ke atas, tetapi dengan pengikat serabut zonular yang tetap utuh. Beberapa pasien
dapat secara sadar mengembalikan lensa ke tempatnya dengan mengerakkan kepalanya dank
arena serabut zonular tetap utuh, akomodasi dapat terjadi. Iriodonesis atau tremor iris yang
terjadi akibat penghentian mendadak gerakan mata yang cepat mengindikasikan adanya
ektopia lentis; pemeriksaan lampu celah sebahai bagian evaluasi oftamologi yang lengkap
akan langsung memperlihatkan subluksasio dan dapat memperlihatkan maeratanya kornea.
Penambahan panjang sumbu bola mata dapat menyebabkan myopia, yang sering berat, dan
pelepasan retina dapat terjadi dan menyebabkan kebutaan sebagian atau total. 9 Ektopia lentis
ini sedemikian jarang pada orang yang tidak mengidap penakit genetic ini sehingga adanya
ektopia lentis bilateral sebaiknya menimbulkan kecurigaan adanya sindrom Marfan.5
Selain adanya ektopia lentis, dapat juga terjadi myopia yang sangat tinggi.
Kelainan refraksi sangat sering terjadi pada MFS. Kebanyakan pasien Marfan memiliki
miopia sebesar -7.00 atau lebih. Miopia yang melebihi -15 didapatkan diantara 1.5% pasien
Marfan. Myopia yang terjadi pada MFS terjadi karena pemanjangan panjang axial atau
bertambahnya daya rekraksi dari lensa. Daya refraksi berhubungan dengan usia. Pada
penelitian ditemukan seluruh pasien di antara usia 0 sampai 3 tahun memiliki pengelihatan
yang emmetropic. Dengan koreksi, kelainan pengelihatan yang tidak disertai dislokasi lensa

10

dapat menjadi normal kembali, pasien dengan ecotopia lentis pun pengelihatannya dapat
kembali normal dengan koreksi yang benar. Pada pasien MFS dapat ditemukan pembesaran
kornea. Kornea nya lebih besar daripada normal.10
Sementara itu, pada tulang terdapat kelainan yang merupakan gambaran yang
paling mencolok pada sindrom Marfan. Biasanya pasien sangat tinggi dengan ekstremitas
yang panjang dan jari tangan dan kaki yang meruncing. Karena segmen bawah tubuhlah yang
paling berperan menyebabkan tubuh menjadi tinggi, rasio segmen atas (puncak kepala hingga
pubis) terhadap segmen bawah (puncak ramus pubis hingga lantai) secara bermakna lebih
kecil daripada orang normal untuk usia, ras, dan jenis kelamin yang sama. Ligamentum sendi
tangan dan kaki lemah. Yang mengisyaratkan bahwa pasien bersendi-ganda; jempol biasanya
dapat dihiperekstensikan sampai ke pergelangan tangan. Kepala biasanya dolokosefalik
(panjang) dengan penonjolan di frontal dan supraorbital. Dapat terjadi berbagai kelainan
tulang belakang, termasuk kifosis, scoliosis, atau rotasi atau terselipnya vertebra lumbal atau
dorsal. Dada biasanya mengalami deformitas, berupa pektus ekskavatum atau deformitas dada
burung dara (pektus carinatum).5

Palatum dapat tinggi dengan lengkung yang sempit, disertai gigi geligi
berdesakan. Deformitas dada anterior (baik pectus excavatum maupun carinatum) lazim
terjadi dan tidak simetris. Skoliosis atau kifoskoliosis dapat terjadi, terutama selama lonjakan
pertumbuhan pada usia remaja. Tangan penderita sempit dengan jari-jari panjang serta kurus
(araknodaktili atau jari laba-laba). Hipermobilitas sendi pada sendi besar dan kecil muncul
sebagai gambaran misalnya genu rekuvatum dan kaki rata (pes planus), meskipun demikian,
kontraktur sendi juga kadang-kadang dijumpai pada pasien dengan sindrom Marfan.
Disproporsi kerangka biasanya diperlihatkan lewat berbagai model. Jangkauan lengan
melebihi tinggi, dan rasio segmen atas (vertex ke pubis) terhadap segmen bawah (pubis ke
lantai) secara khas melebihi dua deviasi standar dibawah mean menurut usia serta ras. Kedua
tampilan ini mencerminkan peningkatan relatif panjang ekstremitas bila dibandingkan
terhadap panjang batang tubuh. Pertumbuhan metakarpal secara berlebihan (dan
hipermobilitas sendi) dapat diperlihatkan lewat tanda ibu jari, ekstensi ibu jari melewati tepi
ulnar tangan bila diaposisikan ke telapak tangan, dan lewat tanda pergelangan tangan, ibu
jari yang bertumpang tindih dengan jari kelima bila dua jari ini melingkari pergelangan
tangan.9

11

Selain kelaiann pada tulang dan mata, pada sindorm Marfan terdapat juga
kelainan kardiovaskular yang merupakan kelainan yang paling mengancam nyawa. Dua
kelainan tersering adalah prolapse katup mitral dan yang lebih penting yaitu dilatasi aorta
asendens akibat medionekrosis kistik. Secara histologi, kelainan di tunika media hamper
identic dengan kelainan yang ditemukan pada medionekrosis kistik yang tidak berkaitan
dengan sindrom Marfan. Ketiadaan tunika media menyebabkan dilatasi progresif cicin katup
aorta dan pangkal aorta sehingga terjadi inkompetensi aorta yang parah. Selain itu ketidak
adaan fibrilin-1 di tunika adventisia juga mungkin berperan menyebabkan dilatasi aorta.
Melemahnya tunika media menjadi predisposisi bagi robekan tunika intima, yang dapat
memicu pembentukan hematom intramural yang membelah lapisan-lapisan tunika media dan
mengakibatkan aorta disekans. Setelah membelah lapisan-lapisan aorta dengan jarak cukup
jauh, kadang- kadang kembali ke pangkal aorta atau hingga ke arteri iliaka, perdarahan sering
kali rupture melalui dinding aorta. Bencana ini merupakan penyebab kematian pada 30%45% pengidap sindrom Marfan.
Meskipun kelainan katup mitral paling sering dijumpai, lesi ini secara klinis
kurang penting dibandingkan dengan kelainan aorta. Ketiadaan jaringan ikat yang menunjang
di daun katup aorta menyebabkan katup melunak dan menggelembung, menciptakan apa yang
disebut secagai floppy valve. Kelainan katup, bersama dengan memanjangnya korda tendinae.
Sering menyebabkan regurgitasi mitral. Kelainan serupa dapat mengenai katup tricuspid dan
meskipun jarang, katup aorta. Ekokardiografi sangant membantu kemampuan kita untuk
mendeteksi kelainan kardiovaskular dan karenanya sangat bermanfaat dalam mendiagnosis
sindrom Marfan. Kematian sebagian besar disebabkan oleh rupture aorta diskans, yang diikuti
oleh gagal jantung.
Meskipun kelainan-kelainan yang diuraikan diatas mencirikan sindrom Marfan,
perlu ditekankan bahwa penyakit genetic ini memiliki manifestasi klinis yang sangat
bervariasi. Pasien dengna kelainan yang menonjol pada mata atau kardiovaskular dapat hanya
sedikit mengalami kelainan tulang, sementara psien lain dengan kelainan mencolok pada
perawakan tubuh tidak memiliki kelainan mata. Variabilitas antar keluarga jauh lebih sering
dan lebih ekstensif walaupun variasi ekspresi klinis dapat dijumpai dalam satu keluarga.
Marfan harus didasarkan pada keterlibatan mayor, minimal dua dari empat system organ
(tulang, kardiovaskular, mata, dan kulit) dan keterlibatan minor organ lain. Untuk
menjelaskan variasi ekspresi sindrom Marfan, dihipotesiskan bahwa sindrom Marfan
mungkin bersifat heterogen secara genetic. Namun, dengan satu pengecualian, semua

12

penelitian sampai saat ini mengarah pada mutasi di gen FBN1 seagai penebab penyakit. Oleh
karena itu, variasi ekspresi paling baik dijelaskan berdasarkan mutasi alel di dalam lokus yang
sama. Arena banyaknya mutasi yang berbeda di gen FBN1 yang terdeteksi di berbagai
keluarga Marfan, diagnosis gen langsung untuk penyakit ini tidak dapat dilakukan. Disamping
itu, jelaslah kini bahwa semau pasien dengan mutasi FNB1 tidak mengidap sindrom Marfan
klasik. Manifestasi lain mencakup sindrom Marfan neonatal berat dan aneurisma toraks
gamilial atau terisolasi. Penyakit-penyakit ini terkadang disebut fibrilinopati tipe 1.
2.10 Penatalaksanaan
Meskipun tidak ada obat untuk sindrom Marfan, pengobatan berfokus pada mencegah
berbagai komplikasi penyakit. Di masa lalu, orang-orang yang memiliki sindrom Marfan
jarang hidup melewati 40. Dengan pemantauan secara rutin dan pengobatan modern,
kebanyakan orang dengan sindrom Marfan sekarang dapat berharap untuk menjalani hidup
yang lebih normal.
Non Farmakologi :
Penggunaan kacamata atau lensa kontak untuk mengoreksi miopi.
Pemeriksaan echocardiography secara rutin dan teratur.
Pembatasan

kegiatan fisik,,

terutama apabila` terdapat keluhan. aktivitas atau kegiatan fisik yang harus dihindari adalah
aktivitas atau kegiatan fisik yang melelahkan atau olahraga kontak (misalnya bola basket).
Hal

ini diperlukan untuk menghindari pembedahan diseksi

Hindari perubahan tekanan langsung,

misalnya menghindari

menyelam atau terbang dengan

aircraft.

aorta.
lift,
Hal

ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pneumotoraks.


Mengelola kehamilan : Penderita sindrom marfan yang hamil harus mengelola
kehamilannya dengan baik. Dianjurkan untuk melakukan Echocardiography secara rutin
(setiap 6-10 minggu). Persalinan dilakukan dengan C-section untuk mencegah pecahnya aorta
akibat persalinan normal.
Konseling genetik dan konseling psikologik. Konseling genetik dilakukan karena
individu yang terkena akan menurunkan kondisinya ke 50% keturunannya. Resiko berulang
50% jika salah satu orang tua terkena. Selama konseling genetik, harus dijelaskan tentang
variasi penyakit karena anak yang lahir yang terkena dapat lebih parah atau lebih baik
daripada orang tuanya. Konseling psikologik dilakukan karena dapat muncul masalah jika
seseorang didiagnosis menderita sindrom Marfan, berhubungan dengan perasaan ditolak,
penyangkalan, kemarahan, depresi atau rasa bersalah.1,11
Farmakologi :

13

Profilaksis beta blockers dapat mengurangi tekanan arteri rata-rata dan denyut nadi
secara signifikan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa memperkenalkan mereka pada
usia dini di bawah pengawasan dokter anak atau ahli jantung menurunkan risiko dilatasi aorta
dan pecahnya aorta. Contoh obat yang dapat dipakai adalah Atenolol (Tenormin) Propranolol
HCl (Inderal)Verapamil HCl (Isoptin). Selain itu, inhibitor ACE telah terbukti memiliki
khasiat yang sebanding atau lebih baik ACE untukmengurangi tekanan arteri sentral.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemberian terapi antibiotik sebagai pencegahan
endokarditis.

Antibiotik

diberikan

selama

prosedur

invasif

yang

berhubungan

dengancardiac ataupun tidak, yaitu pemberian Amoxicillin atau Clindamycin (untuk prosedur
gigi, mulut, saluran napas) serta Ampicillin atau Vancomycin dan Gentamycin (untuk
prosedur genitourinaria atau gastrointestinal). 12
Bedah :
Tergantung pada tanda-tanda dan gejala, prosedur mungkin mencakup:

Perbaikan aorta : Dilakukan Jika diameter aorta membesar cepat atau mencapai ukuran
yang berbahaya . Biasanya sekitar 2 inci (5 cm), dokter akan merekomendasikan
operasi untuk mengganti sebagian dari aorta Anda dengan tabung yang terbuat dari
bahan sintetis. Hal ini dapat membantu mencegah pecahnya aorta yang dapat

mengancam nyawa.
Pengobatan scoliosis : Untuk beberapa anak-anak dan remaja, dokter menyarankan
pengunaan brace custom-made, yang dikenakan hampir terus menerus sampai
pertumbuhan selesai. Namun, bila skoliosis nya sudah terlalu parah, dan sangat

menganggu maka diperlukan operasi untuk meluruskan tulang belakang.


Koreksi dada : Pectus eksavatum (dada cekung) yang berat dan mempengaruhi
pernapasan harus dilakukan operasi untuk memperbaiki sedangkan pectus carinatum
(dada menonjol) biasanya tidak menimbulkan masalah fungsional, tapi mungkin

menjadi perhatian kosmetik.


Operasi mata : Operasi dilakukan jika bagian dari retina telah robek atau lepas dari
bagian belakang mata. Selain itu jika memiliki katarak, lensa berkabut operasi juga
dapat dilakukan untuk menggantikan dengan lensa buatan.7,13

2.11 Prognosis
Sindrom Marfan adalah penyakit seumur hidup (longlife disorder). Prognosis pasien
dengan sindrom Marfan bergantung pada keparahan komplikasi kardiovaskular dan hal ini
ditentukan terutama oleh progresifitas dilatasi aorta, yang berpotensi menimbulkan diseksi
aorta dan kematian pada usia muda.
14

Kelangsungan hidup dapat diperpanjang dengan deteksi yang lebih baik, teknik
pembedahan dan waktu pembedahan yang lebih baik, dan penggunaan -bloker sebagai
profilaksis. Berdasarkan data tahun 1995, rata-rata kelangsungan hidup pasien wanita sindrom
Marfan adalah 74 tahun dan untuk laki-laki 70 tahun. Hal ini sama dengan data tahun 2011
yang menunjukkan bahwa rata-rata kelangsungan hidup pasien sindrom Marfan adalah 70
tahun.8

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ibu R yang menderita suatu lens dislocation dengan myopia tinggi menderita
sindrom Marfan karena sesuai dengan gejala klinis dan hasil pemeriksaan. Dari pemeriksaan
yang dilakukan, ditemukan jari-jari ibu R panjang dan sangat lentur, terdapat aneurisma aorta
ascendens dengan diameter < 3cm, dan dari riwayat keluarga diketahui ibu dari ibu R ternyata
juga menderita kelainan yang sama. Dari pemeriksaan- pemeriksaan diatas ditambah dengan
keluhan utama, ibu R menderita sindrom Marfan.

15

Daftar Pustaka
1. Feridin. Penyakit jaringan ikat herediter:in buku ajar Penyakit Dalam.Ed.3.jilid 3.
Jakarta:internal publishing; 2009.
2. Manuaba,IBG. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG;2007.
3. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, dkk. Harrison, prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999 .
4. National

Marfan

Foundation.

Marfan

syndrome

diunduh

dari

http://www.marfan.org/marfan/2406/Diagnosis, 14 September 2013.


5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robin & cotran dasar patologis penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.
6. Bender JR, Russell KS, Rosenfeld LE, Chaudry S. Oxford american handbook of
cardiology. New York: Oxford University Press Inc; 2011.
7. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta : Erlangga ;
2007.
8. Knott
L.
Marfan's
Syndrome.
March
22,
2010.
Available
at http://www.patient.co.uk/doctor/Marfan%27s-Syndrome.htm . September 15, 2013.
9. Alpers A, et al. Buku ajar pediatric Rudolph. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2006.

16

10. Robinson PN, Godfrey M. Marfan syndrome: a primer for clinicians and scientists.
Kluwer Academic/ Plenum Publishers; 2004.
11. Mayo clinic staff. Marfan syndrome. February 1, 2013. Available
at http://www.mayoclinic.com/health/marfan-syndrome/DS00540/DSECTION=testsand-diagnosis . September 15, 2013.
12. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC ; 2009.
13. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robin & cotran dasar patologis penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.

17

Anda mungkin juga menyukai