Anda di halaman 1dari 15

Diagnosis dan Tatalaksana Sinrom Turner

Evan Erlando

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510, Indonesia

Email : EVAN.2015fk114@civitas.ukrida.ac.id

____________________________________________________________________________________

Abstract

Chromosome analysis in cases of amenorrhea, primary and secondary both needed for the
evaluation, management, and counseling for most of amenorrhea due to genetic and chromosomal
abnormalities, including Turner syndrome and its variants. Turner occur because of chromosomal
abnormalities associated with the number (aneuploidy). The main cause of aneuploidy is
nondisjunction during meiosis or mitosis after fertilization while. The woman with Turner
syndrome typically experiences gonadal dysfunction, resulting in amenorrhea and infertility.
Psychosocial support to these woman is an important component of the treatment.

Keywords: Turner syndrome, amenorrhea, nondisjunction, chromosome analysis

Abstrak

Analisis kromosom pada kasus amenore, baik primer maupun sekunder diperlukan untuk evaluasi,
penatalaksanaan, dan konseling karena sebagian besar amenore disebabkan kelainan genetik dan
kromosom, termasuk sindrom turner dan variannya. Turner terjadi karena kelainan kromosom
yang berkaitan dengan jumlah (aneuploidi). Penyebab utama aneuploidi adalah nondisjunction
saat meiosis atau setelah pembuahan sewaktu mitosis. Anak perempuan dengan sindrom Turner
biasanya mengalami disfungsi gonad, yang mengakibatkan amenore dan kemandulan. Dukungan
psikososial terhadap gadis-gadis ini merupakan komponen penting pada penanganan.

Kata kunci: Kata kunci: sindrom Turner, amenore, nondisjunction, analisis kromosom
Pendahuluan

Sindrom Turner adalah suatu sindroma pada perempuan yang terdiri dari postur pendek dan
anomali kongenital mayor dan minor yang disebabkan kelainan kromosom seks. Biasanya pasien
dengan sindrom turner datang dengan keluhan amenore dan infertilitas. Secara genetika telah kita
ketahui bahwa jumlah kromosom pada genom manusia adalah 2n=46, yang terdiri dari 22 pasang
autosom (22AA atau 44A) dan 2 kromosom seks (XX atau XY). Seorang perempuan mempunyai
pasangan khromosom sex yang sama, yaitu khromosom X dan secara genetika ditulis 46,XX atau
lebih singkat XX. Sebaliknya khromosom sex pada laki-laki merupakan pasangan tidak sejenis
yaitu khromosom X dan Y dan ditulis 46,XY atau XY. Kadang terjadi gagal berpisah yaitu
peristiwa tidak memisahnya kromosom selama pembalahan sel atau pada saat pembentukan gamet
sehingga terbentuk mutan.1

Skenario 3

Seorang siswa perempuan AA, 16 tahun diantar orangtuanya ke dokter untuk berkonsultasi karena
belum menstruasi. Selama sekolah, AA bisa mengikuti pelajaran dengan cukup baik. Ia selalu naik
kelas walaupun dengan nilai yang pas-pasan. AA adalah anak pertama dalam keluarga, namun
tinggi badannya kalah cukup jauh dari adiknya. Menurut orangtuanya, AA pernah didiagnosa
kelainan jantung bocor tetapi sembuh sendirinya tanpa operasi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
perawakan AA yang pendek yaitu 145 cm (normalnya 160-162,5 cm) berat badan 53 kg
(normalnya 55-60 kg) didapatkan leher yang pendek dan webbed neck, jarak papilla mmae yang
berjauhan satu sama lainnya. Tidak terdeteksi bising jantung.

Anamnesis

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung kepada
pasien (autonamnesis) maupun kepada orang tua atau sumber lain ( aloanamnesis).

Pada kasus skenario 5, hasil anamnesa adalah sebagai berikut:

Seorang ibu membawa putrinya, usia 14 tahun, datang ke dokter dengan keluhan belum mendapat
menstruasi dan gadis ini juga kurang pandai disekolah
Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah:

Inspeksi

Dari inspeksi dapat kita temukan bahwa anak ini bertubuh pendek, terdapat web-neck (kelainan
pada leher yang tampak melebar, ada lipatan kulit di klavikula ke kepala) dan cubitus valgus
(kelainan deformitas pada siku).

Pada inspeksi sindrom down ditemukan bertubuh pendek, wajah triangular, web-neck, garis
rambut belakang rendah, dada lebar, jarak antar puting jauh, lengan cubitus valgus, jari kecil,
amenorhea primer, steril, tidak terdapat tanda-tanda seks sekunder (rambut di pubis sedikit).2

Antropometri

Kita lakukan pemeriksaan antropometri pada usia dewasa, yang kita ukur: 2

- Berat badan
- Tinggi badan
- IMT=BB (kg) : TB(m)2
Tabel 1: Klasifikasi IMT (Asia Pasific, 2003)
Berat badan (BB) IMT

BB kurang <18,5

BB normal 18,5-22,9

BB lebih ≥23,0
Preobesitas 23,0-24,9
Obesitas I 25,0-29,9
Obesitas II ≥30,0

- Lingkar lengan atas


- Lingkar perut (Lpe)
- Lingkar panggul (Lpa)
- Rasio Lpe-Lpa = menentukan adanya distribusi lemak tubuh sentral di daerah
abdomen (akumulasi lemak sentral/obesitas). Makin besar rasionya makin tinggi
resiko penyakit jatung koroner.
o Perempuan <0,85
o Laki-laki <0.95.

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah: 3

Saat masih dalam kandungan = amniosentesis dan USG abdomen ibu

Sindrom Turner dapat didiagnosis dengan amniosentesis selama kehamilan. Amniosentesis


adalah cara untuk mengetes kemungkinan adanya kelainan kromosom pada bayi yang masih
dalam kandungan. Cairan amnion tersebut diambil sebanyak 10-20cc dengan menggunakan
jarum injeksi. Waktu yang paling baik untuk melakukan amniosentesis ialah pada kehamilan 14-
16 minggu. Jika terlalu awal dilakukan, cairan amnion belum cukup banyak, sedang jika
terlambat melakukannya, maka akan lebih sulit untuk membuat kultur dari sel-sel fetus yang ikut
terbawa cairan amnion. Sel fetus setelah melalui prosedur tertentu lalu dibiakkan dan 2-3 minggu
kemudian diperiksa kromosomnya untuk dibuat karyotipe.3 Kadang-kadang, janin dengan
sindrom Turner diidentifikasi oleh temuan USG abnormal (cacat jantung, kelainan ginjal,
hygroma kistik, asites). Meskipun risiko kekambuhan tidak meningkat, konseling genetik sering
direkomendasikan bagi keluarga yang memiliki kehamilan atau anak dengan sindrom Turner.

Setelah bayi lahir

1. Cytogenetic analysis
Kemudian setelah bayi lahir, diagnosis dikonfirmasi lebih lanjut hanya setelah
dilakukan tes darah. Tes darah ini dikenal sebagai karotype dan memeriksa jumlah
kromosom dari perempuan. Seorang gadis menderita sindrom turner akan memiliki 45
kromosom (X) bukan 46 kromosom
2. Laboratorium
Pemeriksaan kadar gonadotrophin plasma, terutama hormon perangsang folikel (FSH)
sangat meningkat di atas kadar kontrol sesuai umur selama masa bayi, pada usia sekitar
2-3 tahun terjadi penurunan progresif pada kadarnya sampai kadar ini mencapai titik
terendah pada usia 6-8 tahun, pada usia 10-11 tahun, kadar ini meningkat sampai kadar
dewasa kastrasi. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan hormon LH (Luteinizing
hormon). Hasil LH akan meningkat dari normal pada sindrom Turner.

3. Analisis kromosom
Analisis kromosom atau karyotyping adalah tes untuk memeriksa kromosom dalam
sampel sel, yang dapat membantu mengidentifikasi masalah genetik sebagai penyebab
gangguan atau penyakit. Tes ini dapat berupa hitung jumlah kromosom dan mencari
perubahan struktural kromosom. Tes ini dapat dilakukan pada hamper jaringan
apapun, seperti : cairan ketuban, darah, sumsum tulang. Sampel tersebut akan diperiksa
dibawah mikrosop untuk memerika bentuk, ukuran, dan jumlah kromosom.
Penderita dengan sindrom Turner menunjukan tiga kariotipe: sebanyak 57% memiliki
45,X ,sekitar 14% kelainan structural kromosom X, dan 29% menunjukkan bersifat
mosaik.

4. Hibridisasi in situ fluorescent (FISH)


FISH adalah menggunakan teknologi DNA probeneon berlabel untuk mendeteksi
atau mengkonfirmasi kelainan gen atau kromosomyang umumnya di luar
resolusi sitogenetik konvensional. Ketika indeks mitosis rendah,atau persiapan
Sitogenetika suboptimal, diagnosis akurat sering tidak tercapai denganmenggunakan
teknik banding . Dalam situasi tertentu FISH dapat berguna karena metodologi
FISH memungkinkan deteksi target tertentu yang menyebar tidak hanya
dimetafase.Hal ini membuat FISH menjadi alat yang kuat, cepat, dan sensitif terhadap
kelainan kromosom.
5. USG (Ultrasonografi)
USG dapat dilakukan pada ovarium dan ginjal. Dimana pada ovarium tampak bergaris
pada 90% penderita, hal ini terjadi karena ovarium mengalami degenerasi dan
menghilang. Serta pada 1/3 penderita sindrom Turner memiliki defek pada ginjal,
ginjal berbentuk seperti sepatu kuda.
Working Diagnosis

Diagnosis yang dapat dipikirkan dari scenario adalah:

Amenorea Primer et causa Sindrom Turner

Amenorea primer merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi menstruasi pada wanita yang
berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder normal, atau umur 14 tahun ke atas
tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual sekunder. Penyebab tidak terjadinya haid dapat
berupa gangguan di hipotalamus, hipofisis, ovarium (folikel), uterus (endometrium) dan vagina.
Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk
diketahui, seperti kelainan-kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Untuk mendiagnosa
amenore, pertama sangat penting untuk menyingkirkan diagnosa kehamilan. Diagnosa tambahan
amenore primer biasanya akibat dari kelainan genetik atau anatomi.4

Amenorea dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu: 4

a. Amenorea Fisiologik
Amenorea yang terdapat pada masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi dan
sesudah menopause.
b. Amenorea Patologik
Lazimnya diadakan pembagian antara amenorea primer dan amenorea sekunder.
Amenorea primer, apabila seorang wanita berumur 16 tahun ke atas belum pernah
mendapat haid, sedangkan pada amenorea sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi
kemudian tidak mengalami haid lagi.

Diffrential Diagnosis

Diagnosis banding yang dapat dipikirkan dari skenario adalah:

Amenore primer et causa Sindroma Insensitivitas Androgen (AIS)

Amenore primer seringkali merupakan alasan bagi seseorang denga kariotipe 46, XY tetapi
memiliki fenotip wanita untuk mencari bantuan medis. Individu dengan sindrom insensitivitas
androgen memiliki genitalia eksterna wanita dengan labia normal, klitoris, dan introitus vagina.
Janin tidak membentuk genitalia laki-laki kecuali terdapat testosteron dan metabolit aktifnya,
dihidrotestosteron (DHT). Sindrom insensitivitas androgen merupakan kelainan genetik resesif
terkait-X yang menghasilkan suatu spektrum fenotipe yang mengalami viriliasi tidak sempurna.
Bentuk yang paling parah adalah insensitivitas androgen (AI) komplet yang dahulu dikenal sebagai
feminisasi testikular. Sindroma feminisasi testikular merupakan suatu hipogonadisme dengan
amenorea primer. Sindrom ini adalah bentuk hermafroditisme laki-laki dengan fenotip perempuan
(male pseudohermaphrodite). Sindroma insensitivitas androgen menduduki tempat ketiga pada
penyebab amenorea primer setelah digenesis gonas dan agenesis duktus Mullerii. AIS disebabkan
oleh X-linked ressesive dengan kromosom 46-XY (Xq11-Xq12) dan kelainan pada reseptor
testosteron. Semua penderita dengan AIS memiliki testis dan tidak memiliki uterus sehingga
semuanya infertil.5

Saat lahir, anak-anak dengan AI komplet biasanya ditetapkan memiliki jenis kelamin perempuan
karena tidak terdapat tanda aktivitas androgen dan genitalia eksterna terlihat sebagai perempuan.
AI komplet biasanya didiagnosis setelah pubertas ketika timbul gejala amenore primer. Pada AI
komplet, reseptor androgen intraselular tidak ada atau tidak berfungsi. Induksi androgen terhadap
perkembangan duktus Wolffii tidak terjadi. Substansi penghambat Mullerii (Mulleriian inhibiting
substance, MIS) dihasilkan oleh testis yang berfungsi normal sehingga duktus Mullerii mengalami
regresi. Testis turun sampai tingkat cincin inguinalis di bawah pengaruh MIS. Vagina yang pendek
terbentuk dari sinus urogenital.6

Amenore primer et causa Disfungsi Hipotalamus

Hipogonadisme hipogonadotropik menyebabkan kadar estrogen yang sangat rendah dan etiologi
dapat bersifat morfologis atau endokrinologis. Lesi sistem saraf pusat (tumor hipofisis atau
hipotalamus) mungkin meningkatkan kadar prolaktin. Pasien dengan lesi ini mempunyai kadar
gonadotropin dan estrogen yang rendah. Pelepasan GnRH yang tidak memadai disebabkan oleh
sintesis GnRH hipotalamus yang tidak memadai atau kerusakan pada neurotransmitter SSP. 7

Fungsi hipotalamus normal memerlukan pelepasan pulsatil GnRH dari nucleus arcuatus ke dalam
sistem portal hipofisis sekitar setiap jam. GnRH menyebabkan pelepasan LH dan FSH dari
hipofisis yang memacu pertumbuhan folikel ovarium dan ovulasi. Defisiensi sekresi pulsatil
GnRH akan menyebabkan gangguan pengeluaran gonadotropin sehingga berakibat gangguan
pematangan folikel dan ovulasi dan pada gilirannya akan terjadi amenorea. Tidak adanya GnRH,
transport abnormal GnRH, atau adanya pulsatil GnRH yang abnormal akan menghasilkan
hipogonadisme hipogonadotropik. Jika frekuensi atau amplitudo pulsatil GnRH sangat berkurang,
hanya sedikit atau tidak ada FSH dan LH yang akan dilepaskan, tidak ada folikel ovarii yang akan
berkembang dan estradiol tidak akan disekresi. Pengobatan pada amenore primer karena disfungsi
hipotalamus adalah dengan kontrasepsi oral.7

Amenore Primer et causa Hymen Imperforata

Hymen imperforata adalah salah satu anomali obstruktif paling umum pada saluran reproduksi
wanita. Biasanya, jaringan ikat dari bagian tengah pada portio hymen berdegenerasi spontan
sebelum kelahiran. Jika hal ini tidak terjadi, hymen tetap utuh saat lahir. Hymen imperforata
mudah terlihat dalam beberapa hari pertama kehidupan, karena pengaruh estrogen maternal
menunjukan anatomi genital. Namun, diagnosis seringkali terlewatkan dan tidak ditemukan
sampai setelah waktu yang diharapkan wanita untuk menarke.8

Secara embriologis, saluran genitalia wanita berkembang dari 3 minggu kehamilan melalui
trimester kedua. Ovarium berkembang secara bebas dari vagina, sehingga anomali pada vagina
biasanya tidak terkait dengan anomali pada ovarium. Pada neonatus, hymen terlihat menonjol
(bulging) karena mukus vagina dapat menumpuk sebagai akibat dari stimulasi estrogen maternal.
Jika tidak terdiagnosis, sekresi mukus yang ditahan terserap dan tonjolan akan menghilang. Hymen
imperforata akan tetap tidak terdiagnosis, sampai sesudah onset menarche, ketika hematocolpos
(akumulasi darah menstruasi) yang bermacam-macam ukurannya terbentuk akibat saluran keluar
terobstruksi.8

Jika hymen imperforata belum terdiagnosis pada periode neonatal, wanita remaja biasanya datang
dengan keluhan nyeri siklik pada abdomino-pelvis dan amenore primer. Pada kasus ekstrim,
obstruksi saluran kemih sekunder dapat terjadi karena vagina yang membesar dipenuhi cairan
dapat menyebabkan hidronefrosis.8

Agenesis Duktus Mulleri (Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser Syndrome)

Biasanya tidak adanya uterus kongenital merupakan defek perkembangan tersendiri yang terjadi
pada 1 dari 4.000-5.000 kelahiran wanita. Keadaan ini menyebabkan sekitar 15% individu dengan
amenore primer. Ovarium berfungsi normal, karena itu biasanya individu ini mempunyai
perkembangan seks sekunder normal dan tidak ada endokrinopati. Namun tidak ditemukan uterus
dan vagina bagian atas (atau seluruhnya). Kelainan lain yang menyertai adalah kelainan ginjal,
tulang rangka dan peningkatan angka kelainan jantung.7

Agenesis vagina, yang juga dikenal sebagai Rokitansky syndrome, diyakini terjadi akibat
kegagalan duktus Mulleri bersatu dengan bagian posterior sinus urogenital dan seringkali disertai
dengan tidak adanya uterus dan tuba uterine. Sindrom Rokitansky relatif cukup sering ditemukan
sebagai penyebab primer amenorea. Insiden diperkirakan 1 : 5.000 kelahiran hidup bayi
perempuan. Tanda klinis berupa tidak ada atau hipoplasia vagina, biasanya juga tidak ditemukan
adanya uterus dan tuba falopii. Penyebab pasti belum diketahui tetapi diduga terdapat mutasi pada
gen penyandi AMH atau reseptor AMH dan juga galactose-1-phosphate uridyl transferase. Pada
evaluasi lanjut ditemukan beberapa kelainan bawaan misalnya kelainan pada traktus urinarius,
ginjal dan tulang belakang. Pemeriksaan kariotipe menunjukkan 46XX dan pemeriksaan
laboratorium kadar testosteron menunjukkan hasil normal perempuan.7

Terapi agenesis vagina adalah dengan membuat vagina ketika pasien menginginkan aktivitas
seksual. Tindakan ini dapat dilakukan tanpa pembedahan dengan meminta pasien menggunakan
serangkaian alat pelebar (dilator) dengan ukuran yang bertambah besar secara progesif untuk
menghasilkan tekanan konstan pada cekungan, tempat seharusnya terdapat himen, selama 20-30
menit setiap hari selama beberapa bulan. Jika tindakan ini tidak berhasil, vagina dapat dibuat
dengan pembedahan.7

Etiologi

Sindrom Turner dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: 1

Sindrom Turner klasik.


Ini adalah kondisi ketika satu dari dua kromosom X hilang sepenuhnya. Hal ini umumnya terjadi
bila terdapat kelainan pada sperma ayah atau sel telur ibu.
Sindrom Turner mosaik.
Ini adalah kondisi ketika kromosom X lengkap pada sebagian besar sel, tapi pada sel lainnya ada
sebagian yang hilang atau terjadi kelainan. Pada beberapa sel terkadang terdapat sepasang atau dua
pasang kromosom X yang lengkap, tapi ini jarang terjadi. Kondisi ini dapat terjadi karena adanya
gangguan pada proses pembelahan sel pada masa-masa awal perkembangan janin saat berada
dalam kandungan.
Epidemiologi

Sindroma Turner terdapat kira-kira satu dalam 3000 kelahiran hidup. Lebih dari 90% mengalami
abortus spontan. Perkiraan kasar untuk sindroma Turner dewasa dalam populasi umum ialah 1 tiap
5000.1
Mortalitas sindrom Turner dalam rahim sering dihubungkan dengan edema berat dan higroma
kistik. Jika proses penelanan pada janin mengalami obstruksi, akan terjadi polihidramnion. Pada
banyak keadaan edema janin berat, efusi paru mengganggu perkembangan paru. Namun bayi lahir
hidup mempunyai prognosis yang sangat baik. Gonad telah ada pada saat lahir dan bersifat infantil.
Gonad tersebut sering mengalami regresi selama masa kanak-kanak, dan mungkin menghilang
pada pubertas. 3

Patofisiologi

Faktor risiko sindrom Turner tidak dikenal. Nondisjunctions meningkat dengan usia ibu, seperti
untuk sindrom Down, tapi efek yang tidak jelas untuk sindrom Turner. Sindrom Turner terjadi
karena kelainan kromosom yang berkaitan dengan jumlah (aneuploidi).3-6 Penyebab utama
aneuploidi adalah nondisjunction (kelainan pemisahan kromosom) saat meiosis atau setelah
pembuahan sewaktu mitosis. Nondisjunction dapat mengenai autosomal atau kromosom seks.
Nondisjunction saat meiosis menghasilkan gamet-gamet haploid yang memiliki kelainan
komplemen kromosom. Jika sepasang kromosom seks gagal untuk memisahkan selama
pembentukan telur atau sperma, hal ini disebut sebagai nondisjunction. Ketika abnormal telur
menyatu dengan sperma yang normal untuk membentuk embrio, embrio yang mungkin akan
berakhir dengan kehilangan satu daru kromosom seks (X bukan XX). Sebagai embrio tumbuh dan
sel-sel membagi, setiap sel dari tubuh bayi akan kehilangan salah satu dari kromosom X. Kelainan
ini tidak diwarisi dari orang tua yang terkena karena wanita dengan sindrom Turner biasanya steril
dan tidak bisa punya anak. Pada sekitar 20% dari kasus-kasus sindrom Turner, salah satu
kromosom X yang abnormal. Mungkin berbentuk seperti cincin, atau kehilangan beberapa bahan
genetik. Sekitar 30% anak dengan kelainan hanya hilang kromosom X dalam beberapa sel mereka.
pola kromosom campuran ini dikenal sebagai pola Mosaicsm.3
Gambar 1. Patogenesis sindrom Turner
Manifestasi Klinis
Gejala sindrom turner adalah: 9

Bayi baru lahir

Dapat menunjukkan web-neck dan edema kongenital dari kedua tangan dan kaki

Dewasa

- Tubuh pendek , wajah tiangular,


- Webbed neck (kulit diantara leher dan bahunya menyatu, seperti selaput), garis rambut
Garis rambut posterior yang rendah
- Kubitus Valgus (meningkatnya sudut angkat lengan)
- dada mirip tameng dengan puting payudara terpisah jauh
- Limfedema leher, tangan dan kaki
- jari manis dan jari-jari kakinya pendek
- Pada kulitnya terdapat banyak tahi lalat berwarna gelap.

Kelainan kongenital

- Ginjal tapal kuda


- Katup aorta bikuspid
- koarktasio aorta

Tanda-Tanda Seks Sekunder pada Perempuan :

- Genitalia tetap infantil


- Perkembangan Glandula Mammae yang minimal
- Rambut pubis tipis
- mengalami amenorea primer (tidak menstruasi)
- disfungsi gonad (ovarium tidak bekerja)
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah: 10
 Defek jantung kongenital dapat menyertai monosomi kromosom seks
 Hampir 30% pasien mengalami malformasi ginjal yang dapat meningkatkan komplikasi
hipertensi dan infeksi traktus urinarius.
 Skoliosis : muncul pada masa adolesens, bisa mengurangi tinggi badan
 Pengedap sindrom Turner beresiko tinggi mengalami fraktur tulang selama masa kanak-
kanak dan osteoporosis pada orang dewasa karena kurangnya estrogen.

Penatalaksanaan

Terapi Medika Mentosa & Non Medika Mentosa :

Karena penyakit ini adalah penyakit genetik yang melibatkan kromosom, sindrom Turner tidak
bisa disembuhkan. Yang dilakukan hanya mengurangi simptom. 3

 Data menunjukkan bahwa pengobatan dengan hormon pertumbuhan manusia rekombinan


saja atau bersama dengan steroid anabolik meningkatkan tinggi badan. Banyak gadis dapat
mencapai tinggi badan 150 cm atau lebih dengan memulai pengobatan dini.
 Pemberian estrogen untuk wanita dapat meningkatkan pertumbuhan dan memungkinkan
perkembangan karakteristik seks sekunder. Pemberian growth hormone (GH) dapat juga
menstimulasi pertumbuhan tulang. Terapi penggantian dengan estrogen terindikasi, namun
ada sedikit kesepakatan mengenai usia optimal memulai pengobatan. Kesiapan psikologis
pasien untuk mendapatkan terapi harus dipertimbangkan. Dahulu, ada kecenderungan
untuk menunda terapi penggantian dengan estrogen untuk mencapai tinggi badan
maksimal. Pertumbuhan membaik yang dicapai oleh gadis yang diobati dengan hormon
pertumuhan memungkinkan memulai penggantian estrogen pada usia 12-13 tahun.
Premarin, 0,3-0,625 mg yang diberikan setiap hari selama 3-6 bulan, biasanya efektif untuk
menginduksi pubertas. Estrogen kemudian diputar (diminum pada hari 1-23), dan Provera,
suatu progestin, ditambahkan (diminum pada hari ke 10-23) dengan dosis 5-10 mg per hari.
Pada sisa bulan kalender, selama waktu tersebut tidak diberikan pengobatan, pendarahan
penarikan (withdrawal) biasanya terjadi. sediaan estrogen lain dan regimen pengobatan
sekarang juga digunakan.
 Analisis kromosom prenatal pada usia ibu yang sudah lanjut telah menyingkap frekuensi
45,X/46,XX yaitu 10 kali lebih tinggi daripada ketika didiagnosis postnatal. Kebanyakan
penderita ini tidak memiliki manifestasi klinis sindrom Turner, dan kadar gonadotropin
normal. Menyadari fenotip ringan ini penting dalam memberikan nasehat kepada penderita.
 Pemberian konseling atau nasihat genetik adalah suatu upaya pemberian saran terhadap
orangtua atau keluarga penderita kelainan bawaan yang diduga mempunyai faktor
penyebab herediter, tentang apa dan bagaimana kelainan yang dihadapi ini, bagaimana pola
penurunannya, serta bagaimana tindakan penatalaksanaanya, bagaimana prognosisnya dan
upaya melaksanakan pencegahan ataupun menghentikannya.
 Diperlukan pembedahan apabila terdapat defek jantung kongenital.
 Diperlukan konsultasi genetik (genetic counseling) untuk membahas atau mengatasi
masalah infertilitas pasien.

Prognosis

Turner sindrom adalah penyakit dengan keabnormalan jumlah kromosom yang tidak ada obatnya.
Tapi, prognosis untuk Turner sindrom dapat baik, apabila orang tersebut terus dimonitor dan
dilakukan pengobatan sedini mungkin untuk masalah yang dapat diatasi. Banyak wanita dengan
Turner sindrom dapat hidup senormal mungkin bila berbagai manifestasi klinisnya ditangani
secepat mungkin. 10

Kesimpulan

Pasien tersebut menderita sindrom Turner. Diperlukan Pemeriksaan penunjang untuk menegakan
diagnosis lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suryo. Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2003.h.247-50.


2. Kurnia Nah Yasavati, Santoso Mardi, Winami Wati Wong, Sumardikarya K Indriani. Buku

panduan keterampilan medic (skill-lab) semester 3.Jakarta:FKUKRIDA;2010.h.10-6.

3. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, editor. Ilmu kesehatan anak Nelson: sindrom
turner. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC;2000.h.1992-94.
4. McPhee SJ, Papadakis SA. Lange current medical diagnosis and treatment. USA: McGraw
Hill;2008.h.1021-8.
5. Baziad A, Anwar M, Prabowo P, et al. Ilmu kandungan. Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2011.h.124-8, 173-9.
6. Heffner LJ, Schust DJ. At a glance sistem reproduksi. Jakarta: Erlangga;2010.h.60-9.
7. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta:
EGC;2009.h.628-32.
8. Adams PJ. The 5 minutes obstetric and gynecology consult. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins;2008.h.116.
9. Mitchell NR, Kumar Vinay, Abbas KA, Fausto Nelson. Buku saku dasar patologi
penyakit. Edisi 7. Jakarta:EGC;2009.h.124-5.
10. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h. 63-4.

Anda mungkin juga menyukai