PENDAHULUAN
Berdasarkan Global Human Capital Index oleh World Economic Forum (WEF)
2017, peringkat SDM Indonesia berada pada posisi 65 dari 130 negara. ini berarti
kebutuhan tenaga kerja terampil, kreatif, inovatif dan adaptif belum dapat dipenuhi
secara optimal. Rendahnya kualitas tenaga kerja yang belum merespon
perkembangan kebutuhan pasar kerja merupakan salah satu penyebab mengapa
produktivitas dan daya saing Indonesia masih tertinggal. Tenaga kerja handal yang
belum tersedia dan keterlibatan industri yang rendah, menyebabkan masih
terjadinya mismatch antara penyediaan layanan pendidikan, termasuk pendidikan
dan pelatihan vokasi, dengan kebutuhan pasar kerja.
Tantangan lain yang dihadapi oleh Indonesia berkaitan dengan
pengembangan SDM terutama untuk vokasi dan persaingan usaha antara lain, pada
era digitalisasi membawa dampak pada perubahan pola bekerja dan berpotensi
menghilangkan pekerjaan yang bersifat sederhana dan repetitif. Di sisi lain, pola
perdagangan dan penyediaan layanan berbasis daring serta penggunaan
pembayaran nontunai menjadikan banyak model usaha konvensional tidak lagi
relevan. Kondisi ini mengharuskan adanya kebijakan dan pola adaptasi yang
menyeluruh dalam pemanfaatan transformasi digital bagi keberlanjutan dan
pemerataan pertumbuhan ekonomi, serta perbaikan kualitas kehidupan sosial dan
lingkungan.
PEMBAHASAN
Tujuan dari program revitalisasi ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan daya
saing Sumber Daya Manusia Indonesia. Diharapkan mampu menghasilkan lulusan
yang memiliki daya saing unggul dalam persaingan kebekerjaan secara nasional
maupun global. Prioritas yang diutamakan pada program ini adalah agar sekolah
memiliki keunggulan berbasis potensi wilayah dan sumber daya yang dimiliki untuk
menghasilkan lulusan sesuai dengan kebutuhan riil tenaga kerja di industri untuk
mendukung perkembangan ekonomi dan pengembangan wilayah. Revitalisasi
Pendidikan vokasi diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan
mutu sekaligus memberikan pengaruh terhadap kualitas lulusan yang akan menjadi
sumber daya pembangunan di Indonesia.
Assasment ini memiliki tujuan yang beragam dan memiliki pemilihan yang
berbeda-beda tergantung bagaimana informasi hasil penilaian yang akan digunakan.
Asesmen ini memiliki tujuan dasar penggunaan yaitu menurut Hermanussen,
Aschbacher, dan Winters (1992) menjadi 2 (dua), yaitu untuk (1) menentukan sejauh
mana pebelajar telah menguasai pengetahuan khusus atau keterampilan-
keterampilan (content goal), (2) mendiagnosa kelemahan dan kelebihan pebelajar
dan merancang pengajaran yang sesuai (process goals).Menurut Djemari Mardapi
(2004:7) prinsipprinsip yang harus diperhatikan dalam asesmen atau penilaian, yakni
harus mampu: (1) memberi informasi yang akurat, (2) mendorong siswa belajar, (3)
memotivasi tenaga pendidik mengajar, (4) meningkatkan kinerja lembaga, serta (5)
meningkatkan kualitas pendidikan.
Penilaian otentik menjaring berbagai informasi yang absah/benar dan akurat
berkaitan dengan apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh peserta
didik. Model penilaian otentik sangat tepat untuk digunakan pada pembelajaran
berbasis produksi seperti karakteristik di sekolah vokasi, karena dapat mengukur
kemampuan/kecakapan peserta didik dengan ukuran dunia kerja yang sesuai
dengan tuntutan dunia masa depan anak abad ke-21. Kecakapan-kecakapan yang
dituntut tersebut diantaranya adalah kecakapan memecahkan masalah (problem
solving), berpikir kritis (critical thinking), mengembangkan dan menyampaikan
gagasan (creativity and innovation), kolaborasi (collaboration), dan kecakapan
berkomunikasi (communication). Penilaian otentik yang diterapkan dalam
pembelajaran di sekolah vokasi hendaknya mendorong peserta didik agar mampu:
(1) mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu, (2)
merumuskan masalah (menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah
(menjawab), (3) berpikir analitis (mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis
(rutin), dan (4) menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam
menyelesaikan masalah (Kemdikbud, 2013).
Perkembangan ekonomi global dan tuntutan dalam dunia kerja harus disikapi
sekolah dalam menyiapkan siswa. Abad 21 menuntut penguasaan berpikir tingkat
tinggi, berpikir kritis, menguasai teknologi informasi, mampu berkolaborasi, dan
komunikatif. Untuk dapat merespon perubahan tersebut memerlukan keterampilan
intelektual yang fleksibel, kemampuan untuk menganalisis informasi, dan mampu
mengintegrasikan berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah.
Pentingnya inovasi dan mengembangkan sistem penilaian disusun dalam
pembelajaran berbasis HOTS, teknologi digital, teknologi informasi dan komunikasi
sehingga lulusan sekolah vokasi memiliki keterampilan yang dibutuhkan di dunai
kerja. Melalui pengembangan cara penilaian berbasis penilaian otentik melalui
pengembangan HOTS dan selaras dengan abad 21 adalah upaya menyiapkan
generasi penerus yang mampu menghadapi tantangan masa depan dunia kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Kemendikbud. 2020. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi
Tahun 2020 - 2024. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi.
Beers, S. Z. 2012. 21st Century Skills: Preparing Students for THEIR Future.