Anda di halaman 1dari 9

REVITALISASI PENDIDIKAN VOKASI MELALUI INOVASI SISTEM

PENILAIAN BERBASIS KECAKAPAN

PENDAHULUAN

Berpedoman pada Visi Indonesia 2045 dan RPJMN 2020-2024, Pemerintah


Indonesia saat ini sedang bekerja keras untuk mewujudkan Indonesia yang unggul,
berbudaya, dan menguasai IPTEK, sehingga dengan sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas, maka ekonomi Indonesia diharapkan dapat tumbuh maju dan
berkelanjutan, pembangunan semakin merata dan inklusif, serta Indonesia dapat
menjadi negara yang semakin demokratis, kuat, dan bersih. Visi Indonesia 2045
menjadi pedoman penting mengenai arah pembangunan Indonesia dilakukan
dengan empat pilar utama yang salah satunya adalah pembangunan sumber daya
manusia.

Pembangunan Indonesia 2020-2024 ditujukan untuk membentuk sumber


daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, yaitu sumber daya manusia yang
sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter. Untuk mencapai tujuan
tersebut, kebijakan pembangunan manusia diarahkan pada pengendalian penduduk
dan penguatan tata kelola kependudukan, pemenuhan pelayanan dasar dan
perlindungan sosial, peningkatan kualitas anak, perempuan dan pemuda,
pengentasan kemiskinan, serta peningkatan produktivitas dan daya saing angkatan
kerja.

Berdasarkan Global Human Capital Index oleh World Economic Forum (WEF)
2017, peringkat SDM Indonesia berada pada posisi 65 dari 130 negara. ini berarti
kebutuhan tenaga kerja terampil, kreatif, inovatif dan adaptif belum dapat dipenuhi
secara optimal. Rendahnya kualitas tenaga kerja yang belum merespon
perkembangan kebutuhan pasar kerja merupakan salah satu penyebab mengapa
produktivitas dan daya saing Indonesia masih tertinggal. Tenaga kerja handal yang
belum tersedia dan keterlibatan industri yang rendah, menyebabkan masih
terjadinya mismatch antara penyediaan layanan pendidikan, termasuk pendidikan
dan pelatihan vokasi, dengan kebutuhan pasar kerja.
Tantangan lain yang dihadapi oleh Indonesia berkaitan dengan
pengembangan SDM terutama untuk vokasi dan persaingan usaha antara lain, pada
era digitalisasi membawa dampak pada perubahan pola bekerja dan berpotensi
menghilangkan pekerjaan yang bersifat sederhana dan repetitif. Di sisi lain, pola
perdagangan dan penyediaan layanan berbasis daring serta penggunaan
pembayaran nontunai menjadikan banyak model usaha konvensional tidak lagi
relevan. Kondisi ini mengharuskan adanya kebijakan dan pola adaptasi yang
menyeluruh dalam pemanfaatan transformasi digital bagi keberlanjutan dan
pemerataan pertumbuhan ekonomi, serta perbaikan kualitas kehidupan sosial dan
lingkungan.

Berkembangnya informasi, komputasi, otomasi, dan komunikasi yang


merambah dalam segala aspek kehidupan manusia di semua belahan dunia,
tentunya berdampak pada pendidikan, dimana dalam proses pembelajarannya
hendaknya disesuaikan dengan kemajuan dan tuntutan zaman. Dunia kerja
menuntut perubahan kompetensi yang harus dimiliki peserta didik. Kemampuan
berpikir kritis, memecahkan masalah, berkomunikasi dan berkolaborasi menjadi
kompetensi penting dalam memasuki kehidupan abad 21.

Pembentukan kompetensi di sekolah mengandalkan kurikulum yang


diselaraskan dengan tuntutan dunia masa depan anak yang sesuai dengan
kebutuhan dunia usaha dan industri, agar dapat terserap di dunia kerja. Kurikulum
yang dikembangkan oleh sekolah dituntut untuk merubah pendekatan pembelajaran
dan sistem penilaiannya yang berpusat pada guru/pendidik (teacher centered
learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(student-centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan anak
yang harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning skills).
Oleh karena itu, model pembelajaran dan sistem penilaiannya di abad 21 hendaknya
diarahkan untuk mendorong peserta didik agar mampu: (1) mencari tahu dari
berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu, (2) merumuskan masalah (menanya),
bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab), (3) berpikir analitis (mengambil
keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin), dan (4) menekankan pentingnya
kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Kemdikbud, 2013).
Maka proses pembentukan kompetensi hendaknya berorientasi pada
kecakapan pembelajaran abad ke 21 dengan mengembangkan proses
pembelajaran dan sistem penilaiannya yang menekankan kepada higher order
thinking skills (HOTS) dan penerapan pengembangan kemampuan literasi serta
penguatan pendidikan karakter. Mengacu hal ini, maka selanjutnya akan dibahas
tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan sistem penilaian berbasis
kecakapan.

PEMBAHASAN

Revitilasi Pendidikan Vokasi

Dalam penyelenggaraan Pendidikan Vokasi, kerangka dasar yang menjadi


rujukan dalam implementasi landasan filosofis Pendidikan Vokasi mengacu pada
strategi pembangunan pendidikan nasional yang kemudian diturunkan menjadi
strategi implementasi revitalisasi pendidikan vokasi. Strategi ini akan menjadi acuan
dalam penyusunan kebijakan pokok kerangka implementasi program dan kegiatan
pembaruan Pendidikan yang akan dilaksanakan oleh Ditjen Pendidikan Vokasi,
beserta seluruh jajarannya dan para pemangku kepentingan baik di pusat maupun di
daerah yang meliputi:

1. Meningkatkan kualitas pendidik (guru/dosen/instruktur): memperbaiki sistem


rekruitmen dan tunjangan kinerja, meningkatkan kualitas pelatihan sesuai
kebutuhan industri dan kompetensi, memetakan kebutuhan guru keahlian, serta
mengembangkan komunitas/platform pembelajaran, melakukan pemagangan di
dunia industri
2. Membangun platform pendidikan nasional berbasis teknologi untuk kepentingan
pedagogi, penilaian dan administrasi: berpusat pada siswa, interdisipliner,
relevan, berbasis proyek, dan kolaboratif
3. Memberikan insentif atas kontribusi dan kolaborasi pihak swasta di bidang
pendidikan: meningkatkan keterlibatan dunia industri dalam pelaksanaan
pendidikan vokasi, dana CSR, insentif pajak
4. Mendorong kepemilikan sekolah dan otonomi pendidikan kejuruan: pihak industri
atau asosiasi terlibat dalam penyusunan kurikulum, mendorong pembelajaran
dan pembiayaan sekolah melalui sumbangan sektor swasta atau CSR
5. Menyempurnakan kurikulum nasional, pedagogi dan penilaian: penyederhanaan
konten materi, fokus pada ilmu terapan yang terfokus pada kebutuhan dunia
industri, pengembangan karakter berbasis kompetensi dan fleksibel
6. Simplifikasi mekanisme akreditasi dan memungkinkan adanya otonomi: bersifat
sukarela, berbasis data, merujuk pada praktik terbaik tingkat global, serta
dilakukan oleh mitra industrinya
7. Penguatan tata kelola daerah: peningkatan keterampilan dan pelatihan bagi
pejabat daerah, pendekatan, konsultasi dan pendampingan dari pemerintah
pusat yang berdasarkan kebutuhan, sekolah, serta peningkatan otonomi dan
transparansi
8. Pendidikan tinggi kelas dunia: mempererat hubungan dengan industry,
kemitraan global, sebagai pusat-pusat unggulan, serta universitas berjenjang y
ang lebih mandiri

Tujuan dari program revitalisasi ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan daya
saing Sumber Daya Manusia Indonesia. Diharapkan mampu menghasilkan lulusan
yang memiliki daya saing unggul dalam persaingan kebekerjaan secara nasional
maupun global. Prioritas yang diutamakan pada program ini adalah agar sekolah
memiliki keunggulan berbasis potensi wilayah dan sumber daya yang dimiliki untuk
menghasilkan lulusan sesuai dengan kebutuhan riil tenaga kerja di industri untuk
mendukung perkembangan ekonomi dan pengembangan wilayah. Revitalisasi
Pendidikan vokasi diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan
mutu sekaligus memberikan pengaruh terhadap kualitas lulusan yang akan menjadi
sumber daya pembangunan di Indonesia.

Inovasi Sistem Penilaian Berbasis Kecakapan

Revitalisasi Pendidikan Vokai berbasis Kecakapan ini mengarah pada


pendidikan abad XXI yang menekankan pada proses HOTS atau higher order
thinking skills dan penerapan pengembangan kemampuan literasi serta penguatan
pendidikan karakter. Melalui proses tersebut diharapkan dapat menghasilkan lulusan
yang mempunyai daya saing kebekerjaan yang tinggi. Untuk mendapatkan proses
pembentukan kompetensi yang ideal dan mampu menghasilkan lulusan
sebagaimana yang diharapkan, maka pemenuhan dan pemerataan prasarana-
sarana SMK.
Kecakapan-kecakapan yang dituntut tersebut diantaranya adalah kecakapan
memecahkan masalah (problem solving), berpikir kritis (critical thinking),
mengembangkan dan menyampaikan gagasan (creativity and innovation),
kolaborasi (collaboration), dan kecakapan berkomunikasi (communication).

Beberapa permasalahan inovasi pembelajaran di sekolah kejuruan antara lain


pengembangan project based learning sebagaimainstream model pembelajaran
kecakapan abad ke- 21, pengembangan model dan metode pembelajaran student
center, penguatan tatakelola praktik kerja industi, pengembangan teaching factory
sebagai pusat kreatif dan inovasi, dan pengembangan sistem evaluasi dan uji
kompetensi.

Inovasi sistem penilaian berbasis kecakapan di abad 21 ini merupakan salah


satu langkah pemerintah yang nantinya diharapkan dapat mengisi formasi-formasi
dalam sebuah pekerjaan di mana tuntutan zaman dan industri yang semakin cepat.
Teknologi digital dan informasi si memiliki definisi pekerjaan yang yang susah untuk
dijadikan sebuah kurikulum pendidikan maka dari itu pendidikan berbasis kecakapan
ini dibuat oleh pemerintah sebagai inovasi di era digital dan abad 21. Salah satu
faktor penting dalam pendidikan vokasi berbasis kecakapan abad 21 adalah
assessment dimana asesmen ini digunakan untuk mengambil keputusan-keputusan
tentang kebijakan pendidikan mutu program pendidikan kurikulum mutu pengajaran
atau sejauh mana pengetahuan yang telah diperoleh seorang peserta didik.

Assasment ini memiliki tujuan yang beragam dan memiliki pemilihan yang
berbeda-beda tergantung bagaimana informasi hasil penilaian yang akan digunakan.
Asesmen ini memiliki tujuan dasar penggunaan yaitu menurut Hermanussen,
Aschbacher, dan Winters (1992) menjadi 2 (dua), yaitu untuk (1) menentukan sejauh
mana pebelajar telah menguasai pengetahuan khusus atau keterampilan-
keterampilan (content goal), (2) mendiagnosa kelemahan dan kelebihan pebelajar
dan merancang pengajaran yang sesuai (process goals).Menurut Djemari Mardapi
(2004:7) prinsipprinsip yang harus diperhatikan dalam asesmen atau penilaian, yakni
harus mampu: (1) memberi informasi yang akurat, (2) mendorong siswa belajar, (3)
memotivasi tenaga pendidik mengajar, (4) meningkatkan kinerja lembaga, serta (5)
meningkatkan kualitas pendidikan.
Penilaian otentik menjaring berbagai informasi yang absah/benar dan akurat
berkaitan dengan apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh peserta
didik. Model penilaian otentik sangat tepat untuk digunakan pada pembelajaran
berbasis produksi seperti karakteristik di sekolah vokasi, karena dapat mengukur
kemampuan/kecakapan peserta didik dengan ukuran dunia kerja yang sesuai
dengan tuntutan dunia masa depan anak abad ke-21. Kecakapan-kecakapan yang
dituntut tersebut diantaranya adalah kecakapan memecahkan masalah (problem
solving), berpikir kritis (critical thinking), mengembangkan dan menyampaikan
gagasan (creativity and innovation), kolaborasi (collaboration), dan kecakapan
berkomunikasi (communication). Penilaian otentik yang diterapkan dalam
pembelajaran di sekolah vokasi hendaknya mendorong peserta didik agar mampu:
(1) mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu, (2)
merumuskan masalah (menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah
(menjawab), (3) berpikir analitis (mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis
(rutin), dan (4) menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam
menyelesaikan masalah (Kemdikbud, 2013).

Strategi Pembelajaran Abad 21

Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan siswa


untuk berpikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata, menguasai
teknologi informasi komunikasi, dan berkolaborasi.

Beers menegaskan bahwa strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi


siswa dalam mencapai kecakapan abad 21 harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif; menggunakan pemanfaatan teknologi
untuk mencapai tujuan pembelajaran; pembelajaran berbasis projek atau masalah;
keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections); fokus pada
penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa; lingkungan
pembelajaran kolaboratif; visualisasi tingkat tinggi dan menggunakan media visual
untuk meningkatkan pemahaman; menggunakan penilaian formatif termasuk
penilaian diri sendiri.

Kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif. Metode pembelajaran


disesuaikan dengan kompetensi yang hendak dicapai. Penguasaan satu kompetensi
ditempuh dengan berbagai macam metode yang dapat mengakomodir gaya belajar
siswa auditori, visual, dan kenestetik secara seimbang. Dengan demikian masing-
masing siswa mendapatkan kesempatan belajar yang sama.

Pemanfaatan teknologi informasi komunikasi, memfasilitasi siswa mengikuti


perkembangan teknologi, dan mendapatkan berbagai macam sumber dan media
pembelajaran. Semakin bervariasi sumber belajar semakin banyak pula
memungkinkan siswa mengekplorasi materi ajar sesuai dengan gaya dan minat
belajar siswa.

Pembelajaran berbasis projek menghubungkan siswa dengan masalah yang


dijumpai dalam kehidupam sehari-hari. Berpusat dari masalah yang diberikan, dan
diakhiri dengan strategi pemecahan masalah tersebut, siswa secara kontinu
mempelajari materi ajar dan kompetensi dengan runtut. Pada pembelajaran berbasis
projek, pemecahan masalah dituangkan dalam produk nyata yang dihasilkan
sebagai sebuah karya penciptaan siswa.

Keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections), atau kurikulum


terintegrasi memungkinkan siswa menghubungkan antar materi dan kompetensi
pembelajaran, dengan demikian pembelajaran dapat lebih bermakna, dan
teridentifikasi manfaat mempelajari sesuatu.

Sebagai akhir dari sebuah proses pembelajaran, penilaian formatif


menunjukan sebuah pengendalian proses. Melalui penilaian formatif, dan didukung
dengan penilaian oleh diri sendiri, siswa terpantau tingkat penguasaan
kompetensinya, mampu mendiagnose kesulitan belajar, dan berguna dalam
melakukan penempatan pada saat pembelajaran didisain dalam kelompok.

Pandangan Beers tersebut memperjelas bahwa proses pembelajaran untuk


menyiapkan siswa memiliki kecakapan abad 21 menuntut kesiapan guru dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Guru memegang
peran sentral sebagai fasilitator pembelajaran. Siswa difasilitasi berproses
menguasai materi ajar dengan berbagai sumber belajar yang dipersiapkan. Guru
bertugas mengawal proses berlangsung dalam kerangka penguasaan kompetensi,
meskipun pembelajaran berpusat pada siswa.
PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Perkembangan ekonomi global dan tuntutan dalam dunia kerja harus disikapi
sekolah dalam menyiapkan siswa. Abad 21 menuntut penguasaan berpikir tingkat
tinggi, berpikir kritis, menguasai teknologi informasi, mampu berkolaborasi, dan
komunikatif. Untuk dapat merespon perubahan tersebut memerlukan keterampilan
intelektual yang fleksibel, kemampuan untuk menganalisis informasi, dan mampu
mengintegrasikan berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah.
Pentingnya inovasi dan mengembangkan sistem penilaian disusun dalam
pembelajaran berbasis HOTS, teknologi digital, teknologi informasi dan komunikasi
sehingga lulusan sekolah vokasi memiliki keterampilan yang dibutuhkan di dunai
kerja. Melalui pengembangan cara penilaian berbasis penilaian otentik melalui
pengembangan HOTS dan selaras dengan abad 21 adalah upaya menyiapkan
generasi penerus yang mampu menghadapi tantangan masa depan dunia kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Kemendikbud. 2020. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi
Tahun 2020 - 2024. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi.

Kemendikbud. 2013. Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan

Dir. PSMK. Dirjen Dikdasmen., 2017. Panduan Pendampingan Revitalisasi SMK.


Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Tisdiono H., Muda W. 2013. STRATEGI PEMBELAJARAN ABAD 21. Yogyakarta:


Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Prov. D.I. Yogyakarta

Beers, S. Z. 2012. 21st Century Skills: Preparing Students for THEIR Future.

Wening S. 2017. Revitalisasi Pendidikan Vokasi Melalui Inovasi Sistem Penilaian


Berbasis Kecakapan Abad Ke-21. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai