Foam As A Fracturing Fluid in Hydraulic Fracturing Stimulation Unconventional Reservoir
Foam As A Fracturing Fluid in Hydraulic Fracturing Stimulation Unconventional Reservoir
ABSTRAK
Cadangan unconventional seperti shale gas, shale oil, CBM, dan sebagainya mempunyai potensi yang besar untuk menjembatani
kebutuhan energi. Reservoir unconventional mempunyai permeabilitas rendah dan struktur geologi yang kompleks, sehingga membutuhkan
teknologi yang canggih dan efisien dalam penggunaannya. Salah satu teknologi yang inovatif dalam mengembangkan reservoir
unconventional adalah teknologi hydraulic fracturing dengan penggunaan busa (foams) sebagai hydraulic fracturing fluid. Busa mampu
mengurangi penggunaan konsumsi air yang berlebihan dalam hydraulic fracturing dan ramah lingkungan.
Paper ini membahas mengenai pengembangan busa sebagai fluida hydraulic fracturing, termasuk kelebihan busa dalam mengurangi
penggunaan konsumsi air, mekanisme perekahan, dan properti busa meliputi stabilitas dan reologi busa. Berdasarkan literatur, busa adalah
potensi yang besar dalam hydraulic fracturing sebagai fluida perekah yang mampu meningkatkan produktivitas dan lama waktu produksi
dengan keunggulan meliputi pembersihan yang cepat, meningkatkan proppant transport, dan mengurangi dampak lingkungan. Properti
busa seperti stabilitas dan reologi dapat ditingkatkan secara menerus dengan bahan kimia tertentu seperti stability agent dan polimer.
I. PENDAHULUAN
Perkembangan reservoir unconventional telah meningkat sejak tiga dekade lalu terutama pada reservoir shale gas.
Berdasarkan US Energy Information, reservoir gas unconventional mampu menyimpan 800 TCF gas alam. Gas alam
merupakan energi yang relatif bersih dan sebagai jembatan perubahan dari sumber energi dengan kandungan karbon yang
tinggi menjadi rendah. Cadangan US Shale Gas diperkirakan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi mencapai USD 34 Trilliun.
Adanya kemajuan teknologi, sumber daya unconventional dapat dieksplorasi dengan cara yang ramah lingkungan. Pada
umumnya, reservoir unconventional seperti shale mempunyai permeabilitas yang rendah dengan nilai kurang dari 1 mD.
Permeabilitas rendah menunjukkan bahwa batuan tersebut tidak mampu mengalirkan fluida ke permukaan, sehingga perlu
dilakukan cara agar fluida dapat mengalir ke permukaan. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengembangkan reservoir
unconventional adalah menerapkan horizontal drilling dengan high-volume hydraulic fracturing.
Parameter yang dinilai dalam menginterpretasikan batuan induk untuk keperluan identifikasi, yaitu kuantitas yang
diperoleh dengan mengetahui persentase jumlah material organik (TOC) di dalam batuan sedimen. Semakin tinggi TOC,
maka batuan induk tersebut semakin baik dalam menghasilkan hidrokarbon. TOC dapat diidentifikasi dari pembacaan log
yang direkam oleh well log ECS maupun dengan menggunakan persamaan menurut Crain’s Petrophysical Handbook.
Parameter lain dalam menginterpretasikan batuan induk, yaitu kualitas jenis kerogen. Kualitas jenis kerogen dapat
diketahui dengan indeks hidrogen yang dimiliki oleh batuan induk. Hal ini akan menentukan produk hidrokarbon yang
dihasilkan pada puncak kematangan. Selain itu, tingkat kematangan (maturity) juga berpengaruh sebagai parameter dalam
menginterpretasikan batuan induk. Tingkat kematangan suatu batuan induk dapat memperkirakan kemampuan batuan
dalam menghasilkan hidrokarbon. Tingkat kematangan suatu batuan dapat diketahui dengan pemantulan vitrinit (% Ro),
indeks alterasi termal (TAI), dan temperatur maksimum pada pirolisis (Tmax).
Perencanaan hydraulic fracturing perlu mengetahui beberapa hal, meliputi mekanika batuan, fluida perekah, proppant, dan
geometri rekahan. Mekanika batuan bertujuan untuk mengetahui distribusi tegangan batuan, mengetahui geometri
rekahan termasuk hubungan antara tegangan dengan dimensi rekahan batuan, dan mengevaluasi ketahanan rekahan.
Parameter-parameter elastisitas batuan yang mempengaruhi mekanika batuan meliputi insitu stress, young’s modulus,
passion ratio, dan kompresibilitas batuan. Insitu stress merupakan perbandingan antara gaya yang bekerja dengan bidang
kontak gaya tersebut. Gaya yang bekerja terhadap suatu batuan meliputi overbudden stress, minimum horizontal stress,
dan maximum horizontal stress. Insitu stress mempunyai kontrol terhadap orientasi rekahan, dimana arah rekahan tegak
lurus dengan arah minimum stress.
F Gaya yang bekerja, lb
= =
A Luas bidang kontak, inch 2
Young’s modulus merupakan jumlah strain yang disebabkan oleh stress yang diberikan yang merupakan fungsi dari
kekakuan material. Stress yang diberikan terhadap batuan akan menyebabkan axial strain dimana terjadi deformasi bentuk
batuan.
Stress
E= =
ɛ Strain
Possion Ratio merupakan perbandingan harga strain yang berada tegak lurus terhadap beban stress pada bidang lateral
dengan harga strain yang tegak lurus terhadap beban stress pada bidang axial.
Lateral Strain
V=
Axial Strain
Young’s modulus dan Possion’s Ratio mempunyai kontrol terhadap lebar rekahan. Kompresibilitas batuan merupakan stress
yang terjadi pada suatu batuan terhadap volume strain. Kompresibilitas batuan mempunyai pengaruh terhadap koefisien
kebocoran.
Stress
C=
Volumetric Strain
Fluida perekah merupakan fluida yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga pompa ke formasi batuan, memulai perekahan
dan memperluas rekahan, dan membawa sekaligus menempatkan proppant. Fluida perekah didesain memiliki harga
viskositas yang tinggi, cocok dengan formasi batuan dan fluidanya, serta membentuk lebar rekahan yang cukup untuk
ditempati proppant. Hydraulic fracturing umumnya menggunakan fluida perekah berbahan dasar air seperti slick water.
Bagaimanapun, penggunaan fluida perekah berbahan dasar air mempunyai keterbatasan dengan clay swelling, terutama
pada reservoir unconventional. Literatur menunjukkan bahwa fluida perekah berbahan dasar air menggunakan sejumlah
besar air. Jenis-jenis aditif yang ditambahkan pada fluida perekah, yaitu thickener, crosslinker, buffer, bacterides/biocides,
gelling agent, dan breaker. Thickener berupa polimer yang ditambahkan sebagai pengental fluida dasar, contohnya adalah
Guar, HPG (Hydroxypropyl Guar Gum), CMHPG (Carboxymethyl Hydroxypropyl Guar), HEC (Hydroxyethylcellulose), dan
Xantan Gum. Crosslinker berfungsi untuk meningkatkan viskositas fluida perekah, contohnya borate, titan, dan zircon.
Buffer berfungsi untuk mempertahankan PH fluida perekah. Bactericides/biocides berfungsi untuk mengurangi viskositas
fluida perekah. Gelling Agent berfungsi untuk menghindari terjadinya agitasi pada fluida perekah. Breaker berfungsi untuk
memecahkan rantai polimer fluida perekah, sehingga viskositas fluida menurun setelah penempatan proppant.
Proppant merupakan material berbentuk butiran-butiran seperti pasir alam, ceramic proppant, resin coated proppant yang
digunakan untuk menyangga rekahan agar tidak kembali menutup. Hal-hal penting yang menjadi acuan dalam pemilihan
proppant, yaitu compressive strength yang kuat dalam menahan beban formasi, ukuran maksimal dan jarak antar partikel
yang kecil, berukuran seragam, sesuai dengan jenis fluida formasi dan fluida perekah, nilai SG di antara 0.8 – 3.0, dan
ketersediaan barang dan harga yang terjangkau.
Alternatif lain untuk mengurangi keterbatasan surfaktan di dalam busa pada kondisi tertentu dengan menambahkan
nanopartikel. Nanopartikel merupakan struktur polimer yang mempunyai stabilitas fisik yang baik dan biokompatibilitas.
Nanopartikel akan membantu pembentukan gelembung busa yang lebih kecil, sehingga akan meningkatkan stabilitas fluida
dalam kondisi temperature tinggi dan kondisi salinitas. Stabilitas termal dari nanopartikel juga membuat busa tahan
terhadap kondisi reservoir.
Grafik 5.1.
Static Foam Test
Berdasarkan grafik yang dihasilkan dari static foam test, dapat dilihat bahwa penambahan nanopartikel pada busa dengan
surfaktan berpengaruh terhadap stabilitas dan viskositas busa. Semakin tinggi penambahan nanopartikel, maka nilai
stabilitas busa semakin meningkat. Peningkatan stabilitas busa akan mempengaruhi lama waktu busa bertahan di dalam
reservoir.
Berdasarkan tabel I.2., terlihat bahwa penambahan surfaktan dan nanopartikel memberikan respon yang berbeda-beda
terhadap apparent viscosity. Nanopartikel membantu meningkatkan apparent viscosity, tetapi surfaktan terkadang
menurunkan nilai apparent viscosity busa. Penambahan konsentrasi nanopartikel dalam surfaktan berkontribusi besar
dalam meningkatkan apparent viscosity. Peningkatan apparent viscosity akan mempengaruhi lama waktu busa bertahan di
dalam reservoir. Nanopartikel dalam sistem stabilitas surfaktan juga meningkatkan tekstur busa. Gelembung-gelembung
busa yang halus dan berukuran kecil mempunyai resistensi tinggi mengalami deformasi.
Reologi busa seperti apparent viscosity juga dipengaruhi dengan adanya penambahan garam atau NaCl. NaCl dalam
nanopartikel meningkatkan hidrofobil antar permukaan nanopartikel, sehingga memperkuat ikatan antar nanopartikel.
Semakin kuat ikatan antar nanopartikel, maka apparent viscosity dan stabilitas busa semakin meningkat.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan, silica nanopartikel dapat mengurangi kehilangan fluida hingga 60% pada temperatur
ruangan dan 30% pada temperatur 85°C. Fluida perekah tanpa silica nanopartikel mempunyai tingkat kehilangan fluida yang
tinggi. Nanopartikel dapat mengurangi permeabilitas dari filter cake dan meningkatkan resistensi kehilangan fluida. Busa
secara umum menunjukkan peningkatan kontrol kehilangan fluida daripada fluida perekah berbahan dasar air dan
menggunakan nanopartikel dapat semakin mengurangi kebocoran atau kehilangan fluida.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa yang dilakukan pada busa sebagai fluida perekah, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Busa mempunyai keunggulan sebagai fluida perekah seperti penggunaan air yang rendah, pembersihan (clean up) yang
cepat, pengontrol kebocoran (leak-off) yang baik, dan sebagai proppant transport.
2. Kestabilan busa dapat ditingkatkan dengan menambah bahan kimia tertentu seperti surfaktan sebagai stability agent
atau polimer tertentu.
3. Reologi busa yang penting untuk diperhatikan dalam hydraulic fracturing adalah apparent viscosity.
4. Kebocoran atau kehilangan busa dapat dikurangi dengan penambahan silika nanopartikel, sehingga akan mengurangi
permeabilitas dan meningkatkan resistensi kehilangan fluida.
5. Busa (foams) efektif untuk mengurangi penggunaan air (waterless) pada hydraulic fracturing reservoir unconventional.
Al-Yousef, Z. A dan Schechter. 2018. “The Effect of Nanopartikel Aggregarion On Surfactant Foam Stability. J, Colloid
Interface Sci. 365-373
Blauer, R. E. 1974. “Formation Fracturing with Foam”. Society of Petroleum Engineering SPE-5003
Fu, Chunkai dan Ning Liu. 2019. “Waterless Fluids in Hydraulic Fracturing”. University of Louisiana.
www.elsevier.com/locate/jngse. 17 Mei 2020
Parwata, Joko. 2015. “Migas Non Konvensional dan Prospek Pengembangannya”. Sekretariat Badan Geologi.
http://geomagz.geologi.esdm.go.id/migas-nonkonvensional-dan-prospek-pengembangannya/. 17 Mei
2020