Anda di halaman 1dari 7

BUSA SEBAGAI FLUIDA PEREKAH PADA STIMULASI

HYDRAULIC FRACTURING RESERVOIR UNCONVENTIONAL

FOAM AS A FRACTURING FLUID IN HYDRAULIC FRACTURING


STIMULATION UNCONVENTIONAL RESERVOIR

Kristianto Dwi S (113170041)1


kristiantods101@gmail.com1
Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta
Jl. SWK 104, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia, Telp/Fax. (0274) 486733

ABSTRAK

Cadangan unconventional seperti shale gas, shale oil, CBM, dan sebagainya mempunyai potensi yang besar untuk menjembatani
kebutuhan energi. Reservoir unconventional mempunyai permeabilitas rendah dan struktur geologi yang kompleks, sehingga membutuhkan
teknologi yang canggih dan efisien dalam penggunaannya. Salah satu teknologi yang inovatif dalam mengembangkan reservoir
unconventional adalah teknologi hydraulic fracturing dengan penggunaan busa (foams) sebagai hydraulic fracturing fluid. Busa mampu
mengurangi penggunaan konsumsi air yang berlebihan dalam hydraulic fracturing dan ramah lingkungan.

Paper ini membahas mengenai pengembangan busa sebagai fluida hydraulic fracturing, termasuk kelebihan busa dalam mengurangi
penggunaan konsumsi air, mekanisme perekahan, dan properti busa meliputi stabilitas dan reologi busa. Berdasarkan literatur, busa adalah
potensi yang besar dalam hydraulic fracturing sebagai fluida perekah yang mampu meningkatkan produktivitas dan lama waktu produksi
dengan keunggulan meliputi pembersihan yang cepat, meningkatkan proppant transport, dan mengurangi dampak lingkungan. Properti
busa seperti stabilitas dan reologi dapat ditingkatkan secara menerus dengan bahan kimia tertentu seperti stability agent dan polimer.

Kata Kunci : Reservoir Unconventional, Hydraulic Fracturing, Waterless Fracturing, Foam.

I. PENDAHULUAN
Perkembangan reservoir unconventional telah meningkat sejak tiga dekade lalu terutama pada reservoir shale gas.
Berdasarkan US Energy Information, reservoir gas unconventional mampu menyimpan 800 TCF gas alam. Gas alam
merupakan energi yang relatif bersih dan sebagai jembatan perubahan dari sumber energi dengan kandungan karbon yang
tinggi menjadi rendah. Cadangan US Shale Gas diperkirakan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi mencapai USD 34 Trilliun.
Adanya kemajuan teknologi, sumber daya unconventional dapat dieksplorasi dengan cara yang ramah lingkungan. Pada
umumnya, reservoir unconventional seperti shale mempunyai permeabilitas yang rendah dengan nilai kurang dari 1 mD.
Permeabilitas rendah menunjukkan bahwa batuan tersebut tidak mampu mengalirkan fluida ke permukaan, sehingga perlu
dilakukan cara agar fluida dapat mengalir ke permukaan. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengembangkan reservoir
unconventional adalah menerapkan horizontal drilling dengan high-volume hydraulic fracturing.

II. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan paper ini, yaitu :
a. Maksud dari paper ini untuk mengetahui karakteristik busa sebagai fluida perekah hydraulic fracturing.
b. Tujuan dari paper ini diharapkan busa dapat menjadi alternatif pengganti air sebagai fluida perekah hydraulic fracturing
agar mengurangi konsumsi penggunaan air dan ramah lingkungan.
III. METODOLOGI
Metodologi yang digunakan dalam penulisan paper ini yaitu melakukan studi literatur. Studi literatur merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis untuk menghimpun informasi yang relevan dengan paper yang disusun
dengan mengadakan penelaahan terhadap literatur-literatur yang dapat mempertegas teori dari keperluan analisa
mendapatkan informasi yang benar untuk mendukung pembuatan paper.

IV. TINJAUAN PUSTAKA


4.1. Reservoir Unconventional
Hidrokarbon unconventional adalah minyak dan gas bumi yang mengalami pematangan dan terakumulasi di dalam suatu
batuan induk (source rock) sebelum mengalami migrasi ke reservoir yang lain. Batuan induk (source rock) inilah yang
menjadi reservoir hidrokarbon unconventional. Batuan induk umumnya tersusun oleh litologi yang berupa batuan serpih
(shale) maupun tight yang mempunyai beberapa karakteristik, yaitu mempunyai heterogenitas yang tinggi, matriks
porositas yang tinggi, permeabilitas yang sangat rendah, dan mempunyai ketebalan lapisan reservoir yang tebal. Batuan
induk harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar dapat diklasifikasikan sebagai source rock, yaitu batuan mengandung
kadar organik yang tinggi, mempunyai jenis kerogen yang berpotensi menghasilkan hidrokarbon, dan telah mencapai
kematangan tertentu. Peter dan Cassa (1994) membagi atas 5 jenis batuan induk yang ditunjukkan pada tabel I-1 di bawah
ini :
Tabel I.1.
Jenis Batuan Induk (Source Rock)
Jenis Batuan Induk (Source Rock) Kandungan TOC

Pour Source Rock 0 – 0.5 %

Fair Source Rock 0.5 – 1 %

Good Source Rock 1–2%

Very Good Source Rock 2–4%

Excellent Source Rock >4%

Parameter yang dinilai dalam menginterpretasikan batuan induk untuk keperluan identifikasi, yaitu kuantitas yang
diperoleh dengan mengetahui persentase jumlah material organik (TOC) di dalam batuan sedimen. Semakin tinggi TOC,
maka batuan induk tersebut semakin baik dalam menghasilkan hidrokarbon. TOC dapat diidentifikasi dari pembacaan log
yang direkam oleh well log ECS maupun dengan menggunakan persamaan menurut Crain’s Petrophysical Handbook.
Parameter lain dalam menginterpretasikan batuan induk, yaitu kualitas jenis kerogen. Kualitas jenis kerogen dapat
diketahui dengan indeks hidrogen yang dimiliki oleh batuan induk. Hal ini akan menentukan produk hidrokarbon yang
dihasilkan pada puncak kematangan. Selain itu, tingkat kematangan (maturity) juga berpengaruh sebagai parameter dalam
menginterpretasikan batuan induk. Tingkat kematangan suatu batuan induk dapat memperkirakan kemampuan batuan
dalam menghasilkan hidrokarbon. Tingkat kematangan suatu batuan dapat diketahui dengan pemantulan vitrinit (% Ro),
indeks alterasi termal (TAI), dan temperatur maksimum pada pirolisis (Tmax).

4.2. Hydraulic Fracturing


Hydraulic fracturing merupakan salah satu metode stimulasi dengan membentuk suatu rekahan pada formasi sebagai jalur
mengalirnya fluida reservoir menuju lubang sumur dengan menginjeksikan fluida perekah yang viscous dengan laju dan
tekanan di atas tekanan rekah formasi. FLuida perekah yang diinjeksikan harus disertai dengan proppant yang berfungsi
sebagai penyangga agar rekahan yang terbentuk tidak kembali menutup. Radius rekahan hydraulic fracturing dapat
mencapai lebih dari 10 ft dari lubang sumur pada formasi dengan permeabilitas rendah, sedang, dan tinggi (T.O. Robert,
1982).
Hydraulic fracturing dilakukan dengan tujuan meningkatkan produktivitas sumur, menghubungkan permeabilitas formasi
yang tidak terhubung, meningkatkan radius efektif jari-jari lubang sumur, menembus formation damage, dan meningkatkan
EUR (Estimated Ultimate Recovery). Pada reservoir low permeability, peningkatan produktivitas sumur dilakukan dengan
membentuk permeabilitas rekahan yang konduktif dibandingkan dengan permeabilitas reservoir. Pada reservoir high
permeability, peningkatan produktivitas sumur dilakukan dengan membentuk rekahan yang melewati formation damage
lubang sumur. Pekerjaan hydraulic fracturing dilakukan melalui beberapa tahapan, meliputi analisa data sumur, desain
rekahan, step rate test, mini fracturing, desain rekahan ulang, dan yang terakhir adalah main fracturing. Tingkat
keberhasilan dilakukannya hydraulic fracturing ditentukan dari tahap-tahap sebelum main fracturing, sehingga dapat
mendesain rekahan dengan akurat.

Perencanaan hydraulic fracturing perlu mengetahui beberapa hal, meliputi mekanika batuan, fluida perekah, proppant, dan
geometri rekahan. Mekanika batuan bertujuan untuk mengetahui distribusi tegangan batuan, mengetahui geometri
rekahan termasuk hubungan antara tegangan dengan dimensi rekahan batuan, dan mengevaluasi ketahanan rekahan.
Parameter-parameter elastisitas batuan yang mempengaruhi mekanika batuan meliputi insitu stress, young’s modulus,
passion ratio, dan kompresibilitas batuan. Insitu stress merupakan perbandingan antara gaya yang bekerja dengan bidang
kontak gaya tersebut. Gaya yang bekerja terhadap suatu batuan meliputi overbudden stress, minimum horizontal stress,
dan maximum horizontal stress. Insitu stress mempunyai kontrol terhadap orientasi rekahan, dimana arah rekahan tegak
lurus dengan arah minimum stress.
F Gaya yang bekerja, lb
= =
A Luas bidang kontak, inch 2
Young’s modulus merupakan jumlah strain yang disebabkan oleh stress yang diberikan yang merupakan fungsi dari
kekakuan material. Stress yang diberikan terhadap batuan akan menyebabkan axial strain dimana terjadi deformasi bentuk
batuan.
Stress
E= =
ɛ Strain
Possion Ratio merupakan perbandingan harga strain yang berada tegak lurus terhadap beban stress pada bidang lateral
dengan harga strain yang tegak lurus terhadap beban stress pada bidang axial.
Lateral Strain
V=
Axial Strain
Young’s modulus dan Possion’s Ratio mempunyai kontrol terhadap lebar rekahan. Kompresibilitas batuan merupakan stress
yang terjadi pada suatu batuan terhadap volume strain. Kompresibilitas batuan mempunyai pengaruh terhadap koefisien
kebocoran.
Stress
C=
Volumetric Strain

Fluida perekah merupakan fluida yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga pompa ke formasi batuan, memulai perekahan
dan memperluas rekahan, dan membawa sekaligus menempatkan proppant. Fluida perekah didesain memiliki harga
viskositas yang tinggi, cocok dengan formasi batuan dan fluidanya, serta membentuk lebar rekahan yang cukup untuk
ditempati proppant. Hydraulic fracturing umumnya menggunakan fluida perekah berbahan dasar air seperti slick water.
Bagaimanapun, penggunaan fluida perekah berbahan dasar air mempunyai keterbatasan dengan clay swelling, terutama
pada reservoir unconventional. Literatur menunjukkan bahwa fluida perekah berbahan dasar air menggunakan sejumlah
besar air. Jenis-jenis aditif yang ditambahkan pada fluida perekah, yaitu thickener, crosslinker, buffer, bacterides/biocides,
gelling agent, dan breaker. Thickener berupa polimer yang ditambahkan sebagai pengental fluida dasar, contohnya adalah
Guar, HPG (Hydroxypropyl Guar Gum), CMHPG (Carboxymethyl Hydroxypropyl Guar), HEC (Hydroxyethylcellulose), dan
Xantan Gum. Crosslinker berfungsi untuk meningkatkan viskositas fluida perekah, contohnya borate, titan, dan zircon.
Buffer berfungsi untuk mempertahankan PH fluida perekah. Bactericides/biocides berfungsi untuk mengurangi viskositas
fluida perekah. Gelling Agent berfungsi untuk menghindari terjadinya agitasi pada fluida perekah. Breaker berfungsi untuk
memecahkan rantai polimer fluida perekah, sehingga viskositas fluida menurun setelah penempatan proppant.

Proppant merupakan material berbentuk butiran-butiran seperti pasir alam, ceramic proppant, resin coated proppant yang
digunakan untuk menyangga rekahan agar tidak kembali menutup. Hal-hal penting yang menjadi acuan dalam pemilihan
proppant, yaitu compressive strength yang kuat dalam menahan beban formasi, ukuran maksimal dan jarak antar partikel
yang kecil, berukuran seragam, sesuai dengan jenis fluida formasi dan fluida perekah, nilai SG di antara 0.8 – 3.0, dan
ketersediaan barang dan harga yang terjangkau.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


Busa (Foams) adalah sistem dua fasa yang terdiri dari cairan dan gas yang terkompresi dan bahan kimia seperti surfaktan
atau polimer tertentu untuk meningkatkan stabilitas atau viskositas fluida. Busa telah dipertimbangkan sebagai fluida
perekah pada stimulasi reservoir unconventional menggantikan fluida perekah berbahan dasar air. Busa mempunyai
beberapa keunggulan seperti penggunaan air yang rendah, pembersihan (clean up) yang cepat, pengontrol kebocoran
(leak-off) yang baik, dan sebagai proppant transport.

V.1. Kestabilan Busa (Foams Stability)


Kestabilan busa adalah salah satu sifat penting di dalam busa yang berkaitan dengan proppant transport di sepanjang
rekahan. Kestabilan busa akan ditingkatkan dengan menambah bahan kimia tertentu seperti surfaktan atau polimer
tertentu. Surfaktan adalah sebuah molekul amfifilik yang mempunyai ekor hidrofilik dan ekor hidrofobik. Molekul-molekul
surfaktan akan terakumulasi pada permukaan busa dengan pengikat ekor untuk memperkuat lapisan ( film) antar muka dan
mencegah terjadinya peleburan antar gelembung busa. Surfaktan menjadi bahan kimia yang umum digunakan pada busa
untuk mengurangi tegangan permukaan dan meningkatkan stabilitas busa. Bagaimanapun surfaktan akan mengalami
degradasi termal dan kehilangan fungsinya dalam temperatur tinggi dan kondisi salinitas.

Alternatif lain untuk mengurangi keterbatasan surfaktan di dalam busa pada kondisi tertentu dengan menambahkan
nanopartikel. Nanopartikel merupakan struktur polimer yang mempunyai stabilitas fisik yang baik dan biokompatibilitas.
Nanopartikel akan membantu pembentukan gelembung busa yang lebih kecil, sehingga akan meningkatkan stabilitas fluida
dalam kondisi temperature tinggi dan kondisi salinitas. Stabilitas termal dari nanopartikel juga membuat busa tahan
terhadap kondisi reservoir.
Grafik 5.1.
Static Foam Test

Berdasarkan grafik yang dihasilkan dari static foam test, dapat dilihat bahwa penambahan nanopartikel pada busa dengan
surfaktan berpengaruh terhadap stabilitas dan viskositas busa. Semakin tinggi penambahan nanopartikel, maka nilai
stabilitas busa semakin meningkat. Peningkatan stabilitas busa akan mempengaruhi lama waktu busa bertahan di dalam
reservoir.

V.2. Reologi Busa (Foams Rheology)


Reologi busa berperan penting dalam proppant transport. Fluida perekah harus mempunyai viskositas dan stabilitas yang
efektif untuk membawa proppant ke dalam rekahan. Kestabilan busa dengan nanopartikel mampu meningkatkan apparent
viscosity. Apparent viscosity busa meningkat dari 0% sampai 80%, sementara apparent viscosity fluida perekah berbahan
dasar air mempunyai nilai sebesar kurang dari 10 cp.
Tabel I.2.
Nilai Apparent Viscosity dengan Penambahan Surfaktan dan Nanopartikel

Berdasarkan tabel I.2., terlihat bahwa penambahan surfaktan dan nanopartikel memberikan respon yang berbeda-beda
terhadap apparent viscosity. Nanopartikel membantu meningkatkan apparent viscosity, tetapi surfaktan terkadang
menurunkan nilai apparent viscosity busa. Penambahan konsentrasi nanopartikel dalam surfaktan berkontribusi besar
dalam meningkatkan apparent viscosity. Peningkatan apparent viscosity akan mempengaruhi lama waktu busa bertahan di
dalam reservoir. Nanopartikel dalam sistem stabilitas surfaktan juga meningkatkan tekstur busa. Gelembung-gelembung
busa yang halus dan berukuran kecil mempunyai resistensi tinggi mengalami deformasi.

Reologi busa seperti apparent viscosity juga dipengaruhi dengan adanya penambahan garam atau NaCl. NaCl dalam
nanopartikel meningkatkan hidrofobil antar permukaan nanopartikel, sehingga memperkuat ikatan antar nanopartikel.
Semakin kuat ikatan antar nanopartikel, maka apparent viscosity dan stabilitas busa semakin meningkat.

V.3. Kebocoran Busa (Foams Leak-Off)


Kebocoran atau kehilangan fluida perekah karena adanya perbedaan tekanan antara tekanan rekah dengan tekanan matiks.
Laju kebocoran ke dalam matriks sebagai parameter penting dalam perencanaan rekahan. Laju kebocoran yang tinggi dapat
menyebabkan adanya proppant settlement. Proppant settlement
merupakan peristiwa dimana proppant tidak menempati area
rekahan yang direncanakan. Kebocoran busa sebagai fluida
perekah dapat dikurangi dengan menambahkan silica
nanopartikel.
Grafik 5.2.
Volume Kebocoran Terhadap Temperatur

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, silica nanopartikel dapat mengurangi kehilangan fluida hingga 60% pada temperatur
ruangan dan 30% pada temperatur 85°C. Fluida perekah tanpa silica nanopartikel mempunyai tingkat kehilangan fluida yang
tinggi. Nanopartikel dapat mengurangi permeabilitas dari filter cake dan meningkatkan resistensi kehilangan fluida. Busa
secara umum menunjukkan peningkatan kontrol kehilangan fluida daripada fluida perekah berbahan dasar air dan
menggunakan nanopartikel dapat semakin mengurangi kebocoran atau kehilangan fluida.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa yang dilakukan pada busa sebagai fluida perekah, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Busa mempunyai keunggulan sebagai fluida perekah seperti penggunaan air yang rendah, pembersihan (clean up) yang
cepat, pengontrol kebocoran (leak-off) yang baik, dan sebagai proppant transport.
2. Kestabilan busa dapat ditingkatkan dengan menambah bahan kimia tertentu seperti surfaktan sebagai stability agent
atau polimer tertentu.
3. Reologi busa yang penting untuk diperhatikan dalam hydraulic fracturing adalah apparent viscosity.
4. Kebocoran atau kehilangan busa dapat dikurangi dengan penambahan silika nanopartikel, sehingga akan mengurangi
permeabilitas dan meningkatkan resistensi kehilangan fluida.
5. Busa (foams) efektif untuk mengurangi penggunaan air (waterless) pada hydraulic fracturing reservoir unconventional.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Amyx, J. W. 1960. “Petroleum Reservoir Engineering”. Mc Graw Hill Book Company: London

Al-Yousef, Z. A dan Schechter. 2018. “The Effect of Nanopartikel Aggregarion On Surfactant Foam Stability. J, Colloid
Interface Sci. 365-373

Blauer, R. E. 1974. “Formation Fracturing with Foam”. Society of Petroleum Engineering SPE-5003

Fu, Chunkai dan Ning Liu. 2019. “Waterless Fluids in Hydraulic Fracturing”. University of Louisiana.
www.elsevier.com/locate/jngse. 17 Mei 2020

Parwata, Joko. 2015. “Migas Non Konvensional dan Prospek Pengembangannya”. Sekretariat Badan Geologi.
http://geomagz.geologi.esdm.go.id/migas-nonkonvensional-dan-prospek-pengembangannya/. 17 Mei
2020

Anda mungkin juga menyukai