Anda di halaman 1dari 35

OPTIMASI PRODUKSI DENGAN ANALISA NODAL UNTUK SUMUR

FLOWING DAN ARTIFICIAL

Proposal Komprehensif

Oleh :

RURY FAJARWATI
113010118

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
Y O G YAKAR TA
2006
OPTIMASI PRODUKSI DENGAN ANALISA NODAL UNTUK SUMUR
FLOWING DAN ARTIFICIAL

Proposal Komprehensif

Disusun Oleh :

RURY FAJARWATI
113010118

Disetujui untuk Jurusan Teknik Perminyakan


Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta,
Oleh Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

(Bambang Santoso Budi,ST. MT)


I. JUDUL
OPTIMASI PRODUKSI DENGAN ANALISA NODAL UNTUK
SUMUR FLOWING DAN ARTIFICIAL

II. LATAR BELAKANG


Secara akademis tujuan penulisan komprehensif ini adalah untuk
melengkapi syarat akademik yang terdapat dalam Jurusan Teknik Perminyakan
Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasiaonal “Veteran”
Yogyakarta program Strata I.
Reservoir hidrokarbon adalah batuan berpori yang berisi hidrokarbon yang
berfasa cair, gas atau multi fasa. Terperangkapnya minyak ini disebabkan oleh
lapisan yang kedap dibagian atas reservoar.
Setiap reservoir pada dasarnya terdiri dari komponen-komponen yang
membentuk sistem reservoir yang bersangkutan. Setiap komponen mempunyai
karakteristik tertentu yang membentuk performance reservoir tersebut.
Karakteristik reservoir yang penting adalah karakteristik batuan reservoir,
karakteristik fluida reservoir dan kondisi reservoir. Oleh karena itu karakteristik
resevoir sangat penting untuk diketahui dan dipelajari, untuk mengetahui prospek
dan potensi reservoarnya sehingga dapat dioptimalkan cara produksi yang
digunakan untuk mendapatkan recovery factor yang maksimal baik dengan
sembur alam maupun artificial lift.
Untuk memperoleh laju produksi yang optimum sesuai dengan
kemampuan reservoar untuk berproduksi diperlukan suatu metode untuk
mengoptimalkan laju produksi. Analisis nodal adalah salah satunya.
Nodal merupakan titik pertemuan antara dua komponen dan pada titik
pertemuan tersebut secara fisik akan terjadi kesetimbangan, dalam bentuk
kesetimbangan masa fluida yang mengalir ataupun kesetimbangan tekanan. Hal
ini berarti bahwa masa fluida yang keluar dari suatu komponen akan sama dengan
masa fluida yang masuk kedalam komponen berikutnya yang saling berhubungan
atau tekanan di ujung suatu komponen akan sama dengan tekanan di ujung
komponen yang lain yang berhubungan. Dalam system sumur produksi dapat
ditemui 4 titik nodal, yaitu:
1. Titik nodal di Reservoir.
2. Titik nodal di dasar sumur.
3. Titik nodal di kepala sumur.
4. Titik nodal di separator.
5. Titik nodal di “upstream/downstream” jepitan.
Analisis nodal diperlukan untuk menentukan laju produksi optimum dari
suatu sumur produksi, dengan cara mengintegrasikan komponen – komponen
yang berpengaruh dari sumur minyak ataupun gas dalam suatu system.
Analisis system nodal ini dilakukan dengan membuat diagram tekanan laju
produksi yang merupakan grafik yang menghubungkan antara perubahan tekanan
dan laju produksi untuk setiap komponen.Hubungan antara tekanan dan laju
produksi di ujung setiap komponen untuk system sumur secara keseluruhan, pada
dasarnya merupakan kelakuan aliran di :
1. Media berpori menuju dasar sumur.
2. Pipa tegak/tubing dan pipa datar/ horizontal.
3. Jepitan.

III. MAKSUD DAN TUJUAN

Analisa system nodal terhadap suatu sumur, diperlukan untuk


mengevaluasi dan mengoptimasikan system produksi minyak dan gas secara
keseluruhan.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Karakteristik Batuan Reservoir


Batuan reservoir adalah batuan yang mempunyai kemampuan untuk
menyimpan dan melepaskan fluida, sehingga batuan reservoir tersebut harus
mempunyai porositas dan permeabilitas. Pada dasarnya semua batuan dapat
menjadi batuan reservoir apabila mempunyai porositas dan permeabilitas yang
cukup, namun pada kenyataannya hanya batuan sedimen yang banyak dijumpai
sebagai batuan reservoir, khususnya reservoir minyak atau gas.

4.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir


Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen yang dapat berupa
batupasir, batuan karbonat maupun lempung (shale) atau kadang-kadang batuan
vulkanik. Masing-masing batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang
berbeda, demikian juga sifat fisiknya. Komposisi kimia batuan reservoir perlu
diketahui karena jenis atom-atom penyusun batuan reservoir tersebut akan
menentukan sifat fisik dari batuan reservoirnya.

a. Batu Pasir
Batuapasir dikelompokkan kedalam tiga kelas : batupasir kwarsa
(Orthoquartzites), batuapasir lempungan (Graywacke) dan batupasir arkosa.
Pembagian tersebut didasarkan pada jumlah kandungan mineralnya.

b. Batu Karbonat
Dalam hal ini yang dimaksud dengan batuan karbonat adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah yang
biasa dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 %
calcium carbonate atau magnesium. Istilah limestone juga dipakai untuk batuan
yang mempunyai fraksi carbonate melebihi unsur non-carbonate-nya. Pada
limestone fraksi disusun terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada dolomite
mineral penyusun utamanya adalah mineral dolomite.

c. Batu Shale
Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58 %
silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide (FeO) dan
Fe2O3. 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide (CaO), 3 % potasium
oxide (K2O), 1 % sodium oxide (Na2O), dan 5 % air (H2O). Sisanya adalah metal
oxide dan anion
4.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
Sifat fisik batuan reservoir dalam hubungannya dengan fluida yang
mengisi pori – porinya menentukan volume dan distribusi hidrokarbon yang
terkandung di dalam batuan. Oleh sebab itu penting untuk mengetahui sifat – sifat
fisik batuan reservoir yang meliputi :

a. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :

Vb  Vs Vp
  ………………………………………. (4-1)
Vb Vb
Keterangan :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.

b. Wettabilitas
Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat, maka salah satu
fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini
disebabkan adanya gaya adhesi. Dalam sistem minyak-air benda padat, gaya
adhesi AT yang menimbulkan sifat air membasahi benda padat adalah :
AT = so - sw =wo. cos wo ……………………………… (4-2)
Keterangan :
so = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
sw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm
wo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm
wo = sudut kontak minyak-air.

c. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler didefinisikan sebagai perbedaan tekanan pada batas dua
fluida yang tak saling campur (cairan dengan cairan atau cairan dengan gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka.
Pada sistem batuan reservoir, tekanan kapiler yang dimaksud adalah perbedaan
tekanan antara fluida non wetting phase (Pnw) dengan fluida wetting phase (Pw)
didalam saluran kapiler yang terbentuk oleh sistem pori-pori batuan, yang
dituliskan dengan persamaan berikut :
Pc  Pnw  Pw ……………………………………….…… (4-
3)

d. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu besaran yang menunjukkan
kemampuan batuan berpori untuk meluluskan suatu fluida. Perhitungan besarnya
permeabilitas, pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy (1865), yang
memberikan hubungan empiris dalam bentuk diferensial, yaitu :
q k P
v  ……………………………………………… (4-4)
A  L

e. Saturasi Fluida
Saturasi fluida didefinisikan sebagai perbandingan volume pori batuan
yang ditempati oleh suatu fluida terhadap volume pori batuan total, yang
dituliskan :
Volume pori yang diisi fluida , V f
Sf  ……………….… (4-5)
Volume pori total , V p

f. Kompresibilitas Batuan
Pada formasi batuan di kedalaman tertentu, terdapat dua gaya yang bekerja
padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya yang
timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan tersebut.
Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila tekanan
reservoir berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan gaya ini
terganggu, akibatnya terjadi penyesuaian dalam bentuk volume pori-pori,
perubahan batuan dan volume total batuan. Koefisien penyusutan ini disebut
kompresibilitas batuan.

4.2. Parameter-parameter yang Perlu diperhatikan


4.2.1. Cadangan
Untuk memperkirakan besarnya cadangan hidrokarbon yang terdapat
dalam reservoir dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode
volumetrik, material balance dan decline curve.

a. Metode Volumetris
Metode Volumetris digunakan untuk memperkirakan besarnya cadangan
reservoir pada suatu lapangan minyak atau gas baru, dimana data-data yang
tersedia belum lengkap. Data-data yang diperlukan untuk perhitungan perkiraan
cadangan dengan metode volumetris, adalah porositas rata-rata, saturasi fluida
rata-rata, faktor volume formasi minyak dan gas, serta volume bulk batuan.
Sedangkan volume bulk batuan (Vb) dapat dilakukan dengan secara
analitis dan grafis.

1. Penentuan Volume Bulk Batuan Secara Analitis


Langkah pertama yang dilakukan dalam menentukan volume bulk batuan
adalah membuat peta kontur bawah permukaan dan peta isopach. Peta kontur
bawah permukaan merupakan peta yang menggambarkan garis-garis yang
menghubungkan titik-titik dengan kedalaman yang sama pada tiap puncak
formasi. Sedangkan peta isopach merupakan yang menggambarkan garis-garis
yang menghubungkan titik-titik dengan ketebalan yang sama dari formasi
produktif.
Setelah peta isopach dibuat, maka luas daerah setiap garis isopach dapat
dihitung dengan menggunakan planimeter dan diplot pada kertas, yaitu luas
lapisan produktif versus kedalaman.
Jika peta isopach telah dibuat, maka perhitungan volume bulk batuan
dapat dilakukan dengan menggunakan metode :

a. Metode Pyramidal
Metode ini digunakan apabila perbandingan antara luas garis isopach yang
berurutan  0,5, yang secara matematis dituliskan :
Ai 1
 0,5
Ai

Vbi 
h
3

Ai  Ai 1  
Ai Ai 1 ......................................................…......(4-6)

n
Vb   (Vbi ) ............................................................................……..(4-7)
i 1

Keterangan :
Vbi = Volume antara dua garis isopach yang saling berurutan, ac-ft
Vb = Volume bulk batuan, ac-ft
h = interval peta isopach, ft
Ai = Luas yang dibatasi garis isopach i, acre
Ai+1 = Luas yang dibatasi garis isopach i + 1, acre

b. Metode Trapezoidal
Metode ini digunakan apabila perbandingan antara luas garis isopach yang
berurutan > 0,5, yang secara matematis dituliskan :
Ai 1
 0,5
Ai

 h 
Vbi   2  A i  Ai 1   ..............................................................……. (4-8)
 

c. Metode Simpson
Metode ini digunakan jika interval kontur dan isopach tidak sama (tidak
teratur) dan hasilnya akan lebih teliti jika dibandingkan dengan metode
trapezoidal. Secara matematis dituliskan :
h
Vb   A0  4 A1  2 A2  4 A3  ...  2 Ai 2  4 Ai 1  Ai  ............…… (4-9)
3

2. Penentuan Volume Bulk Batuan Secara Grafis


Penentuan volume bulk batuan secara grafis dilakukan dengan cara
membuat plot antara ketebalan yang ditunjukkan oleh tiap-tiap garis kontur
terhadap luas daerah masing-masing.
Jumlah minyak/gas mula-mula yang menempati suatu reservoir disebut
dengan Original Oil/Gas in Place. Untuk menentukan besarnya Original Oil In
Place (OOIP) dapat dilakukan dengan persamaan :
7758  Vb    (1  S w )
OOIP  , STB .....................................……(4-10)
Boi
Sedangkan untuk menentukan besarnya Original Gas In Place (OGIP) dapat
dilakukan dengan persamaan :
43560  Vb    (1  S w )
OGIP  , SCF ...................................……(4-11)
Bgi

Keterangan :
 = Porositas rata-rata, fraksi
Sw = Saturasi air rata-rata, fraksi
Boi = Faktor volume formasi minyak mula-mula, bbl/STB
Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, cuft/SCF
Ultimate recovery merupakan jumlah maksimum hidrokarbon yang
diperoleh dari reservoir dengan mekanisme pendorong alamiahnya. Ultimate
recovery biasanya dinyatakan dengan parameter unit recovery (UR), yang
merupakan hasil bagi antara ultimate recovery terhadap volume bulk batuan yang
dapat diproduksi oleh beberapa pengaruh mekanisme pendorong sampai saat
abandonment.
Unit recovery untuk depletion drive reservoir adalah :
1  S w 1  S w  S gr 
UR  7758    , STB/ac-ft .........................… (4-12)
 Boi Boi 
Unit recovery untuk water drive reservoir :
 (1  S w  S or ) 
UR  7758   , STB/ac-ft ...................................… (4-13)
 Boi 
Unit recovery untuk reservoir gas dengan mekanisme pendorong water drive :
 (1  S wi ) S gr 
UR  43560    , SCF/ac-ft ...............................… (4-14)
 B gi B ga 

Keterangan :
Bga = Faktor volume formasi gas akhir, cuft/SCF
Sor = Saturasi minyak sisa, fraksi
Sgr = Saturasi gas sisa, fraksi

b. Metode Material Balance


Metode material balance digunakan untuk memperkirakan besarnya
cadangan reservoir pada suatu lapangan minyak atau gas yang telah
dikembangkan, dimana data-data produksi yang diperoleh sudah cukup banyak.
Prinsip penurunan persamaannya didasarkan pada persamaan Schilthuis (1936),
yang berdasarkan hukum kekekalan massa, dimana jumlah massa dalam sistem
adalah tetap atau terjadinya kesetimbangan volume antara produksi komulatif
terhadap pengembangan fluida reservoir.
Asumsi yang digunakan dalam konsep material balance, adalah :
1. Reservoir merupakan satu kesatuan, sehingga perhitungannya tidak tergantung
pada jumlah sumur produksi.
2. Proses produksi dianggap proses isothermal.
3. Kesetimbangan antara semua fasa adalah sempurna.
4. Hubungan antara tekanan dan volume tidak tergantung pada masing-masing –
fluida reservoir.

1. Persamaan Material Balance Untuk Reservoir Minyak


Persamaan material balance untuk reservoir suatu reservoir yang
mempunyai gas cap mula-mula dan bertenaga pendorong air dapat dinyatakan :

Pengmbang  Pengmbang 
   WaterInflux =

zonaminyak  GasC p 
Produksi Produksi Produksi
minyak gas air 
   
komulatif komulatif komulatif
Ni m Bti ( B g  B gi )
N i ( Bt  Bti )   We 
B gi , ..............................…... (4-15)
N p Bt  N p ( R p  Rs i ) B g  Bw W p
Jika persamaan (4-10) disusun kembali, maka akan diperoleh besarnya
Initial Oil In Place (IOIP), yaitu :

Ni 
 
N p Bt  ( R p  Rsi ) B g  (We  BwW p )
mBti , ...........................…... (4-16)
Bt  Bti  ( B g  B gi )
B gi

Keterangan :
Ni = Jumlah minyak mula-mula, bbl
Np = Produksi minyak komulatif, bbl
We = Perembesan air, bbl
Wp = Produksi air komulatif, bbl
Bti = Faktor volume formasi total mula-mula, bbl/STB
Bt = Faktor volume formasi total saat t, bbl/STB
= Bo + Bg (Rsi-Rs)
Bo = Faktor volume formasi minyak saat t, bbl/STB
Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, cuft/SCF
Bg = Faktor volume formasi gas saat t, cuft/SCF
Bw = Faktor volume formasi air saat t, bbl/STB
Rsi = Jumlah gas yang terlarut dalam minyak mula-mula, SCF/STB
Rs = Jumlah gas yang terlarut dalam minyak saat t, SCF/STB
Rp = Perbandingan gas komulatif dengan minyak komulatif, SCF/STB
m = Perbandingan jumlah volume gas cap mula-mula dengan volume
============minyak mula-mula, SCF/STB
Untuk reservoir undersaturated, maka We = 0 dan tidak ada gas cap mula-
mula (m = 0), sehingga persamaan So + Sw = 1 menjadi :

Ni 

N p Bt  ( R p  Rsi ) Bg 
, ....................................................…... (4-17)
Bt  Bti
Untuk depletion drive reservoir, dimana tenaga pendorongnya adalah
pengembangan gas terlarut dalam minyak, maka penurunan persamaan material
balance-nya dilakukan dua tahap, yaitu :
1. Bila tekanan reservoir di atas tekanan jenuh :
N p Bo
Ni  , ............................................................................…... (4-18)
Bo  Bo i

2. Bila tekanan reservoir di bawah tekanan jenuh :

Ni 

N p Bo  ( R p  Rsi ) B g 
, ....................................................….. (4-19)
Bo  Boi  ( Rs i  Rs ) Bg

2. Persamaan Material Balance Untuk Reservoir Gas


Persamaan material balance untuk reservoir gas didasarkan pada
kesetimbangan mol gas, dengan anggapan komposisi gas tetap selama produksi
berlangsung.
1. Untuk water drive reservoir, persamaannya :
G p B gf  (We  Bw W p )
G ,....................................................….. (4-20)
B gf  B gi

2. Untuk depletion drive reservoir, persamaannya :


G p B gf
G , ...............................................................................….. (4-21)
B gf  B gi

Keterangan :
G = Jumlah gas mula-mula, SCF
Gp = Produksi komulatif gas, SCF
Bgf = Faktor volume formasi gas akhir, cuft/SCF
Adanya perembesan air (water influx) sering menjadi problem untuk
reservoir yang berbatasan dengan aquifer, oleh karena itu pada bagian ini akan
sedikit dibicarakan mengenai persamaan water influx (We), yaitu :
Schilthuis (1936), menurunkan persamaan dengan anggapan bahwa kondisi steady
state, penurunan tekanan teratur dan bertahap, viscositas, permeabilitas, dan
geometri aquifer konstan, maka :
t
 We
We  k  (P
0
i  P)t atau
 t
 k ( Pi  P ) , ........................….. (4-22)

Keterangan :
k = Konstanta water influx, bbl/D/psi
Pi - P = Penurunan tekanan, psi
Hurst (1943), menurunkan persamaan pengembangan dari persamaan Schilthuis,
yaitu :
t
( Pi  P )
We  c 
0
log at
, ....................................................................…... (4-23)

Keterangan :
c = Konstanta water influx, bbl/D/psi
a = Konstanta konversi waktu
Van Everdingen dan Hurst (1949), menurunkan persamaan dengan anggapan
bahwa kondisi steady state, yaitu :
t
We  B   P Q(t ) , ..............................................................….. (4-24)
0

Keterangan :
B = Konstanta water influx, bbl/psi
= 1,119  Ce rw2 h (/360)
 = Porositas rata-rata, fraksi
Ce = Kompressibilitas air formasi, psi-1
rw = Jari-jari sumur, ft
h = Ketebalan lapisan, ft
 = Sudut yang dibentuk oleh lingkaran reservoir
Q(t) = Water influx yang merupakan fungsi dari tD, tidak berdimensi
tD = Waktu perembesan air, tak berdimensi
3 kt
= 6,323  10
  C e rw
2

 = Viscositas air formasi, cp

c. Metode Decline Curve


Metode Decline Curve merupakan penentuan perkiraan cadangan
hidrokarbon yang dilakukan berdasarkan data-data produksi atau grafik
penurunan produksi, yang biasanya menunjukkan hubungan antara laju produksi
versus waktu atau produksi komulatif.
Analisa decline curve merupakan suatu interpolasi data-data produksi
yang telah diproduksi sebelumnya tanpa memperhatikan hukum-hukum kimia dan
fisika tentang aliran minyak atau gas dalam reservoir.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam memperkirakan besarnya
cadangan hidrokarbon dengan metode decline curve, adalah :
 Produksi telah menurun.
 Sumur diproduksi pada kapasitasnya.
 Tidak terjadi perubahan metode produksi.

4.2.2. Aliran Fluida dalam Media Berpori


Fluida yang mengalir dari formasi produktif ke dalam sumur dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Sifat fisik batuan formasi


2. Sifat fisik dari fluida yang mengalir
3. Bentuk geometri sumur dan daerah pengurasan
4. Perbedaan tekanan antara reservoir dengan sumur saat terjadi aliran
Aliran fluida satu fasa terjadi pada kondisi tekanan reservoir di atas
tekanan saturasi, sedangkan apabila tekanan reservoir turun di bawah tekanan
saturasi, maka gas akan keluar dari minyak dan fluida yang mengalir menjadi dua
fasa.

Aliran fluida multi fasa dapat berupa minyak atau air dan gas yang
mengalir secara bersama-sama atau campuran antara fasa cair dan fasa gas.

Pada aliran fluida dalam media berpori, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

1. Produktivitas Formasi
Productivity Index (PI) secara umum didefinisikan sebagai perbandingan
laju produksi yang dihasilkan oleh suatu sumur pada suatu harga tekanan aliran
dasar sumur tertentu dengan perbedaan tekanan dasar sumur pada keadaan statis
(Ps) dan tekanan dasa sumur pada saat terjadi aliran (Pwf) yang secara matematis
dapat dituliskan sebagai berikut :
q
PI  J  ….………………………………………....
(Ps - Pwf)

(4-25)
Keterangan :
PI = J = Produktivity Index, bbl/hari/psi
q = laju produksi aliran total, bbl/hari
Ps = Tekanan statis reservoir, psi
Pwf = Tekanan dasar sumur waktu ada aliran, psi
Secara teoritis persamaan (4-20) dapat didekati oleh persamaan radial dari
darcy untuk fluida homogen, incompressible dan horizontal. Dengan demikian
untuk aliran minyak saja berlaku hubungan :
7.082 x 10 -3 x k x h
PI  ……………………………...
Bo x o x ln (re/rw)

……….. (4-26)
7.082 x 10-3 h  ko kw 
PI     ……...….
ln (re/rw)  o Bo w Bw 

………………….. (4-27)
Keterangan :
PI = productivity index, bbl/hari/psi
k = permeabilitas batuan, mD
kw = permeabilitas efektif terhadap sumur, mD
ko = permeabilitas efektif terhadap minyak, mD
o = viscositas minyak, cp
w = viscositas air, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Bw = foktar volume formasi air, bbl/STB
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft
Untuk membandingkan satu sumur dengan sumur yang lainnya pada suatu
lapangan terutama bila tebal lapisan produktifnya berbeda, maka digunakan
Specific Productivity Index (SPI) yang merupakan perbandingan antara
Productivity Index dengan ketebalan lapisan yang secara matematis dapat
dituliskan :
PI 7.082 x 10-3 x k
SPI  Js  
h Bo x ln (re/rw)

………………………………….. (4-28)
Pada beberapa sumur harga Productivity Indek akan tetap konstan untuk
laju aliran yang bervariasi, tetapi pada sumur lainnya untuk laju aliran yang lebih
besar productivity index tidak lagi linier tetapi justru menurun, hal tersebut
disebabkan karena timbulnya aliran turbulensi sebagai akibat bertambahnya laju
produksi, berkurangnya laju produksi, berkurangnya permeabilitas terhadap
minyak oleh karena terbentuknya gas bebas sebagi akibat turunnya tekanan pada
lubang bor, kemudian dengan turunnya tekanan di bawah tekanan jenuh maka
viscositas akan bertambah (sebagai akibat terbebasnya gas dari larutan) dan atau
berkurangannya permeabilitas akibat adanya kompressibilitas batuan.
Dalam praktek di lapangan laju produksi minyak yang melewati batas
maksimum akan merugikan reservoir dikemudian hari, karena akan
mengakibatkan terjadinya water atau gas coning dan kerusakan formasi
(formation demage).
Berdasarkan pengalamannya, Kermitz E Brown (1967) telah mencoba
memberikan batasan terhadap besarnya produktivitas sumur, yaitu sebagai
berikut:

 PI rendah jika besarnya kurang dari 0,5


 PI sedang jika besarnya berkisar antara 0,5 sampai 1,5
 PI tinggi jika lebih dar 1,5
2. Inflow Perfomance Relationship (IPR)
Adalah aliran air, minyak dan gas dari formasi yang menuju ke dasar
sumur, yang dipengaruhi oleh PI-nya. Produktivitas formasi dinyatakan dengan
Productivity Index (PI), secara grafis PI dinyatakan dengan grafik IPR.
Jika PI suatu sumur dianggap konstan, tidak tergantung pada laju
produksi, maka persamaan (4-20), dapat ditulis :
q
Pwf  Ps - …………………………………………….……………
PI

(4-29)

4.2.3. Aliran Fluida dalam Pipa


Aliran multi fasa dalam pipa didefinisikan sebagai pergerakan bersama
dari gas bebas dan cairan di dalam pipa yang mengalir dalam beberapa arah. Gas
dan cairan yang ada sebagai satu campuran yang homogen atau cairan dalam slug
yang didorong gas dari belakang. Gas dan cairan juga mengalir secara paralel
dengan yang lainnya. Gas mengalir dengan dua cairan (minyak dan gas) dan
memungkinkan untuk dua cairan tersebut diemulsikan. Dalam hal ini, akan
dibicarakan mengenai aliran fluida dalam pipa vertikal dengan berbagai metode
produksinya.

Dalam hal ini kinerja aliran fluida di dalam pipa vertikal yaitu :

a. Tanpa adanya slip dan pola aliran


b. Memperhitungkan slip dan pola aliran diabaikan
c. Memperhitungkan slip dan pola aliran

4.2.4. Tekanan Reservoir


Konsep tekanan adalah gaya persatuan luas yang diterapkan oleh suatu
fluida, hal ini adalah konsep mekanik dari tekanan. Tekanan itu terjadi oleh
milyaran tabrakan di antara berbagai molekul fluida atau di dinding tersebut pada
setiap detik. Tekanan merupakan sumber energi yang menyebabkan fluida dapat
bergerak. Sumber energi atau tekanan tersebut pada prinsipnya berasal dari :
1. Pendesakan oleh air formasi yang diakibatkan oleh adanya beban formasi di a-
tasnya (overburden)
2. Timbulnya tekanan akibat adanya gaya kapiler yang besarnya dipengaruhi oleh
tegangan permukaan dan sifat kebasahan batuan.
Tekanan yang terjadi dalam pori-pori batuan reservoir dan fluida yang
terkandung di dalamnya disebut tekanan reservoir. Dengan adanya tekanan
reservoir yang disebabkan oleh adanya gradien kedalaman, maka akan
menyebabkan fluida reservoir mengalir dari formasi ke lubang sumur yang relatif
bertekanan rendah, sehingga tekanan reservoir akan menurun dengan adanya
kegiatan produksi.
Tekanan yang bekerja pada reservoir, pada dasarnya diakibatkan oleh dua
hal, yaitu :
a. Tekanan hidrostatik
Tekanan hidrostatik merupakan tekanan yang timbul akibat adanya fluida
yang mengisi pori-pori batuan, desakan oleh expansi gas (gas cap gas), dan
desakan gas yang membebaskan diri dari larutan akibat penurunan tekanan selama
proses produksi berlangsung. Ukuran dan bentuk kolom fluida berpengaruh
terhadap besarnya tekanan ini. Secara matematis tekanan hidrostatik dituliskan :
Ph = 0,052  D ………………………………………….…….(4-30)
Keterangan :
Ph = Tekanan hidrostatik, Psi
 = densitas fluida rata-rata, lb/gallon
D = Tinggi kolom fluida, ft
Besarnya gradien tekanan hidrostatik air murni = 0.433 Psi/ft, sedangkan
gradien tekanan air asin = 0.465 Psi/ft.

b. Tekanan Overburden
Tekanan overburden merupakan tekanan yang diakibatkan oleh adanya
berat batuan dan kandungan fluida yang terdapat dalam pori-pori batuan yang
terletak di atas lapisan produktif, yang secara matematis dituliskan :
Po = (Gmb + Gf1) / A = D (1 -  )  + f1 ………………………..(4-31)
Keterangan :
Po = Tekanan overburden, Psi
Gmb = Berat matrik batuan formasi, lb
Gf1 = Berat fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, lb
A = luas lapisan, in2
D = Kedalaman vertikal formasi, ft
 = Porositas, fraksi
ma = Densitas matrik batuan, lb/cuft
f1 = Densitas fluida, lb/cuft
Besarnya tekanan overburden akan naik dengan meningkatnya kedalaman,
yang biasanya dianggap secara merata. Pertambahan tekanan tiap feet kedalama
disebut gradien kedalaman. Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah
satu test yang harus dilakukan adalah test untuk menentukan tekanan reservoir,
yaitu tekanan awal reservoir, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur, dan
gradient tekanan reservoir. Data tekanan tersebut akan berguna didalam
menentukan produktivitas formasi produktif serta metode produksi yang akan
digunakan, sehingga dapat diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa
mengakibatkan kerusakan formasi.

4.2.5. Temperatur Reservoir


Temperatur reservoir akan naik dengan meningkatnya kedalaman.
Peningkatan ini disebut gradien geothermis, yang besarnya bervariasi dari tempat
yang satu dengan tempat yang lainnya, akibat sifat konduktivitas thermis batuan.
Besarnya harga rata- rata gradien geothermis kurang lebih 20F/100 ft, sedangkan
gradien geothermis tertinggi kurang lebih 40F/100 ft, dan besanya gradien
geothermis terendah kurang lebih 0.50F/100 ft.
Hubungan antara temperatur terhadap kedalaman dinyatakan dalam
persamaan :
Td = Ta + aD ………………………………………………………..(4-32)
Keterangan :
Td = Temperatur formasi pada kedalaman D, 0F
Ta = Temperatur permukaan rata-rata, 0F
A = gradien geothermis, 0F/ 100 ft
D = Kedalaman, ft
Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu test yang harus
dilakukan adalah test untuk menentukan tekanan reservoir, yaitu tekanan awal
reservoir, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur, dan gradient tekanan
reservoir. Data tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas
formasi produktif serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat
diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa mengakibatkan kerusakan
formasi.

4.3. Metode Produksi


Pada dasarnya metode produksi dibagi dua jenis, yaitu : metode sembur
alam dan metode sembur buatan yang meliputi gas lift, ESP, dan sucker rod pump.

4.3.1. Metode Sembur Alam (Natural Flow)


Merupakan cara pengangkatan fluida hidrokarbon dari sumur ke
permukaan dengan menggunakan tenaga alamiah dari lapisan batuan reservoir itu
sendiri, dimana energi pengangkat yang digunakan merupakan akibat dari
perbedaan antara tekanan statik (Ps) dengan tekanan alir dasar sumur (Pwf) yang
cukup besar, dimana Ps dianggap konstan.
Performance dari sumur sembur alam,merupakan kelakuan sumur sembur
alam tersebut, sepanjang perubahan tekanan reervoir sampai ke tempat
pengumpul dan secara umum dapat dibagi : inflow performance, vertikal
performance, bean performance dan horizontal performance.

4.3.2. Metode Artificial Lift


Artificial lift merupakan metode pengangkatan fluida sumur dengan cara
mengintroduksi tenaga tambahan kedalam sumur (bukan ke dalam reservoir)
dimana metode ini diterapkan apabila tenaga alami reservoir sudah tidak mampu
lagi mendorong fluida ke permukaan.
Metode artificial lift yang akan saya bahas adalah gas lift, electric
submersible pump, dan sucker rod pump.
a. Gas Lift
Gas lift adalah suatu usaha pengangkatan fluida sumur dengan cara
menginjeksikan gas bertekanan tinggi (minimal 250 psi) sebagai media
pengangkat ke dalam kolom fluida melalui valve-valve yang dipasang pada tubing
dengan kedalaman dan spasi tertentu. Injeksi gas pada proses gas lift dapat
dilakukan baik melalui tubing maupun annulus tubing-casing. Dikembangkan
pada tahun 1930.
Gas lift dapat dilakukan pada sumur yang memenuhi beberapa syarat,
diantaranya:
 Tersedianya gas dalam jumlah yang memadai untuk injeksi, baik dari
reservoarnya sendiri maupun dari tempat lain.
 Fluid level masih tinggi.
Prinsip dasar pengangkatan pada gas lift adalah
 Penurunan gradien tekanan fluida di dalam tubing.
 Pengembangan gas yang diinjeksikan.
 Pendorongan oleh gas bertekanan tinggi yang diinjeksikan
Ditinjau dari cara penginjeksian gas ke dalam sumur, injeksi gas dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
 Continous Flow, disini gas diinjeksikan secara kontinu dengan laju
tertentu selama pengangkatan fluida berlangsung.
 Intermitten Flow, disini gas diinjeksikan secara terputus-putus dengan laju
besa secara berkala. Siklus injeksi diatur sesuai dengan laju aliran fluida
dari formasi ke sumur.

Keuntungan dan kerugian gas lift


Karena merupakan sikle, intermitten gas lift hanya cocok untuk sumur
yang mempunyai laju produksi yang rendah, sedang continuous lebih effisien
digunakan pada sumur-sumur yang mempunyai laju produksi yang tinggi dimana
injeksi gas tidak menjadi hambatan.
Beberapa keuntungan gas lift adalah :
 Biaya awal untuk peralatan down hole sangat murah.
 Pemasangan peralatan dapat direncanakan untuk pengangkatan dari dekat
dengan permukaan hingga mendekati total kedalaman juga dapat direnca
nakan untuk pengangkatan dari satu hingga beberapa barel per hari.
 Laju produksi dapat dikontrol dari permukaan.
 Pasir yang ikut terproduksi tidak berpengaruh terhadap peralatan gas
lift
 Tidak dipengaruhi oleh kemiringan lubang
 Peralatan yang bergerak tidak banyak sehingga tidak memerlukan
pemeliharaan khusus.
 Biaya operasi murah
 Sangat ideal jika injeksi gas hanya sebagai suplemen dan gas formasi
jumlahnya cukup.
 Peralatan penting (gas Compressor) dalam gas lift sistem di install di
permukaan sehingga mudah untuk perawatan dan perbaikan, peralatan ini
juga dapat dipilih dengan bahan bakar gas/elektrik.
Beberapa kerugian gas lift adalah :
 Memerlukan gas yang cukup
 Bila gas yang digunakan bersifat korosif akan menambah biaya
operasi.
 Tidak efisien untuk lapangan yang kecil jika peralatan compression
diperlukan.
 Problem gas freezing dan hydrate
 Problem safety untuk tekanan gas yang tinggi
 Susah untuk mengangkat emulsi dan fluida viscous.
Batasan keterbatasan Gas Lift :
 Harus terdapat gas yang mencukupi, udara, Nitrogen atau gas lain
umumnya cukup mahal dan jarang yang terdapat di sekitar lokasi.
 Spasi sumur yang luas, akan mempengaruhi alokasi distribusi gas dan
kehilangan tekanan besar.
Bila gas yang digunakan bersifat korosif akan menambah biaya operasi.

b. Electric Submersible Pump


Pertama kali dikembangkan di Rusia pada tahun 1917 oleh Armias, yang
kemudian pindah ke California. Walaupun pertamakali tidak begitu berhasil,
kemudian ESP dipakai di Phillips Petroleum Co di Bartlesville Oklahoma atas
pertolongan Frank Phillips. Pompa reda merupakan salah satu jenis dari
pengangkatan buatan yang memungkinkan untuk sumur-sumur dalam dengan laju
produksi besar. Penggunaan pompa reda (pompa centrifugal) juga dapat
digunakan untuk sumur-sumur miring. Istilah lain yang sering digunakan untuk
menyebut pompa ini adalah Electric Submersible Pump. Pada umumnya pompa
jenis ini digunakan pada sumur-sumur artificial lift dengan produksi besar dan
GOR rendah. Tetapi pada kenyataannya perusahaan-perusahaan minyak juga
menggunakannya untuk memproduksi sumur-sumur dengan viskositas tinggi,
GOR tinggi dan temperatur tinggi.
Pada dasarnya pompa reda adalah pompa centrifugal bertingkat banyak, dimana
poros dari pompa centrifugal dihubungkan langsung dengan penggerak. Motor
penggerak ini menggunakan tenaga listrik, sedang sumber listriknya diambil dari
power plant, dimana tenaga listrik untuk pompa disuplai dari switch board dan
transformator di permukaan dengan perantara kabel listrik yang diklem pada
tubing dengan jarak 15-20 ft.
Setiap tingkat dari pompa centrifugal terdiri dari impeller (bagian yang
berputar) dan diffuser (bagian yang diam). Tenaga dalam bentuk tekanan didapat
dari cairan yang dipompakan di sekitar impeller. Gerakan berputar impeller
mengakibatkan cairan ikut berputar, yaitu arah radial (akibat dari gaya
centrifugal) dan arah tangensial.
Seperti pompa sentrifugal, ESP bekerja dengan sumbu putarnya yang
tegak lurus dimana memompakan cairan dengan jalan memutar cairan yang
melalui immpeler pompa. Cairan masuk ke dalam immpeler pompa menuju poros
popa, dikumpulkan oleh diffuser dan kemudian akan dilempar keluar. Tenaga
mekanis motor oleh immpeler dirubah menjadi tenaga hidrolik. Immpeler terdiri
dari dua piringan yang di dalamnya terdapat sudu-sudu. Pada saat immpeler
diputar dengan kecepatan sudut , cairan yang ditampung dalam rumah pompa
kemudian dialirkan melalui diffuser dan sebagian tenaga kinetik dirubah menjadi
tenaga potensial berupa tekanan, karena cairan dilempar keluar maka akan terjadi
proses penghisapan.
Keuntungan dari ESP adalah :
● ESP sesuai dipakai untuk sumur PI yang tinggi.
● Sistem pengoperasian sangat sederhana.
● Sesuai dipasang pada sumur-sumur miring.
● Dapat digunakan di offshore.
● Panas yangditimbulkan oleh motor akan mengatasi masalah paraffin dan
viscositas fluida yang tinggi.
● Dapat mengangkat untuk volume lebih dari 20000BPD pada shallow well
dengan casing besar. .
● Biaya pengangkatan relatif kecil dibandingkan dengan laju produksi yang
diperoleh.
Kerugian dari ESP adalah :
● Tidak cocok untuk multiple completion.
● Hanya dapat menggunakan electric sebagai sumber tenaga.
● Mempercepat terjadinya water coning.
● Untuk kedalaman terbatas (kira-kira 10000ft).
● Menimbulkan emulsi yang diakibatkan dari perputaran impeller pompa
yang tinggi.
● Unit ESP tidak bisa diperbaiki di lapangan.
● Terproduksinya gas dan solids menimbulkan suatu permasalahan.

c. Sucker Rod Pump


Sucker rod pump merupakan salah satu metode pengangkatan buatan,
dimana untuk mengangkat minyak ke permukaan digunakan pompa dengan
tangkai pompa (rod). Metode ini digunakan pada sumur-sumur dengan viskositas
rendah-medium, tidak ada problem kepasiran, GOR tinggi, sumur-sumur lurus
dan fluid level tinggi.
Pada saat ini dikenal tiga macam pompa sucker rod, yaitu:
1. Conventional Unit
2. Air Balance
3. Mark II
Prinsip kerja dari sucker rod : Prime mover menghasilkan gerak rotasi,
gerakan ini di rubah menjadi gerakan naik-turun oleh puming unit, terutama oleh
sistem pitman, assembly crank. Kemudian gerak angguk naik-turun ini oleh horse
head dijadikan gerakan angguk naik-turun yang selanjutnya menggerakan plunger
yang berada di dalam sumur. Instalasi pumping unit di permukaan dihubungkan
dengan pompa yang ada di dalam sumur oleh sucker rod, sehingga gerak lurus
naik-turun dari horse head dipindahkan ke plunger pompa dan plunger ini
bergerak naik turun dalam barrel pompa. Pada saat upstroke, plunger ini bergerak
ke atas, di bawah plunger terjadi penurunan tekanan. Karena tekanan dasar sumur
lebih besar dari tekanan dalam pompa, maka kondisi ini mengakibatkan standing
valve terbuka dan minyak masuk ke dalam pompa. Minyak di atas travelling valve
akan terangkat ke atas pada waktu upstroke. Pada saat downstroke, standing valve
tertutup karena tekanan minyak dalam barrel pompa lebih besar dari tekanan dasar
sumur, sedangkan bagian atasnya, yaitu travelling valve terbuka oleh minyak
akibat turunnya plunger, selanjutnya minyak akan masuk ke dalam tubing. Proses
ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga minyak sampai ke permukaan dan
terus ke separator melalui flow line.
Keuntungan dari pompa sucker rod adalah :
● Design sistem relatif sederhana.
● Effisiensi, sederhana dan mudah untuk dioperasikan.
● Dapat memompa sumur untuk tekanan yang rendah.
● Dapat melakukan pengangkatan untuk temperatur tinggi dan fluida visco
us.
● Mempunyai pompa dengan dua valve yang memompa pada upstroke dan
downstroke.
● Dapat menggunakan gas atau electric sebagai sumber tenaga.
Kerugian dari pompa sucker rod adalah :
● Tidak dapat digunakan untuk lubang miring
● Tidak ekonomis untuk sumur-sumur yang berproduksi besar.
● Sucker rod mempunyai keterbatasan untuk sumur yang dalam.
● Tidak dapat digunakan pada offshore operation.
● Keterbatasan downhole pump design pada diameter casing yang kecil.
● Production solids yang tinggi dapat menyebabkan permasalahan.

4.4. Analisa Sistem Nodal


Analisa nodal adalah merupakan suatu sistim pendekatan untuk
mengevaluasi dan mengoptimisasikan sistim produksi minyak dan gas secara
keseluruhan.

4.4.1. Optimasi Produksi dengan Analisa Sistem Nodal


Dalam analisa ini sistim produksi dibagi menjadi beberapa bagian (titik),
mulai dari tekanan reservoir hingga tekanan separator. Titik penyelesaian dapat
diambil pada titik manapun dalam sistim produksi. Pertimbangan dalam
pemilihan titik penyelesaian yang tepat tergantung titik mana yang paling
berpengaruh dalam optimisasi sistim produksi.
Dalam melaksanakan analisa ini berbagai posisi untuk titik penyelesaian
(node) dapat diambil pada beberapa posisi yaitu:
 Titik pada dasar sumur
 Titik pada kepala sumur
 Titik pada separator
 Titik pada tekanan reservoir
 Titik kombinasi
Penentuan letak titik penyelesaian dipertimbangkan berdasarkan faktor
yang paling berpengaruh terhadap sistem produksi.
Analisa nodal diperlukan untuk menentukan laju produksi optimum dari
suatu sumur produksi, dengan cara mengintegrasikan komponen – komponen
yang berpengaruh dari sumur minyak dalam suatu sistem.
Analisa sistem nodal ini dilakukan dengan membuat diagram tekanan laju
produksi yang merupakan grafik yang menghubungkan antara perubahan tekanan
dan laju produksi untuk setiap komponen. Hubungan antara tekanan dan laju
produksi di ujung setiap komponen untuk sistem sumur secara keseluruhan, pada
dasarnya merupakan kelakuan aliran di:
1. Media berpori menuju dasar sumur.
2. Pipa tegak/tubing dan pipa datar/horizontal.
3. Jepitan.

V. RENCANA DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. KARAKTERISASI RESERVOIR
2.1. Karakteristik Batuan Reservoir
2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir
2.1.1.1. Batu Pasir
2.1.1.2. Batu Karbonat
2.1.1.3. Batu Shale
2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
2.1.2.1. Porositas
2.1.2.2. Wettabilitas
2.1.2.3. Tekanan Kapiler
2.1.2.4. Permeabilitas
2.1.2.5. Saturasi Fluida
2.1.2.6. Kompresibilitas

2.2. Karakeristik Fluida Reservoir


2.2.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon
2.2.2. Komposisi Kimia Air Formasi
2.2.3. Sifat Fisik Fluida Reservoir
2.2.3.1. Sifat Fisik Gas
2.2.3.1.1. Viskositas Gas
2.2.3.1.2. Densitas Gas
2.2.3.1.3. Faktor Volume Formasi Gas
2.2.3.1.4. Kompresibilitas Gas
2.2.3.1.5. Faktor Deviasi
2.2.3.2. Sifat Fisik Minyak
2.2.3.2.1. Viskositas Minyak
2.2.3.2.2. Densitas Minyak
2.2.3.2.3. Faktor Volume Formasi Minyak
2.2.3.2.4. Kompresibilitas Minyak
2.2.3.2.5. Kelarutan Gas dalam Minyak
2.2.3.3. Sifat Fisik air Formasi
2.2.3.3.1. Viskositas Air Formasi
2.2.3.3.2. Densitas Air Formasi
2.2.3.3.3. Faktor Volume Formasi Air Formasi
2.2.3.3.4. Kompresibilitas Air Formasi
2.2.3.3.5. Kelarutan Gas Dalam Air Formasi
2.3. Kondisi Reservoir
2.3.1. Tekanan Reservoir
2.3.1.1. Tekanan Overburden
2.3.1.2. Tekanan Hidrostatik
2.3.2. Temperatur Reservoir
2.4. Jenis-Jenis Reservoir
2.4.1. Berdasarkan Bentuk Perangkap
2.4.1.1. Perangkap Struktur
2.4.1.2 Perangkap Stratigrafi
2.4.1.3. Perangkap Kombinasi Struktur dan Stratigrafi
2.4.2. Berdasarkan Fasa Fluida
2.4.2.1. Reservoir Gas
2.4.2.1.1. Reservoir Gas Kering
2.4.2.1.2. Reservoir Gas Basah
2.4.2.2. Reservoir Gas Kondensat
2.4.2.3. Perangkap Minyak
2.4.2.3.1. Reservoir Minyak Berat
2.4.2.3.2. Reservoir Minyak Ringan
2.4.3. Berdasarkan Tenaga Pendorong Reservoir
2.4.3.1. Solution Gas Drive Reservoir
2.4.3.2. Gas Drive Reservoir
2.4.3.3. Water Drive Reservoir
2.4.3.4. Segregation Drive Reservoir
2.4.3.5. Combination Drive Reservoir
2.5. Pokok – Pokok Perkiraan Reservoir
2.5.1. Perkiraan Cadangan Reservoir
2.5.1.1. Metode Volumetris
2.5.1.2. Metode Material Balance
2.5.1.3. Metode Decline Curve
2.5.2. Perkiraan Produktivitas Formasi
2.5.2.1. Productivity Index
2.5.2.2. Inflow Performance Relationship (IPR)
2.5.2.2.1. Aliran Fluida Satu Fasa
2.5.2.2.2. Aliran Fluida Dua Fasa

BAB III PERFORMANCE ALIRAN


3.1. Aliran Fluida dalam Media Berpori
3.1.1. Produktivitas Formasi
3.1.2. Inflow Performance Relationship (IPR)
3.2. Aliran Fluida pada Lubang Perforasi.
3.3. Aliran Fluida dalam Pipa Vertikal
3.4. Aliran Fluida dalam Pipa Horisontal
3.5. Aliran Fluida pada Choke/Jepitan

BAB IV. METODE PRODUKSI


4.1. Natural Flow
4.1.1. Prinsip Kerja Natural Flow
4.1.2. Peralatan Natural Flow
4.1.2.1. Peralatan di Permukaan
4.1.2.1. Peralatan di Bawah Permukaan
4.2. Artificial Lift
4.2.1. Gas Lift
4.2.1.1. Tipe Gas Lift
4.2.1.1.1. Continous Flow Gas Lift
4.2.1.1.2. Intermitent Flow Gas Lift
4.2.1.2. Prinsip Kerja Gas lift
4.2.1.3. Peralatan Gas Lift
4.2.1.3.1. Peralatan di Atas Permukaan
4.2.1.3.2. Peralatan di Bawah Permukaan
4.2.2. Electical Submersible Pump
4.2.2.1. Prinsip Kerja Electrical Submersible Pump
4.2.2.2. Peralatan Electrical Submersible Pump
4.2.2.2.1. Peralatan di Atas Permukaan
4.2.2.2.2. Peralatan di Bawah Permukaan
4.2.3. Sucker Rod Pump
4.2.3.1. Prinsip Kerja Sucker Rod Pump
4.2.3.2. Pengertian Sucker Rod Pump
4.2.3.3. Peralatan Sucker Rod Pump
4.2.3.3.1 Peralatan di Atas Permukaan
4.2.3.3.2. Peralatan di Bawah Permukaan

BAB V. ANALISA SISTEM NODAL


5.1. Analisa Sistem Nodal Untuk Sumur Flowing
5.1.1. Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal di Da-
sar Sumur
5.1.1.1. Prosedur Analisa Nodal untuk Titik Nodal di Da
sar Sumur untuk Kondisi “Open Hole”
5.1.1.2 Prosedur Analisa Nodal untuk Titik Nodal di Da
sar Sumur untuk Kondisi Sumur Diperforasi
5.1.2. Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal di Ke-
pala Sumur
5.1.2.1. Prosedur Analisa Nodal untuk Titik Nodal di Ke
pala Sumur Tanpa Jepitan
5.1.2.2. Prosedur Analisa Nodal untuk Titik Nodal di Ke
pala Sumur Dengan Jepitan
5.1.3. Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal di Se-
parator
5.2. Analisa Sistem Nodal Untuk Sumur Artificial
5.2.1. Penyelesaian Analisa Nodal Untuk Metode Produksi Gas
Lift
5.2.1.1. Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik No-
dal di Dasar Sumur
5.2.1.2. Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik No-
dal di Kepala Sumur
5.2.2. Penyelesaian Analisa Nodal Untuk Metode Produksi Elec
tric Submersible Pump (Pompa Reda)
5.2.2.1. Prosedur Pembuatan Kurva Tubing Intake (No-
De Outflow) Untuk Cairan Saja dengan Nodal
Pada Dasar Sumur
5.2.3. Penyelesaian Analisa Nodal Untuk Metode Produksi Suc-
ker Rod (Pompa Angguk)
5.2.3.1. Prosedur Pembuatan Kurva Tubing Intake (No-
De Outflow) Untuk Pemompaan Minyak Saja
dengan Nodal Pada Intake Pompa
BAB V. PEMBAHASAN
BAB VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai