Anda di halaman 1dari 31

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/335985811

Analisis Potensi Sumber Energi di Indonesia Serta Tantangan Eksplorasinya

Article · September 2019

CITATION READS
1 8,647

1 author:

William Xaveriano Waresindo


Bandung Institute of Technology
20 PUBLICATIONS 48 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by William Xaveriano Waresindo on 23 September 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TUGAS
PENGANTAR SAINS DAN ENERGI
(FI 6002)

OLEH
WILLIAM XAVERIANO WARESINDO
20218303

MAGISTER FISIKA
FAKULTAS MIPA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
ANALISIS PEMETAAN POTENSI DAN TANTANGAN SUMBER-SUMBER ENERGI

I. HIDROKARBON
1.1 Volume Cadangan Reservoir Hidrokarbon
Sumber energi andalan utama manusia saat ini adalah hidrokarbon. Hidrokarbon
merupakan suatu senyawa organik yang dibentuk oleh ikatan hidrogen dan carbon. Kedua atom
ini berikatan dengan berbagai kombinasi membentuk berbagai sifat senyawa hidrokarbon. Pada
prakteknya, senyawa hidrokarbon ditemui di dalam petroleum, atau disebut juga minyak mentah.
Minyak mentah berasal dari proses pembentukan yang memakan waktu yang sangat lama.
Hidrokarbon terkubur jauh dibawah permukaan bumi, baik darat maupun lautan. Karena itu,
untuk mengambil sumber daya ini, dibangunlah sumur eksplorasi di tempat-tempat yang dianggap
memiliki potensi. Penelitian geologis meliputi studi pembentukan batuan, sejarah geografis suatu
daerah, dan lain-lain, dilakukan untuk menentukan tempat yang berpotensi. Namun demikian, tidak
semua lokasi yang berpotensi ternyata benar memiliki sumber daya minyak mentah. Hal itulah yang
menyebabkan munculnya derajat keberhasilan sebagai hasil perbandingan antara daerah yang
dianggap berpotensi dan daerah yang benar-benar dapat dieksplorasi.
Salah satu teknik pengumpulan data ekspolrasi adalah Logging yang bertujuan
mengambil data-data dari formasi dan lubang sumur dengan menggunakan instrumen khusus.
Pekerjaan yang dapat dilakukan meliputi pengukuran data-data properti elektrikal (resistivitas
dan konduktivitas pada berbagai frekuensi), data nuklir secara aktif dan pasif, ukuran lubang
sumur, pengambilan sampel fluida formasi, pengukuran tekanan formasi, pengambilan material
formasi (coring) dari dinding sumur, dsb.
Pengertian mengenai volume cadangan reservoir meliputi potensi reservoir, tenaga dorong
reservoir dan produktifitas reservoir itu sendiri. Salah satu besaran reservoir yang paling penting
untuk diketahui adalah berapa besar volume hidrokarbon meliputi minyak dan gas yang dapat
diproduksikan secara ekonomis. Evaluasi terhadap suatu reservoir dimulai dari suatu reservoir
migas yang ditemukan dan telah terbukti keberadaannya dengan pemboran eksplorasi. Pemboran
eksplorasi ini bertujuan untuk membuktikan ada atau tidaknya minyak dan gas bumi ataupun
yang masih belum terbukti keberadaannya. Secara garis besar, reservoir merupakan suatu tempat
ter-akumulasinya fluida hidrokarbon minyak dan gas bumi. Dalam pembahasan mengenai
klasifikasi reservoir dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu karakteristik batuan
reservoir yang membahas mengenai seberapa besar volume fluida berada di pori-pori batuan dan
karakteristik fluida reservoir membahas mengenai fluida lebih dari satu fasa yang dimiliki oleh
reservoir tersebut. Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu batuan reservoir adalah harus
mempunyai kemampuan untuk menampung dan mengalirkan fluida yang terkandung di
dalamnya. Dan hal ini dinyatakan dalam bentuk permeabilitas dan porositas.
Fluida reservoir adalah fluida yang mengisi rongga pori-pori batuan reservoir yang dapat
berupa minyak, gas dan air, sesuai dengan jenis reservoirnya. Hidrokarbon sendiri terdiri dari
fasa cair (minyak bumi) maupun fasa gas, yang tergantung pada kondisi (tekanan dan
temperatur) reservoir. Perubahan kondisi reservoir akan mengakibatkan perubahan fasa serta
sifat fisik fluida reservoir. Parameter karakteristik fluida reservoir yang akan dibahas pada sub-
bab di bawah ini yaitu kelarutan gas dalam minyak (Rs), faktor volume formasi reservoir (Bo),

1
faktor volume formasi gas (Bg), faktor volume formasi air (Bw), faktor volume dua fasa (Bt),
viskositas (μ), dan kompresibilitas fluida (Cf).
Mekanisme pendorong (Drive Mechanism) adalah tenaga yang dimiliki oleh reservoir
secara alamiah yang digunakan untuk mendorong minyak selama produksi ke permukaan. Proses
pendorongan akan terjadi bila energi produksinya lebih besar dari seluruh energi yang hilang
selama aliran fluida reservoir menuju lubang bor. Drive Mechanism merupakan salah satu
karakteristik reservoir. Setiap reservoir mempunyai jenis dan tingkatan kekuatan driving
mechanism yang berbeda-beda.
Pada reservoir minyak, minimal dikenal 3 macam drive mechanism yang dapat bekerja
sendiri atau secara kombinasi, yaitu: Depletion Drive atau solution gas drive atau dissolved gas
drive, yaitu daya dorong oleh gas larut. Gas cap drive, yaitu daya dorong oleh gas dari tudung
gas.Water drive, yaitu daya dorong oleh air dari aquifer. Combination Drive merupakan daya
dorong oleh gas dari tudung gas dan air dari akuifer.
Jenis drive mechanism harus diketahui sejak awal karena akan mempengaruhi: Strategi
pengurasan reservoir (reservoir drainage strategy) atau jumlah minyak atau gas yang bisa
diproduksi, kinerja produksi masing-masing sumur produksi, reservoir performance, hingga
kelayakan penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR).
Metode perhitungan cadangan hidrokarbon di dunia perminyakan adalah jumlah
kandungan hidrokarbon yang ada di dalam reservoir. Berdasarkan nilainya, cadangan
hidrokarbon digolongkan dalam dua jenis:
a. Cadangan hidrokarbon mula-mula di reservoir/ OOIP (Original Oil in Place) Cadangan
hidrokarbon mula-mula di reservoir merupakan jumlah cadangan hidrokarbon pada
reservoir secara keseluruhan sebelum diproduksikan, biasa ditulis dengan OOIP.
b. Cadangan hidrokarbon ekonomis adalah jumlah cadangan hidrokarbon pada reservoir
yang masih dapat diproduksikan, biasa dinotasikan RR (Recoverable Reverse).
Salah satu metode perhitungan yang paling sering digunakan adalah metode volumetric.
yaitu dengan menghitung volume hidrokarbon yang terakumulasi pada batuan reservoir
menggunakan batas-batas berupa interval pada peta net pay. Peta net pay menggambarkan
ketebalan batu pasir yang mengandung hidrokarbon. Data-data yang menunjang dalam
perhitungan cadangan ini adalah volume bulk, porositas batuan, saturasi hidrokarbon, dan faktor
volume formasi hidrokarbon. Persamaan yang digunakan pada metode volumetric adalah:
7758 × 𝑉𝑏 × 𝜙 × 𝑆ℎ
𝑂𝑂𝐼𝑃 = (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑆𝑇𝐵) (1)
𝐵𝑂𝐼
𝑉𝑏 × 𝜙 × 𝑆ℎ
𝑂𝑂𝐼𝑃 = (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑆𝑇𝑀) (2)
𝐵𝑂𝐼
Dengan: OOIP = Original Oil in Place dengan satuan STB (Stock Tank Barrels)
Vb = Volume Bulk dengan satuan m3
𝜙 = Porositas Batuan dengan satuan fraksi
Sh = Saturasi Hidrokarbon dengan satuan fraksi
BOI = Vaktor volume formasi hidrokarbon Barrel/Stock Tank Barrels
7758 = Konstanta konversi dalam satuan Barrel/m3
Volume bulk adalah volume formasi total yang mencakup volume pori-pori dan volume
batuan. Nilai volume bulk didapatkan dari pemetaan bawah permukaan. Parameter yang
memiliki variabilitas terbesar dalam persamaan diatas mewakili luas area kolam. Pemilihan nilai
area memiliki peran penting dalam menghitung cadangan hidrokarbon untuk setiap lapisan.
Saturasi fluida didefinisikan sebagai fraksi dari fluida yang menempati volume pori-pori
sehingga definisi saturasi hidrokarbon adalah fraksi cair maupun gas yang menempati volume
pori-pori. Saturasi hidrokarbon merupakan sifat terpenting dalam analisis reservoir. Identifikasi

2
saturasi hidrokarbon diperoleh dari analisis cutting (hancuran batuan) yang dilakukan dalam
kerangka pekerjaan Mud Logging. Porositas adalah fraksi volume bulk reservoir yang terisi
fluida (dalam hal ini bukan mineral) atau dengan kata lain porositas adalah kemampuan batuan
untuk menyimpan fluida. Berbagai log yang digunakan untuk menentukan porositas batuan
diantaranya adalah log densitas, neutron, dan sonic. Faktor volume formasi hidrokarbon
didefinisikan sebagai volume tangki dalam meter kubik (barel) yang menempati formasi pada
suhu dan tekanan reservoir yang berlaku. Volume tangki dalam meter kubik (barel) adalah
volume yang berisi satu meter kubik (barrel) hidrokarbon pada tekanan dan suhu standar.
Dilakukan beberapa tahapan dalam menentukan nilai BOI, diantaranya sumber, penambahan,
analisis, dan penyesuaian data. Nilai BOI selalu lebih besar dari satu karena suhu dan gas
meningkatkan volume tangki hidrokarbon di formasi. Simbol BO digunakan dalam persamaan
untuk merujuk faktor volume formasi.

1.2 Minyak Bumi


Secara umum, potensi minyak mentah dunia didominasi oleh negara-negara Asia Tengah,
khususnya Saudi Arabia. Namun demikian, negara yang memiliki potensi minyak terbesar
adalah negara Venezuela, tercatat sebesar 303 milyar barrel pada akhir tahun 2017. Indonesia
memiliki potensi sebesar 3,2 milyar barrel per tahun 2017.
Persebaran keberadaan potensi minyak bumi di Indonesia dapat disimak pada gambar 2.
Dari sejumlah potensi tersebut, ada sejumlah 3.170 MMSTB (million stock tank barrels) yang
terbukti, 2.295 MMSTB yang mungkin dan 2.086 MMSTB yang masih harapan dan dugaan per
tahun 2017. Jumlah tersebut tersebar di seluruh Indonesia, dengan sebaran terbanyaknya ada di
Pulau Sumatera. (Direktorat Jenderal, 2017) Sementara itu, data kilang minyak bumi di
Indonesia beserta kapasitasnya masing-masing per tahun 2014, terlihat pada gambar 2. Grafik
yang menggambarkan perbandingan produksi dengan kebutuhan minyak bumi Indonesia
ditunjukkan pada gambar 3. Terlihat bahwa terjadi defisit atau tidak mampu terpenuhinya
kebutuhan akan minyak bumi oleh produksi kilang yang ada. Diketahui bahwa per tahun 2013,
kebutuhan BBM Indonesia adalah 1,3 juta bpd (barrels per day), sementara kapasitas kilang
indonesia hanya mampu memproduksi 600 ribu bpd. Untuk itu, dilakukan import BBM sebesar
600 ribu bpd, atau senilai US$ 1 trilliun per hari. Selain import BBM, Indonesia juga melakukan
import minyak mentah untuk memenuhi kebutuhannya.
Produksi minyak mentah Indonesia mencapai 800 ribu bpd, namun sekitar 40% nya
diekspor karena tidak semua spesifikasi kilang BBM dalam negeri cocok untuk mengolah
minyak mentah Indonesia. Ekspor dilakukan ke beberapa negara, seperti Jepang, USA, Korea,
Taiwan dan Singapura. Sementara import minyak mentah berasal dari negara Arab Saudi,
Azerbaijan, Brunei, Angola, dan Nigeria. Impor BBM berasal dari negara Singapura, Korea
Selatan, Malaysia, Kuwait, China dan India. (RUEN, 2015)
Kebutuhan akan minyak bumi yang amat tinggi mengakibatkan penurunan jumlah
cadangan minyak bumi dengan signifikan. Adapun kenaikan angka cadangan minyak bumi pada data
dikarenakan adanya sumber minyak baru yang ditemukan, bukan karena adanya produksi minyak
baru. Selaras dengan itu, gambar 1.8 menunjukkan jumlah produksi minyak Indonesia yang cenderung
menurun sejak tahun 2010 hingga 2016. (RUEN, 2015)

3
Gambar 1. Sebaran Potensi Minyak Bumi di Indonesia

Gambar 2. Kapasitas Kilang, Produksi dan Kebutuhan Minyak Indonesia

1.3 Gas Alam


Berdasarkan Statistical Review of World Energy yang diterbitkan oleh British Petroleum
pada Juni 2018, kita dapat mengetahui Total Proved Reserved dari cadangan gas bumi yang
dimiliki oleh berbagai negara di dunia. Total Proved Reserved atau total cadangan terbukti
merupakan jumlah dari cadangan gas yang dapat diolah (recovered) di masa depan secara wajar
berdasarkan informasi geologis dan teknis yang terpercaya dari sumur-sumur gas yang ada

4
dengan memperhatikan kondisi geologi dan ekonomi yang ada. Rasio cadangan-ke-produksi
(R/P Ratio) adalah hasil bagi antara cadangan yang tersisa pada akhir setiap tahun dengan
produksi pada tahun tersebut. R/P Ratio menggambarkan lamanya waktu bagi cadangan yang
tersisa akan bertahan jika produksi dilanjutkan pada tingkat itu.

Gambar 3. Peta persebaran potensi gas alam dunia dalam satuan Cu.ft (cubic feet) dimana 1 Cu.ft
= 0.0283 Cbm

Tabel 1 memberikan gambaran potensi gas alam dari berbagai kawasan di dunia.
Sedangkan tabel 2 memberikan informasi mengenai 15 besar negara di dunia dengan cadangan
gas bumi terbanyak. Adapun peta persebaran potensi gas alam di dunia dilukiskan pada gambar
1. Total cadangan gas dunia (menurut sumber diatas) adalah 193.5 trilyun meter-kubik. Potensi
gas terbesar dunia berada di kawasan Timur Tengah, Rusia (dan negara – negara pecahan Uni
Sovyet), Amerika, dan Asia Pasifik secara keseluruhan. Dari data tersebut, Indonesia berada

5
pada peringkat ke-14 dunia dengan kepemilikan 1.5% dari total cadangan gas dunia. Namun jika
ditinjau dari R/P Ratio, cadangan gas Indonesia hanya mampu betahan selama ± 42.9 tahun lagi.
Adapun Yaman adalah negara dengan R/P Ratio tertinggi yakni sebesar ± 410.6 tahun.
Kandungan gas alam konvensional di perut bumi Indonesia sebesar 1.5 % dari total
cadangan dunia tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan
Perairan Natuna. Peta sebaran potensi gas alam Indonesia pada tahun 2017 terdapat pada gambar
III-2. Berdasarkan peta tersebut, Perairan Natuna memiliki cadangan gas alam terbesar, disusul
Papua, Maluku, dan Kalimantan.
Selain itu Indonesia juga memiliki cadangan gas alam nonkonvensional dalam bentuk
Coal-Bed Methane (CBM) dan Shale Gas. Berdasarkan penelitian Ditjen Migas dan Advance
Resources International, Inc. pada tahun 2003, sumber daya CBM Indonesia disinyalir sekitar
453 TCF. Hasil survei potensi yang dilakukan oleh Badan Geologi, telah berhasil
mengidentifikasi potensi Shale Gas pada cekungan sediman utama Indonesia sebesar 574 TSCF
yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua. Ini sungguh suatu karunia Tuhan yang
luar biasa. Hingga Oktober 2014 Kementrian ESDM telah menanda-tangani 54 kontrak kerja
sama pengelolaan CBM dan 1 kontrak kerja sama pengelolaan Shale Gas.

Gambar 4. Peta persebaran potensi gas alam Indonesia dalam satuan TSCF (trillions of standard
cubic feet)
Seiring perjalanan waktu, pertumbuhan produksi minyak mentah mulai digantikan oleh
produksi gas alam. Berdasarkan grafik pada gambar III-5, produksi gas alam sudah menyamai
produksi minyak bumi. Peningkatan produksi dan kebutuhan gas antara lain disebabkan program
bauran energi serta program konversi minyak tanah ke LPG pada tahun 2007 silam. Produksi
energi fosil Indonesia tahun 2014 hampir mendekati produksi minyak negara di Timur Tengah,
dimana mereka lebih dominan memiliki migas tetapi tidak memiliki cadangan batubara seperti
Indonesia. Pada tahun 2013, porsi ekspor gas bumi Indonesia sebesar 72% dilakukan melalui
LNG dan 28% melalui pipeline. Pangsa pasar ekspor LNG Indonesia mulai dari yang terbesar
yaitu Jepang, Korea, Cina, Taiwan dan Amerika. Sedangkan pangsa ekspor gas melalui pipa
yaitu mayoritas atau sekitar 79% ke Singapore dan selebihnya ke Malaysia. Pada tahun 2014,
pemerintah berhasil melakukan renegosiasi harga gas LNG Tangguh ke Fujian, Tiongkok yaitu

6
meningkat dari US$ 3,345/mmbtu menjadi US$ 12,8/mmbtu. Penerimaan negara selama durasi
kontrak (2009-2034) dengan asumsi harga minyak sebesar US$ 100/bbl adalah sebesar US$
21,46 miliar.

Gambar 5. Riwayat Produksi Migas Indonesia


Data lain yang bersumber dari SKK Migas yang direlease sekitar tahun 2014 menunjukkan
bahwa peningkatan produksi gas alam yang signifikan ini ternyata belum mampu memenuhi
kebutuhan gas dalam negeri. Hal ini terbukti dari defisit kebutuhan gas yang diperkirakan masih
akan terjadi hingga tahun 2050 mendatang. Defisit pemenuhan kebutuhan gas dalam negeri salah
satunya ternyata dipicu oleh adanya kontrak jual-beli (ekspor) gas dengan beberapa negara yang
sudah terlanjur ditandatangani untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini menyebakan Indonesia
terpaksa masih harus melakukan impor LPG untuk pemenuhan kebutuhan lokal. Dalam rangka
meningkatkan pemanfaatan gas bumi domestik, maka dilakukan pembangunan infrastruktur gas
secara masif, antara lain: Floating Storage Regasification Unit (FSRU), LNG Receiving
Terminal, dan pipa transmisi gas.

1.4 BATUBARA
Batu bara tersusun atas beberapa unsur diantaranya ialah Carbon, Hidrogen dan Oksigen.
Pada umumnya tingkat kualitas dari batubara diukur berdasarkan tingkat kelegamannya dan
kandungan uap air di dalamnya. Semakin padat dan berwarna hitam pekat maka batubara ini
bersifat sangat baik. Hal ini dikarenakan beberapa faktor seperti tekanan, panas dan waktu
pembentukannya. Antrasit adalah batubara berkualitas tertinggi, batuan ini memiliki warna hitam
yang berkilauan atau metalik. Selain itu mengandung sekitar 86% hingga 98% unsur karbon (C)
dengan kadar air kurang dari 8%. Kelas kedua yaitu bituminous yang mengandung sekitar 68
hingga 86% unsur karbon (C) dengan kadar air berkisar antara 8 hingga 10% dari keseluruhan
massanya. Kelas batubara inilah yang paling banyak ditambang di Australia. Kelas ketiga yaitu
sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak kadar air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus. Selanjutnya yaitu lignit atau
atau yang sering disebut sebagai batubara cokelat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari massanya.
Penggunaan metode dalam mengestimasi cadangan batubara pun ada bermacam-macam,
penggunaannya disesuaikan dengan kemampuan para pengguna. Pemilihan cara estimasi

7
menyesuaikan representatif dengan jumlah cadangan sebenarnya. Diantara metode-metode
terdapat metode block model dan Cross section. Penggunaan block model di maksudkan untuk
mempermudah dalam mengestimasi dan menginterpretasi suatu cadangan. Dalam block model
data data mengenai ketebalan, kedalaman, volume batubara, volume tanah penutup bisa di
interpretasikan dalam atribut-atribut suatu block model. Cara estimasinya dengan menjumlahkan
block-blocknya. Penggunaan cross section di maksudkan untuk mempermudah dalam
menginterpretaskan suatu cadangan. Dalam cross section data-data bisa di lihat dalam bentuk
penampang, sehingga kalau terjadi kesalahan bisa di bandingkan bentuk penampang dengan
penampang sebelahnya.

Gambar 6. Sebaran Batubara di Indonesia


Batubara menjadi salah satu komoditas ekspor terbesar Indonesia guna menjinakkan defisit
neraca perdagangan, tak ayal pada tahun 2017 pemerintah Indonesia menambah jatah ekspor
sebesar 100 Juta ton. Cadangan batubara Indonesia hanya 2,2 persen dari cadangan batubara
dunia. Jika tingkat produksi seperti sekarang ini dan tidak ditemukan lagi cadangan baru maka
bisa dipastikan batubara kita akan habis kurang dari 48 tahun lagi. Dengan asumsi yang sama,
cadangan batubara Amerika Serikat, Rusia, dan Australia yang merupakan negara dengan
cadangan batubara terbesar dunia akan habis dalam kurun waktu 300 tahun lagi. Sedangkan Cina
akan habis lebih cepat dari Indonesia akibat eksploitasi yang dilakukan secara besar-besaran.
Indonesia sebagain besar batubaranya di ekspor dan menjadikannya sebagai negara peringkat 2
dengan nilai ekspor tertinggi dibawah Australia. Berikut ini merupakan peta sebaran batubara di
Indonesia.
Berdasarkan Statistik Batubara tahun 2012, cadangan batubara Indonesia pada tahun 2011
adalah 21.131,84 juta ton. Sementara total sumber daya batubara mencapai 105.187,44 juta ton.
Pulau Kalimantan dan Sumatera memiliki cadangan sumber daya batubara terbesar mencapai
52.326,23 juta ton dan 52.483,20 juta ton (Gambar 7). Alokasi sumber daya batubara terhadap
produksi nasional masih belum seimbang, sebagai contoh Kalimantan yang memiliki sumber
daya sebesar 58% dari total nasional berkontribusi hingga 92% produksi tahunan batubara
Indonesia. Sementara Sumatera yang diperkirakan memiliki sumber daya 42% dari total
nasional, hanya berkontribusi sebesar 8% terhadap produksi tahunan batubara Indonesia. Di
Indonesia batubara umumnya diklasifikasikan sebagai batubara bituminous dengan sumber daya

8
dan cadangan yang tersebar mulai dari batubara kalori rendah (< 5100 kcal/kg; adb) hingga
batubara kaori sangat tinggi (> 7100 kcal/kg; adb).
Berdasarkan data badan geologi tahun 2013, total sumber daya dan cadangan batubara
Indonesia naik dari tahun 2011 menjadi 120.525,4 juta ton dan 31.357,1 juta ton pada tahun 2013
(Tabel 3). 9 Cadangan batubara Indonesia didominasi oleh batubara dengan kualitas medium
yang mencapai 20.133,1 juta ton. Di Pulau Kalimantan cadangan batubara didominasi oleh
batubara dengan kualitas medium, sementara di Sumatera didominasi oleh batubara dengan
kualitas low (Sektor Pasokan Energi Produksi Minyak, Gas dan Batubara, 2013).
Batubara merupakan endapan dengan tingkat homogenitas yang tinggi, maka untuk
perhitungan cadangan dapat diterapkan metoda konvensional (klasik) dengan tingkat ketelitian
yang cukup baik. Untuk tujuan praktis, metoda penampang dapat diterapkan untuk perhitungan
jumlah cadangan tertambang.
Pada prinsipnya, perhitungan cadangan dengan menggunakan metoda penampang ini
adalah mengkuantifikasikan cadangan pada suatu areal dengan membuat penampang-penampang
yang representatif dan dapat mewakili model endapan pada daerah tersebut. Pada masing-masing
penampang akan diperoleh (diketahui) luas batubara dan luas overburden. Volume batubara &
overburden dapat diketahui dengan mengalikan luas terhadap jarak pengaruh penampang
tersebut. Perhitungan volume tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan 1 (satu)
penampang, atau 2 (dua) penampang, atau 3 (tiga) penampang, atau juga dengan rangkaian
banyak penampang:
Volume = (A x d1) + (A x d2) (3)
dimana: A = luas overburden
d1 = jarak pengaruh penampang ke arah 1
d2 = jarak pengaruh penampang ke arah 2
Volume yang dihitung merupakan volume pada areal pengaruh penampang tersebut. Jika
penampang tunggal tersebut merupakan penampang korelasi lubang bor, maka akan
merefleksikan suatu bentuk poligon dengan jarak pengaruh penampang sesuai dengan daerah
pengaruh titik bor (poligon) tersebut.

II. GEOTHERMAL
Energi panas bumi merupakan energi berupa panas yang dihasilkan dari dalam kerak bumi.
Semakin kedalam mendekati inti bumi panas yang dihasilkan semakin bertambah, diperkirakan
suhu di dalam inti bumi mencapai 5400 derajat C. Di dalam kerak bumi ini terdapat magma yang
sangat panas, magma tersebut bisa membuat lapisan bumi di atasnya mengalami peningkatan
temperatur. Ketika lapisan magma ini bersentuhan dengan air maka akan menjadi uap panas
yang bertekanan tinggi.
Diantara bagian aliran magma dan permukaan bumi terdapat penampungan energi panas
yang disebut sebagai reservoir geothermal, proses terjadinya reservoir geothermal karena
adanya batas-batas yang terdiri dari 4 komponen utama yaitu waduk, cairan, batuan penutup, dan
sumber panas. Reservoir bertindak sebagai wadah yang terdiri dari cairan panas bumi dan bisa
memiliki bentuk dalam wujud uap maupun air, bisa juga terdapat keduanya yang kemudian
terjebak di bawah permukaan. Penutup dari wadah tersebut merupakan lapisan kedap air yang
berupa batuan dengan bagian atasnya terdapat waduk berisi air tanah, dengan begitu lapisan
dalam kerak tidak bisa keluar permukaan dan tersimpan didalam bumi.
Peran magma dalam hal ini sebagai dapur yang menjadi sumber panas dan memanaskan air
serta cairan lainnya untuk menghasilkan energi. Seperti yang kita ketahui, letusan gunung yang

9
dahsyat itu sebenarnya dikarenakan melimpahnya kandungan air didalam pegunungan tersebut.
Saat terjadi kenaikan volume magma ke wadah (reservoir) di dalam gunung, tiba-tiba kandungan
air yang begitu melimpah tadi berubah menjadi uap secara mendadak dikarena temperature
magma yang sangat panas, uap tersebut memiliki tekanan yang sangat tinggi dan mengakibatkan
letusan besar pada gunung tersebut. Aktivitas-aktivitas tektonik di dalam bumi tersebut
menghasilkan energi panas yang disebut sebagai energi panas bumi (geothermal energy). Energi
panas bumi ini bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik dengan kekuatan yang besar
dan diyakini cukup ramah lingkungan.
2.1. Potensi Panas Bumi di Indonesia
Indonesia terletak di daerah yang dilewati cincin api pasifik atau “ring of fire” yang
membuat Indonesia memiliki potensi panas bumi yang sangat besar sekitar 40% dari potensi
panas bumi di dunia. Berdasarkan survei terbaru dari Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan
Panas Bumi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, telah teridentifikasi
331 titik potensi yang terdiri dari sumber daya sebesar 11.073 MW dan cadangan sebesar 17.506
MW yang tersebar di 30 provinsi. Dari potensi panas bumi tersebut telah ditetapkan 70 Wilayah
Kerja Panas Bumi (WKP) dan lainnya merupakan wilayah terbuka. Secara keseluruhan kapasitas
yang telah terpasang di Indonesia adalah sebesar 1948,5 MW (data ESDM bulan Mei 2018) atau
baru sekitar 11,18% dari total potensi yang ada.
Total sumber daya panas bumi yang dimiliki Indonesia sekitar 25,386.5 Mwe, namun
hanya 1.948 Mwe yang diproduksi dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), dimana
PLTP yang berproduksi saat ini semuanya bersumber dari sistem panas bumi temperatur tinggi
(T reservoir >2250 C). Potensi panas bumi temperatur menengah di Indonesia tersebar di 167
lokasi dari total 349 lokasi panas bumi yang teridentifikasi atau sekitar 46% dengan total sumber
daya sebesar 8.677 MWe. Saat ini, ada 65 WKP yang sudah dikeluarkan, 16 WKP diantaranya
mempunyai temperatur menengah atau sekitar 25% dengan potensi sekitar 1.370 Mwe.

Gambar 7. Potensi Panas Bumi di Indonesia 2017.

10
2.2. Perhitungan Panas Bumi di Indonesia
Perhitungan potensi panas bumi dilakukan dengan cara melakukan perhitungan pada
potensi terduga dari hasil penyelidikan geokimia, terutama luas daerah anomali Hg
memperlihatkan bahwa luas daerah prospek 𝐴̂ ± 15,58 km2. Temperatur reservoir diperkirakan
200-2100C dan suhu cut off 160-1800C. Berdasarkan pada persamaan Lump parameter di bawah
ini:
Q = 0,2317 x A x (Tr-Tc) (4)
dengan:
= Potensi energi panas bumi terduga (MW)
Q
A = Luas daerah prospek (km2)
𝑇𝑟 = Temperatur reservoir (0C)
𝑇𝑐 = Temperatur cut off (0C)

Selain itu dapat dilakukan metode perbandingan dan volumetrik. Metode perbandingan
merupakan metode yang khusus digunakan untuk estimasi potensi sumber daya spekulatif
dengan cara statistik sederhana, sedangkan metode volumetrik adalah estimasi potensi energi
panas bumi pada kelas sumber daya hipotesis sampai dengan cadangan terbukti.

2.2.1 Metode Perbandingan


Prinsip dasar metode perbandingan adalah menyetarakan besar potensi energi suatu
daerah panas bumi baru (belum diketahui potensinya) dengan lapangan lain (diketahui
potensinya) yang memiliki kemiripan kondisi geologinya. Besarnya potensi energi suatu
daerah prospek panas bumi dapat diperkirakan dengan cara sebagai berikut:
Hel = A x Qel (5)
dengan:
Hel = Besarnya sumber daya (MWe)
A = Luas daerah prospek panas bumi (km2)
Qel = Daya listrik yang dapat dibangkitkan persatuan luas (MWe/km2)
2.2.2 Metode Volumetrik
Prinsip dasar metode volumetrik adalah menganggap reservoar panas bumi sebagai
suatu bentuk kotak yang volumenya dapat dihitung dengan mengalikan luas sebaran dan
ketebalannya. Dalam metoda volumetrik besarnya potensi energi sumber daya atau cadangan
diperkirakan berdasarkan kandungan energi panas di dalam reservoar. Kandungan energi
panas di dalam reservoar adalah jumlah keseluruhan dari kandungan panas di dalam batuan
dan fluida. Persamaan dasarnya adalah sebagai berikut:
He = A h {(1-Φ) ρr cr T + Φ (ρL UL SL + ρvUvSv)} (6)
dimana :
He = Kandungan energi panas (kJ)
A = Luas area panas bumi (m2)
h = Tabel reservoar (m)
T = Temperatur reservoar (oC)
SL = Saturasi air (fraksi)
Sv = Saturasi uap (fraksi)
UL = Energi dalam air (kJ/kg)
Uv = Energi dalam uap (kJ/kg)

11
Ф = Porositas batuan reservoar (fraksi)
Cr = kapasitas panas batuan (kJ/kgoC)
ρr = density batuan (kg/m3)
ρL = density air (kg/m3)
ρv = density uap (kg/m3)

Estimasi potensi energi panas bumi metode volumetrik dapat dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut:
1. Menghitung kandungan energi di dalam reservoar pada keadaan awal (Ti):
Hei = A h {(1 - Ф ) ρr cr Ti + Ф (ρL UL SL + ρv Uv Sv)i} (7)
2. Menghitung kandungan energi dalam reservoar pada keadaan akhir (Tf):
Hef = A h {(1 - Ф ) ρr cr Tf + Ф (ρL UL SL + ρv Uv Sv)f} (8)

3. Menghitung maximum energi yang dapat dimanfaatkan (sumber daya):


Hth = Hei – Hef (9)
4. Menghitung energi panas yang pada kenyataannya dapat diambil (cadangan panas
bumi). Apabila cadangan dinyatakan dalam satuan kJ, maka besarnya cadangan
ditentukan sebagai berikut:
Hde = Rf. Hth (10)
Sedangkan bila dinyatakan dalam satuan MWth, maka dinyatakan oleh:
Hre = Hde : (t x 365 x 24 x 3600 x 1000) (11)
5. Menghitung besarnya potensi listrik panas bumi yaitu besarnya energi listrik yang dapat
dibangkitkan selama periode waktu t tahun (dalam satuan MWe):
Hel = Hde η :(t x 365 x 24 x 3600 x 1000) (12)

Dimana :

Ti = temperature reservoar pada keadaan awal, oC


Tf = temperature reservoar pada keadaan awal, oC
Hei = Kandungan energi dalam batuan dan fluida pada keadaan awal, kJ
Hef = Kandungan energi dalam batuan dan fluida pada keadaan akhir, kJ
Hth = energi panas bumi maksimum yang dapat dimanfaatkan, kJ
Hde = energi panas bumi maksimum yang dapat diambil ke permukaan (cadangan panas
bumi), kJ
Hre = energi panas bumi maksimum yang dapat diambil ke permukaan selama perioda
waktu tertentu (cadangan panas bumi), MWth
Hel = potensi listrik panas bumi, MWe
Rf = faktor perolehan, fraksi
t = lama waktu (umur) pembangkit listrik, tahun
η = faktor konversi listrik, fraksi

2.3. Tantangan
Pembayaran bagian pemerintah sebesar 34% setelah memenuhi Net Operating Income
(NOI) sangat menarik bagi pengembang panas bumi. Kebijakan baru dari beberapa PEMDA
berupa pajak daerah dan pungutan-pungutan restribusi daerah merupakan biaya tambahan bagi
pengembang. Kebijakan tentang pemegang IUP panas bumi yang baru untuk membayar iyuran

12
tetap, iyuran produksi dan royalti mengakibatkan berkurangnya bagian untuk pengembang. Hasil
simulasi yang dilakukan oleh pengembang menunjukan besaran pembayaran bagian pemerintah
dan pemerintah daerah berkisar 42% sampai 44%.
Pengembangan panas bumi membutuhkan modal yang sangat besar terutama pada tahap
awal yaitu tahapan eksplorasi yang berdampak kepada aspek pembiayaan dan nilai dari
keseluruhan proyek serta penentuan harga steam yang diperoleh. Keterdapatan reservoar panas
bumi dibentuk oleh tatanan dan kondisi geologi yang komplek. Tidak ada jaminan bahwa
pemboran eksplorasi atau pemboran produksi akan mendapatkan fluida panas yang ditargetkan.
Harga jual listrik atau uap dari pembangkit listrik tenaga panas bumi saat ini secara
keekonomian belum begitu menarik bagi investor. Harga jual uap berkisar antara 3,7 cents
US$/kWh sampai dengan 3,8 cents US$/kWh. Sedangkan harga jual listrik berkisar antara 4,20
cents US$/kWh sampai 4,44 cents US$/kWh dengan eskalasi 1,5% per tahun. Subsidi yang
diberlakukan oleh pemerintah terhadap bahan bakar minyak dan energi juga berdampak negatif
pada pengembangan panas bumi di Indonesia. Kebijakan subsidi ini mengakibatkan energi panas
bumi menjadi kalah bersaing.

III. SAMPAH
Berdasarkan data yang diberikan oleh Direktur Pengelolaan Sampah Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, Dr. Novrizal Tahar mengatakan
produksi sampah nasional sudah mencapai sekitar 65.8 juta ton per tahun, dengan 16% nya
adalah sampah plastik. Kemudian, data worldometers per 27 Januari 2019 pukul 11.30 WIB,
mengatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun 2019 adalah sebanyak 269 536 482 jiwa.
Berdasarkan kedua data tersebut, asumsikan saja masing-masing jiwa ini adalah usia produktif
dan menghasilkan sampah setiap harinya selama 1 tahun (365 hari), sehingga per jiwa
menghasilkan sampah sebesar 0.67 kg/harinya. Hal ini tentu membuat sampah menjadi sebuah
persoalan besar jika tidak bisa dikelola dengan baik oleh pemerintah dan oleh kita. Oleh sebab
itu, diperlukan metode untuk mengurangi sampah yang ada di Indonesia, yaitu dengan cara
mengelola sampah tersebut menjadi energi yang terbarukan melalui Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah (PLTSa).
Cara yang paling efektif untuk PLTSa adalah dengan mengumpulkan sampah-sampah
tersebut di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pengelolaan sampah yang cukup efektif dilakukan
di Bantar Gebang. Bantar Gebang memiliki luas area sebesar 110.3 hektar dan dapat menimbun
sampah hingga 7 000 ton per hari. Pemerintah melalui Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) memiliki rencana dan strategi dalam pembangunan PLSTa di Indonesia dalam
waktu 5 tahun yang akan datang akan menghasilkan listrik sebesar 78.5 MW seperti tertera pada
tabel 3. Selain itu juga, KESDM menyatakan 12 PLTSa siap beroperasi pada tahun 2019 – 2022
mendatang, dengan energi yang dihasilkan mencapai 234 MW.
Tabel 3. Pengembangan PLT bioenergi (biogas, biomass, dan sampah kota) sesuai Renstra
KESDM.

13
Sampah-sampah yang sudah terkumpul perlu dikelola. Salah satunya adalah dengan
teknologi incinerator. Incinerator adalah sebuah alat yang prinsip dasarnya menggunakan
pembakaran komponen organik untuk menghasilkan panas. Panas (kalor) yang dihasilkan untuk
memproduksi uap air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (13):

𝑄 = 𝑀(ℎ2 − ℎ1 ) kJ/jam (13)

Efisiensi incinerator dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (14):

𝑄𝑜𝑢𝑡 𝑀(ℎ2 − ℎ1 )
𝜂= = (14)
𝑄𝑖𝑛 𝑀𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ × 𝐶𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ

dengan CVsampah adalah kapasitas kalor sampah (kJ/kg) dan Msampah adalah massa sampah (kg/h).
Tentu saja ada permasalahan teknologi yang membuat pelaksanaan PLTSa terhambat.
Teknologi PLTSa sudah ada di Bantar Gebang, yaitu teknologi incinerator. Incinerator
membutuhkan tempat untuk menyimpan dan membakar sampah yang disebut dengan pilot plant.
Pilot plant yang ada di Bantar Gebang berkapasitas 50 ton, namun volume sampah yang ada di
Bantar Gebang mencapai 7 000 ton, selain itu juga masih ada permasalahan dari pengelolaan
Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS). Permasalahan lainnya adalah sampah-sampah yang
ada di TPA pun mayoritas adalah sampah basah, sehingga diperlukan sebuah teknologi untuk
mengeringkan sampah terlebih dahulu sebelum sampah masuk ke incinerator. Sampah yang
digunakan harus sampah kering supaya proses pembakaran sampah bisa lebih efektif dan efisien.

IV. Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC)


OTEC merupakan salah satu metode untuk memanfaatkan energi panas matahari di lautan
dengan menggunakan perbedaan temperatur dari bagian permukaan laut yang hangat dan bagian
laut dalam yang dingin dari lautan. Sistem kerja OTEC akan bekerja dengan baik di daerah
katulistiwa dimana perbedaan temperatur mencapai 200C dan memungkinkan untuk bekerja
sepanjang tahun. Mekanisme kerja OTEC hampir mirip dengan pembangkit listrik geotermal,
dimana menggunakan turbin uap untuk menghasilkan listrik. Air permukaan yang hangat (suhu
sekitar 270C) akan menguapkan fluida yang memiliki titik didih rendah. Fluida yang digunakan
dalam hal ini adalah amonia, meskipun dalam penggunaannya masih harus ditambahkan dengan
propilen dan zat pendingin lainnya. Uap yang mengembang akan memutar turbin yang
digabungkan dengan generator untuk menghasilkan listrik. Uap tersebut kemudian dialirkan
menuju bagian bawah air laut dengan kedalaman 1000 m untuk didinginkan dengan suhu rata-
rata 40C. Cara ini akan membuat fluida akan mengembun kembali menjadi cairan dan dapat
digunakan kembali dan nantinya akan menghasilkan siklus pembangkitan listrik yang sifatnya
berkelanjutan.
Konsep OTEC ialah memutar turbin untuk menghasilkan listrik dengan memanfaatkan
perbedaan panas lautan. Agar dapat menguapkan dan mengembunkan fluida yang bekerja secara
efektif dan memungkinkan untuk bekerjanya siklus Rankine, diperlukan perbedaan suhu
setidaknya sebesar 200C antara permukaan laut dan laut dalam. Hal ini berarti suhu permukaan
air laut harus lebih besar dari 25oC dan suhu laut dalam dibawah 5oC. Lapisan permukaan yang
panas ini hanya ada di sekitar katulistiwa dimana matahari sepanjang tahun menyinari bagian ini.
Sedangkan bagian yang dingin dari laut hanya bisa dicapai pada kedalaman dibawah 1000 meter.
Indonesia menjadi negara yang sangat potensial untuk dijadikan wilayah pengembangan
OTEC. Hal ini karena Indonesia merupakan daerah katulistiwa dan memiliki suhu permukaan

14
yang cukup tinggi dan dapat di panen setiap tahun. Secara umum seluruh kawasan di Indonesia
sangatlah potensial, namun daerah seperti sulawesi utara (laut Celebes), laut di sekitar Sulawesi
Selatan, Laut Banda di Papua Barat, Kalimantan (Selat Makasar dan pulau Morotai) memiliki
potensi yang paling besar. Wilayah potensial ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Wilayah
perairan ini memiliki kedalaman lebih dari (900) meter dibawah permukaan air laut serta
memiliki suhu permukaan rata-rata mencapai 310C. Terdapat beberapa faktor yang menjadi
perhatian pengembangan teknologi OTEC, diantara ialah kedalaman perairan, efisiensi alat, dan
gangguan teknis seperti kapal dan angin. Berdasarkan data dari pusat penelitian dan
pengembangan geologi kelautan dan ESDM potensi teknologi OTEC di perairan Indonesia
mencapai 2,5 x 1023 Joule. Dengan menimbang besarnya efisiensi sebesar 3%, maka akan
didapatkan daya sekitar 240 GW.

Gambar 8. Sebaran wilayah potensial pengembangan OTEC di Indonesia


Energi panas laut dengan teknologi OTEC di Indonesia memiliki potensi energi yang
paling besar diantara empat bentuk energi laut lainnya. Potensi energi panas laut yang baik
terletak pada daerah antara 60-90 lintang selatan dan 1040-1090 bujur timur. Di daerah tersebut
pada jarak kurang dari 20 km dari pantai, didapatkan suhu rata-rata permukaan laut di atas 280C
dan didapatkan perbedaan suhu permukaan dan kedalaman laut (1.000 m) sebesar 22,80C. Dari
data ini dapat disimpulkan bahwa laut Indonesia telah memenuhi syarat untuk pengembangan
teknologi OTEC.
Potensial ekonomi dari energi terbarukan diukur berdasarkan LCOE. Perumusan untuk
LCOE diambil dari Lockheed Martin (2012). Sebuah stasiun dikatakan memiliki potensial
ekonomi jika harga dari LCOE dibawah 0,20€/kWh.
𝐶𝑅𝐹(𝐶𝐴𝑃𝐸𝑋+∑𝑇
𝑡 (1+𝑟)
−𝑡 𝑂𝑃𝐸𝑋 )
𝑡
𝐿𝐶𝑂𝐸 = (15)
𝐴𝐸𝑃
Dimana:
𝑟
CRF = Capital Recovery Factor = 1−(1+𝑟)−𝑇
r = discount rate (%)
T = lifespan over which LCOE is being calculated (years)
CAPEX = capital expenditures, consists of fixed costs (system, fabrication, installation,
environmental, and decommissioning costs) and variable cost (cable cost)
OPEXt = operation and maintenance expenditures at year t since deployment
AEP = annual energy production

15
Ada berbagai ukuran nominal pembangkit yang digunakan dalam analisis, yaitu pembangkit
ukuran standar 100 MW dan pembangkit skala 25 dan 50 MW. Setiap skala ini memiliki
CAPEX, OPEX, nilai biaya kabel yang berbeda, dan output daya yang berbeda. Oleh karena itu,
deskripsi faktor biaya dan output daya datang setelah parameter umum seperti tingkat diskonto,
masa pakai, produksi energi tahunan (AEP), penentuan jarak, dan efisiensi kabel telah diberikan.
Studi ini mengasumsikan bahwa masa hidup pabrik OTEC mencapai 30 tahun. Nilai dipilih
berdasarkan literatur. Faktor kapasitas pembangkit diasumsikan 92%. Dalam literatur, tingkat
diskonto yang digunakan untuk menghitung LCOE pabrik OTEC berkisar antara 4 hingga 13%.
Tesis ini menggunakan tingkat diskonto 10%, sesuai dengan nilai yang disarankan oleh Bank
Dunia dan Bank Pembangunan Asia (Langer, 2018). Produksi energi tahunan dihitung dengan
rumus berikut:
𝐴𝐸𝑃 = 𝑃𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 . 𝑛. 𝐿𝑐𝑎𝑏𝑙𝑒 . 𝑐𝑓 (16)
Dimana:
Poutput = Keluaran daya bersih
n = Jumlah jam dalam satu tahun
Lcable = Efisiensi Kabel (%)
cf = Faktor kapasitas (%)

Sedangkan harga dari efisiensi kabel dapat dituliskan dalam persamaan berikut ini:
𝐿𝑐𝑎𝑏𝑙𝑒 = (−0.0002𝐷2 − 0,0199𝐷 + 99,971) (17)
Dimana D merupakan panjang kabel, sehingga semakin panjang kabel untuk transmisi
akan semakin menurunkan nilai efisiensi dan akan memperbesar harga LCOE.

V. AIR (PLTA)
Potensi energi tenaga air Indonesia terdapat sebesar 75 GW yang tersebar di berbagai
lokasi dengan potensi yang telah dimanfaatkan sekitar 7%. Potensi ini dapat dikelompokkan
menjadi dua: potensi tenaga air skala besar dan potensi tenaga air skala mini/mikro. Skala besar
memiliki potensi tenaga air lebih besar dari 10 MW, sedang skala mini/mikro dengan potensi
kurang dari 10 MW.
Potensi hidrolik adalah potensi energi yang ditimbulkan oleh tekanan air akibat gaya
gravitasibumi. Potensi energi mikrohidro yang tersedia di alam adalah merupakan energi dalam
bentuk energi potensial. Besarnya potensi hidrolik ditentukan oleh besarnya debit air Q dan
ketinggian kemiringan sungai atau head (h). Secara matematis, besarnya potensi hidrolik dari
suatu potensi energi mikrohidro dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:
(17)
dengan
Ph= Potensi hidrolik,
kW= Kerapatan atau massa jenis air (1000 kg/m3)
g= Percepatan gravitasi (m/s2)
Q= Debit aliran air(m3/detik)
h= Kemiringan sungai atau head

16
Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Indonesia berdasarkan pulau dapat
dilihat pada gambar berikut:

Gambar 9. Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Indonesia


Isu lingkungan merupakan salah satu kendala dalam proses pembangunan pembangkit
listrik tenaga air. Masyarakat terutama aktifis lingkungan menilai bahwa pembangunan plta
dapat merusak lingkungan disekitarnya dan mengganggu kesembangan alam, Misalnya merusak
ekosistem sungai, pembesan lahan untuk pembangunan waduk akan merusak jika dibangun
dikawasan hutan.
Pembangunan PLTA membutuhkan modal yang sangat besar, sedangkan waktu balik
modalnya relative lebih lama sekitar 15 tahun. Lokasi sumber energi PLTA biasanya terletak
diwilayah yang jauh dari pemukiman, relative sulit untuk dijangkau dan tidak memungkinkan
untuk dibangun powerhaouse dilokasi. Oleh karena itu, dibutuhkan sambungan pipa yang cukup
banyak. Selain itu untuk mencapai wilayah tersebut perusahaan harus membuka akses jalan baru
untuk sampai dilokasi. Beberapa hal tersebut yang menyebabkan pembangunan PLTA
membutuhkan modal yang besar untuk dibangun. Lokasi potensi dan kebutuhan yang berbeda
menjadi salah satu tantangan lain untuk pengembangan PLTA Indonesia. Kebutuhan besar ada di
Pulau Jawa dan potensi besarnya ada di luar Jawa.

VI. ANGIN
Angin menjadi salah satu alternatif pembangkitan energi daripada menggunakan bahan
bakar fosil. Potensi angin melimpah di kawasan pesisir Indonesia, akan tetapi total kapasitas
terpasang dalam sistem konversi energi angin saat ini kurang dari 800 kW. Berdasarkan data dari
AWS Truepower, kecepatan angin di Indonesia pada ketinggian resolusi 200 meter adalah
kurang dari 6 m/s seperti pada gambar 10. Jika dilihat berdasarkan peta penyebaran kecepatan
angin di wilayah Indonesia, daerah yang berpotensi untuk menjadikan energi angina sebagai
pembangkit listrik adalah daerah Jawa, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Maluku, hal ini
diakibatkan oleh kecepatan angin yang cukup cepat untuk keempat daerah tersebut, yaitu sekitar
5 – 7 m/s.

17
Gambar 10. Peta potensi penyebaran angin di Indonesia

Dari data pada tabel diatas, terlihat bahwa wilayah dengan sumber energi potensial good,
yaitu kecepatan anginnya lebih besar dari 5.0 m/s dan jumlah lokasi sebesar 35 dapat dijadikan
sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Di wilayah Sulawesi Selatan, daerah yang
mempunyai potensi angin yang paling baik adalah Sidrap dan Jeneponto dengan kapasitas
masing-masing sebesar 500 MW dan 162.5 MW. Wilayah Jawa, meliputi Banten (khususnya
daerah Lebak) mempunyai kapasitas 100 MW, Jawa Barat tepatnya di Sukabumi dan Garut
bagian selatan mempunyai kapasitas masing-masing 100 MW dan 150 MW, serta Jawa Tengah
dan Daerah Istimewa Yogyakarta di daerah Gunung Kidul mempunyai kapasitas 15 MW, dan
Bantul serta Purworejo mempunyai kapasitas 50 MW. Sedangkan untuk wilayah Nusa Tenggara,
tepatnya di daerah Oelbubuk mempunyai kapasitas 10 MW [4]. Dari data statistik Energi Baru
Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), potensi energi angin untuk semua provinsi di
Indonesia terlampir pada tabel berikut.

18
Potensi total energi yang dapat dihasilkan oleh ke-34 provinsi yang ada di Indonesia masih
terbilang kecil, yaitu sebesar 60.647 MW. Angin yang menjadi sumber energi akan
menggerakkan turbin yang sudah terpasang, dan daya keluaran turbin dapat dirumuskan sebagai:
1
𝑃 = 𝜂𝑟𝑜𝑡𝑜𝑟 2 𝜌𝐴𝑣 3 (18)
dengan 𝜂𝑟𝑜𝑡𝑜𝑟 adalah efisiensi dari rotor yang biasanya berkisar 0.45, 𝜌 adalah kerapatan
udara (kg/m3), A adalah luas kipas baling-baling turbin (m2), dan v adalah kecepatan udara (m/s).
Penggunaan PLTB masih kurang diminati karena adanya kekurangan dalam sisi teknologi
yang digunakan. Contohnya adalah efisiensi dari rotor yang masih kurang dari 50 %, sehingga
butuh banyak turbin angina supaya output yang dihasilkan setara dengan energi fosil [5],
kecepatan angin yang fluktuatif dan arahnya yang berubah-ubah mengakibatkan performa
putaran kipas baling-baling turbin belum efisien dan harga perawatan komponen-komponen
PLTB yang tinggi.

VII. SURYA (MATAHARI)


Secara geografis, Indonesia memiliki iklim tropis yang hanya mempunyai 2 musim
sepanjang tahunnya yaitu musim kering (kemarau) dan musim basah (hujan). Letak geografis
Indonesia yang berada di ekuator menyebabkan Indonesia adalah salah satu daerah yang
memiliki nilai surplus sinar matahari karena mendapat sinar matahari sepanjang tahun. Berbeda
halnya dengan negara-negara di Benua Eropa yang mempunyai 4 musim. Hal ini disebabkan
oleh perjalanan semu matahari yang seakan-akan bergerak ke utara dan selatan bumi membentuk
lintasan sinusoidal (mempunyai puncak dan lembah) sehingga daerah ekuator mempunyai radiasi
matahari rata-rata yang tinggi sepanjang tahun.
Dikarenakan Indonesia merupakan daerah surplus radiasi matahari, maka energi surya
diyakini sangat potensial untuk dikembangkan. Dalam hal ini, energi surya merupakan alternatif
energi terbarukan yang mampu menjadi salah satu solusi untuk menjadi pengganti energi fosil.
Selain itu, energi surya juga adalah salah satu sumber energi bersih yang memberikan dampak
negatif minimal bagi lingkungan. Diproyeksikan di masa yang akan datang, energi surya akan
menjadi salah satu energi yang dapat mengakomodir kebutuhan manusia dan paling banyak
digunakan di banyak negara termasuk Indonesia.

19
Berdasarkan letak geografis yang strategis, hampir seluruh daerah di Indonesia berpotensi
untuk dikembangkan PLTS dengan daya rata-rata mencapai 4kWh/m2. Kawasan barat Indonesia
memiliki distribusi penyinaran sekitar 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 10% sementara
kawasan timur Indonesia berpotensi penyinaran sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan
sekitar 9%. Hal ini perlu dimanfaatkan dengan baik dengan percepatan pembangunan
pembangkit listrik tenaga surya di berbagai daerah yang berpotensi di seluruh kawasan
Indonesia. Blok area oranye pada Gambar 1 adalah area yang diukur potensi nya
(direpresentasikan secara umum dengan radiasi rata-rata harian), daerah ini memiliki potensi
yang lebih baik dari sekitarnya , namun bukan berarti daerah yang berwarna hijau tidak memiliki
potensi karena secara umum Indonesia memiliki nilai radiasi harian 3-5.5 KWh/m2.

Gambar 11. Potensi radiasi matahari di Indonesia


Pemanfaatan potensi energi surya dapat diterapkan dalam 2 teknologi. Teknologi pertama
yaitu teknologi photovoltaic (PV). Photovoltaic (Photo berarti cahaya, dan voltaic berarti
tegangan) yaitu alat yang mengkonversi cahaya menjadi listrik. Sederhananya, proses pada PV
menggunakan bahan semikonduktor yang dapat melepaskan elektron untuk membentuk dasar
listrik. Kemudian PV tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik, pompa air,
televisi, telekomunikasi, dan lemari pendingin dengan kapasitas total ± 6 MW. Sementara
teknologi kedua adalah teknologi energi surya termal yang pada umumnya digunakan untuk
memasak (kompor surya), mengeringkan pertanian (perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman
pangan) dan memanaskan air.
Pengukuran intensitas radiasi matahari untuk mengetahui intensitas radiasi yang jatuh pada
permukaan bumi baik yang langsung maupun yang dibaurkan oleh amosfer. Intensitas radiasi
matahari ialah jumlah energi yang jatuh pada suatu bidang per satuan luas dalam satuan waktu.
Energi yang dipancarkan matahari tidak seluruhnya sampai kepermukaan bumi, ± 42 % hilang
kembali ke angkasa karena dipantulkan (refleksi) oleh permukaan awan dan benda lainnya.
Sebanyak 15 % diserap (absorpsi) oleh atmosfir dan selebihnya dapat mencapai permukaan bumi
baik langsung sebanyak 27 % serta pembauran (scattering) sebanyak 16 %. Lamanya penyinaran
matahari dinyatakan dalam persen yaitu panjang noda yang terjadi pada kertas pias dalam jam
dibagi dengan lamanya penyinaran yang sesungguhnya untuk tempat pengamatan pada saat itu

20
Menurut Steffan-Baltzman, setiap benda yang mempunyai temperatur di atas 0° K dapat
memancarkan intensitas radiasi termal yang dinyatakan dengan rumus:
𝐼 = 𝑒 𝜎 𝑇4 (19)
2
Dengan I = Intensitas radiasi thermal (W/m )
𝜎= Konstanta Stefan-Boltzman (5,67 x 10-8 W/m2K4
e= emisivitas benda (0 < e < 1)
T= Suhu mutlak permukaan benda
Matahari bertemperatur tinggi (± 6.000 K), maka energi yang dipancarkan berupa
gelombang pendek dengan panjang gelombang antara 0,15 μm (baca mikron) sampai 4 μm.
Sebagian dari energi matahari diserap oleh atmosfir antara lain waktu pembentukan lapisan
ionosfir dan ozonosfir. Temperatur bumi jauh lebih rendah dari matahari (± 300 K) maka
radiasi/energi yang dipancarkannya mempunyai gelombang panjang yang terletak antara 4 μm
sampai 120 μm. Dalam pengukuran intensitas radiasi matahari dikenal istilah tetapan matahari
( Solar Constant ) yaitu jumlah energi radiasi matahari yang jatuh tegak lurus pada lapisan
teratas (rata-rata) dari atmofir pada bidang seluas 1 cm2 dalam waktu satu menit, besarnya
solar constant adalah 1,94 gram cal.cm-2 menit-1.
Teknologi energi matahari sudah diterapkan di Indonesia, namun seperti yang diketahui
teknologi ini masih awam dan belum menyentuh masyarakat luas. Teknologi panel surya
sesungguhnya bisa dipakai dan dipasang di atap-atap rumah untuk memanfaatkan energi surya
sehingga dapat mengaliri listrik di rumah dan membantu menjaga ketahanan energi secara
nasional. Namun ada beberapa kendala untuk menerapkan teknologi surya ini, diantaranya:
a. Untuk menerapkan teknologi energi matahari memang dibutuhkan tenaga ahli untuk
menguasi teknologi tersebut apalagi untuk membuat pembangkit listrik tenaga surya
di Indonesia terutama di daerah yang akses infrastrukturnya belum memadai.
b. EBT masih dianggap tidak ekonomis karena harganya lebih mahal dibandingkan
dengan energi konvensional sehingga investasinyapun mahal, tapi langkah tersebut
harus dilaksanakan agar tidak terjadi krisis energi di masa depan.
c. Sistem pembangkit listrik surya atap sangat bergantung pada cuaca. Pada musim
panas, teknologi ini bisa sangat maksimal sementara pada musim hujan kurang
maksimal karena sinar matahari yang mungkin terhalang awan maupun hujan, belum
lagi debu dan kotoran yang harus di bersihkan secara rutin.
d. Untuk melaksanakan gerakan nasional sejuta surya atap dibutuhkan teknologi yang
mumpuni terutama pada teknologi penyimpanan dayanya.
Untuk menjawab tantangan, juga dibutuhkan sinergi yang komprehensif dan kondusif antar
pemangku kepentingan. Di antaranya dengan asosiasi terkait dalam membentuk Gerakan
Nasional Sejuta Listrik Surya Atap yang dirilis pada Oktober 2017. Upaya lain dari pemerintah
adalah menyusun regulasi sistem PLTS atap yang saat ini masih terus digarap.

VIII. TERMOELEKTRIK
Pada perkembangan teknologi kini, banyak dicanangkan berbagai energi alternatif dan
energi baru terbarukan untuk mengurangi dampak terjadinya pemanasan global. Namun
ketersediaan sumber energi baru terbarukan di Indonesia masih belum termanfaatkan secara
maksimal. Sekarang ini telah mulai berkembang berdasarkan pemanfaatan sumber energy baru
terbarukan, khususnya panas bumi untuk menghasilkan energi listrik, yaitu menggunakan
generator termoelektrik (TEG) sebagai sumber energi alternatif. Generator termoelektrik dapat
mengkonversikan perbedaan temperatur menjadi besaran listrik secara langsung namun TEG

21
masih memiliki beberapa kekurangan, yakni memiliki nilai efisiensi yang rendah yaitu 10%. Hal-
hal yang membuat efisiensi berkurang adalah panas yang dikonveksikan pada TEG tidak terserap
cara sempurna serta sistem pendinginan yang tidak sempurna sehingga TEG tidak dapat bekerja
secara maksimal.
Indonesia sebagai negara dengan 40% potensi panas bumi dunia tentunya menjadi ladang
investasi yang menarik, investasi secara finansial dan investasi secara keilmuan. Proses
pengintegrasian kedua sumber energi TEG dan panas bumi, memerlukan tinjauan khusus dari
banyak aspek, seperti bahan TEG yang digunakan, metode konversi, proses transmisi dan proses
penyimpanan. Tentunya, eksplorasi di Selain itu, membludaknya jumlah kendaraan bermotor di
kota-kota besar di Indonesia, bagaikan ladang energi menarik yang bisa dieksplorasi. Panas-
panas terbuang dari mesin kendaraan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik
yang menyokong daya listrik utama kendaraan tersebut. Gagasan ini, tentunya memerlukan
kajian yang serupa dengan muara yang sama, yaitu material yang secara efisien dapat
mengonversikan energi panas atau beda suhu menjadi energi listrik. Namun, dari aspek proses
konversi, divais pada gagasan kedua tentunya harus memiliki ukuran yang lebih portable aspek-
aspek tersebut akan mendorong penelitian yang massif dan juga terintegrasi antar disiplin ilmu.

Gambar 12. Struktur Termoelektrik


Material penyusun termoelektrik memiliki peran masing-masing untuk mengalirkan energi
panas sehingga dapat menimbulkan beda potensial. Disimpulkan bahwa panas atau kalor pada
salah satu sisi dialirkan dan dibuang kesisi lainnya, sehingga terjadi aliran arus, ketika terjadi
arus maka terciptalah beda potensial yang memunculkan nilai tegangan listrik. Pada
termoelektrik besarnya nilai tegangan adalah sebanding dengan gradient temperature. Nilai beda
potensial atau tegangan yang dihasilkan berubah sebanding dengan perubahan temperatur,
karena semakin besar temperatur maka semakin besar pula tegangan yang dihasilkan. Konstanta
kesebandingannya disebut dengan koefisien Seebeck (α).
Δ𝑉
𝛼 = ΔT (20)
Dengan α adalah koefisien Seebeck (mV/K,°C), ΔV adalah beda potensial (mV), dan ΔT
adalah perbedaan temperature (K,°C). Sebaliknya jika modul termoelektrik ini diberi tegangan
maka akan terjadi perbedaan temperatur antar permukaan yang satu dengan yang lain. Tegangan
ini akan meyebabkan adanya aliran arus yang melalui bahan termoelektrik sehingga terjadi efek
peltier. Fenomena inilah yang disebut dengan pompa kalor. Jika dibandingkan dengan teknologi
refrigerasi kompresi uap, termoelektrik memiliki berbagai macam kelebihan antara lain:
Pemanas atau pendingin dapat dengan mudah diatur dengan menyesuaikan arah arusnya, sangat
ringkas, tidak berisik, tidak butuh perawatan khusus, tidak butuh refrigeran (Freon), tidak ada
getaran. Walau bagaimanapun juga, termolektrik masih memiliki kekurangan yaitu performanya
masih rendah.

22
Pada Termoelektrik, jika terdapat perbedaan temperatur antar dua sambungan, maka akan
dihasilkan tegangan listrik atau efek Seebeck, secara matametis dapat ditulis:
𝑉 = 𝛼Δ𝑇 (21)
Dimana V adalah tegangan, α adalah koefisien Seebeck (V/m), dan ΔT adalah perbedaan
temperatur antara dua sambungan (K). Peristiwa sebaliknya, perbedaan temperatur akan
dihasilkan jika ada arus yang mengalir, yaitu efek Peltier, dapat ditulis:
𝑞 = 𝛼𝐼𝑇 (22)
Dimana q adalah besarnya kalor yang diserap atau dibuang tergantung sambungan (dalam
satuan W), I adalah arus yang mengalir dalam sambungan termoelekktrik (dalam satuan A) dan
T adalah temperatur pada sambungan baik panas maupun dingin (Dalam satuan K). Sambungan
yang temperaturnya menajdi dingin artinya menyerap kalor, sedangkan sambungan yang menjadi
panas berarti membuang kalor. Pada saat termoelektrik terlaliri arus listrik, maka terdapat
pebedaan temperatur. JIka terdapat perbedan temperatur maka terjadi efek Seebeck, oleh karena
itu tegangan pada termoelektrik saat ada arus listrik yang mengalir menjadi:
𝑉 = 𝐼𝑅 + 𝛼Δ𝑇 (23)
Dimana I adalah arus yang mengalir, R adalah hambatan listrik dari modul termoelektrik.
Kemudian, karena adanya perbedaan temperatur, maka terjadi perpindahan kalor. Karena
perpindahan kalor secara konduksi sangat dominan, maka pada modul termoelektrik diasumsikan
bahwa konveksi dan radiasi antara kedua sisi modul diabaikan. Oleh karenanya dapat dituliskan:
Δ𝑇
𝑞𝑐𝑜𝑛𝑑 = Θ (24)
Dimana qcond adalah besarnya perpindahan kalor konduksi, θ adalah hambatan termal, dan ∆T
adalah perbedaan temperatur antara kedua sisi modul termoelektrk. Selain itu ketika arus listrik
melaui suatu bahan, maka selalu ada kalor yang di hasilkan yang dinamakan joule heating yang
besarnya:
𝑞𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒 = 𝐼 2 𝑅 (25)
Untuk menghitung besarnya kalor yang diserap (di sisi dingin) dan kalor yang diemisikan
(di sisi panas) maka semua energi (termal) yang di sebutkan di atas harus diperhitungkan. Oleh
Karena itu persamaan kesetimbangan energi pada penyerapan kalor mejadi:
Δ𝑇 𝐼2 𝑅
𝑞𝑎𝑏𝑠 = 𝛼𝐼𝑇𝑐 − Θ − 2 (26)
Dapat dilihat pada persaamaan di atas efek peltier bernilai yang positif karena inilah
menyerap kalor. Kemudian konduksi bernilai negatif karena kalor berpindah dari sisi panas ke
sisi dingin. Joule heating juga mengurangi efek peltier ini karena joule heating selalu
menghaslkan panas. Pada bagian joule heating besarnya dibagi dua karena dianggap total
hambatan pada modul termoelektrik adalah R, sedangkan pada termoelektrik terdapat dua sisi
sehingan ½ R berada di sisi dingin dan ½ R lainnya berada di sisi panas. Untuk persamaan energi
di sisi yang panas, energi yang diemisikan dapat dituliskan sebagai berikut:
Δ𝑇 𝐼2𝑅
𝑞𝑒𝑚 = 𝛼𝐼𝑇ℎ − Θ + 2 (27)
Dapat kita lihat pada persamaan ini bahwa efek peltier bernilai positif karena menghasilkan
kalor, konduksi bernilai negatif karena kalo berpindah dari sisi panas ke sisi dingin, dan joule
heating bernilai positif karena selalu menghasilkan kalor. Fenomena penyerapan dan
pembuangan kalor pada termoelektrik merupkan salah satu sistem pompa kalor, dimana kalor
dapat dipaksa mengalir dari temperatur yang rendah ke temperatur yang lebih tinggi dengan
memberikan kerja (energi) ke dalam sistem, yaitu daya listrik. Oleh karenanya berlaku
persamaan:
𝑞𝑒𝑚 = 𝑞𝑎𝑏𝑠 + 𝑉𝐼 (28)

23
Modul termoelektrik biasanya terdiri dari banyak pasangan material yang berbeda yang
disebut dengan pelet. Sjejumlah N pelet ini disusun secara seri dalam hal rangkaian listrik dan
paralel dalam perpindahan kalor. Oleh karena itu total dari koefisien Seebeck, hambatan listrk
dan hambatan panasnya adalah:
𝛼𝑁 = 𝑁𝛼 (29
𝑅𝑁 = 𝑁𝑅 (30)
Θ𝑁 = 𝑁/Θ (31)
Figure of merit merupakan parameter yang menunjukkan seberapa bagus sebuah
termolektrik modul. Figure of merit ini berbanding lurus denga kuadrat koefisien Seebeckn dan
hambatan pansnya, tetapi berbanding terbalik dengan hambatan listriknya. Oleh karena itu figure
of merit suatu termoelektrik dapat dihtung dengan:
2
𝛼2 Θ 𝛼𝑁 Θ𝑁
𝑍= = (32)
𝑅 𝑅𝑁
Pengubahan energi panas menjadi listrik atau dengan nama lain Termoelektik merupakan
salah satu upaya pemanfaatan energi panas yang akan dikembangkan menjadi sebuah energi
listrik yang dapat dimanfaatkan selanjutnya. Penggunaan efek mekanik kuantum ini memang
masih sangat sedikit digunakan, namun meskipun begitu potensi yang tersimpan di dalam
sumber energi panas yang melimpah membuat para perusahaan besar yang bekerja sama dengan
para peneliti dunia terus berupaya dalam menciptakan cadangan energi baru yang akan diubah ke
dalam bentuk listrik berskala besar. Di beberapa negara penggunaan sumber energi panas yang
diolah menjadi tenaga pembangkit litrik memang sedang dikembangkan tanpa henti. Mengetahui
kandungan sumber energi ini sangat melimpah tentu pemanfaatannya dapat digunakan dalam
sistem yang sangat besar ataupun juga dalam skala kecil rumahan. Kini meskipun di Indonesia
teknik ini masih sangat kecil dikembangkan, namun mengingat Indonesia yang memiliki 40
persen energi panas dari total energi panas dunia tentu memiliki peluang yang sangat besar
dalam pemanfaatan sumber energi yang satu ini baik dalam skala besar industri maupun skala
kecil rumahan.

IX. BIOMASSA
Menurut Biomass Energy Europe, terdapat lima jenis potensi sumber energI biomassa:
teoritis, teknis, ekonomis, implementasi, dan implementasi berkelanjutan (sustainable
implementation). Karena penelitian ini adalah penelitian pendahuluan, maka penelitian
difokuskan pada potensi teoritis.

Gambar 13. Jenis Potensi Biomassa (Biomass Energy Europe. 2010a)


Potensi Teoritis adalah jumlah maksimum keseluruhan biomassa darat yang secara teoritis
tersedia untuk produksi bioenergi dengan batasan biofisika dasar. Potensi teoritis biasanya

24
dinyatakan dalam Joule energi primer, yaitu energi yang terkandung dalam bahan mentah
biomassa, yang belum diproses. Energi primer diubah menjadi energi sekunder, seperti listrik,
bahan bakar cair, dan bahan bakar gas. Dalam kasus biomassa dari tanaman dan hutan, potensi
teoritis menggambarkan produktivitas maksimum di bawah pengelolaan optimal teoritis dengan
mempertimbangkan batasan-batasan seperti kondisi tanah, suhu, radiasi matahari, dan curah
hujan. Potensi Teknis adalah bagian dari potensi teoritis yang tersedia di bawah kondisi tekno-
struktural dengan teknologi yang tersedia saat (misalnya teknik panen,infrastruktur dan
aksesibilitas, dan teknik pengolahan). Potensi teknis juga mempertimbangkan kondisi spasial
terkait penggunaan lahan (misal untuk produksi pangan, pakan, dan serat) termasuk aspek
ekologis (yaitu cadangan alami) dan kandala akibat kemungkinan penggunaan non-teknis.
Potensi teknis biasanya dinyatakan dalan Joule energi primer, tapi terkadang juga dinyatakan
dalam satuan sekunder untuk energi. Potensi Ekonomis adalah bagian dari potensi teknis yang
memenuhi kriteria keuntungan ekonomis dalam kondisi tertentu. Potensi ekonomi pada
umumnya mengacu kepada energi bio sekunder walaupun kadang-kadang energi bio primer juga
dipertimbangkan. Hasil akhir dari penilaian potensi ekonomis adalah dalam bentuk Supply Curve
(Rp/ton). Potensi Implementasi adalah bagian dari potensi ekonomis yang dapat diterapkan pada
periode waktu tertentu dan pada kondisi sosio-politik yang nyata, mencakup hambatan (dan
kebijakan insentif) ekonomi, institutional dan sosial. Potensi implementasi fokus pada kelayakan
atau dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial dari kebijakan bioenergi.
Biomassa biasanya dikumpulkan dari berbagai jenis tumbuhan. Potensi biomassa adalah
banyaknya sumber biomassa yang dihasilkan oleh suatu kawasan. Sedangkan suplai aktual
biomassa adalah banyaknya sumber biomassa yang dapat diakses untuk keperluan konversi
energi. Untuk mengukur potensi biomasa dapat dilakukan dengan tiga metode utama, yaitu
teknologi geospatial, survei lapangan, dan pemodelan (APEC, 2008).
Residu pertanian primer yang paling penting dari biomassa pertanian yang tersedia untuk
bioenergi adalah jerami dan batang padi (straw). Parameter yang mempengaru hipotensi
jerami/batang padi adalah area lahan yang tertutup oleh tanaman ini dan jumlah jerami/batang
padi yang dihasilkan perhektar atau per ton tanaman. Jenis lain dari resi duyang harus
dimasukkan dalam kategori residu primer adalah produk dari proses budidaya (misalnya
pemangkasan pohon buah). Metode teoritis dari residu tanaman tahunan, seperti padi,
diperkirakan berdasarkan kawasan budidaya, dan produksi pertanian (AP) dalam ton per hektar,
untuk setiap jenis tanamandan rasio rata-rata antara produk dan residu (PtR). Residu pertanian
primer dihitung dengan:
𝑇𝐻𝑃 𝑃𝐴𝑅 = ∑(𝐶𝐴𝑖 𝑥𝐴𝑃𝑖 𝑥𝑃𝑡𝑅𝑖 𝑥𝐴𝑣𝑖 ) (33)
Dimana: THP PAR merupakan residu pertanian primer (misalnya jerami, batang padi),
dalam ton, CAi adalah area yang dibudidayakan untuk tanamani, dalam hektar(ha), APi
merupakan produksi pertanian untuk tanaman-i,dalam ton per hektar(ton/ha) PtRi adalah rasio
produk-residu untuk tanaman-i, sedangkan Avi merupakan ketersediaan residu untuk tanaman-i
menurut sistem panen yang berlaku saat ini. Untuk mengkonversi potensi teoritis residu
pertanian dari satuan ton ke satuan energi, dilakukan dengan perkalian potensi (dalam ton/tahun)
dengan nilai kalor rendah dari residu tertentu (GJ/tonkering). Nilai energi dihitung menggunakan
nilai panas rendah 14,7 GJ/ton dengan kandungan air sekitar 20% (Calle et al, 2007). Rasio
produkresidumenurut jenis tanaman (PtRi) adalah sebesar 1,757 (Koopmans, A. dan J. Koppejan.
1997); (Hambali, E et al, 2010). Sedangkan ketersediaan residu untuk tanaman-i menurut sistem
panen yang berlaku saat ini (Avi) diasumsikan = 1.

25
Residu pertanian sekunder (SAR) dihasilkan dan dikumpulkan dari perusahaan yang
mengolah bagian tanaman pertanian yang dipanen untuk menghasilkan pangan/pakan. Di
beberapa negara Eropa perusahaan wajib melaporkan volume dan Jurnal PASTI Volume IX No
2, 164 – 176 cara pemanfaatan residu yang mereka hasilkan kepada badan statistik setempat.
Namun, jika data statistic langsung tersebut tidak tersedia, metodologi untuk penilaian
menggunakan persamaan berikut:
𝑃𝑡𝑖 = 𝐶𝑟𝑖 𝑥𝑃𝑡𝑆𝑅𝑖 (34)
Dimana: Pti adalah potensi teoritis dari residu pertanian sekunder untuk tanamani
(ton/tahun), Cri merupakan jumlah produksi tanaman-i (ton/tahun) dan PtSRi merupakan rasio
antara produk dan residu sekunder untuk tanaman-i.
Tantangan bagi sumber energi biomassa adalah bahwa teknologi domestik untuk
memproduksi biomassa ini sampai sekarang masih pada kapasitas yang kecil untuk mampu
berkompetisi harus dibuktikan pada kapasitas ratusan ton/hari. Solusinya adalah perlu
dikembangkan inovasi proses teknologi.
Kurangnya inisiatif, yang mana pada saat ini masih sporadis dan tanpa proses analisa ranta
nilai (value chain analysis) yang memadai. Hal ini ditengarai karena belum adanya arah/rancang
bangun pembangunan energi berbasis biomassa hutan secara nasional. Disamping itu belum ada
langkah – langkah strategis lintas sektor untuk merealisasikan potensi yang cukup besar.
Dianggap tidak menguntungkan. Dalam beberapa kasus keuntungan bersih yang didapat sangat
sedikit atau bahkan tidak ada. Tanah yang dimanfaatkan tidak akan cukup. Dapat menyebabkan
deforestasi. Tidak benar-benar bersih ketika dibakar (NOx, jelaga, abu, CO, CO2). Akan
bersaing langsung dengan produksi pangan (misalnya jagung, kedelai). Beberapa bahan bakar
hanya diproduksi musiman. Bahan baku memiliki volume dan massa yang besar sehingga
membutuhkan energi untuk mengangkut lebih tinggi. Proses keseluruhan bisa mahal dan
pendanaan yang masih kurang. Beberapa metana dan CO2 dipancarkan selama produksi. Tidak
mudah untuk dihitung skalanya. Topografi, hukum atau peraturan setempat, dan tradisi setempat.

X. NUKLIR
Energi nuklir adalah sebuah energi alternatif yang relatif besar potensinya untuk
menggantikan energy fosil. Saat ini, tanpa memperhitungkan eksplorasi baru, cadangan uranium
dunia akan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dunia hingga 100 tahun. Dan bahkan
dengan teknologi pengolahan dan pembiakan (pada jenis reaktor tertentu) dapat mencukupi
hingga 3600 tahun mendatang. Dan uranium sendiri memiliki kelebihan karena punya potensi
kekuatan yang besar dan lebih hemat. Melihat tingkat peluangnya energi nuklir dalam kaitannya
dengan masa depan adalah potensi sumber yang bisa dikatakan tidak terbatas. Setelah uranium-
235 habis terpakai (perkiraan dalam 50 tahun dengan tingkat konsumsi sekarang), PLTN
generasi selanjutnya akan menggunakan uranium-238 yang dikonversikan ke plutonium-239.
Cadangan uranium 238 yang dapat ditambang secara ekonomis diperkirakan dapat memasok
PLTN yang ada sekarang selama 3000 tahun. Bandingkan dengan cadangan batubara, minyak
dan gas yang akan berakhir masing-masing setelah 210, 40, dan 70 tahun. Indonesia memiliki
cadangan uranium sekitar 70.000 ton dalam bentuk yellow cake (U3O8) yang kebanyakan berada
di Kalimantan Barat, Papua, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat. Kajian terakhir dilakukan di
Mamuju, Sulbar, dimana deteksi pendahuluan menyebut kadar Uranium di lokasi tersebut
berkisar antara 100-1.500 ppm (part per milion) dan Thorium antara 400-1.800 ppm. PLTN
dengan kapasitas 1.000 MWe akan menghasilkan energi listrik sebesar 7.884 GWh dalam
setahun. Jika burn-up bahan bakar yang digunakan adalah 43 GWd/ton U, maka kebutuhan

26
bahan bakar nuklir per tahun sekitar 28,93 ton. Untuk memproduksi bahan bakar nuklir sebanyak
itu diperlukan uranium alam U3O8 (yellow cake) sebanyak 244,68 ton atau setara dengan
108.362,2 ton bijih uranium.

Gambar 14. Sebaran Sumber Uranium dan Thorium di Indonesia


Diperkirakan PLTN pertama di Indonesia akan beroperasi pada tahun 2027 atau 2030
dengan kapasitas 2x1.000 MWe, sehingga, dari cadangan uranium terukur 1.608 ton yang
dimiliki Indonesia hanya dapat memasok secara penuh kebutuhan bahan bakar PLTN selama 3
tahun. Jika hanya mengandalkan cadangan terukur, maka pada tahun keempat operasi PLTN
harus mulai mengimpor uranium untuk memenuhi kebutuhan operasi PLTN. Jika Indonesia
mampu untuk menambang seluruh cadangan uranium 70.000 ton tersebut maka dipastikan dapat
menyediakan pasokan uranium untuk 7 unit PLTN dengan daya masing-masing 1.000 MWe
yang beroperasi selama 40 tahun umur PLTN.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai sumber daya alam thorium,
karena seperti diketahui Indonesia dilewati oleh jalur sabuk granit. Granit di Indonesia
berasosiasi dengan timah yang dapat ditemukan di Jalur Timah, Diantaranya BangkaBelitung,
Kalimantan Barat (Karimata, Ketapang, Rirang, Tanah Merah). Selain itu juga penelitian
sumberdaya thorium dilakukan di daerah Mamuju, Sulawesi Barat, Daerah Mamuju merupakan
daerah eksplorasi baru yang cukup menarik, karena memiliki kadar Th dan U yang cukup tinggi.
Kadar Th dan U yang tinggi dalam batuan terdapat di sebaran batuan vulkanik Adang. Sumber
daya thorium di Pulau Bangka bertipe cebakan plaser atau cebakan yang dipengaruhi oleh proses
endapan sungai. Keberadaan thorium di Pulau Bangka terutama hanya terdapat dalam mineral
monasit, yang dikategorikan sebagai cebakan (deposit) monasit yang terendapkan dan
terkonsentrasi sebagai cebakan plaser baik sebagai plaser sungai maupun plaser pantai, seperti
cebakan plaser monasit yang terdapat di Australia dan India.
Selain Bangka Belitung potensi sumberdaya thorium juga terdapat di pulau Ribu Ton
Singkep yang memikiki setting geologi yang sama dengan Bangka Belitung. Sama halnya
dengan Pulau Bangka, keberadaan sumberdaya thorium yang ada di Kalimantan Barat juga
berasal dari endapan plaser. Sebaran endapan thorium terakumulasi pada endapan sungai, rawa,
dan pantai. Mineral radioaktif dalam mineral berat dikenali dari data hasil analisis butir.
Keberadaan thorium di daerah Kepulauan Riau sampai Kalimantan Barat berkaitan dengan
sebaran batuan granitik dan endapan placer hasil lapukannya. Batuan granitik berumur Trias
tersebut merupakan bagian dari “sabuk granit timah” yang membentang dari Indochina –
Semenanjung Thailand – Malaysia – Kepulauan Riau – Bangka Belitung – Kalimantan Barat dan
kaya dengan endapan timah. Proses pembentukan dan akumulasi thorium di daerah Mamuju
berbeda dengan pembentukan di Bangka Belitung dan Ketapang Kalimantan Barat. Proses

27
akumulasi thorium di Kabupaten Mamuju lebih terkait dengan proses vulkanisme batuan alkalin
basal, alterasi hidrothermal, pengkayaan supergen dan lateritisasi. Pada beberapa sampel batuan
dari batuan vulkanik Adang dilakukan analisis XRF. Kadar thorium yang terdapat di dalam
batuan mencapai 1100 ppm pada beberapa sampel batuan yang diambil. Dari hasil penelitian
yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sampai dengan tahun 2016 sumberdaya spekulatif
thorium di Indonesia adalah 133.668 Ton. Dengan jumlah sumberdaya di Pulau Bangka Belitung
paling besar dengan 126.207 ton, jumlah sumberdaya spekulatif di Ketapang sebesar 4.707 ton,
Singkep Kepulauan Riau sebesar 433 ton, dan di Kabupeten Mentawa, Dereb dan Katingan
Provinsi Kalimantan Barat sebesar 2.261 ton.
Proses ekstraksi thorium dari alam telah diupayakan dalam skala laboratorium. Proses
ekstraksi dengan metode pegendapan telah dikuasai. Di Indonesia telah diperoleh hasil kajian
untuk mendapatkan ThO2 melalui proses penggerusan, dekomposisi, filtrasi sampai dengan
pengendapan untuk mendapatkan ThO2 dari monasit. Dan hasil dari uji laboratorium pengolahan
monasit menjadi logam tanah jarang (RE) oksida telah dikembangkan dengan hasil berupa
RE2O2 sebanyak 45kg dengan kemurnian 93,59% dan Th 1143 ppm. Dengan dikuasainya
teknologi produksi thorium dari pengolahan monasit maka prospek produksi thorium akan
meningkat. Potensi uranium dikategorikan menjadi beberapa kategori, ada yang dengan kategori
terukur, tereka, teridentifikasi dan kategori hipotesis, sedangkan Thorium baru kategori hipotesis
belum sampai terukur. Kecamatan Singkep, Kabupaten Mamuju juga menjadi kawasan yang
laju dosis radiasi gammanya tercepat di Indonesia dibanding rata-rata nilai laju dosis radiasi
Gamma di Indonesia yang 46 nSv per jam. Metodologi meliputi beberapa tahapan, yaitu:
1. Mengumpulkan data sekunder tentang cadangan uranium di Indonesia
2. Menyusun spread sheet untuk menghitung jumlah kebutuhan bahan bakar nuklir.
3. Membandingkan hasil yang diperoleh dari perhitungan spread sheet dengan cadangan
yang dimiliki oleh Indonesia, dan membuat berbagai skenario pasokan yang mungkin
dapat dilakukan untuk keberlanjutan operasi PLTN.
Spread sheet perhitungan kebutuhan bahan bakar nuklir ini merupakan rangkaian
perhitungan untuk memperoleh berbagai parameter yang berkaitan dengan pemakaian bahan
bakar nuklir dalam teras reaktor nuklir, termasuk kebutuhan pasokan uranium. Spread sheet ini
didasarkan pada konsep kesetimbangan material bahan bakar nuklir (Nuclear Fuel Mass Balance
(NFMB) Calculator). Spread sheet dibuat secara terstruktur menggunakan aplikasi Microsoft
Excel, yang secara umum terdiri dari 4 bagian yaitu input data, material balance, fuel cost, dan
hasil. Bagian input data merupakan sheet untuk memasukan data yang diperlukan dalam
perhitungan, bagian material balance dan fuel cost merupakan sheet untuk melakukan proses
perhitungan, dan bagian hasil merupakan sheet untuk menampilkan hasil perhitungan.
Penggunaaannya cukup mudah karena pemakainya cukup memasukkan data yang diperlukan
pada bagian input data, dan hasil perhitungannya dilihat pada sheet hasil.
Tantangan pertama ada pada faktor geografis yang mana Indonesia berada pada zona ring
of fire sehingga kemungkinan untuk terjadi gempa cukup besar. Jikalau ada satu daerah yang
memungkinkan (bisa dibangun PLTN) adalah di Kalimantan, karena posisinya agak jauh
dengan ring of fire. Sedangkan energi nuklir meskipun menguntungkan secara ekonomi belum
dapat dimanfaatkan karena adanya hambatan dari aspek penerimaan masyarakat dan sangat
tingginya harga untuk investasi awal. Lalu tidak terdapat sumber daya manusia (SDM) lokal
yang berpengalaman. Untuk itu, Pengusaha Instalasi Nuklir (PIN) harus melatih personil
cadangan (overmanning).

28
Daftar Pustaka
[1] Diktat Kompilasi Mata Kuliah Pengantar Sains Energi Tahun 2018/2019.
[2] Irwin, Rendi W. Penentuan Isi Awal Minyak Dan Peramalan Produksi Nya Dengan
Decline Curve Analysis Di Lapangan “R”. Seminar Nasional Cendikiawan 2015.
ISSN:2460-8696.
[3] Badan Standarisasi Nasional, 1999, Metoda Estimasi Potensi Energi Panas Bumi, BSN
(http://geothermal.itb.ac.id/sites/default/files/public/estimasi_energi_geothermal.pdf)
[4] Direktorat Panas Bumi Indonesia, 2017, Potensi Panas Bumi Indonesia Jilid 1,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta
[5] https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/p7abz3284/klhk-produksi-sampah-
nasional-658-juta-ton-per-tahun
[6] https://tumoutounews.com/2019/01/27/data-update-jumlah-penduduk-indonesia-dan-
dunia-tahun-2019/
[7] Sektor Pasokan Energi Produksi Minyak, Gas dan Batubara. 2013. Indonesia 2050
PathwayCalculator.
[8] BP Statistical Review of World Energy 2016
[9] IEA. (2017). Southeast Asia Energy Outlook 2017. (D. Justus, Ed.). Paris: International
Energy Agency. Retrieved from
http://www.iea.org/publications/freepublications/publication/WEO2017SpecialReport_So
utheastAsiaEnergyOutlook.pdf
[10] IRENA. (2015). Renewable Energy Prospects: Indonesia. International Renewable
Energy Agency. Retrieved from
http://www.irena.org/DocumentDownloads/Publications/IRENA_REmap_Mexico_report
_2015.pdf
[11] Pusat Data dan Teknologi Informasi ESDM, 2017, Kajian Penyediaan dan Pemanfaatan
Migas, Batubara, EBT, dan Listrik, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
[12] Ratnata, W I, dkk, 2013, Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air di Saluran Air
Sekitar Universitas Pendidikan Indonesia, FPTK Expo 2013, UPI
[13] S. Martosaputro, “Wind Energy Potential and Development in Indonesia,” hlm. 27, 2013.
[14] http://www.panelsurya.com/index.php/id/panel-surya-solar-cells/560-pembangkit-listrik-
tenaga-surya-energi-terbarukan
[15] https://icare-indonesia.org/kajian-potensi-energi-surya-di-indonesia-2/
[16] https://prasetyoirfan.wordpress.com/2019/02/13/menilik-peluang-dan-tantangan-energi-
surya-di-indonesia/
[17] https://geothermalindonesia.com/2017/02/25/pengubahan-energi-panas-menjadi-listrik/
[18] http://catatan-teknik.blogspot.com/2014/06/dasar-perhitungan-termoelektrik.html
[19] Papilo, Petir dkk. 2015. Penilaian Potensi Biomassa sebagai Alternatif Energi
Kelistrikan. Jurnal PASTI Volume IX No 2, 164 – 176
[20] Arif Tajali. 2015. Panduan Penilaian Potensi Biomassa sebagai Sumber Energi Alternatif di
Indonesia. Penabulu Alliance.
[21] Munawar, Fahmi. 2014. POTENSI ENERGI NUKLIR. Program Studi S1 Teknik Fisika,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
[22] Bondan, Abimanyu. Alimah, Siti. Suntoko Hadi. STUDI KETERSEDIAAN THORIUM
UNTUK MENINGKATKAN KEAMANAN ENERGI NUKLIR. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Energi Nuklir 2017.

29

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai