Anda di halaman 1dari 2

Eating Disorders dan Remaja

Remaja saat ini terutama di Indonesia pasti cukup asing dengan kata Eating Disorders
(ED) atau yang bisa disebut dengan gangguan makan. Gangguan makan adalah gangguan yang
dicirikan oleh pola makan yang tidak biasa dikarenakan pengaruh pikiran mengenai berat badan
dan bentuk badan. Gangguan makan pada umumnya terdapat 3 macam, yakni Anorexia Nervosa,
Bulimia Nervosa, dan Binge Eating Disorder. Penyebab gangguan makan dapat berupa faktor
biologis, psikologis, dan lingkungan.
Penderita gangguan makan ini dapat dijumpai diseluruh kalangan, baik dari usia muda
hingga dewasa, laki-laki maupun perempuan. Namun, penderita gangguan makan lebih banyak
didapati pada usia remaja. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan remaja masih memiliki
emosi yang cenderung labil, dan mereka selalu berkeinginan untuk menjadi lebih baik terutama
di mata masyarakat. Mereka biasanya berusaha untuk memenuhi ‘standar’ masyarakat dengan
harapan mereka akan lebih dicintai, dan mendapatkan perhatian lebih. Pasalnya, ‘standar
masyarakat saat ini seringkali tidak masuk akal dan nampak seperti mengharuskan semua orang
pada kalangan-kalangan tertentu untuk menjadi apa yang masyarakat inginkan. Salah satu
‘standar’ masyarakat yang tentu tidak asing lagi adalah proporsi tubuh, berat badan, dan bentuk
badan.
‘Standar’ masyarakat seolah-olah menjanjikan bahwa seseorang yang memiliki proporsi
tubuh, berat badan, dan bentuk badan yang ideal atau bagus akan lebih disukai, sedangkan yang
tidak ideal akan dikucilkan atau paling tidak akan digunjingkan walau memang tidak semua.
Akibatnya, remaja akan berpikir untuk melakukan segala cara supaya ia dapat diterima dalam
‘standar’ tersebut. Diet yang dilakukan dengan ekstrim dan obsesi untuk mencapai ‘standar’
masyarakat tersebut dapat menyebabkan gangguan makan.
Perlu diketahui bahwa gangguan makan dapat menyebabkan kematian apabila tidak
disadari dan mendapatkan pemulihan selekas mungkin. Gangguan makan menempati posisi yang
cukup tinggi sebagai penyebab kematian penderitanya jika dibandingkan dengan angka kematian
penderita gangguan mental lainnya. Belum lagi jika penderita gangguan makan ini juga
mengalami stress, depresi, gangguan kecemasan, dsb…, tentu saja akan memperburuk kondisi
mental penderita gangguan makan. Sudah sepatutnya gangguan makan juga turut menjadi isu
yang serius, karena gangguan ini bukanlah sebuah kesalahan seseorang dalam menjalankan
dietnya. Penderita gangguan makan tidak memilih untuk menjadi seperti itu. Pikiran penderita
gangguan makan terjebak dalam ruang yang membuat mereka terobsesi dengan angka, ukuran,
dan bagaimana mereka harus memenuhi ‘standar’ tersebut. Mereka tidak dapat merasakan
kebebasan, kebahagiaan. Memori-memori dan waktu hanya terlewat begitu saja tanpa mereka
nikmati. Mereka hanya memikirkan apa yang mereka makan, dan bagaimana mereka menjaga
tubuh mereka supaya tetap diterima dalam ‘standar’ masyarakat.
Lantas, apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka penderita gangguan makan?
Jangan pernah membicarakan penampilan orang lain yang tidak sesuai ‘standar’ masyarakat.
Buka mata dan lihat indahnya keberagaman yang ada. Jangan menyombongkan diri karena
angka pada timbanganmu, angka pada alat ukurmu. Jangan membuat orang lain tersinggung
karenanya. Tidak bisakah kita menerima? Menerima dan mensyukuri apa yang ada? Tidak
bisakah kita membiarkan orang lain hidup sebagaimana mestinya?
Beri pula kesadaran pada diri sendiri bahwa ‘standar’ masyarakat itu relatif bagi setiap
orang dan tidak harus selalu diikuti. Hapuskan semua obsesi mengenainya, dan mulailah
mencintai diri sendiri tanpa harus menjadi seperti yang ‘standar’ masyarakat tersebut inginkan.
Tidak perlu takut dikucilkan. Tuhan menciptakan makhluknya beranekaragam. Tidak bisa
disamaratakan. Dengan menerima diri sendiri, kita menjadi lebih bersyukur. Dengan menjadi diri
sendiri, kalian akan bersinar dengan cara kalian sendiri.

Anda mungkin juga menyukai