Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH ILMU SOSIAL

GANGGUAN MAKAN YANG MENGARAH KE OBESITAS


DAN MENGAKIBATKAN BULLYING/PERUNDUNGAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4 (KELAS 231)

WA ODE FITRA SARIPATI (M202301012)

RIRIN PUTRI HANDAYANI (M202301014)

NUZUL WAHYUNING TIAS (M202301021)

KADEK AYU KARUNIAWATI (202301010)

MUFTIHATURRAHMAH (M202301019)

MUHAMMAD SUPARDI (M202301001)

PROGRAM STUDI MEGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI

2023
A. GANGUAN MAKAN
Gangguan makan adalah gangguan mental yang ditandai dengan perilaku makan yang
tidak normal dan disertai gangguan emosi. Penderita gangguan makan bisa
mengonsumsi terlalu sedikit atau terlalu banyak makanan, serta terobsesi pada berat
badan atau bentuk tubuhnya.
Ada beberapa jenis gangguan makan, tetapi tiga yang paling sering terjadi adalah
anoreksia nervosa dan bulimia nervosa, serta gangguan makan berlebihan atau binge
eating disorder. Gangguan makan dapat terjadi pada semua kelompok usia, tetapi
lebih sering dialami oleh remaja usia 13–17 tahun.

1. Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa adalah gangguan makan yang ditandai dengan berat badan
yang terlalu rendah dan rasa takut jika berat badannya naik. Hal ini membuat
penderita membatasi asupan makan, karena merasa berat badannya berlebihan,
meskipun pada kenyataannya, tubuhnya sudah ramping atau justru terlalu kurus.
Asupan kalori yang terlalu sedikit pada penderita anoreksi nervosa dapat
menyebabkan keluhan berupa:

a. Kulit kering
b. Rambut rontok
c. Tubuh terasa lemas
d. Sering merasa kedinginan akibat suhu tubuh yang rendah
e. Menstruasi menjadi tidak teratur atau bahkan terhenti (amenorrhea)
f. Sembelit atau konstipasi
g. Hipotensi atau tekanan darah rendah
h. Gangguan irama jantung
i. Kerusakan otak

Anoreksia nervosa dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian. Selain itu,
penderita juga bisa mengalami depresi dan sangat putus asa hingga melakukan
percobaan bunuh diri.
2. Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa adalah gangguan makan yang membuat penderitanya makan
secara berlebihan, kemudian ingin segera membuang makanan yang
dikonsumsinya dengan cara yang tidak sehat.
Cara membuang makanan tersebut bisa dengan memuntahkan kembali makanan
yang baru dimakan, menggunakan obat pencahar atau obat diuretik, atau
berolahraga secara berlebihan. Tindakan tersebut dilakukan karena penderita
merasa bersalah telah makan banyak dan takut berat badannya menjadi
berlebihan.
Akibat perilakunya tersebut, penderita bulimia dapat merasakan keluhan fisik
berupa:

a. Sakit tenggorokan
b. Pembengkakan pada wajah atau kelenjar di rahang
c. Gangguan siklus menstruasi
d. Gigi sensitif dan rusak
e. Gusi berdarah

3. Binge Eating Disorder


Gangguan makan berlebihan atau binge eating disorder ditandai dengan perilaku
makan yang cepat dan dalam porsi sangat banyak, meski tidak lapar atau bahkan
sudah sangat kenyang. Akibatnya, penderita gangguan ini memiliki berat badan
berlebih atau obesitas. Gejala binge eating disorder antara lain:

a. Mengonsumi makanan dalam jumlah banyak


b. Makan dengan sangat cepat
c. Tetap makan saat perut sudah kenyang
d. Bersembunyi saat makan karena malu bila terlihat orang

Pada dasarnya, makan dalam jumlah besar tidak akan memengaruhi kesehatan jika
dilakukan sesekali, misalnya saat acara makan keluarga atau setelah melakukan
aktivitas yang menguras energi. Namun, berbeda dengan pengidap binge eating
disorder. Mereka cenderung makan dalam porsi besar setiap saat, hal ini dapat
memicu berbagai penyakit.

Binge eating disorder berpotensi menimbulkan beberapa komplikasi berbahaya,


seperti obesitas, nyeri kronis, gangguan tidur, asma, sindrom iritasi usus besar,
penyakit metabolik, dan kardiovaskular. Binge eating disorder dapat dialami oleh
siapa saja. Namun, sama halnya dengan gangguan makan lainnya, kondisi ini
lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria. BED biasanya bermula di
akhir usia remaja dan berlanjut hingga usia 20-an.

 Penyebab Binge Eating Disorder


Tidak diketahui secara pasti apa penyebab binge eating disorder. Namun,
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami binge
eating disorder adalah sebagai berikut:

a. Memiliki keluarga dengan riwayat gangguan makan.


b. Adanya gangguan pada senyawa kimia di otak yang mengatur pola makan.
c. Mengidap gangguan mental lain, seperti bipolar, kecanduan alkohol,
gangguan cemas, depresi, atau lainnya.
d. Memiliki berat badan berlebih.
e. Memiliki trauma emosional akibat pengalaman tertentu, misalnya pernah
dirundung, pelecehan seksual, atau stres berat.
f. Merasa tidak puas dengan bentuk tubuh yang dimiliki.

Di samping itu, binge eating disorder juga dapat dipicu oleh kebiasaan makan
saat stres (stress eating), bahkan menonton video mukbang (makan-makan)
juga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami binge eating disorder.

 Gejala Binge Eating Disorder


Binge eating disorder adalah kondisi yang sering dialami oleh orang yang baru
menjalani diet. Gejala binge eating disorder ini berupa siklus berulang seperti
lingkaran. Di tahap awal, pengidap biasanya tetap nyaman saat makan karena
aktivitas ini dapat membantunya meredakan stres.
Akan tetapi, beberapa saat setelah makan, pengidap akan merasa menyesal,
bersalah, dan cemas. Hingga akhirnya, mereka memilih untuk makan lagi guna
mengurangi tekanan emosi yang dirasakan tersebut. Inilah yang disebut
sebagai siklus lingkaran pada gejala binge eating disorder.

Selain itu, beberapa gejala lain dari binge eating disorder adalah sebagai
berikut:
a. Tidak memiliki jadwal makan yang jelas sehingga terus-menerus makan
sepanjang hari.
b. Selalu makan dalam porsi besar.
c. Terkadang menyembunyikan makanan untuk dimakan secara diam-diam.
d. Terbiasa makan porsi besar dalam waktu singkat.
e. Terus makan sekalipun sudah merasa kenyang.
f. Merasa stres hanya bisa diredakan dengan makan.
g. Depresi setelah makan terlalu banyak.
h. Merasa frustasi karena tidak mampu mengendalikan berat badan.

B. BULLYING/PERUNDUNGAN
Perundungan atau bullying adalah tindak kekerasan verbal dan nonverbal yang sering
ditemukan dalam ruang lingkup anak-anak. Banyak hal yang membuat seorang anak
menjadi korban bullying oleh teman-teman sepermainan, salah satunya kondisi tubuh
terlalu gemuk atau obesitas.

C. HUBUNGAN OBESITAS DENGAN BULLYING PADA ANAK


Hubungan obesitas dengan bullying pada anak pernah dimuat dalam studi
tahun 2004. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat tersebut melibatkan 5.749
anak laki-laki dan perempuan berusia 11 hingga 16 tahun. Hasil studi mengatakan,
anak usia sekolah yang kelebihan berat badan lebih sering menjadi korban bullying
daripada teman-teman mereka yang berbobot normal. Penelitian yang sama juga
melaporkan, para pelaku bullying sering mengolok-ngolok penampilan, pakaian, dan
cara berbicara anak obesitas. Selain itu, bagi anak laki-laki dengan obesitas, mereka
juga sering disakiti secara fisik (pukulan, tendangan). Sedangkan pada anak
perempuan, mereka lebih sering dikucilkan dan menjadi sasaran rumor atau gosip di
sekolah. Menurut salah satu peneliti, baik kaya atau miskin, pintar atau bodoh, anak
dengan obesitas tetap menjadi incaran utama aksi bullying. .
Anak-anak yang sering dirundung (dibully) dengan teman sebanya ternyata
tidak hanya mendapatkan dampak fisik. Selain mental, munculnya obesitas pada anak
dianggap karena perlakuan kasar ini. Potensi ini dapat diperolehnya ketika beranjak
usia lebih dari 18 tahun.
Remaja yang kelebihan berat badan dan obesitas lebih mungkin menjadi
korban perundungan dibandingkan remaja dengan berat badan sehat. Sementara
remaja dengan kelebihan berat badan dan obesitas mengalami tingkat lebih tinggi dari
segala bentuk penindasan, termasuk pelecehan berdasarkan berat badan, ras, sosial
ekonomi (SES), dan pelecehan seksual;
Sebuah studi yang dilakukan Puhl dan Luedicke menemukan bahwa
viktimisasi pelaku intimidasi, terutama viktimisasi berdasarkan berat badan, dikaitkan
dengan kemungkinan 40%–50% lebih besar untuk merasa sedih, depresi, dan merasa
lebih buruk terhadap diri mereka sendiri. Selain itu, intimidasi yang dilakukan oleh
teman sebaya terkait berat badan dapat menyebabkan hambatan dalam
mengembangkan hubungan dengan teman sebaya dan dapat memperburuk isolasi
sosial di kalangan remaja yang kelebihan berat badan dan obesitas, khususnya di
kalangan remaja perempuan. Oleh karena itu, remaja dengan kelebihan berat badan
dan obesitas sangat rentan terhadap perundungan dari teman sebayanya, khususnya
viktimisasi berdasarkan berat badan, yang dapat berdampak negatif terhadap
kesehatan emosional dan kemampuan mereka untuk mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya dan terlibat secara sosial selama periode penting dalam
perkembangan.

D. DAMPAK BULLYING
Penindasan, perundungan, atau bullying menjadi perilaku buruk yang bisa
memberikan dampak negatif. Kabar buruknya, siapa pun bisa menjadi korban
bullying. Ada berbagai bentuk dari perilaku bullying, mulai dari verbal, non verbal,
hingga tindakan fisik. Tentunya, ini semua bisa berdampak pada kehidupan korban.
Bahkan, tanpa disadari, perilaku perundungan juga bisa memengaruhi tingkah pelaku.
Lalu, apa saja dampak bullying bagi korban dan pelaku? Mari ketahui
sejumlah dampak yang bisa dialami oleh korban dan pelaku perundungan.

1. Rentan Merasakan Emosi


Aspek emosional menjadi salah satu dampak bullying verbal yang dapat dirasakan
oleh korban. Biasanya, korban perundungan rentan mengalami emosi seperti takut,
sedih, dan marah. Dampak bullying bisa berlanjut pada munculnya gejala depresi,
gangguan pencernaan, atau gangguan beradaptasi bagi korban bullying.

2. Sulit Berkonsentrasi
dampak kognitif dari perilaku bullying dapat membuat korban sulit berkonsentrasi
dan memproses hal baru. Karena adanya rasa cemas, ini juga membuat korban sulit
untuk membuat keputusan dan menghindari konflik. Bahkan, dampak bullying bagi
siswa juga akan membuat korban kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran di
sekolah. Selain terjadi pada korban, ini juga bisa menjadi dampak bullying bagi saksi
yang melihat peristiwa perundungan.

3. Tidak Percaya Diri


Dampak bullying bagi masyarakat juga bisa membuat korban tidak percaya diri.
Ketika bullying yang dialami adalah kekerasan fisik, tentu bekas-bekas luka yang
didapatkan dari perilaku perundungan dapat menyisakan pengalaman traumatis.

4. Masalah Fisik
Karena menurunnya kepercayaan diri akibat kondisi fisik, ini juga bisa memunculkan
gejala-gejala psikosomatis. Gangguan psikosomatis merupakan kondisi di mana
munculnya penyakit fisik akibat pikiran atau emosi yang dirasakan korban. Gejala
psikosomatis yang bisa muncul adalah gastroesophageal reflux disease (GERD),
tremor, atau mimisan. Menurut Iswan, ini terjadi karena korban dikuasai oleh emosi
negatif, seperti takut, cemas, dan sedih.

5. Menarik Diri dari Lingkungan


Dampak bullying juga bisa terjadi pada aspek sosial. Biasanya, korban bullying akan
menarik diri dari lingkungan sosial karena takut akan mendapatkan perlakuan yang
sama. Kondisi tersebut juga bisa menjadi dampak bullying di media sosial atau
cyberbullying. Korban biasanya akan menarik diri dari lingkungan dan tidak akan
menggunakan media sosial tertentu karena merasa takut dan cemas.
6. Sulit Membentuk Hubungan
Dalam jangka panjang, dampak bullying dapat membuat korban sulit membentuk
hubungan yang saling percaya. Pasalnya, korban biasanya memiliki trust issue
terhadap kelompok atau seseorang yang dekat dengan pelaku. Misalnya, ia pernah
dirundung oleh kakak tingkat. Hal ini akan membuat korban memiliki trust issue
untuk berinteraksi atau satu tim dengan orang yang lebih tua.

7. Memicu Terjadinya Gangguan Mental


Dampak bullying non verbal, verbal, atau fisik dapat memicu terjadinya gangguan
mental. Berdasarkan buku yang berjudul Preventing Bullying Through Science,
Policy, and Practice, peristiwa kehidupan yang membuat stres, seperti korban
perundungan, dapat menyebabkan timbulnya gangguan mental seperti depresi,
kecemasan, dan gejala kejiwaan.
DAFTAR PUSTAKA

https://ameera.republika.co.id/berita/ogka7x366/awas-bullying-sebabkan-obesitas-anak

https://www.verywellfamily.com/obesity-and-bullying-what-is-the-com

https://ayosehat.kemkes.go.id/pola-makan-yang-bisa-menyebabkan-obesitas

https://www.klikdokter.com/ibu-anak/kesehatan-anak/penyebab-anak-obesitas-rentan-
menjadi-korban-bullying

Anda mungkin juga menyukai