Anda di halaman 1dari 86

BAB I

KONSEP HIJRAH DALAM PERSPEKTIF AL QURAN


(APLIKASI SEMANTIK TOSHIHIKO ISZUTSU)

A. Latar Belakang Masalah


Masyarakat Arab terbiasa menetapkan segala sesuatu dengan
peristiwa-pristiwa penting yang telah terjadi, sebelum Islam datang, orang-
orang Arab tidak memiliki kalender khusus yang dapat digunakan sebagai
referensi utama dalam menentukan suatu peristiwa yang telah terjadi
sampai pada peristiwa hirah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.
Dari kota Mekkah menuju Madinah 623 M. Pasca wafatnya Nabi tampu
kepemimpinan dipegang oleh Abu Bakar Assidiq ra. Selama 2 tahun,
setelah itu diteruskan oleh Umar bin Khatab ra. Selama 10 tahun. Pada
massa kepemimpinan Umar bin Khattab ia mengadakan sebuah musyawah
dengan menggumpulkan para sahabat untuk merencanakan pembuatan
kalender sebagai acuan umat Islamyang dinamakan dengan kalender
hijriah.1
Dalam dinamika perkembangan peradaban Islam, peristiwa hirah
dianggap sebagai peristiwa penting pada saat itu. Karena hal ini menjadi
modal sosial politik untuk membangun peradaban Islam. Peristiwa
tersebut memberikan keteladanan moral dalam kepemimpinan Nabi SAW
membangun peradaban madani. Sebab setelah pristiwa hirah yang
dramatik itu para sahabat menyebar ke seluruh penjuru dunia untuk
mendakwahkan ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Nabi SAW.

1
Ida Fitri Shohibah, Mengenal Nama Bulan Dalam Kalender Hijriahn (t.t: Balai
Pustaka, t.t), 2.

1
2

Berbeda halnya pengertian hirah di masa Nabi SAW. Hirah secara


bahasa dapat artikan “Meninggalkan”, jika di aplikasikan kepada
kehidupan seseorang artinya hirah merupakan perpindahan dari suatu
kondisi kepada kondisi tertentu atau bermakna meninggalkan kondisi
yang buruk beralih kepada kondisi yang lebih baik. Dalam surah Al-
Baqarah ayat 218 Allah SWT berfirman:

ِ ِ َّ ِ َّ ِ
ُ‫ت اللَّه ۚ َواللَّه‬ َ ِ‫اه ُدوا يِف َس بِ ِيل اللَّ ِه أُو ٰلَئ‬
َ َ ‫ك َيْر ُج و َن َرمْح‬ َ ‫اجُروا َو َج‬
َ ‫ين َه‬ َ ‫إ َّن الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا َوالذ‬
‫يم‬ ِ ‫َغ ُف‬
ٌ ‫ور َرح‬ ٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang
berhirah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat
Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S Al-
Baqarah [2]: 18)

Dapat dipahami bahwa hirah dalam konteks ini bukan diartikan

sebagai penpindahan dari satu tempat ke tempat lain atau perpindahan

letak geografis. Menurut Prof. Dr. Haji Abdul Malik Amrullah atau yang

akrab dengan sapaan Buya Hamka, hirah merupakan ibadah tingkat

tinggi karna seseorang yang telah berhirah berarti ia telah merelakan

seluruh kehidupan di jala Allah. 2

Belakangan ini hirah merupakan fenomena yang terjadi di

kalangan masyarakat dan merupakan sebuah gerakan sosial baru bahkan

menjadi sebuah tren yang berkembang pada masyakat dewasa ini

terutama dikalangan milenial mengingat maraknya kampanye yang di

sampaikan oleh Ust.Anan Hataki dan kawan-kawan tentang hirah


milenial.

2
Hamka, Juz ‘Amma Tafsir al-Azhar, (Depok, Gema Insani, 2015), 37
3

Hal ini disebabkan oleh adanya keinginan individu untuk menjadi

pribadi yang lebih baik lagi dalam konteks ke Islaman. Yang menjadi

faktor pendorong masyarakat milenial untuk ber-hirah diantaranya yaitu

timbulnya perasaan kekosongan jiwa ysehingga menyebabkan kejenuhan

dan ketidaktenangan walapun telah di iming-imingi kesenangan duniawi.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah karna mereka (para remaja yang

ber-hirah) sudah mulai berfikir secara kritis dalam konteks

keberagamaan, kemudian hal ini di dukung dengan akses informasi

keagamaan yang memudahkan mereka mengenal Agama hanaya dengan

media sosial.3

Hirah secara etimologi adalah lawan kata dari kata Washol

(sampai/teresambung). Diambil dari kata Ha-ja-ra, yah-ju-ru, hij-ran

dan hij-ra-nan yang artinya memutuskannya, mereka berdua yah-ta-ji-

rani atau ya-ta-ha-ja-rani yaitu saling meninggalkan. Bentuk isim-nya

hirah. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh diriwayatkan oleh Muslim

disebutkan:

َ ْ‫اَل يَ ِحلُّ لِ ُم ْسلِ ٍم أَ ْن يَ ْه ُج َر أَخَ اهُ فَو‬


ٍ ‫ق ثَاَل‬
‫ث‬
“Tidak halal seorang mukmin meninggal kan saudaranya
(membiarkan dan tidak ber tanya) lebih dari tiga hari”. (HR Muslim)
Yang dimaksud dengan kalimat hirah dalam hadits itu adalah
kebalikan dari tersambung, yaitu apa yang terjadi antara dua orang muslim

3
Suci Wahyu, Hirah Islami Milenial Berdasarkan Paradigma Berorentasi
Identitas (Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi, Vol.3, No.2, 2019)
4

baik itu menodai atau mengurangi hak-hak pergaulan atau persahabatan


yang tidak tercatat dalam tinjauan agama.4
Al-Qur’an menyebutan Kata Hirah sebanyak 31 kali dalam 19 bentuk
yang terdiri dari ‫ يُهَا ِجرُوا‬disebutkan tiga kali dalam al-Qur'an yang terdapat
pada An-Nisa 89, Al-Anfaal 72, Al-Anfaal 72, ْ‫ُهَاجر‬
ِ ‫ ي‬disebutkan satu kali
dalam al-Qur'an yang terdapat pada An-Nisa 100, ‫َاجرُو‬
َ ‫ َوه‬disebutkan empat
kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada Al-Anfaal 72, Al-Anfaal 74, Al-
Anfaal 75, At-Taubah 20, ‫ َوا ْه ُجرُوه َُّن‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang
terdapat pada An-Nisa 34, ‫رْ نِي‬e‫ َوا ْه ُج‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang
terdapat pada Maryam 46, ‫رْ هُ ْم‬e‫ َوا ْه ُج‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang
terdapat pada Al-Muzzammil 10, َ‫ َو ْال ُمهَا ِج ِرين‬disebutkan tiga kali dalam al-
eُ ‫تَ ْه‬
Qur'an yang terdapat pada At-Taubah 117, An-Nuur 22, Al-Ahzab 6, َ‫ج رُون‬
disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada Al-Mu'minuun 67, ‫مَُه‬
ٍ‫اجَرات‬
ِ disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada Al-
Mumtahanah 10, ‫اجٌر‬
ِ َ‫ مُه‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat
pada Al-Ankabuut 26, ‫اجًر‬
ِ َ‫ مُه‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang
terdapat pada An-Nisa 100, ‫و ًر‬e‫ َم ْه ُج‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang
terdapat pada Al-Furqan 30, ‫ هَا َجرُوا‬disebutkan lima kali dalam al-Qur'an
yang terdapat pada Al-Baqarah 218, Ali-Imran 195, An-Nahl 41, An-Nahl
110, Al-Hajj 58, َ‫ هَا َجرْ ن‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat
pada Al-Ahzab 50, ‫ هَا َج َر‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat
pada Al-Hasyr 9, ‫ هَجْ رًا‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat
ْ ‫اجر‬
pada Al-Muzzammil 10, ‫ُوا‬ ِ َ‫ فَتُه‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang
terdapat pada An-Nisa 97, ْ‫ فَا ْهجُر‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang
terdapat pada Al-Muddaththir 5, ‫ ْال ُمهَا ِج ِرين‬disebutkan dua kali dalam al-
Qur'an yang terdapat pada At-Taubah 100, Al-Hasyr 8.5

4
Ahzami Saimun Jazuli, Hirah Dalam Pandangan Al-Qur’an (Depok: Gema
Insani, 2006), 15.
5

Dalam penelitian ini penulis mengabil kata kunci Hirah sebagai suatu
sarana dalam penerapan metode semantik al-Quran. Penelitian ini
menggunakan analisis semantik yang dikembangkan oleh Toshihiko Izutsu,
seorang ahli linguistik yang sangat tertarik pada al-Quran. Sebagai seorang
non-Muslim yang konsen pada bidang linguistik Izutsu memiliki pandangan
bahwa alqur’an merupakan perkataan tuhan yang sampaikan melalui nabi
Muhammad melalui malaikat Jibril secara mutawatir.6 Menurut Toshihiko
Izutsu semantik al-Quran berusaha menyingkap pandangan dunia al-Quran
melalui analisis semantik terhadap materi di dalam al-Quran itu sendiri.
Yakni kosa kata atau istilah-istilah penting yang banyak digunakan oleh al-
Qur’an.
Kosa kata yang terdapat dalam al-Quran sarat pesan moral, budaya,
peradaban dan sebagainya. Sehingga kosa kata yang memiliki makna yang
begitu luas tersebut ditampung di dalam kandungan al-Quran yang kemudian
dikenal dengan keseluruhan konsep yang terorganisir dan disimbolkan
dengan kosa kata weltanschauung yang dikembangkan oleh Toshihko Izutshu
sendiri.7
Demikian gambaran tentang hijrah yang nanti akan menjadi fokus
utama pembahasan melalui metode semantik yang di tawarkan Toshihiko
Izutsu sebagai pisau analisis dalam menggali makna secara mendalam dan
komprehensif di dalam al-Qur’an.

5
Muhammad Fuad abf al-baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li al-fazh al-Quran al-
karim (kairo: Dar al-Hadist, 1991), 730-73.

6
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, h. 165. Hal ini disampaikan juga
oleh Faturrahman dalam Tesisnya yang berjudul al Quran dan Tafsirnya dalam
Perspektif Toshihiko Izutsu,, 60.
7
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusi terj. Agus Fahri Husein (dkk)
(Yogyakarta: tiara Wacana, 1997), 3.
6

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Dari pembahasan tentang pemaknaan hirah di dalam al-Qur’an penulis
mengidentifikasi permasalahan terkait makna hirah, diantaranya:
a. Anggapan bahwa hirah sebagai strategi politik Nabi dalam
membangun peradaban umat Islam.
b. Hirah dalam konteks perubahan sosial suatu individu ke arah yang
lebih baik dalam menjalankan syariat islam.
c. Pemaknaan hirah secara kebahasaan yang dibahas oleh mufasir
tertentu.
2. Batasan Masalah
Dari uraian yang di sampaikan maka penulis ingin menggali kata
Hirah di dalam al-Qur’an dibatasi dengan pendekatan semantik toshihiko
izutsu.
3. Rumusan Masalah
Setelah melakukan pengidentifikasian masalah, penulis mengfokuskan
pembahasan dalam penelitian ini tentang ayat-ayat hirah yang ada di
dalam al-Qur'an maelalui metode semantik Toshihiko Izutsu. Alasan
penulis menulis skripsi ini ialah karena ingin menggali makna dan
pengertian Hirah yang tercantum di dalam al-Qur'an, maka dari uraian
diatas tercetus rumusan masalah sebagai berikut:
A. Bagaimana al-Qur'an menginformasikan hal tentang Hirah bila
dikaji melalui perspektif semantik Toshihiko Izutsu?
B. Apa relevansi makna hirah dalam perspektif Toshihiko Izutsu dan
konteks wacana hirah secara umum?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan penelitian
7

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk:


a. Mengungkap makna dasar dan makna realisional kata Hirah di
dalam al-Quran.
b. Mengetahui konsep Hirah yang terdapat di dalam al-Quran di tinjau
dari sisi sinkronik dan diakronik.
2. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini berguna dalam memperkaya khazanah
pengetahuan keislaman, terutama yang berhubungan dengan kajian
ayat-ayat al-Quran dan tafsir dengan tidak mengabaikan aspek-aspek
lain yang terkait dengan kajian yang dimaksud.
b. Berguna dalam melahirkan suatu kerangka konseptual yang
menyangkut pada kajian pandangan al-Quran mengenai Hirah.
c. Berguna sebagai sumbangan pemikiran penulis terhadap tuntutan
dinamika masyarakat Islam, khususnya di Indonesia yang sedang
menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan, melalui pengkajian
ajaran al-Quran semoga dapat membantu dijadikan sebagai referensi
dan standar moral bagi umat dalam menatap dan membangun
kehidupannya terutama di era global saat ini serta dapat menambah
wawasan yang konstruktif dalam membina dan mendidik masyarakat
melalui pendidikan yang bersifat Qur’ani.

D. TINJAUAN PUSTAKA
Sejumlah penelitian tentang topik Hirah dan berkaitan tentang semantik
Toshihiko Izutsu yang telah dilakukan, baik yang mengkaji secara spesifik
sumber data yang diperoleh, isu, maupun yang menyinggung secara umum.
Berikut beberapa tinjauan umum atas karya-karya penelitian mengenai
Hirah dan semantik Toshihiko Izutsu :
8

Petama, sebuah artikel yang ditulis oleh Warsito Raharjo Jati dengan
judul IslamPopuler Sebagai Pencarian Indentitas Muslim Kelas Menengah
Indonesia. 21Dalam tulisannya ini Warsito ini ingin menelisik sebuah
pertemuan identitas antara Islamdan modernitas. Dari percampuran kedua
identitas tersebut yang mana Islammewakili konservatisme dan modernisme
mewakili progresivitas muncul terma baru yang oleh Warsito disebut
sebagai “IslamPopuler”.Kontekstualisasi dilakukan sebenarnya dengan
tujuan bahwa Islamadalah agama yang mampu berpijak pada setiap
zamannya. Islampopuler di sini diartikan oleh Warsito sebagai modus cara
beragama baru yang tidak hanya menampilkan sisi dalam agama, namun
juga menampilkan sisi luar dari agama tersebut, yaitu seperti gaya bahasa,
fashion, musik, maupun dalam cara berfikir dan bertindak dalam keseharian
nya mencerminkan Islamdengan modern. Dari sinilah Warsito menganggap
bahwa Islamseperti ini hanya yang Nampak ke permukaan hanyalah simbol
semata.
Kedua, artikel yang ditulis oleh Erik Setiawan dkk dengan judul
Makna Hirah pada Mahasiswa Mahasiswa Fikom Unisba di Komunitas
(followers) Akun LINE @DakwahhIslam. 22 Di abad 21 sekarang seperti
sekarang ini, penggunaan teknologi sudah menjadi kebutuhan primer bagi
setiap manusia, tidak terkecuali bagi seorang muslim. Teknologi sebagai
jembatan manusia untuk mengerti setiap aktifitas yang terjadi dalam momen
tertentu yang tidak bisa dilihat secara langsung. Dalam konteks dakwah Erik
Setiawan dkk ingin memperlihatkan bagaimana cara kerja dakwah
Islamdalam dunia media sosial, seperti LINE. Dari media sosial inilah
mereka ingin membuat terobosan baru dalam bidang dakwah, tidak
terkecuali salah satu misinya yaitu ingin menyadarkan setiap insan muslim
agar kembali ke dalam jalur yang benar. Dakwah dalam konteks media
sosial yang mereka gagas amat sangat berhasil untuk menarik minat pemuda
9

dan pemudi. Meskipun di lain sisi yang ditampilkan hanya sebatas tampilan
luar semata.
Keriga, artikel yang ditulis oleh Firly Annisa dengan judul Hirah
Milenial: Antara Kesalehan dan Populism. 23 Dalam artikelnya tersebut
Firly ingin menjelaskan bahwa pesan-pesan Tuhan
(agama) yang ditangkap oleh kaum yang dianggap milenial hari ini
tidak menunjukkan kesakralan nya lagi. Dalam konteks agama sendiri
keilmuan itu sangatlah penting, karena hal tersebut untuk menjaga
kemurnian ajaran. Tetapi apa yang didapat oleh mereka kaum milenial
adalah hanya ajaran agama yang sepotong-potong. Mereka menerima
hanya atas dasar bahwa pesan tersebut benar, tidak dilandasi dengan asal
usul turunnya pesan agama tersebut. Selain itu, kaum milenial hari ini
merubah paradigma lama tentang agama bahwa seorang ulama tidak
harus yang memakai sarung, jubah, atau bahkan imamah. Penceramah
hari ini haruslah mengikuti trend. Konsumsi agama yang mereka dapat
juga tidak seimbang, maksudnya mereka lebih antusias mendengarkan
ceramah tentang cinta, pacaran yang tidak boleh, dan ujungujungnya
pasti nikah muda. Hal inilah yang bagi Firly agama tidak lagi
menunjukkan kesalehannya melainkan hanya sebatas populism semata.
Keempat, jurnal yang ditulis ahmad Majid dengan judul Makna
Sinkronik-Diakronik Kata ‘Usr dan Yusr dalam Surat Al-Insyiroh.
Tulisan yang mengkaji tentang makna semantik kata ‘usr dan yusr pada
QS. Al-Insyiroh ayat 5-6, dia menyesbutkan kata ‘usr dan yusr
disebutkan dalam jumlah yangsama. Namun bentuk masing-masing
berbeda. kata‘usr tersusun dalam bentuk ma’rifat yang menunjukan
kekhususan sedangkan redaksi kata yusr berupa nakirah yang membawa
pesan kemudahan bisa datang dan di peroleh dalam berbagai bentuknya.
Artinya ketika ada suatu kesulitan datang maka akan datang kemudahan
10

dari arah yang berbeda. Kajian tentang makna semantik menguak pesan-
pesan kehidupan.
Kelima, jurnal yang di tulis oleh Muhbib Abdul Wahab Hirah dan
Kepemimpinan Profetik. tulisan ini mengagabarkan tentang perjuangan
pejalanan hirah Nabi dari Makkah ke Madinah kemudian ketauladan dari
kepemimpinan Nabi dalam ketika memipin umat islam.8
Keenam, murni yang berjudul Konsep Hijrah Dalam Perspektif Al-
Qur’an ( Studi Terhadap Pandangan Quraish Shihab dalam tafsir Al-
Misbah) Skripsi ini membahas tentang konsep hijrah dalam perspektif al-
Qur’an dengan kajian tafsir madu’i (tematik). Pokok pembahsan dari skripsi
ini yaitu mengungkap kosep Hijrah yang di sebutkan di dalam al-Qur’an,
kemudian mengungkap makna hijrah dalam pandangan Quraish shihab
dalam tafsir al-Misbah. Menurut penelis kata hijrah secara umum di maknai
dengan perpindahan dari sesuatu yang bersifat buruk kepada sesuatu yang
bersifat lebih baik. Sedangkan Hijrah mengandung hikmah yang sangat
besar dalam kehidupan manusia antara lain pengorbanan, hidup akan terasa
lebih bermakna, dan senantiasa bertawakal kepada Allah SWT.9
Ketujuh, “Relasi tuhan dan manusia: pendekatan sematik terhadap
al-Qur’an” di tulis oleh Toshihiko Izutsu. Buku ini menjelaskan tentang
semantik al-Quran, penerapan metode semantik terhadap kata kunci al-
Quran. Titik tekan buku ini adalah analisis semantik, yaitu relasi tuhan dan
manusia.
Kedelapan, skripsi yang tulis oleh Eko Budi Santoso. Skripsi ini
berjudul Makna Tawwakul dalam al-Quran: aplikasi semantik toshihiko

8
Muhbib Abdul Wahab, Hirah dan Kepemimpinan Profetik (jurnal Uin Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2015)
9
Murni ”Konsep Hijrah Dalam Perspektif Al-Qur’an ( Studi Terhadap
Pandangan Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah)”(Skripsi Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Alauddin, Makasar, 2013)
11

izutsu. Skripsi ini membahas tentang makna dasar, makna relasional dan
pekembangan makna Tawwakul di tinjau dari sisi sinkronik dan akronik. 10
Kesembilan, skripsi yang di tulis oleh Muflihun Hidayatullah. Yang
berjudul Iklas dalam Al-Qur’an: Perspektif Semantik Toshihiko Izutsu. Di
dalam skripsi tersebut menggali makna iklas yang terkandung di dalam al-
Qur’an dengan mengginakan metode semantik Toshihiko Izutsu. Studi ini
membahas tentang makna ikhlas dalam al-Qur’an. Permasalahan yang
diangkat dalam skripsi ini menjawab relevansi penggunaan ikhlas yang
dikaitkan dengan musibah. Penulis menelusuri dengan perspektif semantik
Toshihiko Izutsu. Dalam menjawab permasalahan penelitian, penulis
menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan menggambarkan data-data
yang ditemukan secara apa adanya dan merekonstruksinya melalui
kategorisasi sesuai data yang didapat. Penelitian ini menemukan bahwa
penggunaan ikhlas dalam al-Qur’an dengan pendekatan semantik
Toshihiko Izutsu bermakna ketauhidan, keselamatan dan terpilih. 11
Kesepuluh, tesis yang di tulis oleh Faturtahman berjudul Al-
Qur’an dan Tafsirnya Dalam Perspektif Toshihiko Izutsu. Tesis ini
membuktikan bahwa menjadi Muslim bukanlah merupakan syarat utama
bagi seseorang untuk dapat mengkaji al-Qur‘an. Kesimpulan tesis ini
pada dasarnya menolak pendapat yang menyatakan bahwa non-Muslim
tidak boleh mengkaji al-Qur‘an. tesis ini mendukung gagasan tentang
kemungkinan bagi setiap orang dapat mengkaji al-Qur‘an tanpa dibatasi
oleh agamanya, apakah ia Muslim atau bukan.12

10
Eko Budi Santoso, Makna Tawwakul dalam al-Quran: aplikasi semantik
toshihiko izutsu (Skripsi Fakultas Ushuluddin Uin Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2015)
11
Muflihun hidayatullah, “Iklas Dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu
(Skripsi Fakultas Ushuluddin Uin Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2018)
12
Faturrahman “Al-Qur’an dan Tafsirnya dala Perpektif Toshihiko Izutsu (Skripsi
Fakultas Ushuluddin Uin Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012)
12

Kesebelas, Asep Muhamad Pajarudin berjudul Konsep Munafik


dalam al-Qur’an (Kajian Semantik Toshihiko Izutsu). Skripsi ini membahas
konsep munafik dalam al-Qur’an dengan pendekatan semantik Toshihiko
Izutsu. Menurutnya penafsiran munafik sampai saat ini masih belum
terkonsepkan dengan rapih dan belum mengungkapkan makna lebih dalam
seperti makna dasar dan makna relasional. Sehingga memunculkan
justifikasi munafik antara umat Islam. Seperti yang terjadi pada proses
PILKADA DKI Jaakarta 2016 lalu. Al-Qur’an sebagai landasan atau berisi
kata kunci, sebenarnya makna di kandungannya lebih luas dan dalam.13
Dari pembahasan diatas mengenai kata kunci hijrah dan semantik
toshihiko Izutsu penulis belum menemukan pemaknaan secara spesifik
tentang pemaknaan kata hijrah di dalam alqur’an yang di analisis melalui
pendekatan sematik Toshihiko Izutsu. Yang baru dalam pembahsan kali ini
penulis berusaha mengkosepkan makna hijrah yang terkandung di dalam al-
Qur’an melalui analisis semantik Toshihiko Izutsu.
E. Metodelogi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian karya ilmiah ini penulis menggunakan metode
diskriptif analisis yang bersifat kualitatif.14 Metode kualitatif yaitu
sebuah pemahaman ilmu pengetahuan dan filsafat yang berasumsi
bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang didasarkan
pada fakta-fakta positif yang diperoleh melalui pengindraan.15
13
Asep Muhamad Pajarudin ” Konsep Munafik dalam al-Qur’an (Kajian
Semantik Toshihiko Izutsu)” (Skripsi Fakultas Ushuluddin Uin Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2018)
14
M. Fatih Suryadilangga, Metodologi ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005),
153
15
Eliys lestari Pambayun, One stop Qualitative Research Methodology in
Communication, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendikia, 2013), 5
13

2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis,
yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Data Primer
Adapun sumber data primer adalah menggunakan sumber-
sumber dari al-Qur’an dan terjemahanya, buku-buku tentang
semantik, dalam hal ini penulis menggunakan buku “Relasi Tuhan
dan Manusia: Semantik al-Qur’an” karya Toshihiko Izutsu.
b. Data Sekunder
sedangkan yang menjadi data sekunder adalah buku-buku,
kitab tafsir, kitab hadis, kamus, artikel-artikel di majalah dan
internet, maupun media informasi lainnya yang bisa dipertanggung
jawabkan kebenaran datanya yang berkaitan dengan pokok
permasalahan pada penelitian ini dan dianggap penting untuk
dikutip.16

F. Teknik Pengumpulan data


Data yang disajikan dalam penelitian ini diperoleh dengan
pengumpulan data berdasarkan teknik keputakaan (library
research).17 Yakni penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan
data dan informasi dari bantuan bermacam-macam materi yang
terdapat di ruang perpustakaan. Buku-buku agama dan ensiklopedia
yang merupakan kepustakaan umum. Adapun kepustakaan khusus
seperti jurnal, tesis, disertasi dan sebagainya.18 Sedangkan

16
Suhasini Ari Kunto, Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2002), 117
17
Anton Bakker dan achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat,
(Yoyakarta: Kanisius, 1992), 10
18
M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 27. Lihat juga
Mardalis, Metode penelitian: Suatu pendekatan Proposal, (Jakarta: PT. Bumi aksara,
1999), 28
14

kepustakaan Cyber yaitu kepustakaan global yang terdapat dalam


internet, dan lain-lain. Sehingga, penelitian ini sepenuhnya akan di
dasarkan atas bahan-bahan kepustakaan yang terkait dengan
penelitian.
Lebih jauh Mustika Zed mengemukakan bahwa rise
kepustakaan atau sering juga disebut studi pustaka ialah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca, dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. 19 Dengan
metode ini penulis menghimpun, membaca, meneliti, dan mengkaji
beberapa literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan di
bahas dan ada kaitannya dengan skripsi ini.
G. Pengolahan Data
Yaitu melakukan analisis dengan menggunakan teori semantik.
Analisis ini meliputi makna kata Hirah di dalam al-Quran, konsep-
konsep yang terkait dengan konsep Hirah, dan pemaknaan Hirah dari
sisi sinkronik dan diakronik.

1. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan hasil penelitian, dibutuhkan sebuah sistematika
penulisan agar permasalahan tersusun secara sistematis dan tidak keluar dari
pokok permasalahan yang akan diteliti. Untuk itu, penulis menyusun
sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama, berisikan pendahuluan. Bab ini mencakup latar
belakang penelitian, masalah-masalah yang akan diteliti, tujuan dan kegunaan
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.

19
Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004), 3
15

Bab kedua, memuat tentang biorafi dan gambaran umum Semantik


Toshihiko Izutsu yang terdiri dari empat Sub bab yaitu definisi semantik,
sejarah perkembangan semantik, tafsir dan semantik al-Quran, dan prinsip-
prinsip metodelogi semantik.
Bab ketiga memuat tentang deskripsi ayat-ayat tentang Hirah. Bab
ini terbagi menjadi empat sub bab. Sub bab tersebut adalah pengertian dari
kata Hirah, urgensi hirah, penyebutan kata hirah dalam al-Quran, dan
klasifikasi ayat dan konteks history ayat.
Bab keempat, membahas tentang semantik makna dasar dan makna
relasional kata Hirah yang terdiri dari dua sub bab yaitu makna dasar, makna
relasional dan makna relasional terbagi dua sub bab yaitu makna dasar,
makna relasional dan makna relasional terbagi jadi dua yakni: integrasi
antarkonsep (analisis sintakmatis) dan medan semantik (analisis
paradigmatik), sub bab selanjutnya adalah aspek sinkronik dan diakronik kata
Hirah yang terbagi menjadi tiga periode yakni periode pra Qur’anik, periode
Qur’anik, dan periode pasca Qur’anik, dan sub bab yang terakhir adalah
Weltanschaung kata Hirah dalam al-Quran.
Bab kelima, berisikan tentang kesimpulan sekaligus menjawab
permasalahan yang telah di angkat dan saran-saran. Dalam bab ini
diterangkan tentang kesimpulan dari ayat-ayat dan makna-makna serta
mengungkap kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini dan
memberikan saran-saran agar para peneliti selanjutnya bisa dengan mudah
mencari kekurangan dalam konsep ini.
BAB II
GAMBARAN UMUM TAFSIR DAN SEMANTIK

A. TAFSIR DAN METODE TAFSIR


Secara bahasa tafsir memiliki kata dasar fasr. Dalam Lisan al-Arab
Ibnu manzur menjelaskan fasr memiliki pengertian menyingkap sesuatu yang
tertutup dan tafsir adalah menyingkap makna yang dikehendaki dari lafadz
yang musykil.20
Pembahasan mengenai tafsir tentunya memiliki hubungan erat dengan
metode tafsir, keduanya telah menjadi satu kesatuan dalam seni memahami
al-Qur’an yang berhubungan dengan ilmu tafsir. Dalam prakteknya, suatu
prodak penafsiran haruslah memalui metode tafsir sehingga mtotode tafsir
disini memliki peranan yang fundamental dan sangat penting keberadaannya.
Dalam peranannya metode tafsir memberikan pemahaman baru melalui
struktur uratan Bahasa al-Qur’an yang telah di tentukan, sedangkan cara yang
di tempuh yaitu dengan menggali makna yang sebenarnya dari Bahasa
didalam al-Qur’an.21
Secara garis besar para ulama tafsir membagi metode tafsir terbagi
menjadi empat macam pembagian,22 diantaranya: Tahlili (analisis), ijmali
(global), muqaran (perbandingan), dan maudhuiy (tematik). Adapun
penjelesannya sebagai berikut:
Metode Tafsir Ijmli, metode penafsiran ini mennjelaskan ayat al-Qur’an
secara global, ringkas, dan padat dengan cara membrikan penjelasan
penafsiran ayat perayat tanpa memperluas dan memperinci pembahasan.

20
Ibnu Manzur, Lisa al-Arab, vol.5 (Beirut : Dar Sadir, t.th), 55.
21
Supiana dan Karman, Ulumul Quran dan Pengenalan Metodologi Tafsir, (Bandung:
Pustaka lslamika, 2002), 302
22
Pembagian ini bukan disimpulkan oleh ulama tafsir pada zaman dahulu akan teteapi
pembagian metode ini muncul belakangan setelah buku-buku tafsir ditulis.
17

Diantara contoh kitab tafsir yang menggunakan metode pembahasan ini


adalah: Tafsir Jalalain, Tafsir al-Wajiz, dan Tafsir Sofwan al-bayan Li-
Ma’ani al-Qur’an.23
Metode Tafsir Tahlili, dalam metode ini menjelaskan ayat-ayat al-
Qut’an dari kesuluruhan aspeknya mulai dari makna ayat, makna kalimat,
dan maksud dari semua ungkapan dengan dibantu latar belakang Asbab al-
Nuzul (sebab-sebab turunya ayat tersebut), dan riwayat-riwayat yang berasal
dari Nabi, sahabat, dan para tabi’in. Diantara kitab tafsi yang menggunakan
metode ini: Tafsir Jami’ al-Bayan Fi Ta’wil Ayat al-Qur’an karangan
Muhammad Jarir al-Thabari, Ma’alim Tanzin karangan al-Bagawi, al-Bahru
al-Muhith karangan Abu Hayyan al-Andalusi.Tafsir al-Qur‟an al-Adzim
karangan Abu Fida Ibnu Katsir.24
Metode Tafsir Maudhu’i, yakni suatu metode tafsir yang menjelaskan
makna yang umum dari beberapa ayat yang masih dalam satu tema/judul,
dengan memperhatikan urutan sesuai dengan Asbab al Nuzul dari ayat-ayat
tersebut, kemudian dari penjelasan ayat-ayat tersebut dihubungkan dengan
ayat-ayat lain, dan kemudian mengeluarkan produk-produk hukum.
Kebanyakan metode ini di gunakan pada penelitian ilmiah umumnya di
perguruan tinggi lainnya.25
Yang terakhir yaitu Metode Tafsir Muqaran, metode penafsiran ini
dilakukan dengan cara menggunaka perbandingan pendapat- pendapat yang
diambil dari ulama-ulama tafsir yang berkaitan dengan penafsitan ayat-ayat
atau surat-surat tertentu di dalam al-Qur’an yang memiliki kesamaan dalam
tema maupun redaksi dalam pembahasan tertentu. 26
23
Nasruddin Baidan, metodologi Penafsiran al-Qur’ān (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2000), 2.
24
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir & Aplikasi Model Penafsiran, Cet I. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), 67.
25
Muhammad Nur Ichwan, Tafsir Ilmiy Memahami al-Qur’ān melalui pendekatan
tafsir Sains Modern (Yogyakarta: Menara Kudus, 2004), 121-122.
26
Nasruddin Baidan, metodologi Penafsiran al-Qur’ān, 65.
18

B. SEMANTIK
Semantik merupakan ilmu yang mempelajari tentang tentang makna
dari sebuah kata yang di pakai untuk memahami ekspresi manusia melaui
bahasa. Secara sedeharna semantik di definisikan sebagai telaah makna yang
terkandung dalam sebuah kata, meliputi lambang-lambang atau tanda-tanda
yang memberi penjelasan terhadap sebuah kata, korelasi antara makna kata
dan dampak yang diberikan terhadap kehidupan sosial masyarakat yang
berhubungan langsung terhadap makna tersebut.27 Dalam komunikasi
masyarakat yunani semantik berarti memaknai, berasal dari kosa kata sema
yang berarti “tanda” atau semino yang berati “menandai”.28
Kemudain semantik disepakati sebagai salah satu cabang ilmu
pengetahuan dalam bidang studi liguistik untuk mencari jawaban atas makna
sebuah kata dalam bahasa. Fokus dalam kajian semantik adalah menkaji
hubungan linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda dengan
hal yang berkaikan atau yang ditandainya. maka semantik adalah ilmu yang
membahas tentang makna arti dari sebuah kata. Abdul chaer dalam tulisanya
menyebut semantik merupakan salah satu dari tiga bagian analis bahasa
antaralain :fonologi, gramatikal, dan semantik.29
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) penertian semantik
adalah “ilmu tentang makna kata dan kalimat; pengetahuan selukbeluk dan
pengeseran arti kata atau bagian dari struktur bahasa yang berhubungan
dengan makna ungkapan dan struktur makna ungkapan” yaitu maksud dari
pembicara dan penulis, atau pengertian yang diberikan pada suatu
pembahasan30 sedangkan Frank Robert pamler menjelaskan tentang semantik

27
Hendry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik (Bandung: Angkasa, 1985), 7.
28
Toshihiko Izutsu Relasi Tuhan dan Manusia, 2.
29
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta,2009),
60.
30
https://.kbbi.web.id/semantik
19

”sematics is the technical term use to refer to he study of meaning is part of


language, sematic is a linguistic” yang berarti sematik merupakan istilah
yang digunakan dalam merujuk ilmu tentang makna karna bagian dari
bahasa, sehingga semantik merupakan bagian dari ligustik.31 Hal yang senada
juga dingkap kan oleh Jhon Lyons terkait pengertian semantik, beliau
memberikan pengertian sematik “The term semantics is of relatively origin,
being coined in yhe leth nihghteenth century froma greek verb mining to
signify. yang bermakna sematik merupakan asal relatif baru yang diciptakan
abad kesembilan belas dari arti kata kerja yang digunaka untuk menandakan
“.32
Dalam sematik terdapat beberapa unsur-unsur yang umunya tidak dapat
dipisah kan antaralain :
1. Tanda dan lambang atu simbol
Tanda dan lambang atau simbol merupakan salah satu unsur yang tidak
bisa di pisahkan dari semantik, pasalnya semua kata-kata adalah simbol
karena dalam bahasa memiliki dua unsur yaitu simbol dan bunyi. Kemudian
simbol itu sendiri di kembangkan menjadi salah satu teori bagian dari
pembahasan dalam semantik yang disebut semiotik. Dalam semiotik di
terdapat instrumen yang berhubungan dengan ilmu bahasa yakni aspek
sintaksis, pragmatik, dan semantik.33
2. Makna leksikal dan hubungan referial
Leksikal merupakan unit terkecil dari sisitem makna dalam suatu
bahasa .makna leksikal merupakan hubungan tertertu dari kata-kata yang siap
di analisis. Pada ummnya bisa berupa catagoremetical dan

F.R Palmer, Semantik (London: Cambridge University Press, 1981), 1.


31

Jhon Lyons, Pengantar Teori Linguistik : di terjemahkan oleh I. soetiko (London:


32

Cambridge University Press, 1968), 15.


33
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, 37.
20

syscatagoremetical. Sedangakan hubungan referensial merupakan hubungan


kata diluar bahasa yang memicu suatu pembicaraan.34
3. Penamaan
Dalam proses pencarian lambang bahasa dalam rangka
mendeskripsikan objek konsep, umumnya mengunakan pembedaharaan
simbol yang ada sehingga menda satu kelompok kata yang disepakati, yang
disebut penamaan suatu ojek.35
C. SEMANTIK AL-QUR’AN
Dalam kajian semantik kita tidak akan terlepas dari bahasa yang
digunakan dalam objek kajian. Bahasa yang digunakan Al-Qur’an sebagai
media komikasi bagi pembacanya memiliki keunikan dan karakteristiknya
sendiri, dalam pemilihan bahasa yang digunakan al-Qur’an Abu Zaid
memberikan komentar terkait hal tersebut. “ketika mewahyukan kepada
rasulullah saw, allah memilih sitem bahasa tertentu sesuai dengan penerima
pertmanya. Pemilihan bahasa tidak berangkat dari ruang kosong. Sebab,
bahasa merupakan perangkat sosial yang paling penting dalam menangkap
dan mengorganisasi dunia.”36 Dari gagasan tersebut dapat di pahami bahwa
Allah sebagai pemilik teks asli (outhor) mengirimkan pesan kepada Nabi
Muhammad saw melaui malaikat jibril dengan bahasa yang disampaikannya,
dalam hal ini bahasa arab menjadi kode komunikasi yang digunakan. Oleh
karena itu apabila seorang mufasir ingin menafsirkan al-Qur’an maka ia
harus menguasai bahasa arab, karna bahasa arab menjadi komponen utama
dalam bahasa al-Qur’an. dengan kata lain bahasa arab merupakan bahasa
tuhan yang termanisfestasikan dalam bentuk bahasa yang di gunakan al-
Qur’an. maka dari itu bahasa arab menjadi sangat penting dalam proses
penyampaian wahyu.
34
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, 39
35
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, 40.
36
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an terj Khoirin Nahdliyin (Yohyakarta:
LKIS, 2005), 19
21

Dalam mehami isi kandungan al-Qur’an, salah astunya dengan


menggali aspek internal al-Qur’an. diantaranya dengan melakukan penelitan
perkembangan makna yang menjadi kata kunci dan mencari proses
pemahaman yang menggunakan tanda-tanda lahir yang mudah di kenali di
dalam al-Qur’an dalam bentuk tunggalnya, kemudian menggali padanan
pengertian makna tersebut dalam berbagai generasi serta melihat dampak
yang diberikan secara sosial terhadap penggeseran makna. Penadapat ini di
kedmukakan oleh Amin al-Khully.37
Dari uraian di atas, dapat di pahami semantik merupakan metode yang
relevan dan ideal dalam memahami al-Qur’an. jika di kaitkan dengan ilmu
lain yang membahas tentang struktur kebahasaan, semantik bisa dikatakan
memliki kemiripan dengan ilmu balagoh. Selain pengungkapan dan
pelacakan pekembangan makna dari sebuah kata untuk mencari maksud dari
penyampainya (outhor) dalam ilmu sematik. Ilbu balagoh memiliki kesamaan
dalam kajiannya yang terdapat pada dalam memaknai sebuah kata dari
makna asli dan makna yang berkaitan dalam semantik istilah ini dikenal
dengan makna dasar dan makna relasional. Hal lain yang juga menjadi
kemiripan antara ilmu semantik dan ilmu balagoh yaitu terletak pada metode
perbandingan makna dalam semtik, hal ini mirip dengan munasabah ayat
dengan ayat dalam kajian ilmu balagoh. Namun dalam ilmu semantik lebih
bayak berbicara dari segi historisnya, hal ini yang me ndi pembeda antara
ilmu semantik dan ilmu balagoh. 38

D. Prinsip Metodelologi Semantik Toshihiko Izutsu


Dalam menjelaskan semantik, izutsu memberikan pandangan bahwa
semantik merupakan kajian analitik yang berkaitan lansung dengan istilah-
37
M. Yusron, dkk., Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: Teras, 2006), 18.
38
Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia,(Yogyakarta, Tiara Wacana, 2003), 3
22

istilah kata kunci dari objek pembahasan yang di angkat dalam kajian
analitiknya. Kemudian istilah-istilah kunci tersebut yang terdapat dalam
suatu bahasa kemudian dikaitkan dengan suatu pandangan yang pada
akhirnya bermuara pada pengertian konseptual yang dinamakan
Weltanschauung yaitu tentang padangan masayarakat umum yang
menggunakan bahasa tersebut sebagai alat berbicara dan berfikir hingga alat
yang digunakan dalam menkonsepkan dan menafsirkan tentang kehidupan
yang melingkupinya. Ia menambahkan semantik secara etimologi merupakan
disiplin ilmu yang berhubungan lansung dengan fenomena makna yang
memiliki pengertian lebih luas dari kata, begitu luasnya hingga ruang
lingkupnya hampir tidak terbatas, mungkin segala sesuatu yang di anggap
memiliki makna bisa dianggap sebagai objek dalam kajian semantik.sehingga
beliau ber anggapan bahwa semantik merupakan susunan yang rumit dan
sangat membingungkan bagi seorang diluar disiplin ilmu linguistik.39
Dalam penerapan semantik terhadap alqur’an (semantik al-Qur’an)
maka kita akan di bawa kepada pemahaman weltanschauung al-Qur’an yaitu
pandangan al-Qur’an tentang visi dan misi Qur’ani tentang alam semesta.
Uraian yang disampaikan melalui kaidah semantik bertujian memberikan
pemahaman makna yang diinginkan oleh al-Qur’an (bukan sang mufassir).
Walaupun tidak dapat dipungkiri akan selalu ada campur tangan dari
pandangan pribadi dari sang mufassir dalam memahami sebuah teks dalam
al-Qur’an.40
Sebagai bahasa asli yang digunakan di dalam al-Qu’an secara linguistik
merupakan karya berbahasa Arab. Maka semua kata yang digukannya
merupakan bahasa arab sehingga memiliki latar belakang pra-Qur’an atau
pra-Islam.

39
Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia,(Yogyakarta, Tiara Wacana, 2003), 3
40
Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia,(Yogyakarta, Tiara Wacana, 2003), 10
23

Adapun penerapan semantik terhadap al-Qur’an terdapat tiga hal


penting yang menjadi pondasi pemahaman dasar dalam menerapkan semantik
terhadap teks al-Qu’an yaitu pemahaman tentang keterpaduan konsep-konsep
individual, makna dasar dan makana relasional dan weltanchauung. Berikut
penjelasannya:

1. Keterpaduan konsep-konsep individual


Sebagaimana yang diungkapkan oleh izutsu bahwa kata-kata akan
membentuk klompok yang beragam, besardan kecil, dan berhubungan satu
dengan yang lainya. Secara struktur penyusunan al-Qur’an dari ayat ke ayat
tidaklah sistemmatik. Sehingga sering kita jumpai dari pembahasan di dalam
al-quran dari satu ayat ke ayat lainya sudah membahas beda persoalan,
namun justru berhubungan dengan ayat lain yang saling terpisah akan tetapi
memliki hubungan yang sangat erat dalam pembahsannya, dari sinilah
keterpaduan konsep-konsep individual terbentuk. Yang nantinya kemudian
akan menghasilkan makna dasar dan makna relasional.41
2. Makna Dasar dan Makna Relasional
Toshihiko menjelasjalaskan makna dasar merupakam sesuatu yang
melekat pada kata dan selalu memiliki hubungan makna dimanapun kata itu
di posisikan. Sedangkan makana relasional merupakan makna konotatif dari
sebuah kata dasar berupa kata-kata baru yang di tammbahkan pada makna
yang sudah ada dengan meletakan kata itu dengan posisi tertentu dan bidang
tertentu, terdapat pada hubungan dengan keseluruhan kata-kata penting
lainya.42 Pada umumnya makna dasar dapat di ketahui dengan cara mencari
kata kunci di dalam kamus-kamus bahasa arab sedang kan makna relasional
dapat diketahui setelah terjadinya hubungan sintagmatis antara kata kunci
dalam sebuah bidang semantik.
41
Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, 4.
42
Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, 12.
24

3. Weltanschauung
Dalam analisis Izutsu, pendekatan semantik bertujuan untuk
menngungkapkan budaya sekitar yang kemudian akan sampai kepada tingkat
rekontruksi analitik struktur keseluruhan budaya yang berlaku di masyarakat,
hal ini lah yang disebut sebagai weltanschauung43. Istilah yang sering muncul
dalam semantik Toshihiko Izutsu adalah kata kunci, kata fokus, medan
semantik dan Weltanscauung. Kata kunci merupakan kata-kata yang
memegang peranan penting dalam penentuan penyusunan struktur konseptual
dasar dunia al-Qur’ān. Kata fokus adalah kata kunci yang khusus membatasi
bidang konseptual yang relatif independen dan berbeda dalam kosa kata yang
lebih besar dan merupakan pusat konseptual dari sejumlah kata kunci
tersebut. Medan semantik adalah wilayah atau kawasan yang dibentuk oleh
beragam hubungan diantara suatu bahasa.44 Dalam metode menganalisis
semantik al-Qur’an Izutsu weltanschauung merupakan tujuan yang ingin di
capai yaitu berkaitan dengan visi misi yanng ingin di sampaikan oleh al-
Qur’an

43
Weltanschauung merupakan kajian tentang sifat dan stuktur pandangan dunia dari
budaya yang berkembang saatini atau pada periode sejarah masa itu,. Lihat. Izutsu, Relasi
Tuhan dan Manusia,.
44
Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, 18-20.
26

BAB III
Deskripsi Ayat-ayat Tentang Hijrah

A. Pengertian Hijrah

Hijrah merupakan kosakata serapan dari bahasa arab yang tercatat


menjadi sebuah kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Setidaknya terdapat tiga makna dalam KBBI. pertama, hijrah dimaknai
sebagai perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama para sahabarnya
dari kota Makkah menuju kota Madinah. Kedua, menyingkir sementara
waktu dari satu tempat ketempat lain dengan alasan keselamatan,
kebaikan, dan sebagainya. Ketiga, perubahan sikap atau tingkahlaku
kearah yang lebih baik.45
Dalam kosakata bahasa Arab, hajara yahjuru hajran meruapakan
lawan kata dari alwashal (sampai atau bersambung). Makna dari hajran
dan hijranan adalah membiarkan atau terkait dengan sesuatu
meninggalkannya.
Secara syar’i hijrah memiliki ragam pemaknaan yang cukup luas
berdasarkan dari berbagai definisi yang sampaikan oleh para ulama.
Pendapat pertama, yang di kemukakan oleh Ibnu Arabi, Ibnu Hajar al-
Aswani dan Ibnu Taimiyah. Hijrah di pahami sebagai migrasi kaum
muslimin dari negri kaum kafir atau dalam kondisi peperangan menuju
negri muslim (darul islam).
Adapun Negri kafir yang dimaksud merupakan negri yang sebagian
besar kepemimpinanya di kuasai oleh orang kafir sehingga dalam
45
https://kbbi.web.id/hijrah.
27

melaksanakan tatanan pemerintahanya mengunakan hukum-hukum


mereka. Dalam hal ini ibnu taimiyah berpendapat sebuah negri dapat
dikategorikan daarul kufri, daarul iman, atau daarul fasik, tidak terletak
dari hakikat sebuah negri tersebut, melainkan sifat yang mendominasi
dari penduduknya.
Ulama-ulama dari kelompok ini berpendapat bahwa hijrah dalam
kondisi seperti disyariatkan bterhadap kaum mislimin yang mampu
berhijrah. Sedangkan bagi mereka yang tidak mampu maka terlepas dari
kewajiban tersebut. Sesuai dengan firman Allah
ِ ‫ال وٱلنِّس‬
‫ٓاء َوٱلْ ِولْ َٰد ِن اَل يَ ْستَ ِطيعُو َن ِحيلَةً َواَل َي ْهتَ ُدو َن‬ ِ ِّ ‫ض َع ِفين ِمن‬
َ َ ‫ٱلر َج‬ َ َ ْ َ‫إِاَّل ٱل ُْم ْست‬
‫َسبِياًل‬
“Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-
anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah)
(QS. An Nisa 4:98)”

Adapun pendapat kedua, perpindahan kaum muslimin ketika berada


di bawah tekana sitem orang kafir dan pemimpin yang zalim dengan
tujuan menyelamatkan agama. sebagaimana yang di cintohkan di masa
rasullah ketika kaum muslimin di perintahkan berhijrah ke habsyah
dengan maksud menghindar dari kepemimpinan yang zalim.
Pendapat ketiga, ibnu arabi menambahkan uraian yang terdapat
pada pendapat pertama dengan tijauan dari berbagai macam aspek.
Pertama, meninggalkan negeri yang diperangi menuju negeri Islam.
Kedua, meninggalkan negeri yang dihuni oleh para ahli bid’ah. Ketiga,
meninggalkan negeri yang dipenuhi oleh hal-hal yang haram sementara
mencari suatu yang halal merupakan kewajiban setiap Muslim. Keempat,
melarikan diri demi keselamatan jiwa. Kelima, khawatir terkena penyakit
28

di negeri yang sedang terkena wabah, maka ia pergi meninggalkan negeri


itu menuju negeri yang sehat tanpa wabah. Dan keenam, melarikan diri
demi keselamatan harta".

Namun demikian hijrah tidak harus di artikan secara fisik. para


sufi memaknai hijrah dengan meninggalkan sesuatu yang buruk atau yang
menjerumuskan manusia terhadap kehinaan menuju jalan yang di ridhoi
oleh Allah SWT dan mendekatkan diri kepada Allah. Pendapat ini juga
dapat di kategorikan sebagai hijrah syar’iah. Secara spesifiknya hal ini
sebahgai satu tingkatan menuju sufi.46

Dalam sejarah hijrah yang di lakukan Nabi Muhammad saw dari


Makkah menuju madinah. Yang dilakukan umat muslim ketika itu adalah
karna adanya penolakan yang keras dan desakan terror hingga ancama
pembunuhan yang di lakukan oleh kaum kafir Quraisy terhadap kaum
muslimin ketika itu.47 sebagaimana yang dikisahkan di dalan Qs. An-
Anfal ayat 30 :

َ ‫ك أَوْ ي ُْخ ِرجُو‬


َ‫ك ۚ َويَ ْم ُكرُون‬ ۟ ‫َوإ ْذ يَ ْم ُك ُر بكَ ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬
َ ‫ُوا لِي ُْثبِتُوكَ أَوْ يَ ْقتُلُو‬ ِ ِ
َ‫َويَ ْم ُك ُر ٱهَّلل ُ ۖ َوٱهَّلل ُ خَ ْي ُر ْٱل ٰ َم ِك ِرين‬
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu
untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka
memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik
Pembalas tipu daya. (Qs. An-Anfal ayat 30)”

46
Ahzami Sami’un Jazuli, Hijrah dalam Pandangan Alquran, (Jakarta: Gema
Insani Press, Cet. Pertama, 2006), 15.
47
Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Al-Husna
Zikra.,1997) 107-108.
29

Dalam Qamus al-Quran au Ishlah al-Wujuh wa al-Nazzair


fi al-Quran al-Karim, disebutkan ada 4 makna hijrah diantaranya:

1. Makna hijrah dalam pengertian melaukan hinaan, celaan atau


perkataan keji, terdapat dalam Qs. Al-Mu’minun /23 ayat 67 dan
Qs. Al-Furqan/25 ayat 30.
2. Makna hijrah dalam mengasingkan diri atau ber-uzlah, terdapat
dalam Qs. Al-Muzammil /73 ayat 10 dan Qs. Maryam ayat 46.
3. Melakukan diartikan migrasi atau perpindahan dari suatu negara
kenegara lain demi aslan keselamatan agama dalam rangka taat
kepada allah terdapat pada Qs. Al-Ankabut/26 ayat 26 dan Qs.
An-Nisa/4 ayat 100
4. Kata hijrah dimaknai memalingkan pandangan antara
suami istri terdapat dalam Qs. An-Nisa/4 ayat 34. 48

B. Penyebutan Kata Hirah Dalam Al-Qur’an


Dalam Al-Qur’an, hijrah dengan berbagai bentuknya secara
menyeluruh di temukan sebanyak 31 kali dalam 17 surat degan 19 bentuk
kata. Berikut ayat-ayat yang berkaitan dengan hijrah :
‫ يُهَا ِجرُوا‬disebutkan tiga kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada An-Nisa’
[4]:89, dan 2 kali disebutkan dalam surat Al-Anfal [8]:72, ْ‫يُهَا ِجر‬
disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada An-Nisa’ [4]:
100, ‫َاجرُو‬ َ ‫ َوه‬disebutkan empat kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada Al-
Anfal [8]: 72, Al-Anfal [8]: 74, Al-Anfal [8]: 75, At-Taubah [9]: 20,
‫ َوا ْه ُجرُوه َُّن‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada An-
Nisa’ [4]: 34, ‫ َوا ْهجُرْ نِي‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat
pada Maryam [19]: 46, ‫ َوا ْهجُرْ هُ ْم‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang

48
Al-Damaghani, Husain ibn Muhammad, Qamus al-Qur’an au Ishlah
al-Wujuh wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar al- ‘Ilmi li al-
Malayin, 1983) 471-472.
30

terdapat pada Al-Muzammil [73]: 10, َ‫هَاج ِرين‬ ِ ‫ َو ْال ُم‬disebutkan tiga kali
dalam al-Qur'an yang terdapat pada At-Taubah [9]: 117, An-Nur [24]: 22,
Al-Ahzab [33]: 6, َ‫ رُون‬e‫ تَ ْه ُج‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang
terdapat pada Al-Mu’minun [23]: 67, ‫ت‬ ٍ ‫اج َرا‬
ِ َ‫ ُمه‬disebutkan satu kali dalam
al-Qur'an yang terdapat pada Al-Mumtahanah [60]: 10, ‫ ُمهَا ِج ٌر‬disebutkan
satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada Al-Ankabut [29]: 26, ‫ُمهَا ِجرًا‬
disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada An-Nisa [4]:100
‫ َم ْهجُو ًر‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada Al-Furqan
[33]: 30, ‫ هَا َجرُوا‬disebutkan lima kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada
Al-Baqarah [2]: 218, Ali-Imran [3]: 195, An-Nahl [16]: 41, An-Nahl [16]:
110, Al-Hajj [22]: 58, َ‫ هَا َجرْ ن‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang
terdapat pada Al-Ahzab [33]: 50, ‫ هَا َج َر‬disebutkan satu kali dalam al-
Qur'an yang terdapat pada Al-Hasyr [59]: 9, ‫ هَجْ رًا‬disebutkan satu kali
dalam al-Qur'an yang terdapat pada Al-Muzzammil [73]: 10, ‫ُوا‬ ْ ‫فَتُهَا ِجر‬
disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada An-Nisa [4]: 97,
ْ‫ فَا ْهجُر‬disebutkan satu kali dalam al-Qur'an yang terdapat pada Al-
Muddaththir [74]: 5, ‫اج ِرين‬ ِ َ‫ ْال ُمه‬disebutkan dua kali dalam al-Qur'an yang
terdapat pada At-Taubah [9]: 100, Al-Hasyr [59]: 8.49

Secara garis besar kata hijrah di dalam alqur’an terbagi kedalam


dua bentuk wazn diantaranya adalah wazn ‫ هجر‬dan wazn ‫هاجر‬, masing-
masing rerdapat tujuh kali disebutkan dam bentuk wazn ‫ هجر‬dan duapuluh
empatkali dalam bentuk wazn ‫هاجر‬. Berikut urainya:
Tabel 3.1 wazn Hajara dan Haajara
N
Wazn Kata Surat/Ayat Ayat al-Qur'an
o
ِ
‫َو ْاه ُجُرو‬ ‫وه َّن‬
ُ ُ‫وز ُه َّن فَعظ‬ َ ‫َوالاَّل يِت خَتَافُو َن نُ ُش‬
1 An-Nisa [4]:
34
ِ ‫واهجروه َّن يِف الْمض‬
‫هجر‬ ‫ُه َّن‬ ُ ُ‫اض ِرب‬
‫وه َّن‬ ْ ‫اج ِع َو‬ َ َ ُ ُُ ْ َ
ِ ِ
2 ‫َو ْاه ُج ْريِن‬ Maryam َ ‫يم ۖ لَئِ ْن مَلْ َتْنتَ ِه أَل َْرمُجَن‬
ۖ ‫َّك‬ ُ ‫يَا إ ْبَراه‬
49
Muhammad Fuad abf al-baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li al-fazh al-Quran al-
karim (kairo: Dar al-Hadist, 1991), 730-73.
‫‪31‬‬

‫‪[19]: 46‬‬ ‫َو ْاه ُج ْريِن َملِيًّا‬


‫‪Al-‬‬
‫َت ْه ُجُرو َن‬
‫ين بِِه َس ِامًرا َت ْه ُجُرو َن‬
‫‪3‬‬ ‫‪Mu'minun‬‬
‫رِب ِ‬
‫‪[23]: 67‬‬ ‫ُم ْستَ ْك َ‬
‫‪Al-Furqan‬‬ ‫ب إِ َّن َق ْو ِمي اخَّتَ ُذوا‬
‫ول يَا َر ِّ‬‫الر ُس ُ‬‫َوقَ َال َّ‬
‫‪4‬‬ ‫ور‬
‫َم ْه ُج ً‬
‫َٰه َذا الْ ُق ْرآ َن َم ْه ُج ً‬
‫ورا‬
‫‪[25]: 30‬‬

‫َو ْاه ُج ْر ُه‬ ‫‪Al-‬‬ ‫اصرِب ْ َعلَ ٰى َما َي ُقولُو َن َو ْاه ُج ْر ُه ْم َه ْجًرا‬‫َو ْ‬
‫‪5‬‬ ‫‪Muzammil‬‬
‫ْم‬ ‫‪[73]: 10‬‬ ‫مَجِ ياًل‬
‫‪Al-‬‬ ‫اصرِب ْ َعلَ ٰى َما َي ُقولُو َن َو ْاه ُج ْر ُه ْم َه ْجًرا‬‫َو ْ‬
‫‪6‬‬ ‫َه ْجًرا‬ ‫‪Muzammil‬‬
‫يل‬ ‫ِ‬
‫‪[73]: 10‬‬ ‫مَج ً‬
‫‪Al-‬‬
‫‪7‬‬ ‫فَ ْاه ُج ْر‬ ‫‪Muddatstsir‬‬
‫‪[74]: 5‬‬ ‫الر ْجَز فَ ْاه ُج ْر‬
‫َو ُّ‬
‫َّ ِ‬ ‫ِ َّ ِ‬
‫‪8‬‬
‫هاجر‬ ‫اجُروا‬
‫َه َ‬ ‫‪Al-Baqarah‬‬ ‫اجُروا‬
‫ين َه َ‬ ‫ين َآمنُوا َوالذ َ‬ ‫إ َّن الذ َ‬
‫‪[2]: 218‬‬ ‫اه ُدوا يِف َسبِ ِيل اللَّ ِه‬ ‫َو َج َ‬
‫‪Ali Imran‬‬
‫اجُروا َوأُ‬ ‫بعض ُكم ِمن بع ٍ َّ ِ‬
‫‪9‬‬
‫‪[3]: 195‬‬ ‫ين َه َ‬
‫ض ۖ فَالذ َ‬ ‫َْ ُ ْ ْ َْ‬
‫اجُروا يِف اللَّ ِه ِم ْن َب ْع ِد َما ظُلِ ُمو‬ ‫َّ ِ‬
‫‪An-Nahl‬‬
‫‪10‬‬
‫‪[16]: 41‬‬ ‫ين َه َ‬
‫َوالذ َ‬
‫‪An-Nahl‬‬ ‫اجُروا ِم ْن َب ْع ِد َما‬
‫ين َه َ‬
‫مُثَّ إِ َّن ربَّ ِ ِ‬
‫ك للَّذ َ‬‫َ َ‬
‫‪11‬‬
‫‪[16]: 110‬‬ ‫فُتِنُوا‬
‫اجُر ْوا يِف ْ َسبِْي ِل ال ٰلّ ِه‬ ‫ِ‬
‫‪Al-Hajj [22]:‬‬
‫‪12‬‬
‫‪58‬‬ ‫َوالَّذيْ َن َه َ‬
‫ِ َّ ِ‬
‫‪19‬‬
‫‪Al-Anfal [8]:‬‬ ‫اه ُدوا‬
‫اجُروا َو َج َ‬ ‫ين َآمنُوا َو َه َ‬‫إ َّن الذ َ‬
‫‪72‬‬ ‫بِأ َْم َواهِلِ ْم‬
‫اه ُدوا يِف‬ ‫َّ ِ‬
‫اجُروا َو َج َ‬ ‫ين َآمنُوا َو َه َ‬ ‫َوالذ َ‬
‫‪20‬‬ ‫‪Al-Anfal [8]:‬‬
‫‪74‬‬
‫َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
‫‪32‬‬

‫اجُروا‬ ‫ِ‬ ‫َّ ِ‬


‫‪21‬‬
‫‪Al-Anfal [8]:‬‬ ‫ين َآمنُوا م ْن َب ْع ُد َو َه َ‬ ‫َوالذ َ‬
‫‪75‬‬ ‫ك ِمْن ُك ْم‬ ‫اه ُدوا َم َع ُك ْم فَأُو ٰلَئِ َ‬ ‫َو َج َ‬
‫اه ُدوا يِف َسبِ ِيل‬ ‫َّ ِ‬
‫‪22‬‬
‫‪At-Taubah‬‬ ‫اجُروا َو َج َ‬ ‫ين َآمنُوا َو َه َ‬ ‫الذ َ‬
‫‪[9]: 20‬‬ ‫اللَّ ِه‬
‫اجُروا‬ ‫َّخ ُذوا ِمْنهم أَولِياء حىَّت يه ِ‬ ‫فَاَل َتت ِ‬
‫‪13‬‬
‫‟‪An-Nisa‬‬ ‫ُ ْ ْ َ َ َ ٰ َُ‬
‫‪[4]: 89‬‬ ‫يِف َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
‫اجُروا َما لَ ُك ْم ِم ْن َواَل يَتِ ِه ْم ِم ْن‬ ‫ومَل يه ِ‬
‫يه ِ‬
‫اجُروا‬ ‫‪Al-Anfal [8]:‬‬ ‫َ ْ َُ‬
‫‪14‬‬ ‫َُ‬ ‫‪72‬‬ ‫َش ْي ٍء‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫‪15‬‬
‫‪Al-Anfal [8]:‬‬
‫صرو ُك ْم يِف‬
‫اسَتْن َ ُ‬ ‫َحىَّت ٰ يُ َهاجُروا ۚ َوإِن ْ‬
‫الدِّي ِن َف َعلَْي ُك ُم الن ْ‬
‫َّصُر‬
‫‪72‬‬

‫ِ ِ‬
‫ُته ِ‬ ‫‟‪An-Nisa‬‬ ‫ك َمأْ َو ُاه ْم‬ ‫َو ِاس َعةً َفُت َهاجُروا ف َيها ۚ فَأُو ٰلَئِ َ‬
‫‪16‬‬ ‫اجُرواْ‬ ‫َ‬ ‫تمِ‬
‫‪[4]: 97‬‬ ‫ص ًريا‬ ‫َّم ۖ َو َساءَ ْ َ‬ ‫َج َهن ُ‬
‫اج ْر يِف َسبِ ِيل اللَّ ِه جَيِ ْد يِف‬ ‫ومن يه ِ‬
‫يه ِ‬
‫اج ْر‬ ‫‟‪An-Nisa‬‬ ‫َ َ ْ َُ‬
‫‪17‬‬ ‫َُ‬ ‫‪[4]: 100‬‬ ‫ض‬‫اأْل َْر ِ‬
‫اجًرا إِىَل اللَّ ِه‬ ‫ومن خَي ْرج ِمن بيتِ ِه مه ِ‬
‫مه ِ‬
‫اجًر‬ ‫‟‪An-Nisa‬‬ ‫َ َ ْ ُ ْ ْ َْ ُ َ‬
‫‪18‬‬ ‫َُ‬ ‫‪[4]: 100‬‬ ‫َو َر ُسولِِه‬
‫الْمه ِ‬
‫اج ِري‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫و َّ ِ‬
‫‪23‬‬
‫َُ‬ ‫‪At-Taubah‬‬ ‫الساب ُقو َن اأْل ََّولُو َن م َن الْ ُم َهاج ِر َ‬
‫ين‬ ‫َ‬
‫ن‬ ‫‪[9]: 100‬‬ ‫صا ِر‬ ‫َواأْل َنْ َ‬
‫ُخ ِر ُجوا ِم ْن‬ ‫اج ِر َّ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫‪Al-Hasr [59]:‬‬ ‫ين أ ْ‬ ‫ين الذ َ‬ ‫ل ْل ُف َقَراء الْ ُم َه َ‬
‫‪24‬‬
‫‪8‬‬ ‫ِديَا ِر ِه ْم‬
‫ِ‬
‫اب اللَّهُ َعلَى النَّيِب ِّ َوالْ ُم َهاج ِر َ‬
‫ين‬ ‫لََق ْد تَ َ‬
‫‪25‬‬ ‫‪At-Taubah‬‬
‫‪[9]: 117‬‬
‫صا ِر‬ ‫َواأْل َنْ َ‬
33

ِ
26
An-Nur [24]: َ ‫يُ ْؤتُوا أُويِل الْ ُق ْرىَب ٰ َوالْ َم َساك‬
‫ني‬
‫ين يِف َسبِ ِيل اللَّ ِه‬ ِ
َ ‫َوالْ ُم َهاج ِر‬
22

‫ين إِاَّل أَ ْن َت ْف َعلُوا‬ ِ ِِ ِ


27
Al-Ahzab َ ‫ني َوالْ ُم َهاج ِر‬ َ ‫م َن الْ ُم ْؤمن‬
[33]: 6 ‫إِىَل ٰ أ َْولِيَائِ ُك ْم َم ْعُروفًا‬
ِ ‫مه‬ Al-Ankabut ِ ‫إِيِّن مه‬
28 ‫اجٌر‬ َُ [29]: 26 ‫ب‬ِّ ‫اجٌر إِىَل ٰ َر‬ َُ
ً‫ك َو ْامَرأَةً ُم ْؤ ِمنَة‬
Al-Ahzab
29 ‫اج ْر َن‬
َ ‫َه‬ [33]: 50 َ ‫لاَّل يِت َه‬
َ ‫اج ْر َن َم َع‬
‫اجَر‬
َ ‫َه‬
Al-Hasr [59]:
‫اجَر إِلَْي ِه ْم‬ ِ
30
9 َ ‫حُي بُّو َن َم ْن َه‬
ِ ‫مه‬
‫اجَرا‬ ‫ين َآمنُوا إِ َذا َجاءَ ُك ُم‬ ِ َّ
31
َُ Al-
Mutahanah
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
‫ت‬ٍ ‫وه َّن‬ ِ ٍ ِ ِ
[60]: 10 ُ ُ‫ات ُم َهاجَرات فَ ْامتَحن‬ ُ َ‫الْ ُم ْؤمن‬

Sedangkan berdasarkan tempat turunnya ayat terdapat 20 ayat


tergolong ayat madaniah yaitu: Al-Baqarah [2]: 218, Ali Imran [3]: 195,
An-Nisa' [4]: 34, An-Nisa' [4]: 89, An-Nisa' [4]: 97, An-Nisa' [4]: 100,
An-Nisa' [4]: 100, Al-Anfal [8]: 72, Al-Anfal [8]: 74, Al-Anfal [8]: 75,
At-Taubah [9]: 20, At-Taubah [9]: 100, At-Taubah [9]: 117, Al-Hajj [22]:
58, An-Nur [24]: 22, Al-Furqan [25]: 30, Al-Ahzab [33]: 6, Al-Ahzab
[33]: 50, Al-Hasr [59]: 8, Al-Hasr [59]: 9, Al-Mumtahanah [60]: 10, dan
tujuh ayat tergolong ayat makiah yaitu: An-Nahl [16]: 41, An-Nahl [16]:
110, Maryam [19]: 46, Al-Mu'minun [23]: 67, Al-Ankabut [29]: 26, Al-
Muzammil [73]: 10, Al-Muddatstsir [74]: 5.

Adapun ayat-ayat yang berkaitan dengan hijrah secara garis besar


terdapat 7 macam makna yang terdapat di dalam al-Qur’an. Berikut
ragam makna hijrah di dalam al-Qur’an :

1. Hijrah yang bermakna berpindah dari satu tempat ke tempat lain.


34

ِ َّ ِ َّ ِ
‫ون‬ َ ِ‫ُولَ ئ‬
َ ‫ك َي ْر ُج‬ ٰ ‫يل اللَّ ِه أ‬
ِ ِ‫اه ُد وا يِف َس ب‬
َ ‫اج ُر وا َو َج‬
َ ‫ين َه‬
َ ‫آم نُ وا َو ال ذ‬ َ ‫ين‬ َ ‫إ َّن ال ذ‬
ِ ِ
ٌ ‫ َو اللَّ هُ َغ ُف‬eۚ ‫ت اللَّ ه‬
ٌ‫ور َر ح يم‬ َ َ ‫َر مْح‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah
dan berjihad di jalan allah, mereka mereka itu mengharapkan rahmat Allah,
dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang (Q.S Al-Baqarah 2:218).

ْ‫ْك ْم ِم ن‬
ُ ‫يع َع َم َل َع ِام ٍل ِم ن‬ ِ
ُ ‫اب هَلُ ْم َر بُّ ُه ْم أَ يِّن اَل أُض‬ َ ‫اس تَ َج‬ ْ َ‫ف‬
ْ‫ُخ ِر ُج وا ِم ن‬ ِ َّ ٍ ‫ ب عْض ُك ْم ِم ْن ب ع‬eۖ ‫َو أُنْث ى‬
ْ ‫اج ُر وا َو أ‬
َ ‫ين َه‬ َ ‫ فَ ال ذ‬eۖ ‫ْض‬ َ ُ َ ٰ َ ْ ‫ذَ َك ٍر أ‬
ْ‫ار ِه ْم َو أُوذُ وا يِف َس بِ يلِ ي َو قَ ا َت لُ وا َو قُ تِ لُ وا أَل ُ َك ِّف َر َّن َع ْن ُه ْم َس يِّ ئَ ا هِتِ م‬
ِ َ‫ِد ي‬
eۗ ‫ْد اللَّ ِه‬ ِ ‫ات جَتْ ِر ي ِم ْن حَتْ تِ ه ا ا أْل َ نْه ار َث و اب ا ِم ْن ِع ن‬ ٍ َّ‫ْخ لَ َّن ه ْم ج ن‬
ِ
ً َ ُ َ َ َ ُ ‫َو أَل ُ د‬
ِ ‫الث و‬
‫اب‬ َ َّ ‫ْد هُ ُح ْس ُن‬ َ ‫َو اللَّ هُ ِع ن‬
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya
(dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau
perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang
lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung
halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang
dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan
pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-
sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-
Nya pahala yang baik". (Q.S Ali’imran 3:195).

ِ ِ ‫ال إِ يِّن م ه‬
ِ َ ‫ إِ نَّهُ ُه و ال‬eۖ ‫اج ٌر إِ ىَل ٰ َر يِّب‬
ُ‫ْع ز ُيز ا حْلَ ك يم‬ َ َُ َ َ‫ َو ق‬eۘ ‫وط‬
ٌ ُ‫آم َن لَ هُ ل‬
َ َ‫ف‬
“Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah
Ibrahim: "Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang
diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Q.S Al-‘Ankabut 29:26).
35

ِ‫يل اللَّ ه‬ِ ِ‫اه ُد وا يِف َس ب‬ ِ َّ


َ ‫اج ُر وا َو َج‬
َ ‫آم نُ وا َو َه‬ َ ‫ين‬ َ ‫ال ذ‬
َ ِ‫ُولَ ئ‬
ُ‫ك ُه م‬
ٰ ‫ و أ‬eۚ ‫ْد اللَّ ِه‬
َ ُ ‫َم َو ا هِلِ ْم َو أَ ن‬
َ ‫ْف ِس ِه ْم أَعْظَ ُم َد َر َج ةً ِع ن‬ ْ ‫بِ أ‬
َ ‫ال َْف ائِ ُز‬
‫ون‬

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di


jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi
derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat
kemenangan” (Q.S At-Taubah 9:20).

2. Hijrah bermakna meninggalkan sesuatu.

ِ ِ ‫هِل‬
َ َّ‫ لَ ئِ ْن مَلْ َت نْتَ ِه أَل َ ْر مُجَ ن‬eۖ ‫يم‬
eۖ ‫ك‬ ُ ‫ْت َع ْن آ َ يِت يَ ا إ ب َْر اه‬
َ ‫ب أَن‬
ِ
ٌ ‫ال أ ََر اغ‬َ َ‫ق‬
‫اه ُج ْر يِن َم لِ يًّ ا‬
ْ ‫َو‬

“Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika


kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat
waktu yang lama” (Q.S Maryam 19: 46) .

eۖ ً‫ون َس َو اء‬
َ ُ‫ون َك َم ا َك َف ُر وا َف تَ ُك ون‬ َ ‫َو ُّد وا لَ ْو تَ ْك ُف ُر‬
eۚ ‫يل اللَّ ِه‬ ِ ‫فَ اَل َت تَّ ِخ ُذ وا ِم ْن ه ْم أ َْو لِ ي اء ح ىَّت ي ه‬
ِ ِ‫اج ُر وا يِف َس ب‬ َُ ٰ َ َ َ ُ
‫ َو اَل‬eۖ ‫وه ْم‬
ُ ُ‫ْث َو َج ْد مُت‬
ُ ‫وه ْم َح ي‬ ُ ُ‫ْت ل‬ ُ ‫فَ ِإ ْن َت َو لَّ ْو ا فَ ُخ ُذ‬
ُ ‫وه ْم َو ا ق‬
ِ َ‫َت تَّ ِخ ُذ وا ِم ْن ه ْم و لِ يًّ ا و اَل ن‬
‫ص ًري ا‬ َ َ ُ
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi
kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara
mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika
mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan
janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan
(pula) menjadi penolong,” (Q.S An-Nisa’ 4:89)
36

 ‫اغ ًم ا‬
َ ‫ض ُم َر‬ ِ ‫يل اللَّ ِه جَيِ ْد يِف ا أْل َ ْر‬ِ ِ‫اج ْر يِف َس ب‬ ِ ‫و م ْن ي ه‬
َُ َ َ
ِ
ِ‫اج ر ا إِ ىَل اللَّ ه‬ ِِ ِ ِ
ً ‫ َو َم ْن خَي ْ ُر ْج م ْن َب يْت ه ُم َه‬eۚ ً‫َك ث ًري ا َو َس َع ة‬
eۗ ‫َج ُر هُ َع لَ ى اللَّ ِه‬ ْ ‫ت َف َق ْد َو قَ َع أ‬ ِ ِِ
ُ ‫ْم ْو‬ َ ‫َو َر ُس ول ه مُثَّ يُ ْد ر ْك هُ ال‬
ِ
‫يم ا‬
ً ‫ور ا َر ح‬ ً ‫ان اللَّ هُ َغ ُف‬
َ ‫َو َك‬
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini
tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya
(sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi
Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S An-Nisa’
4:100)

3. Hijrah bermakna sesuatu yang diacuhkan.

‫ور ا‬
ً ‫آن َم ْه ُج‬ ُ ‫ب إِ َّن َق ْو ِم ي ا خَّتَ ُذ وا َٰه َذ ا ال‬
َ ‫ْق ْر‬ ِّ ‫ول يَ ا َر‬
ُ ‫الر ُس‬
َّ ‫ال‬
َ َ‫َو ق‬
“Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku
menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan” (Q.S Al-
Furqon 25:30)

4. Hijrah bermakna orang-orang yang melakukan hijrah (Muhajirin).

ِ َّ ِ ‫اج ِر ين و ا أْل َ ن‬ ِ ‫ون ِم ن الْم ه‬ َ ‫الس ابِ ُق‬


ُ ُ‫ين َّات َب ع‬
ْ‫وه م‬ َ ‫ْص ار َو ال ذ‬ َ َ َ َ ُ َ َ ُ‫ون ا أْل َ َّو ل‬ َّ ‫َو‬
‫ات جَتْ ِر ي‬ ٍ َّ‫ان ر ِض ي اللَّ ه ع ْن ه ْم و ر ض وا ع نْه و أَع َّد هَل ْم ج ن‬ ٍ ِِ
َ ُ َ َ ُ َ ُ َ َ ُ َ ُ َ َ ‫ب إ ْح َس‬
ِ ‫ك ال َْف ْو ز ال‬ ِ ِ ‫حَتْ ت ه ا ا أْل َ نْه ار خ الِ ِد‬
ُ‫ْع ظ يم‬َ ُ َ ‫ َٰذ ل‬eۚ ‫يه ا أَبَ ًد ا‬
َ ‫ين ف‬
َ َ ُ َ ََ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-
lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”
(Q.S At-Taubah 9:100)
37

ِ‫ْص ار‬ ِ ‫لَ َق ْد تَ اب اللَّ ه ع لَ ى النَّ يِب و ال‬


َ ‫ْم َه اج ِر‬
َ ‫ين َو ا أْل َ ن‬ ُ َ ِّ َ ُ َ
ِ ِ ِ ‫الَّ ِذ ين َّات ب ع وه يِف س‬
َ ‫اع ة الْعُ ْس َر ِة م ْن َب عْد َم ا َك‬
ُ‫اد يَ ِز يغ‬ َ َ ُ َُ َ
ِ ٌ ‫ إِ نَّه هِبِ ْم ر ء‬eۚ ‫ْه ْم‬ ِ ‫اب َع لَ ي‬ ِ ٍ ‫ُق لُ وب فَ ِر‬
ٌ‫وف َر ح يم‬ َُ ُ َ َ‫يق م ْن ُه ْم مُثَّ ت‬ ُ
“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-
orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam
masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling,
kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka” (Q.S At-Taubah
9:117)

ْ‫ار ِه م‬
ِ َ‫ُخ ِر ُج وا ِم ْن ِد ي‬ ْ ‫ين أ‬ ِ َّ ‫اج ِر‬ ِ ‫ْف َق ر ِاء الْم ه‬ ِ
َ ‫ين ال ذ‬َ َُ َ ُ ‫لل‬
َ‫ون اللَّ ه‬
َ ‫ْص ُر‬ ْ ‫ض اًل ِم َن اللَّ ِه َو ِر‬
ُ ‫ض َو انً ا َو َي ن‬ َ ُ‫َم َو ا هِلِ ْم َي ب َْت غ‬
ْ َ‫ون ف‬ ْ ‫َو أ‬
ِ ‫الص‬
‫ون‬
َ ُ‫اد ق‬ َّ ‫ك ُه ُم‬ َ ِ‫ُولَ ئ‬
ٰ ‫ أ‬eۚ ‫و ر س ولَ ه‬
ُ ُ ََ
“Bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari
harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka
menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar” (Q.S Al-Hasr
8)

َ ُّ‫ان ِم ْن َق بْلِ ِه ْم حُيِ ب‬


‫ون‬ َ َ‫الد َار َو ا إْلِ مي‬
َّ ‫ين َت َب َّو ءُ وا‬ ِ َّ
َ ‫َو ال ذ‬
‫اج ةً مِم َّ ا أُوتُ وا‬
َ ‫ور ه ْم َح‬
ِ ِ ‫ون يِف ص ُد‬
ُ َ ‫ْه ْم َو اَل جَيِ ُد‬ ِ ‫اج ر إِ لَ ي‬
َ َ ‫َم ْن َه‬
ْ‫ َو َم ن‬eۚ ٌ‫اص ة‬ ِ‫ْف ِس ِه ْم و لَ ْو َك َ هِب‬ ُ ‫ون َع لَ ٰى أَ ن‬َ ‫َو يُ ْؤ ثِ ُر‬
َ ‫ص‬ َ ‫ان ْم َخ‬ َ
َ ‫ْم ْف لِ ُح‬
‫ون‬ ُ ‫ك ُه ُم ال‬ َ ِ‫ُولَ ئ‬
ٰ ‫وق ُش َّح نَ ْف ِس ِه فَ أ‬ َ ُ‫ي‬
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan
dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan
38

mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun


mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka
itulah orang orang yang beruntung” (Q.S Al-Hasr 9)

5. Hijrah bermakna menjauhi sesuatu yang membuat tidak nyaman


baik secara jasmani maupun rohani.

ُّ ‫ْد َم ا ظُ لِ ُم وا لَ نُ َب ِّو َئ َّن ُه ْم يِف‬


‫الد نْيَ ا‬ ِ ‫ِم ْن ب ع‬
َ ‫اج ُر وا يِف اللَّ ِه‬ َ ‫ين َه‬
ِ َّ
َ ‫َو ال ذ‬
‫ون‬
َ ‫ لَ ْو َك انُوا َي عْلَ ُم‬eۚ ‫َك َب ُر‬ ْ‫أ‬ ‫ َو أَل َ ْج ُر ا آْل ِخ َر ِة‬eۖ ً‫َح َس نَ ة‬
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah
mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus
kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah
lebih besar, kalau mereka mengetahui” (Q.S An-Nahl 16:41)

ِ ‫مُثَّ إِ َّن ر بَّ ك لِ لَّ ِذ ين ه اج ر وا ِم ْن ب ع‬


َّ ‫ْد َم ا فُ تِ نُ وا مُث‬ َ َُ َ َ َ َ
ِ ِ ِ َ َّ‫ج اه ُد وا و ص ب ر وا إِ َّن ر ب‬
ٌ‫ور َر ح يم‬ ٌ ‫ك م ْن َب عْد َه ا لَ غَ ُف‬ َ ََُ َ َ َ
“Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang
yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad
dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S An-Nahl 16:110)

‫ج ًر ا مَجِ ي اًل‬
ْ ‫اه ُج ْر ُه ْم َه‬ َ ُ‫اص رِب ْ َع لَ ٰى َم ا َي ُق ول‬
ْ ‫ون َو‬ ْ ‫َو‬
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan
jauhilah mereka dengan cara yang baik” (Q.S Al-Muzzammil 73:10)
‫اه ُج ْر‬
ْ َ‫الر ْج َز ف‬
ُّ ‫َو‬
”Dan perbuatan dosa tinggalkanlah” (Q.S Al-Muddassir 74:5)

6. Hijrah bermakna memisahkan sesuatu.

ِ ‫ون ع لَ ى النِّ س‬
َّ َ‫اء مِب َ ا ف‬
َ ‫ض َل اللَّ هُ َب ع‬
ٍ ‫ْض ُه ْم َع لَ ٰى َب ع‬
‫ْض‬ َ َ َ ‫ال َق َّو ُام‬
ُ ‫الر َج‬
ِّ
ِ ‫ات لِ لْغَ ي‬
‫ْب‬ ِ
ٌ َ‫ات َح اف ظ‬
ِ
ٌ َ‫ات قَ ان ت‬
‫ فَ َّ حِل‬eۚ ‫َم و ا هِلِ ْم‬
ُ َ ‫الص ا‬
ِ َ ‫و مِبَ ا أَ ن‬
َ ْ ‫ْف ُق وا م ْن أ‬ َ
39

‫وه َّن‬
ُ ‫اه ُج ُر‬ْ ‫وه َّن َو‬ ِ
ُ ُ‫وز ُه َّن فَ ع ظ‬ َ ‫ون نُ ُش‬ َ ‫مِب َ ا َح ِف‬
َ ُ‫ َو ال اَّل يِت خَتَ اف‬eۚ ُ‫ظ اللَّ ه‬
ِ ‫ فَ ِإ ْن أَطَ عْنَ ُك ْم فَ اَل َت ْب غُ وا َع لَ ي‬eۖ ‫وه َّن‬
‫ْه َّن َس بِ ي اًل‬ ِ ‫اج ِع َو اض‬ ِ ‫يِف الْم ض‬
ُ ُ‫ْر ب‬ َ َ
‫ان َع لِ يًّ ا َك بِ ًري ا‬
َ ‫ إِ َّن اللَّ هَ َك‬eۗ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang
saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar” (Q.S An-Nisa’ 4:34)

7. Hijrah bermakna bercakap-cakap pada waktu malam hari.50

َ ‫ين بِ ِه َس ِام ًر ا َت ْه ُج ُر‬


‫ون‬ ِ ‫رِب‬
َ ‫ُم ْس تَ ْك‬
“Dengan menyombongkan diri terhadap Al Quran itu dan
mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kamu
bercakap-cakap di malam hari” (Q.S Al-Muminun 23:67)

C. HIJRAH DALAM LITERATUR TAFSIR

Setiap mufasir memiliki pandangan yang beragam tentang makna


hirah baik itu ditijau dari konteks historis ayat dan alin sebagainya. Dalam
tulisan ini penulis memberikan perbandingan antara tafsir klasik dan tafsir
kontemporer

50
Izza Royani, ”Reinterpretasi Makna Hijrah dalam QS. al-Nisa/4 ayat 100:
Sebuah Respon atas Fenomena Hijrah di Kalangan Artis”, Malan, Journal of Islam and
Muslim Society, E-ISSN 2715-0119, Vol No 1 (2020)
40

Dalam tafsir al-Thabari, penafsiran terhadap wa man yuhajir fi


sabilillah terdapat dalam An-Nisa ayat 100 yang diambil dari riwayat
yang di tulis oleh dari Abu Ja’far bermakna barang siapa meninggalkan
tanah kelahiran dan keluarganya, melarikan diri untuk menyelamatkan
agamanya dari tempat kelahirannya dan dari kaum musyrik, menuju
negeri Islam yang dikuasai oleh orang-orang yang beriman. Adapun
hijrah tersebut yang dimaksudkan dijalan Allahyakni mengikuti ajaran
dan jalan agama Allahyang telah disyariatkan bagi makhluk-Nya, karena
itu agama yang lurus.51 Dalam literatur tafsir lain Ibnu Katsir dalam
tafsirnya pada ayat tersebut menjelaskan bahwa dorongan untuk berhijrah
dengan bertujuan untuk menhindari kaum musrik dimanapun mereka
berada dengan maksud mendapatkan perlindungan untuk menjaga diri
beliau memaparkan bahwasanya hijrah perlu diniatkan dari hati . Ibnu
abaas menggaris bawahi hal tersebut berarti perpindahan dari suatu
wilayah ke wilayah lain.52

Dalam ayat lain terdapat dalam surah Al-Muzzamil ayat 10 Hijrah


dimaknai sebagai sikap menjauhi orang-orang musrik yang memper olok-
olok nabi atas landasan niat karna Allah swt.53 Dalam surah Al-Mudatsir
ayat 5, hijrah bertujuan sebagai sikap untuk meningalkan perbuatan dosa
51
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari terj.Akhmad Affandi,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), 59.
52
Hal ini ditegaskan dalam ash-Shaihain dan dalam kitab shahih lain, dalam berbagai
musnad, dan sunan yaitu dalamhadis dari Umar Ibnul Khaththab dia berkata, Rasulullah saw
bersabda,” Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya. Siapa yang berhijrah dengan niat
karena ingi memperoleh keridhaan Allahdan rasul-Nya, makapahala hijrahnya berada pada sisi
Allahdan rasul-Nya. Dan siapa yang berhijrah karena niat ingin memperoleh harta kekayaan atau
hendak mengawini seorang wanita, maka pahala hijrahnya sesuai dengan niatnya itu”. (HR
Bukhari dan Muslim). Lihat Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:
Gema Insani press, 1999), 59.
53
Abu ja’far Muhammad ibn Jariri al-Tabari, jami al-Bayan Ta’wil ay Al-Qur’an jilid.XIV
(Beiru, Dar al-Fikr), 164.
41

syirik berbentuk penyembahan terhadap berhala dan perbutan maksiat.


Menurutnya hijrah tidak hanya terbatas pengertian badaniyah saja,
melainkan dapat juga bermakna hijrah secara badaniyah yang disebut
sebagai perubahan sikap mental.

Sebagaimana uraian di atas dalam tafsirnya Al-Tabari memaknai


pemahaman tentang hijrah tidak hanya sebatas meninggal tempat tertentu
ke tempat yang lain . pemaknaan hijrah sesungguhnya dimaknai
berdasarkan konteks pemahaman terhadap konteks ayat. Sehingga dengan
begitu hijrah dalam konteks tafsir Al-Tabari mengandung makna yang
beragam sesuai dengan kandungan suatu ayat.

Sementara dalam tafsir kontemporer, Sayyid Qutb menjelaskan


dalam tafsir Fi Zilal Al-Qur’an membatasi makna hijrah dilakukan hanya
di lakukan di jalan Allah (fisabilillah). Bukan untuk sekedar mencari
duniawi semata seperti mencari harta untuk kekayaan, menyelamatkan
diri dari penderitaan, mencari kesenangan duniawi dan hal-hal lain yang
bersifat duniawi. Sehingga hijrah yang dilakukan berdampak positif
dalam kehidupan beragama. Maka hijrah seperti ini akan mendapatkan
kelapangan di muka bumi.54

Dalam tafsir Al-Azhar karya Abdul Malik Karim amrullah atau


akrab dengan sapaan Buya Hamka beliau memberi pemaparan makna
hijrah dalam konteks ke indonesiaan, yaitu tentang tiga pondasi penting
dalam islam , diantaranya iman, hijrah, dan jihad. Diamana ketiganya
memiliki hubungan erat dan keterkaitan antara satu dan lainnya. Iman

54
Sayyid Quthub, Tafsir fi Zhilalil Qur’an: di Bawah Naungan al-Qur’an, (Jakarta: Gema
Insani, 2000), 63-64.
42

merupakan pondasi utama bagi setiap muslim, maka dengan demikian


jika seorang muslim menghendaki tumbuhnya iman dalam dirinya maka
ia harus siap untuk berhijrah. Baik itu hijrah dalam pengertian
perpindahan tempat, tekad yang kuat dalam memluk agama secara kaffah
yaitu meninggalkan segala bentuk kesyirikan, dan hijrah untuk
mejalankan syariat-syariat islam dengan senmata mengharapkan ridho
Allah dan Rasulnya. Maka selajutnya siap berjuang dijalan Allah dan
Rasulnya dengan menegakkan amal ma’ruf nahyi munkar. Hamka
menegaskan hijrah bukan semata-mataa ingin menyelamatkan dirinya
sendiri namun dalam cangkupan yang lebih luas lagi yaitu mengupayakan
terrbentuknya tatanan masyarakat yang islami sehingga setiap masyarakat
muslim dapat menjalan kan kebebasan menjalankan syariat atau undang-
undang yang telah di tetapkan oleh Allah dan rasulnya dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa adanya tekanan darimana pun
termasuk dari penguasa.55

Quraish Shihab berpendapat bahwa hijrah merupakan perbaikan


diri dengan niat yang sungngguh-sungngguh secara istiqomah hinggal
akhir hayat, karna sejatinya tiada manusia yang akan berada pada satu
titik kehidupan yang akan menyakan bahwa hidupnya telah sempurna
tanpa perlu adanya perbaikan terhadap diri sendiri.

Melihat tafsir al-Misbah dalam menafsirkan kata hijrah dalam


surah annisa ayat 100, Quraish Shihab menjelaskan ayat tersebut
merupakan sebuah garansi yang di berikan oleh allah terhadap kaum
muslimin yang bertekad brhijrah yaitu bagi mereka yang menegerjakan

55
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Panjimas, 1986), 228-23.
43

perintah allah dan rasulnya dan menjuhi segala larangannya akan


mendapatkan segala kemudahan dan kelapangan rezeki bagi mereka yang
meninggalkan tempat yang dimana di dalamnya di dominasi kekufuran.
Quraish Shihab menambahkan bahwa segala keutamman yang di
karuniakan Allah bagi orang-orang yang mewakafkan dirinya untuk
berhijrah di jalan Allah dan Rasul-Nya dengan tekad yang kuat serta
ketulusan berharap ridho Allah maka mereka telah mendapatkan
keutamaan atau ganjaran berhijrah meskipun maut merenggut sebelum
mekukan hijrah. Namun dalam hatin sudah memiki niat dengan kebulatan
tekad yang kuat.56

56
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an,
(Tangerang; Lentera Hati, 2008), 684-685.
44

BAB IV

KONSEP SEMANTIK KATA HIJRAH

Konsep semantik mengacu pada pembahasan makna dari sebauh kata


sebagai cabang dari ilmu linguistik. Dalam pembelajaran bahasa, kosep
semantik merupakan salah satu dari tataran analisis bahasa
(fonologi,gramatika, dan semantik) merupakan suatu bagian penting
dalam memahami makna dalam sebuah bahasa. Menurut Charles Francis
Hockett (1958) seorang aliran lingustik structural, kajian semantik dalam
bahasa mruapakan kajian peripheral (pinggiran) bukan sebagai kajian
sentral. Namun demikian dalam sejarah studi ilmu bahasa, ilmu sematik
juga turut ambil bagian dalam peran pemaknaan kata.57 Konsep semantik
mulai diperkenalkan sebagai cabang ilmu linguistik di bidang makna di
abad ke-19.

Pada prinsipnya pemebahsan mengenai konsep semantik akan selalu


berpatokan terhadap pendekatan dan teori yang kemudian akan menjadi
pijakan dalam sebuah fokus pembahasan. Konsep dan pendekatan yang
menjadi rujukan dalam pembasan ini adalah teori yang ditawarkan oleh
seorang tokoh semantik asal jepang yaitu Toshihiko Izutsu dengan fokus
kajian terhadap kosa kata hijrah di dalam al-qur’an.

Izutsu menyebutkan bahwa kajian semantik merupakan kajian analitik


terhadap istilah-istilah kata kunci yang terdapat dalam suatu bahasa hinga
akan di dapatkan pengertian konseptual Weltanschauung atau pandangan
dunia terhadap kata kunci tersebut. Dalam teorinya Izutsu membrikan
pondasi pemahaman dasar yaitu dengan mengungkap maknadasar
kemudian makna relasional hingga sampai kepada pengertian

57
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka
Cipta,2009), 13.
45

Weltanschauung dari sebuah kata, sebagaimana yang telah di sampaikan


diatas.

Adapun konsep pokok dalam menerapkan semantik al-Qur’an dapat


di tempuh dengan cara-cara sebagai berikut: pertama, dengan menetukan
kata fokus yang di kelilingi oleh kata kunci yang dapat mempengaruhi
perubahan makna dari kata fokus tersebut. Kedua, mengungkap makna
dasar dan makna relasional. Ketiga, mengungkap makna secara historis
dalam pelacakan sejarah pemaknaan, dalam ilmu semantik disebut
diakronik dan sinkronik. Keempat, setelah semua tahapan dilakukan
langkah terakhir ialah mengungkap konsep konsep yang di tawarkan oleh
al-Qur’an hingga menjadi visi misi al-Qur’an terhadap semesta.58

Untuk lebih jauhnya, berikut pengumkapan kosa kata hijrah dalam


perspektif al-Qur’an dengan pengaplikasian semantik Toshihiko Izutsu :

A. Makna Dasar Kata Hijrah


Makna dasar merupakan sesuatu yang melekat pada kata
dan selalu memiliki hubungan makna dimanapun kata itu di
posisikan baik yang sudah tertulis didalam a-Qur’an maupun di
luar konteks yang tidak berhubungan dengan al-Qur’an.59
Di tinjau dari sisi kebahasaan, hijrah berasal dari kata
Hijratan merupakan bentuk isim masdar dari kata Hajara-
Yahjuru-hajran. Yang bermakna meninggalkan, atau menjauhi60.
Terdapat literatur lain dimaknai juga Qata’ahu yang artinya
memutuskan.61 Dalam kamus Lisanul Arab, Ibnu Arabi
memberikan pengertian terkait makna hijrah, terdapat tujuh makna
58
Fauzan Azima, Semantik Al-Qur’an (Sebuah Metode Penafsiran), (Jurnal
Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan, vol.1, Riau, 2017).
59
Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, 4
60
Al-mu’jam al-Wasith (mesir; al-syuruq al-dauliyah, 2004), 972
46

hijrah yang beliau sampaikan dia antaranya yaitu; perkataan yang


tidak semestinya, menjauhi sesuatu, igauan orang sakit,
penghujung siang, pemuda yang baik, tali yang terikat pada
pundak binatang tungangan kemudian diikatkan pada ujung sepatu
binatang tersebut. Dari definisi tersebut maka esensi dari makna
hijrah yaitu menjauhi sesuatu.62
Sedangkan kata hijrah kini menjadi kata serapan yang
sudah tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
memiliki pengertian, perpindahan Nabi dari Makkah ke Madinah
bersama pengikutnya dalam rangka menyelamatkan diri dari
tekanan kaum kafir Quraish, dan perpindahan secara fisik dari satu
tempat ke tempat lain denagan tujuan mencari lingkungan yang
lebih baik dari sebelumnya dengan alasan tertentu (keselamatan,
kebaikan, dan sebagainya).63

Dalam Qamus al-Quran au Ishlah al-Wujuh wa al-Nazzair


fi al-Quran al-Karim, disebutkan ada 4 makna hijrah diantaranya:

1. Qs. Al-Mu’minun /23 ayat 67 dan Qs. Al-Furqan/25 ayat 30


diartikan sebagai melaukan hinaan, celaan atau perkataan
keji.
َ ‫ين بِ ِه َس ِام ًر ا َت ْه ُج ُر‬
‫ون‬ ِ ‫رِب‬
َ ‫ُم ْس تَ ْك‬

61
Kamus Al-muawir arab-indonesia, (Yogyakarta: Pustaka progresif, 1997),
1489
62
Ahzami Sami’un jazuli, Hijrah dalam Pandangan Al-Qur’an (Jakarta, Gema
Insan Press, 2006), 15-16.
63
Kamus Beasar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
2008), 523.
47

“Dengan menyombongkan diri terhadap Al Quran itu dan


mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kamu
bercakap-cakap di malam hari” (Q.S Al-Mu‟minun 23: 67)

‫ب إِ َّن َق ْو ِم ي ا خَّتَ ُذ وا‬


ِّ ‫ول يَ ا َر‬
ُ ‫الر ُس‬
َّ ‫ال‬ َ َ‫َو ق‬
‫ور ا‬
ً ‫آن َم ْه ُج‬ ُ ‫َٰه َذ ا ال‬
َ ‫ْق ْر‬
“Berkatalah Rasul: Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku
menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan” (Q.S Al-
Furqan 25:30)

2. Qs. Al-Muzammil /73 ayat 10 dan Qs. Maryam ayat 46


diartikan mengasingkan diri atau ber-uzlah.
‫اه ُج ْر ُه ْم َه ْج ًر ا مَجِ ي اًل‬ َ ُ‫اص رِب ْ َع لَ ٰى َم ا َي ُق ول‬
ْ ‫ون َو‬ ْ ‫َو‬
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan
jauhilah mereka dengan cara yang baik” (Q.S Al-Muzammil 73:10)

ِ ِ ‫هِل‬
َ َّ‫ لَ ئِ ْن مَلْ َت نْتَ ِه أَل َ ْر مُجَ ن‬eۖ ‫يم‬
eۖ ‫ك‬ ُ ‫ْت َع ْن آ َ يِت يَ ا إ ب َْر اه‬
َ ‫ب أَن‬
ِ
ٌ ‫ال أ ََر اغ‬َ َ‫ق‬
‫اه ُج ْر يِن َم لِ يًّ ا‬
ْ ‫َو‬
“Berkata bapaknya: Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku,
hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan
kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama” (Q.S Maryam
19:46)

3. Qs. Al-Ankabut/26 ayat 26 dan Qs. An-Nisa/4 ayat 100


diartikan migrasi atau perpindahan dari suatu negara
kenegara lain demi aslan keselamatan agama dalam rangka
taat kepada allah.

ِ ِ ‫ال إِ يِّن م ه‬
ِ َ ‫ إِ نَّهُ ُه و ال‬eۖ ‫اج ٌر إِ ىَل ٰ َر يِّب‬
ُ‫ْع ز ُيز ا حْلَ ك يم‬ َ َُ َ َ‫ َو ق‬eۘ ‫وط‬
ٌ ُ‫آم َن لَ هُ ل‬
َ َ‫ف‬
48

“Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah


Ibrahim: "Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang
diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Q.S Al-Ankabut 29:26)

eۚ ً‫اغ ًم ا َك ثِ ًري ا َو َس َع ة‬
َ ‫ض ُم َر‬ِ ‫يل اللَّ ِه جَيِ ْد يِف ا أْل َ ْر‬
ِ ِ‫اج ْر يِف َس ب‬ِ ‫و م ْن ي ه‬
َُ َ َ
ِ ِِ ِ ِ ِ ِِ ِ ْ ‫و م ْن خَي ْ ر‬
‫ت‬
ُ ‫ْم ْو‬ َ ‫ج م ْن َب يْت ه ُم َه اج ًر ا إ ىَل اللَّ ه َو َر ُس ول ه مُثَّ يُ ْد ر ْك هُ ال‬ ُ ََ
ِ َ ‫ َو َك‬eۗ ‫َج ُر هُ َع لَ ى اللَّ ِه‬
‫يم ا‬
ً ‫ور ا َر ح‬ ً ‫ان اللَّ هُ َغ ُف‬ ْ ‫َف َق ْد َو قَ َع أ‬

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka


mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang
banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya
(sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap
pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (Q.S An-Nisa 4:100)

4. Qs. An-Nisa/4 ayat 34 diartikan memalingkan


pandangan antara suami istri. 64

ِ ‫ون ع لَ ى النِّ س‬
َّ َ‫اء مِب َ ا ف‬
ٍ ‫ْض ُه ْم َع لَ ٰى َب ع‬
‫ْض‬ َ ‫ض َل اللَّ هُ َب ع‬ َ َ َ ‫ال َق َّو ُام‬ ُ ‫الر َج‬ِّ
‫ْب‬ِ ‫ات لِ لْغَ ي‬ ِ
ٌ َ‫ات َح اف ظ‬
ِ
ٌ َ‫ات قَ ان ت‬
‫ فَ َّ حِل‬eۚ ‫َم و ا هِلِ ْم‬
ُ َ ‫الص ا‬
ِ َ ‫و مِبَ ا أَ ن‬
َ ْ ‫ْف ُق وا م ْن أ‬ َ
‫وه َّن‬
ُ ‫اه ُج ُر‬ ْ ‫وه َّن َو‬ ِ
ُ ُ‫وز ُه َّن فَ ع ظ‬ َ ‫ون نُ ُش‬ َ ُ‫ َو ال اَّل يِت خَتَ اف‬eۚ ُ‫ظ اللَّ ه‬َ ‫مِب َ ا َح ِف‬
‫ْه َّن َس بِ ي اًل‬ِ ‫ فَ ِإ ْن أَطَ عْنَ ُك ْم فَ اَل َت ْب غُ وا َع لَ ي‬eۖ ‫وه َّن‬ ِ ‫يِف الْم ض‬
ُ ُ‫اض ِر ب‬
ْ ‫اج ِع َو‬ َ َ
‫ان َع لِ يًّ ا َك بِ ًري ا‬
َ ‫ إِ َّن اللَّ هَ َك‬eۗ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas

Al-Damaghani, Husain ibn Muhammad, Qamus al-Qur’an au Ishlah


64

al-Wujuh wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar al- ‘Ilmi li al-


Malayin, 1983) 471-472.
49

sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah


menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang
saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar” (Q.S An-Nisa 4:34)

B. Makna Relasional
Makna relasional merupakan makna konotatif, yaitu makna yang
terdapat di luar makna dasar namun memiliki hubungan khusus dengan
makna dasar. Sedangkan dalam perubahannya makna relasional sangat
bergantung pada waktu dan kebudayaan pengguna bahasanya dan
bergantung kepada relasi makna yang berbeda dengan kata-kata dalam
system tersebut.65 Dalam pembahasan untuk mendapatkan makna
relasional kata hijrah Izutsu menggunakan metode analisi sintagmatik dan
paradigmatik.

1. Analisis Sintagmatik
Analisis sitagmatik merupakan sebuah analisa
dengan menetukan suatu kata dengan kata-kata lain yang
mengelilinginya dalam sebuah pembahasan tertentu.
65
Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, 12.
50

Adapun dalam menentukan kata-kata tersebut diperoleh


dengan cara memperhatikan kata-kata di depan dan di
belakangnya yang memmiliki hubungan keterkaitan satu
sama lain dalam membentuk sebuah klaimat. Oleh sebab
itu analisis sitagmatik bisa dikatakan sangat penting
dalam sebuah metode analisa semantik karna sebuah kata
pasti tidak terlepas dan memiliki pengaruh langsung
dengan kata-kata sekelilingnya.66 Dalam konteks
pembahasan makna hijrah yang terdapat dalam wazn
Hājara yang melingkupinya antara lain fī sabīlillāh,
yakhruj,  jāhadụ, ukhrijụ min diyārihim, &
naṣarū berikut penjelasanya yang sudah penulis buat
dalam bentuk tabel :

Keduduk Devaria Predika Keterang


Ayat Subjek Objek
an si t an
‫َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
An-Nisa'
[4]: 89
‫َك َفُروا‬  
ِ ‫يه‬
‫اجُروا‬ Al-Anfal
‫ُم ْسلِم‬ ِ ‫يه‬
‫اجُروا‬ ‫َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
َُ [8]: 72 َُ  

Fi'il
Al-Anfal
[8]: 72
‫ُم ْسلِم‬   ‫َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
,‫َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
mudhori'
An-Nisa'
ِ ‫يه‬ ‫َم ْن‬ ِ ‫يه‬
‫اج ْر‬ َُ
[4]: 100 ‫اج ْر‬ َُ   ‫خَي ُْر ْج‬
ِ ‫ُته‬
‫اجُروا‬
An-Nisa' ِ‫ظَامِل‬ ِ ‫ُته‬
‫اجُروا‬ ‫َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
َ [4]: 97 َ  
Fi'il madi' ‫اجُروا‬
َ ‫َه‬
Al- ‫ُم ْسلِم‬ ‫اجُروا‬
َ ‫َه‬
  , ‫َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
Baqarah
66
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, 36.
‫‪51‬‬

‫‪[2]: 218‬‬ ‫اه ُدوا‬ ‫َج َ‬


‫يِف َسبِيلِي ‪,‬‬
‫‪Ali‬‬
‫‪Imran‬‬ ‫ُخ ِر ُجوا ِم ْن‬ ‫أْ‬
‫ِديَا ِر ِه ْم‬
‫‪[3]: 195‬‬
‫‪ ‬‬

‫‪Al-Anfal‬‬ ‫يِف َسبِيلِي ‪,‬‬


‫‪[8]: 72‬‬
‫‪ ‬‬ ‫صُروا‬ ‫َونَ َ‬
‫‪Al-Anfal‬‬ ‫يِف َسبِيلِي ‪,‬‬
‫‪[8]: 74‬‬
‫‪ ‬‬ ‫صُروا‬ ‫َونَ َ‬
‫‪Al-Anfal‬‬ ‫يِف َسبِيلِي ‪,‬‬
‫‪[8]: 75‬‬
‫‪ ‬‬ ‫اه ُدوا‬ ‫َج َ‬
‫‪At-‬‬ ‫يِف َسبِيلِي ‪,‬‬
‫‪Taubah‬‬
‫‪[9]: 20‬‬ ‫‪ ‬‬ ‫اه ُدوا‬ ‫َج َ‬
‫يِف اللَّ ِه‬
‫‪An-Nahl‬‬
‫‪[16]: 41‬‬ ‫‪ ‬‬
‫‪An-Nahl‬‬
‫‪[16]: 110‬‬ ‫‪ ‬‬ ‫اه ُدوا‬
‫َج َ‬
‫َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
‫‪Al-Hajj‬‬
‫‪[22]: 58‬‬ ‫‪ ‬‬
‫‪Al-‬‬ ‫‪keluarga‬‬ ‫اج ْر‬
‫َه َ‬
‫اج ْر َن‬
‫َه َ‬ ‫‪Ahzab‬‬ ‫‪perempu‬‬
‫‪[33]: 50‬‬ ‫‪an nabi‬‬ ‫‪ ‬‬
‫َن‬ ‫َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
‫اجَر‬
‫َه َ‬
‫‪Al-Hasr‬‬
‫‪[59]: 9‬‬
‫ُم ْسلِم‬ ‫‪ ‬‬
‫اجَر‬
‫‪َ  ‬ه َ‬
‫اج ِرين‬‫مه ِ‬ ‫اج ِري َر ِض َي‬‫مه ِ‬
‫اللَّهُ‬ ‫صار‬‫اأْل َنْ َ‬
‫‪Isim Fa'il‬‬ ‫‪At-‬‬
‫َُ‬ ‫‪Taubah‬‬ ‫َُ‬
‫‪[9]: 100‬‬ ‫ن‬
‫اللَّهُ‬ ‫اب‬
‫تَ َ‬ ‫صار‬‫اأْل َنْ َ‬
‫‪At-‬‬
‫‪Taubah‬‬
‫‪[9]: 117‬‬
52

An-Nur ‫أُولُو‬ , ‫اَل يَأْتَ ِل‬


[24]: 22 ‫ض ِل‬
ْ ‫الْ َف‬ ‫أَ ْن يُ ْؤتُوا‬ ‫َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
ِ ‫مه‬
‫اج ِري‬
Al- َُ
‫ُم ْسلِم‬
Ahzab
[33]: 6 ‫َت ْف َعلُوا‬ ‫ ن‬ 
Al-Hasr ِ ‫مه‬ ِ ِ
[59]: 8 ‫اج ِرين‬ َُ ْ ‫ ديَا ِره ْم أ‬ 
‫ُخ ِر ُجوا‬
Al- Suatu
ِ ‫مه‬
‫اجٌر‬ َُ ‫َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
Ankabut Ibrahim Berpind tempa
[29]: 26 ah t
ِ ‫مه‬
‫اجًر‬
An-Nisa' ِ ‫مه‬
‫اجًر‬ ‫خَي ُْر ْج‬ ‫َبْيتِ ِه‬
َُ [4]: 100 َُ  

‫اجَرا‬ِ ‫مه‬ Al- ِ ‫مه‬


‫اجَر‬
َُ Mutahan َُ
ٍ ٍ
‫ت‬ ‫ُم ْسلِم‬ ‫ات‬
ah [60]:
10 ‫َجاءَ ُكم‬  

Dari uraian di atas kata hājara lebih banyak di


sandingkan dengan kata fī sabīlillāh dan jāhadụ sehingga
dapat di dapat di definisikan orang-orang yang berjihad di
jalan Allah dalam rangka menjemput ridho dari Allah
swt, sedangkan kata naṣarū merupakan bentuk
pertolongan terhadap orang-orang yang berhijrah dan
ukhrijụ min diyārihim adalah mereka yang yang di
keluarkan dari tempat tiggalnya karena mempertahankan
aga Allah.

Naṣarū  Menolong agama


allah

HIJRAH Ukhrijụ min Diyārihim


Jāhadụ Fī Sabīlillāh

53

2. Analalisis paradigmatik

Analisis paradigmatik merupakan betujuan untuk menetukan kosep


atau kata tertentu dengan konsep lain yamg memliki kesamaan atau
kemiripan dalam bentuk makna atau konsep (sinonim) atau bertentangan
(antonim). Dalam analisis ini dapat juga memberikan pemaparan tetang
integrasi antarkonsep atau hubungan makna antar konsep, serta menggali
makna yang lebih dalam sehingga akan menghasilkan pemahaman yang
lebih komprehensif.67

a) Rahala

Di dalam al-Qur’an kata rahala deisebutkan


sebanyak empat kali diantaranya terdapat pada Qs.
Yusuf [12] : 62, 70, dan 75, Qs. Quraish [106] : 2.

Rahala - yarhalu – rahlan memiliki makna


antara lain, menunggangi, meninggalkan atau

67
Saiful Fajar, Konsep Syaiṭān Dalam Al-Qur’an (Skripsi Ilmu Al-Qur’an dan
Ilmu Tafsir UIN Jakarta, 2018), 29.
54

berpergian, atau dalam wazn lain irtahala -


yartahilu - irtihalan bermakna berpindah dari suatu
tempat ke tempat lain dengan maksud dan tujuan
tertentu. Kata rahala berarti berpergian ke tempat
yang relative jaug sedangkan rihlah yaitu
berpergian atau perjalanan yang cukup jauh, dalam
Qs. Quraish [106] : 2

ِ ‫الص ي‬ ِ ‫الش ت‬ ِ
‫ْف‬ َّ ‫اء َو‬ َ ِّ َ‫إِ ي اَل ف ِه ْم ِر ْح لَ ة‬

“(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim


dingin dan musim panas” (Q.S Quraish [106] : 2)

Dalam ayat tersebut menjelaskan tentang


perjalanan dagang kaum Quraisy yang dilakukan
sebanyak dua kali dalam setahun yaitu Ketika
musim dingin dam musim panas. Perjalanan ini di
lukan oleh pertamakali oleh kakek nabi.68

b) Safara

Dalam al-Qur’an terdapat 12 kali kata safara


disebutkan yaitu terdapat dalam Qs. Al-Jumu’ah
[62] : 5, Qs. Saba’ [34] : 19, Qs. Al-Mudattsir [74] :
34, Qs. Al-Baqarah [2] : 184, Qs. Baqarah [2] : 185,
Qs. Baqarah [2] : 283, Qs. An-Nisa [4] : 43, Qs. Al-

68
M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, 2006) vol. 15, 538.
55

Maidah [5] : 6, Qs. Abasa [80] : 15, Qs. Al-Kahfi


[18] : 62, Qs. Abasa [80] : 38, At-Taubah [9] : 42.

Safara – yasfiru – sufuran dalam


pengunnanya memiliki perbedaan makna,
diantaranya menampakan, terbit, menyinari,
menyelesaikan perkara, dan berpergian. Dalam surat
Saba’ [34] : 19 Allah berfirman :

ِ ‫ْف س ه ْم فَ ج ع لْنَ اه ْم أَح‬ ِ ‫َس َف‬ ِ ‫َف َق الُ وا ر بَّ نَ ا ب‬


‫يث‬
َ ‫اد‬ َ ُ ََ ُ َ ُ ‫ار نَ ا َو ظَ لَ ُم وا أَ ن‬ ْ ‫اع ْد َب نْي َ أ‬ َ َ
ِ ٍ ِ
ٍ‫ار َش ُك ور‬
ٍ َّ‫ص ب‬ َ ‫ إِ َّن يِف ٰذَ ل‬eۚ‫اه ْم ُك َّل مُمَ َّز ٍق‬
َ ‫ك آَل يَ ات ل ُك ِّل‬ ُ َ‫َو َم َّز قْن‬

“Maka mereka berkata: "Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak


perjalanan kami", dan mereka menganiaya diri mereka sendiri; maka
Kami jadikan mereka buah mulut dan Kami hancurkan mereka
sehancur-hancurnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang

sabar lagi bersyukur” (Qs. Saba’ [34] : 19)

Menurut Qurais Shihab dalam ayat ini menjelaskan


tentang kesobongan kaum Quraisy maka mereka dengan
sombong berkata “ Ya tuhan, jadikanlah jarak perjalanan
kami menjadi jauh, jangan engkau temukan kota yang
ramai ditengah perjalanan kami!” maksudnya adalah
supaya perjalan menjadi panjang maka dengan demikian
mereka memiliki kesempata untuk memonopoli
perdagangan supaya mendapatkan keuntungan yang lebih
56

besar. Sedangkan dalam tafsir Ibnu Kasir dalam pemahama


ayat “ ya tuhan kami jauhkan perjalanan kami” mereka
memilih padang pasir agar dapat perbekalan yang lebih
banyak.69

c. Karaja

Selanjutnya kata hijrah juga memliki sinonim


dengan kata kharaja, dalalam kamus lisanul arab makna
dari kata kharaja-yakhruju-khurujan yang bermakna
tampak atau jelas 70 sedangkan kharraja, akraja dan
aktaraja memilki makna mengeluarkan lawan kata dari
memasukan.71 Salah satu ayat yang mengunakan kata
kharaja di dalam al-Qur’an terdapat pada Qs. Al-Baqarah
[2] : 74, berikut redaksi ayatnya :

ِ ِ
eۚ ‫َش ُّد قَ ْس َو ًة‬َ ‫ك فَ ِه َي َك ا حْلِ َج َار ِة أ َْو أ‬ َ ‫ت ُق لُ وبُ ُك ْم ِم ْن َب عْد َٰذ ل‬ ْ ‫مُثَّ قَ َس‬
‫ َو إِ َّن ِم ْن َه ا لَ َم ا يَ َّش َّق ُق‬eۚ ‫ار‬
ُ ‫ْه‬
ِ ِ ِ
َ ‫َو إِ َّن م َن ا حْل َج َار ِة لَ َم ا َي َت َف َّج ُر م نْهُ ا أْل َ ن‬
‫ َو َم ا‬eۗ ‫ط ِم ْن َخ ْش يَ ِة اللَّ ِه‬ ُ ِ‫ َو إِ َّن ِم ْن َه ا لَ َم ا َي ْه ب‬eۚ ُ‫ْم اء‬ ِ
َ ‫َف يَ ْخ ُر ُج م نْهُ ال‬
ِ ِ
‫ون‬
َ ُ‫ْم ل‬ َ ‫اللَّ هُ ب غَ اف ٍل َع َّم ا َت ع‬
”Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti
batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu
sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan
diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air
69
Nurul Hidayati, Makna Rihlah dan Safar Dalam Al-Qur’an Studi Penafsirab
Ibnukatsir dan Quraish Shihab, (Skripsi Ilmu Al-Qur’an dan Ilmu Tafsir UIN
Yogyakarta, 2017), 6.
70
[1] Ibnu Al-Mandzur, Lisaan Al-Arab, Juz II, 249.

71
Ahmad Warson Munawwir,  Kamus Munawwir, 330.
57

dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur


jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali
tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan” (Qs. Al-Baqarah
[2] :74)

Dalam ayat ini kata kharaja artinya mengelarkan dalam


ayat ini sebagai celaan terhadap bani israil karena
mengikari kekusaan allah72

Safara Hijrah Rahala

Kharaja

C. Analisis Semantik Historis Hijrah

1. Pra Qur’anik

Usaha untuk melacak makna kosa kata pra-Qur’anik dapat


dilakukan dengan merujuk pada tiga sumber. Pertama, kosa kata
baduwi murni pada masa nomaden. Kedua, kosa kata kelompok
pedagang. Ketiga, kosa kata Yahudi dan Kristen. Tiga sumber ini
menjadi unsur-unsur penting pembentuk kosa kata Arab pra-

72
http://baitsyariah.blogspot.com/2019/01/tafsir-surah-al-baqarah-ayat-74.html
58

Islam.73 Salah satu media relevan untuk mengetahui makna kosa


kata pra-Qur’anik adalah syi’ir-syi’ir Jahili, yaitu syair-syair yang
berkembang sebelum islam datang. Alasan syair menjadi media
relevan untuk melacak makna kata pra-Qur’anik karena syair
merupakan produk budaya yang populer bagi bangsa Arab.74

Jika ingin mengetahui syi’ir-syi’ir Jahili yang shahih maka


dapat merujuk pada syair-syair yang dikemukakan oleh beberapa
penyair, diantaranya sebagai berikut : Zuhair, al-Nābigah dan al-
Huṯai’ah, Imri al-Qais, Lubaid Turfah, ‘Amr Ibn Kultsum,
‘Antarah, al-Harts Ibn Hallazah, alqamah, dan al-A’sya..75

Penulis melakukan pelacakan kata hijrah pada syair dari beberapa


penyair di atas. Secara spesifik penulis tidak menemukan kata
hijrah, namun penulis mendapati kata yang satu derivasi dengan
kata hijrah yakni kata al-muhaajir (‫)ال ُمهَا ِج ِر‬. Kata muhajir tersebut
penulis temukan dalam kitab Diwān A’syā Hamdān wa Akhbārah
(30 – 83 H). Berikut ini penyebutan syairnya.76

ِ ‫ َمن‬# ‫َير َما َكانَ ُمأَلَّفِي‬


ِ َ‫َاز ُل بِال َم ْس َحاة ِمن َشطِّ َجز‬
‫ار‬ َ ‫لِ ُع ْم ٍر َو أَبِي‬
ِ ‫ك الخ‬
73
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, Terj. Agus Fahri Husein, dkk.
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997.), 35.
74
Khoirur Rifqi Robiansyah, Tadabbur dalam al-Qur’an Prespektif Semantik
Toshihiko Izutsu (Skripsi Ilmu al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta,
2019), 95
75
Ṯaha Husain, al-Ādab al-Jāhili (Kairo : Faruq, 1993), 352.
Berikut ini ungkapan Ṯaha Husein :
‫ير و‬ee‫عر زه‬ee‫ر فى ش‬ee‫بك ان تنظ‬ee‫فما يصح لنا من الشعر الجاهلي كامل الخلق متقن البناء فيه اثر التفكير والروية وحس‬
‫النابغة والحطئة لتقنع بذلك‬

76
A’syā Hamdān, Diwān A’syā Hamdān wa Akhbārah, (Riyad: Dār al-‘Ulūm,
1983), 31.
59

‫رض ال ُمهَا ِج ِر‬


ٍ َ‫ فَ َجانِبُ اَل طى تلك أ‬# ‫َر‬
ٍ ‫َولَ ِك َّن ِمنِّي َمألَفًا َسف ُح ُكند‬

Artinya; “Demi Umur dan kebaikan ayahmu, aku tidak membuat


rumah di pinggiran pulau, tapi aku membuat rumah di lereng bukit
yang terjal, yang mana penyusun tanahnya adalah para
pendatang”.

Syair ini menjelaskan tentang pengakuan seseorang dalam


membangun rumah bahwa ia tidak membangun rumah di
pinggiran pulau, melainkan ia membangunnya di lereng bukit
yang terjal. Adapun yang menyusun tanah pada bangunannya
adalah orang pendatang. Kata ‫هَاج ِر‬
ِ ‫ ال ُم‬dalam syair ini bermakna
sebagai orang pendatang. Hemat penulis orang pendatang ini
bukanlah orang asli penduduk daerah tersebut. Bisa dikatakan ia
sebagai imigran yakni orang yang berpindah dari satu daerah ke
daerah yang lain. Sehingga, dapat disimpulkan makna dasar dari
derivasi kata hijrah berupa kata ‫اج ِر‬
ِ َ‫ ال ُمه‬dalam pra-Qur’anik masih
terbawa kuat.

2. Qur’anik

Ketika membahas priode Qur’anik maka aspek utama


dalam pembahasan yaitu sosio historis di mana al-Qur’an
diturunkan, artinya dalam hal ini masyarakat Arab merupakan
objek yang paling penting, karena merupakan pemilik bahasa asli
dari al-Qur’an itu sendiri. Artinya dengan membahas dan
menelusri aspek sosio historis masyarakat Arab terutama di
60

Makkah dan di Madinah maka kita akan mendapatkan pemahaman


makna hijrah pada saat al-Qur’an diturunkan.77

Secara garis besar priodesasi waktu dan tempat di turunkannya al-


Qur’an terbagi menjadi dua fase yaitu fase Makkah (610M-622M)
dan fase Madinah (622M-632M). dalam fase Makkah, dimana
sebelum terjadi pristiwa bersejarah yaitu hijrahnya nabi
Muhammad menuju kota Madinah yang kemudian di dalam islam
di abadikan sebagai cikal bakal munculnya kalender hijriah.
Ketika priodeisasi Makkah Nabi Muhammad bermukim di
Makkah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari semenjak tahun ke 54
dari kelahirannya, ayat-ayat al-Qur’an yang di turunkan pada masa
itu disebut sebagai ayat Makiah. Sedang dalam priode kedua,
dimana setelah Nabi Muhammad melakukan perjalanan hijrah dari
kota Makkah meuju kota Madinah. Priodesasi ini di sebut sebagai
Pridesasi Madinah yaitu selama 9 tahun 9 bulan 9 hari. Dalam fase
ini ayat-ayat al-Qur’an yang di turunkan di namakan ayat-ayat
Madaniah.78

Ketika periode Makkah secara umum isi kandungan ayat


al-Qur’an menbahas masalah akidah, karena sebelum datanya
islam masyakat arab dikenal sebagai masyakat Jahiliah.79 Dalam

77
Khoirur Rifqi Robiansyah, Tadabbur dalam al-Qur’an Prespektif Semantik
Toshihiko Izutsu (Skripsi Ilmu al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta,
2019), 102.
78
Riqza Ahmad, al-Qur’an & Ulum al-Qur’an MindMap (Kudus: PT. Buya
Barakah, 2019), 113.
79
Disebut sebagai masyarakat jahiliah karena masyrakat saat itu tidak memiliki
otoritas hukum yang jelas, kerap menampakkan budaya-budaya yang tidak baik, dan
dikenal sebagai masyarakat penyembah berhala. Namun setelah datangnya semua itu
61

priode ini Nabi Muhammad menanamkan nilai-nilai akidah


sebagai pondasi utama. Sedangkan dalam priode Madinah
masyarakat arab pada saat itu telah mengalamai peningkatan dan
bisa dikatakan mulai cukup mapan dalam konteks sosial dan
budaya. Maka ayat-ayat al-Qur’an pada masa ini lebih dominan
membahas tentang kekhidupan bermasyarakat, dan hukum-hukum
islam. Dimana di dalamnya mulai membahas jidad, kemudian
pembahsan tentang pejanjian dalam perang, harta rampasan, cara
memperlakukan tawanan, perdebatan ahli kitab, etika, dan lain
sebagainya.80

Dalam pembahasan ayat hijrah di dalam alqur’an penulis


mengangkat beberapa ayat yang memiliki kaitan dengan peristiwa
hijrah.

Pertama, terdapat pada Qs. An-Nisa [4] : 100.81 Konteks


ayat ini mengacu pada sebuah Riwayat yang disampaikan oleh
Ibnu Abi Hatim dan Abu Ya’la, bahwa Ibn Abbas berkata
“Dhamrah bin jubaidah beranjak dari rumahnya untuk ber hijrah,
kemudian Ia berkata kepada anak-anaknya, “bahwa aku keluar

berangsur membaik.
80
Riqza Ahmad, al-Qur’an & Ulum al-Qur’an MindMap, 115.
81
Berikut redaksi ayat 100 surat An-Nisa/4:
eْ e‫ ِم‬e‫ج‬
e‫ن‬ ِ e‫ر‬eْ َ ‫أْل‬e‫ ا‬e‫ ي‬e‫ ِف‬e‫ ْد‬e‫َ ِج‬e‫ ي‬eِ ‫ هَّللا‬e‫ل‬eِ e‫ ي‬e‫ ِب‬eَ‫ س‬e‫ ي‬e‫ ِف‬e‫ر‬eْ e‫ج‬eِ e‫َ ا‬e‫ ه‬eُ‫ ي‬e‫ن‬eْ eَ‫ م‬e‫َو‬
eْ e‫ر‬eُ e‫خ‬eْ َe‫ ي‬e‫ن‬eْ eَ‫َو م‬e eۚ eً‫ ة‬eَ‫ ع‬eَ‫ س‬e‫ َو‬e‫ ا‬e‫ ًر‬e‫ ي‬e‫ ِث‬eَ‫ ك‬e‫ ا‬e‫ ًم‬eَ‫غ‬e‫ ا‬e‫ َر‬e‫ ُم‬e‫ض‬
eُ ‫هَّللا‬ ‫هَّللا‬
e‫ َن‬e‫َ ا‬e‫ ك‬e‫ َو‬eۗ eِ e‫َ ى‬e‫ ل‬eَ‫ ع‬eُ‫ ه‬e‫ر‬eُ eeْe‫َ ج‬e‫ أ‬eَ‫َ ع‬e‫َو ق‬e e‫َ ْد‬e‫َ ق‬e‫ ف‬e‫ت‬ ْ eُ ‫َر‬e ‫َو‬e eِ ‫ هَّللا‬e‫َ ى‬e‫ ل‬eِ‫ إ‬e‫ ا‬e‫ ًر‬e‫ ِج‬e‫َ ا‬e‫ ه‬e‫ ُم‬e‫ ِه‬eee‫ ِت‬e‫َ ْي‬e‫ب‬
e e‫و‬eْ َe‫ م‬e‫ل‬e‫ ا‬eُ‫ ه‬eee‫ ْك‬e‫ ِر‬e‫ ْد‬eُ‫ ي‬e‫ َّم‬eُ‫ ث‬e‫ ِه‬e‫ ِل‬e‫ و‬ee‫س‬
ُ
ُ
e‫ ا‬e‫ ًم‬e‫ ي‬e‫ ِح‬e‫ َر‬e‫ ا‬e‫ ًر‬e‫ و‬e‫ ف‬eَ‫غ‬
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di
muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa
keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju),
maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
62

dari negri orang-orang musrik menuju Rasulullah saw.’ Namun


Ketika diperjalanan lalu kemudian ia meninggal dunia sebelum
sampai kepada nabi, kemudian turun lah ayat ini.82

Adapun konteks makna hijrah pada ayat ini merupakan


perpindahan kaum muslimin secara fisik dari Makkah menuju
Madinah. Ayat ini merupakan suatu rangkaian pristiwa besar
hijrah yang bersejarah dalam sejarah perdaban islam.83

Kedua,Hijrah pada Qs. Al-Anfal [8]: 72.84 Ayat ini


menyatakan bahwa sesungguhnya orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya dan berhijrah meninggalkan tempat

82
Jalaludi As-syuthi, Sebab Turunnya Ayat, (Jakarta: Gema Insani, 2008), 93-
94.
83
Izza Royani, ”Reinterpretasi Makna Hijrah dalam QS. al-Nisa/4 ayat 100:
Sebuah Respon atas Fenomena Hijrah di Kalangan Artis”, Malan, Journal of Islam and
Muslim Society, E-ISSN 2715-0119, Vol No 1 (2020)

84
Berikut redaksi ayat 72 surat Al-Anfal/8:
eِ ‫ هَّللا‬e‫ ِل‬e‫ ي‬e‫ ِب‬ee‫س‬
َ e‫ ي‬e‫ ِف‬e‫ ْم‬e‫ ِه‬ee‫س‬e eِ eُ‫ ف‬e‫َ ْن‬e‫َو أ‬e e‫ ْم‬e‫ ِه‬e‫ ِل‬e‫ ا‬e‫ َو‬e‫َ ْم‬e‫ أ‬eee‫ ِب‬e‫ا‬e‫ و‬e‫َ ُد‬e‫ه‬e‫َج ا‬e ‫َو‬e e‫ا‬e‫ و‬e‫ ُر‬e‫ج‬ َ e‫َ ا‬e‫ ه‬e‫ َو‬e‫ا‬e‫ و‬eeeُ‫ ن‬eَ‫م‬e‫ آ‬e‫ َن‬e‫ ي‬e‫ ِذ‬eeَّ‫ل‬e‫ ا‬eَّe‫ ن‬eِ‫إ‬
e‫ا‬e‫ و‬e‫ر‬eُ e‫ج‬eِ e‫َ ا‬e‫ ه‬eُ‫ ي‬e‫م‬eْ َe‫ ل‬e‫ َو‬e‫ا‬e‫ و‬eeeُ‫ ن‬eَ‫م‬e‫ آ‬e‫ َن‬e‫ ي‬e‫ ِذ‬eَّ‫ل‬e‫َو ا‬e eۚ e‫ض‬ ٰ
َ e‫َ ِئ‬e‫ل‬ee‫ و‬eُ‫ أ‬e‫ا‬e‫ و‬e‫ر‬eُ ‫ص‬ َe َe‫َو ن‬e e‫ ا‬e‫و‬eْ e‫ َو‬e‫ آ‬e‫ َن‬e‫ ي‬e‫ ِذ‬eeَّ‫ل‬e‫ ا‬e‫َو‬
ٍ e‫َ ْع‬e‫ ب‬e‫ ُء‬e‫َ ا‬e‫ ي‬e‫ ِل‬e‫و‬eْ َe‫ أ‬e‫ ْم‬eُ‫ ه‬ee‫ض‬ eُ e‫َ ْع‬e‫ ب‬e‫ك‬
ُ ُ
eُ‫ م‬e‫ ك‬e‫َ ْي‬e‫ ل‬eَ‫َ ع‬e‫ ف‬e‫ن‬eِ e‫ ي‬eِّe‫د‬eee‫ل‬e‫ ا‬e‫ ي‬e‫ ِف‬e‫ ْم‬e‫ك‬e‫ و‬e‫ ُر‬e‫ص‬ ْ
َ e‫َ ن‬e‫ ت‬e‫ ْس‬e‫ ا‬e‫ن‬eِ eِ‫ إ‬e‫ َو‬eۚ e‫ا‬e‫ و‬e‫ ُر‬e‫ ِج‬e‫َ ا‬e‫ ه‬eُ‫ ي‬e‫ى‬eٰ ee‫ ت‬e‫ح‬ َّ َ e‫ء‬eٍ e‫ي‬ eْ eَ‫ ش‬e‫ن‬e e‫ ِم‬e‫ ْم‬e‫ ِه‬e‫َ ِت‬e‫ اَل ي‬e‫ َو‬e‫ن‬eْ e‫ ِم‬e‫ ْم‬e‫َ ُك‬e‫ ل‬e‫ ا‬eَ‫م‬
ْ
ُ ‫هَّللا‬
eِ َe‫ ب‬e‫ َن‬e‫ و‬e‫ ل‬eَ‫ م‬e‫َ ْع‬e‫ ت‬e‫ ا‬eَ‫ م‬eِ‫ ب‬eُ ‫َو‬e eۗ e‫ق‬
e‫ ٌر‬e‫ ي‬e‫ص‬ ٌ e‫َ ا‬e‫ث‬e‫ ي‬e‫ ِم‬e‫ ْم‬eُ‫َ ه‬e‫ ن‬e‫َ ْي‬e‫َو ب‬e e‫ ْم‬e‫َ ُك‬e‫ ن‬e‫َ ْي‬e‫ ب‬e‫م‬eٍ e‫و‬eْ َe‫ ق‬e‫ى‬eٰ َe‫ ل‬eَ‫ اَّل ع‬eِ‫ إ‬e‫ ُر‬e‫ص‬ eْ eَّ‫ن‬e‫ل‬e‫ا‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta


berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang
yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-
orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan
(terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka
tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum
mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan
kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib
memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada
perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan.”
63

tinggalnya didorong oleh ketidaksenangan terhadap daerah


kekufuran, dan berjihad dengan harta mereka, antara lain dengan
member bantuan untuk peperangan dan pembelaan nilai-nilai
agama, dan jiwa mereka dengan terlibat langsung
mempertaruhkan nyawa mereka pada jalan Allah Swt. Ayat ini
membagi kaum Muslimin menjadi tiga kelompok. 1) Muhajirin
yakni yang berhijrah ke Madinah, 2) Anshar yakni kaum
Muslimin penduduk Madinah yang menampung dan membela
para Muhajirin, 3) kaum beriman tetapi tidak berhijrah.85

Ketiga, Hijrah pada Qs. Al-Anfal [8]: 74.86 Ayat ini mirip
redaksinya dengan ayat 72, tetapi ayat ini bukan ulangan yang
lalu, karena ayat yang lalu menginformasikan kerjasama antar
mereka serta pembagian orang-orang beriman menjadi 3
kelompok, sedang ayat ini menginformasikan ganjaran yang
mereka peroleh sebagai imbalan kerjasama dalam kebajikan itu.
Kata karim (mulia) digunakan untuk menyifati sesuatu yang
sempurna dan terpuji. Dengan demikian kata rizqun karim pada
ayat ini, maknanya tidak terbatas hanya pada rezki di surga

85
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002). h. 615-
617
86
Berikut redaksi ayat 74 surat Al-Anfal/8:
َ e‫َو ن‬e e‫ ا‬e‫و‬eْ ‫َو‬e e‫ آ‬e‫ َن‬e‫ ي‬e‫ ِذ‬eَّ‫ل‬e‫َو ا‬e eِ ‫ هَّللا‬e‫ ِل‬e‫ ي‬e‫ ِب‬ee‫س‬
e‫ا‬e‫ و‬e‫ ُر‬ee‫َص‬ َ e‫َ ا‬e‫ ه‬e‫ َو‬e‫ا‬e‫ و‬eeeُ‫ ن‬eَ‫م‬e‫ آ‬e‫ َن‬e‫ ي‬e‫ ِذ‬eَّ‫ل‬e‫َو ا‬e
َ e‫ ي‬e‫ ِف‬e‫ا‬e‫ و‬e‫َ ُد‬e‫ه‬e‫َج ا‬e ‫َو‬e e‫ا‬e‫ و‬e‫ ُر‬e‫ج‬
ْ ْ ً ّ ْ
ٌ e‫ز‬e e‫َو ِر‬e eٌ‫َر ة‬e e‫ ِف‬e‫غ‬e eَ‫ م‬e‫ ْم‬eُ‫َ ه‬e‫ ل‬eۚ e‫ ا‬e‫َح ق‬e e‫ َن‬e‫ و‬eُ‫ ن‬e‫ ِم‬e‫ؤ‬eْ e‫ ُم‬e‫ل‬e‫ ا‬e‫ ُم‬eُ‫ ه‬e‫ك‬
eٌ‫م‬e‫ ي‬e‫ ِر‬eَ‫ ك‬e‫ق‬ ٰ ُ
َ e‫َ ِئ‬e‫ل‬ee‫ و‬e‫أ‬

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad


pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan
memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah
orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan
dan rezeki (nikmat) yang mulia”
64

sebagaimana diduga oleh sementara mufassir - seperti al-


Baidhawi-tetapi rezki yang dimaksud beraneka ragam lagi sangat
memuaskan.87

Keempat, Hijrah pada Qs. At-Taubah [9]: 100. 88 Konteks


hijrah pada ayat ini terkait dengan hubungan harmonis antara
kaum Muhājirīn dan Ansar. Kedua golongan tersebut sebelumnya
merupakan hasil pecahan dari berbagai suku, namun setelah terjadi
peristiwa hijrah dengan berbagai tanggung jawab serta resiko yang
harus ditanggung secara bersama selama dalam proses perjalanan
hingga akhirnya atas kejadian tersebut terkonstruksi persatuan di
antara para sahabat yang melakukan hijrah.

Pada beberapa ayat diatas pemaknaan hijrah berkaitan


dengan perpindahan fisik atau migrasi dari negeri Makkah ke
negeri Madinah untuk mencari keselamatan agama sebagai
manifestasi taat kepada Allah Swt. Adapun mereka sebagai pelaku
hijrah disebut sebagai Muhājirīn dan mereka penduduk asli

87
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, 621-622
88
Berikut redaksi ayat 100 surat At-Taubah/9:
eَ‫ ي‬ee‫ض‬ eِ e‫ َر‬e‫ ٍن‬e‫ ا‬ee‫س‬ َ e‫أْل َ ْن‬e‫َو ا‬e e‫ َن‬e‫ ي‬e‫ ِر‬e‫ ِج‬e‫َ ا‬e‫ ه‬e‫ ُم‬e‫ ْل‬e‫ ا‬e‫ َن‬e‫ ِم‬e‫ َن‬e‫ و‬eُ‫ ل‬eَّe‫أْل َ و‬e‫ ا‬e‫ َن‬e‫ و‬eُ‫ ق‬e‫ ِب‬e‫ ا‬eَّe‫س‬e‫ل‬e‫ ا‬e‫َو‬
َ e‫ح‬eْ eِ‫ إ‬e‫ ِب‬e‫ ْم‬eُ‫ه‬e‫ و‬eeُe‫َ ع‬e‫ ب‬eeَّ‫ت‬e‫ ا‬e‫ َن‬e‫ ي‬e‫ ِذ‬eeَّ‫ل‬e‫ ا‬e‫ َو‬e‫ ِر‬e‫ ا‬ee‫ص‬e
eۚ e‫ ا‬e‫َ ًد‬e‫َ ب‬e‫ أ‬e‫َ ا‬e‫ه‬e‫ ي‬e‫ ِف‬e‫ َن‬e‫ ي‬e‫ ِد‬e‫ ِل‬e‫َخ ا‬e e‫ ُر‬e‫َ ا‬e‫ ه‬e‫أْل َ ْن‬e‫ ا‬e‫َ ا‬e‫َ ه‬e‫ ت‬e‫ح‬eْ َe‫ ت‬e‫ ي‬e‫ ِر‬e‫ج‬eْ َe‫ ت‬e‫ت‬ َ e‫ ْم‬eُ‫َ ه‬e‫ ل‬eَّe‫ د‬eَ‫َ ع‬e‫ أ‬e‫ َو‬eُ‫ ه‬e‫ ْن‬eَ‫ ع‬e‫ا‬e‫ و‬e‫ض‬
ٍ e‫ ا‬eeَّ‫ ن‬e‫ج‬ ُ e‫ َر‬e‫ َو‬e‫ ْم‬eُ‫ ه‬e‫ ْن‬eَ‫ ع‬eُ ‫هَّللا‬
َ e‫ ِل‬eَ‫ذ‬eٰ
eُ‫م‬e‫ ي‬e‫ ِظ‬eَ‫ ع‬e‫ ْل‬e‫ ا‬e‫ ُز‬e‫و‬eْ َe‫ ف‬e‫ ْل‬e‫ ا‬e‫ك‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk


Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-
lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”
65

Madinah yang menerima kedatangan Muhājirīn disebut sebagai


Ansar.

Disamping itu, upaya untuk mengetahui makna dan


penggunaan kata hijrah, selain melalui penelusuran konteks sosio-
historis masyarakat Arab waktu al-Qur’an diturunkan juga dapat
dilakukan melalui pemahaman terhadap hadist-hadist terkait
hijrah. Penulis menemukan beberapa hadist populer mengenai
hijrah, diantaranya adalah sebagai berikut.

ِ ‫امريء ما َنوى فَمن َكانَت ِهجرتُه إىل‬ ٍ ‫ات وإِمَّن ا لِ ُك ِّل‬


ِ َّ‫بالني‬
‫اهلل‬ ُ َْ ْ َْ َ َ ‫إمَّنَا‬
ِّ ‫األعمال‬
ٍ ‫صيبها أو‬
‫امرأة‬ ِ ِ ِ َ‫اهلل ورسولِِه ومن َكان‬ ِ ‫ورسولِِه ف ِهجرتُه إىل‬
ُْ ُ‫ت ه ْجَرتُهُ ل ُد ْنيَا ي‬
ْ ْ َ ُْ َ ُ َْ َُ
ِ ‫يْن ِكحها ف ِهجرتُه إىل ما هاجر‬
‫إليه‬ ََ َ ُ َْ َ ُ َ
Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.
Sesungguhnya pahala yang akan didapat setiap orang tergantung
dari niatnya. Siapa saja yang berhijrah karena Allah dan
Rasulnya, hijrahnya itu bagi Allah dan Rasulnya. Siapa yang
berhijrah karena dunia dia akan mendapatkannya dan siapa yang
berhijrah karena ingin mendapatkan karena wanita ia akan
menikahinya. Oleh sebab itu, hijrah setiap orang tergantung pada
niat yang apa yang melandasi pada hijrahnya.89

Ini merupakan hadist yang masyhur dalam kajian hadist


dan fiqh dikarenakan al-Bukhari menempatkannya pada bab
pertama. Selain itu, hadist ini juga banyak dijumpai dalam kitab-

89
Bukhari, Shahih al-Bukhori, (Beirut: Darul Kutub, 1997), 6
66

kitab hadist populer. Sehingga kualitas hadistnya pun tidak ada


keraguan di dalamnya.

Hadist ini menjelaskan tentang pentingnya niat dalam


menjalankan setiap amal perbuatan. Bahkan dalam kajian Ushul
Fiqh (disiplin metodologis penarikan hukum islam) hadist ini
menjadi salah satu dalil pokok dalam pembahasan niat. Adapun
hijrah dalam hadist ini menjadi momentum pentingnya manajemen
niat. Nampak dalam kandungan hadist tersebut hijrah merupakan
aktifitas lahiriah perpindahan tempat dari Makkah menuju
Madinah. Orentasi duniawi pun otomatis muncul seperti mencari
pasangan untuk menikah, berdagang, dan sebagainya. Agar hijrah
mendapat nilai ukhrawi atau ibadah maka perlu adanya
manajemen niat yakni hanya semata berhijrah karena mengharap
ridha Allah.

Penjelasan mengenai hijrah dalam konteks yang lebih luas


terdapat pada hadist yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhāri (w.
256 H).

‫اد َو نِيَّةٌ َو إِ َذ ا اس ُْتن ِْف ْر مُتْ فَان ِْف ُر وا‬ ِ


ٌ ‫ْح َو لَ ِك ْن ج َه‬ َ ‫اَل ِه ج َْر َة َبع‬
ِ ‫ْد ال َْف ت‬

“Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah akan tetapi


hijrah dengan jihad dan niat. Apabila kalian dituntut untuk pergi,
pergilah kalian”.90

90
al-Bukhāri, al-Jāmi’ al-Shahīh, Vol. 4 (T.tp: Dar Thauq al-Najah, 1422 H.), 15.
Keberadaan hadis diatas juga dapat ditemukan pada kitab-kitab hadis lainnya, seperti
Shahih Muslim pada bab al-Mubaya’ah Ba’da Fath Makkah ‘ala al-Islam. Muslim,
Shāhīh Muslim, Vol. 3, hlm. 1488. Sunan at-Tirmīdzī pada bab Ma Jā’a Fi al- Hijrah, 20
67

Sebagaimana penjelasan Ibnu Hajar bahwa hadist ini


menjelaskan hijrah dengan pengertian meninggalkan Makkah
menuju Madinah yang ditujukan pada orang-orang tertentu telah
berakhir setelah Fathul Makkah. Namun secara esensial hijrah
meninggalkan suatu tempat dengan niat jihad masih tetap berlaku.
Niat jihad inipun sangat luas maknanya, diantaranya seperti
meninggalkan negri kafir, pergi menuntut ilmu, pergi
menyelamatkan aqidah dari berbagai fitnah.91

3. Pasca Qur’anik

Sistem periode pasca Qur’anik dimulai setelah al-Qur’an


membentuk konsepnya secara utuh. Pada periode pasca Qur’anik,
Islam banyak menghasilkan banyak sistem pemikiran yang
beragam seperti teologi, hukum, teori politik, filsafat, tasawuf.
Masing-masing sistem pemikiran ini memiliki sistem
konseptualnya sendiri dan mempunyai kosakatanya sendiri yang
mencakup sejumlah subsistem.92 Perkembangan pemaknaan
terhadap al-Qur’an pun signifikan dan beragam pula. Banyak
sudut pandang kajian dan metodologi pembacaan baik dalam
dunia Timur maupun Barat.

Musnad Ahmad pada musnad ‘Abdullah Ibn ‘Abbas Ibn ‘Abd al-Muththalib. Ahmad, al
Musnad, Vol. 3, hlm. 448.
91
Jazuli, Hijrah dalam Pandangan Alquran, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006),
24
92
Khoirur Rifqi Robiansyah, Tadabbur dalam al-Qur’an Prespektif Semantik
Toshihiko Izutsu (Skripsi Ilmu al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta,
2019), 108.
68

Untuk melacak makna kata hijrah dalam periode pasca


Qur’anik dapat merujuk pada beberapa kitab tafsir. Diantara
mufassir yang membahas hijrah secara menyeluruh adalah Sayyid
Qutub. Sebagaimana hasil penelitian Madjid Nurfaruqi, bahwa
Sayyid Qutub mengklasifikasi makna hijrah terbagi menjadi dua
konteks makna yaitu hijrah dapat dipahami secara lahiriah dan
juga dapat dipahami dari aspek batiniah. Makna hijrah secara
batiniah terbagi menjadi tiga bagian yakni hijrah dari orang-orang
kafir, hijrah dari istri yang terindikasi nusyuz, hijrah secara kaffah.
Sedangkan makna hijrah secara batin diklasifikasi menjadi lima
bentuk hijrah yakni hijrah dari segala kemusyrikan, hijrah
menyempurnakan akidah, hijrah masih berlaku selama kekufuran
berkuasa, hijrah bermakna mengacuhkan petunjuk, dan tahapan
berhijrah. Sementara ganjaran bagi orang yang melakukan hijrah
khususnya perintah hijrah batiniah maka akan dilapangkan
rezekinya dalam aktivitas kehidupannya, diampuninya segala
kesalahan, Allah meninggikan derajatnya, jaminan surga,
kemenangan yang besar, keridhaan Allah. Maka hijrah dalam
kehidupan adalah perintah dari Tuhan sehingga hijrah yang tidak
dilakukan dengan serius dikategorikan sebagai orang kafir dan
munafiq.93 Kesimpulan di atas disaring dari kata hajara berjumlah
31 derivasi kata yang tersebar pada 17 surah. Gagasan penafsiran
Sayyid Qutub menjadi latar belakang lahirnya embrio gerakan
hijrah di bawah naungan Ikhwanul Muslimin. Misi yang

93
Nurfaruqi, Penafsiran Ayat-ayat Hijrah Menurut Sayyid Qutub di Dalam
Tafsir Fi Zilalil Quran, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 2017.
69

dikehendaki adalah meninggalkan kehidupan tidak “Islami” yang


telah banyak terkontaminasi budaya barat.

Senada dengan uraian pakar hadis Mesir, Abdurrauf al-


Munawi mengatakan bahwa hijrah secara hakiki mengandung
makna sangat global yakni tarkul manhiyyāt, meninggalkan
berbagai larangan agama. Karenanya, hijrah sejatinya tidak
terbatas pada perpindahan yang bersifat lahiriah, namun juga
mencakup perpindahan atau perubahan yang bersifat batiniah.94

Karen Amstrong mengungkapkan hijrahnya Nabi


Muhammad saw. menjadi era baru dalam membangun tata
kehidupan keagamaan, yakni adanya inovasi tata kehidupan
keagamaan dan sosial-politik yang mengagumkan bagi warga
masyarakatArab. Dalam tata kehidupan keagamaan, tidak ada
warga masyarakat yang dipaksa untuk konvergensi agama ke
dalam Islam, tetapi sebaliknya, seluruh kaum muslim, pemuja
berhala, kaum yahudi dan kaum nasrani berada dalam tali
persaudaraan agama yang disebut ummah, yang berfungsi saling
melindungi dan tidak boleh saling menyerang.95

Penulis tidak menemukan makna dan praktik hijrah dengan


argumen “transformasi pola hidup dari arah negatif menuju ke
arah positif tanpa disertai dengan migrasi secara fisik lalu
melakukan labelin individu atau komunitas sebagai kaum
94
al-Munawi, Taisir bi Syarhil Jami’ al-Shaghir, (Riyadh: Maktabah al-Imam al-
Syafi’i, 1988), 378
95
KerenAmstrong, Islam: Sejarah Singkat, Terj. Fungky Kusnaendi Timur,
(Yogyakarta: Jendela, 2002), 18.
70

Muhājirīn”. Akan tetapi sebagian ulama memberikan penjelasan


bahwa hijrah tidak hanya dimaknai migrasi teritorial tetapi juga
dapat bermakna metafor yakni hijrah batin dan lahir. Tokoh yang
paling getol menegaskan dengan terminologi tersebut adalah
Sayyid Qutub pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin. Atas
pembacaannya terhadap makna hijrah dalam Alquran, kemudian
muncul berbagai gerakan dan kampanye “Islamis”. Narasi
utamanya adalah bahwa setiap umat Islam harus melakukan
transformasi pola hidup seperti hijrah dari perbuatan bid’ah,
khurafat, syirik menuju kesempurnaan aqidah tauhid, hijrah dari
style hidup ala barat menuju pola hidup syariat Islam, hijrah dari
sistem pemerintahan barat menuju sistem pemerintahan Islam dan
berbagai bentuk hijrah lainnya.

Pada periode pasca qur’anik hijrah mengalami penarikan


makna yang signifikan. Di Indonesia hijrah menjadi sebuah trend
dakwah. Awalnya bermula dari Gerakan Pemuda Hijrah yang
didirikan pada bulan februari tahun 2015 yang diinisisasi salah
satunya oleh Ust. Hanan Attaki. Gerakan ini kemudian menyebar
secara masif melaui media sosial. Kemudian banyak bermunculan
akun-akun dakwah yang mengajak generasi-generasi muda untuk
berhijrah. Beberapa diantaranya seperti akun instagram Indonesia
bertauhid yang dibuat pada bulan april 2015, akun Indonesia tanpa
pacaran yang dibuat pada bulan september 2015, akun Instagram
Hijrah Cinta, Hijrah Santun, Berani Berhijrah, akun berani nikah
takut pacaran dan masih banyak lagi akun akun hijrah lainya yang
71

secara istiqomah melakukan serangan-serangan nilai-nilai


keislaman kepada warganet.96

Meningkatnya gerakan Hijrah pada masyarakat Indonesia


kini memunculkan kecenderungan simbolik, sehingga menguatnya
gerakan Hijrah juga turut memunculkan tren Fashion yang
melekat. Bagi muslimah ciri khasnya adalah memakai gaya Hijab
panjang lengkap dengan niqab. Sedangkan bagi seorang muslim,
memanjangkan jenggot dan mengenakan celana diatas mata kaki
seakan telah menunjukan status sosialnya sebagai pemuda muslim.

peningkatan tren Hijrah dikalangan masyarakat dapat pula


dilihat dengan bergesernya tren fashion hari ini. Melihat
perempuan berjilbab lebar dan panjang kini bukan lagi menjadi
pemandangan yang langka. Mengenakan Hijab besar lengkap
beserta niqab bukan karna proses pemahaman nilai syariat
keagamaan, namun pengenaan Hijab Besar adalah karena
kebutuhan style fashion.

Tren Hijrah juga bukan hanya merambah dalam diri


personalia masyarakat, lebih jauh penerapan konsep Hijrah juga
digunakan untuk menaikan keuntungan pasar. Tidak hanya dalam
branding produk, namun juga kegiatan-kegiatan pemasaran
dengan tujuan meraup keuntungan. Dengan menggunakan

96
Agnia Addini, Fenomena Gerakan hijrah di Kalangan Pemuda Muslim
Sebagai Mode Sosial, Journal of Islamic Civilization, Universitas Muhammadiyah
Malang, Volume 1, No. 2, Oktober 2019, 110
72

pendekatan islami dan syariah sekan menambah nilai keunggulan


pada produk yang dijual.97

Secara sederhana, dalam beberapa komunitas Hijrah


dipahami sebagai pendisiplinan tubuh oleh imperatif syariah. Pada
umumnya yang menjadi sasaran utamanya adalah tubuh
perempuan yang dianggap sebagai aurat dan sumber kemerosoton
moral yang harus terlebih dulu didisiplinkan. Apapun itu, konsep
hijrah disederhanakan sedemikian rupa dan berhenti sebatas
reparasi mental di ranah personal melalui serangkain pendisiplinan
yang cenderung bias gender, dan tentu ahistoris.98

D. Weltanschauung

Setelah menemukan makna dasar dan makna relasi Hijrah serta


melakukan analisis sinkronik dan diakronik, tahap selanjutnya adalah
mencari Weltanschauung. Terlebih dahulu perlu diketahui
Weltanschauung merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dari kerja
metode simantik ini yakni menemukan sistem konseptual total atau
keseluruhan konsep terorganisir yang disimbolkan dengan kosakata
masyarakat pengguna bahasa.99 Jadi secara sederhana dapat diistilahkan
dalam aspek linguistiknnya disebut dengan kosakata, dan dalam aspek
konseptualnya adalah suatu Weltanschauung. Kemudian Tujuan akhir
97
Agnia Addini, Fenomena Gerakan hijrah di Kalangan Pemuda Muslim
Sebagai Mode Sosial, Journal of Islamic Civilization, Universitas Muhammadiyah
Malang, Volume 1, No. 2, Oktober 2019, 114
98
Murtadho, Menyelamatkan Makna Hijrah: Dari kekalahan menuju
Kemenangan. Diakses melalui https://indoprogress.com/2018/08/menyelamatkan-
makna-hijrah-darikekalahan-menuju-kemenangan/. Diakses pada tanggal 20 Desember
2020
99
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, 27.
73

seorang semantisis yang mengkaji al-Qur’an adalah mengatur sifat dan


mekanisme kerja keseluruhan sistem konsep al-Qur’an yang secara
esensial yang berbeda dengan semua sistem konsep non-al-Qur’an.100

Secara umum kata hijrah jika kita tinjau dari segi konteks
penggunaannya di dalam al-Qur’an dengan menggunakan teori semantik
Toshihiko Izutsu memiliki makna berpindah atau meninggalkan. Hijrah
dalam konsepsi al-Qur’an bermakna migrasi teritorial yang dilakukan
nabi dari kota Makkah menuju kota Madinah. Migrasi teritorial ini
memiliki orientasi untuk mencari keselamatan agama sebagai manifestasi
taat kepada Allah Swt.

Adapun penggunaan kata hijrah pada konsepsi pra-Qur’anik


masih sama sebagaimana pada periode Qur’anik, namun yang
membedakannya pada batasan teritorial dan orientasinya saja. Hijrah pada
pra-Qur’anik bermakna perpindahan tempat tanpa batasan dan orientasi
khusus, atau dapat dikatakan lebih general.

Penggunaan kata hijrah pada periode pasca Qur’anik mengalami


pergeseran makna secara signifikan. Makna hijrah diperluas, tidak hanya
migrasi tertitorial, tapi perpindahan sifat dan sikap beragama, bahkan
dalam konteks Indonesia hijrah menjadi trend style indentitas simbolik
yang masif.

E. Relevansi makna hijrah dalam pemahaman konteks sekarang

Anlisis semantik pada dasarnya bertujuan untuk mengungkap


makna dalam sebuah kata. Dalam konsepsi analisis semantik Izutsu pada
100
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, 29.
74

akhirnya akan bermuara pada konsep weltanchaung, yaitu pengertian dari


sebuah kata kunci yang kemudian akan memberikan khazanah baru dalam
sebuah konsep pemaknaan dari kata kuci yang di angakt di dalam al-
Qur’an. Jika di klasifikasikan, semantik bisa juga di kategorikan pada
tataran ilmu budaya, karena bertujuan untuk mengunkap makna kata yang
terkandug di dalam al-Qur’an sesuai dengan penerapan pada pemilik
bahasa aslinya.

Hijrah kini menjadi sebuah tren teruma di kalangan masyarakat


terlebih kaum muda, hal ini tentunya tidak terlepas dari pengaruh industri
komunikasi yang kian semakin massif. Media sosial menjadi alat yang
bisa dikatakan sangat dominan dalam memberikan pengaruh terkait
pemahaman tentang makna hijrah itu sendiri, terutama di kalangan muda
mudi sebagai objek sasaran utama dari pesatnya perkembangan industri
komunikasi.

berdasarkan laporan data statistita per-februari 2020 tercatat


pengunnga media sosial terbanyak di indosia yaitu diantara range usia 25-
34 tahun, masing-masing teridiri dari pengguna laki-laki sebanyak 20,6%
dan pengguna perempuan sebanyak 14,8%. Selanjutnya disusul dengan
pengguna media sosial dengan range usia antara 18-24 tahun masing-
masing 16,1% dari kalangan laki-laki dan 14,2% dari kalangan
perempuan.101 Dari data tersebut dapat dipahami bagaimana besarnya
pengaruh media sosial dalam memberikan dampak terhadap tren yang
berkebang saat ini.

101
https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2020/
75

Dewasa ini peningkatan tren hijrah di masyarakat lebih identik


dengan kecenderungan simbolik, hal dapat di lihat dari bergesernya tren
fashion yang berkembang. Kecenderungan ini dapat dilihat karena
munculnya istilah-istilah tentang pemahaman masyarakat terkait
“pakaian syar’i”. sedangakan jika dikaitkan dari segi ilmu fiqih banyak
perdebaran mengenai batas aurat yang di tentukan oleh bergaimacam
pandangan ulama. Sehingga dapat di pahami jika hijrah di identikan
dengan fashion tentunnya akan menjadi sebuah perdebatan dalam
diskursus ilmu fiqih itu sendiri. Meski demikian menurut asumsi penulis
hal tersebut bukanlah suatu hal yang negatif, paling tidak dengan
munculnya kesadaran masyarakat tentang istilah “pakaian syar’i” akan
berdampak pada tranformasi pola hidup kerah yang lebih baik.

Menurut penulis makna hijrah di dalam al-Qur’an lebih jauh lagi


harus di pahami sebagai tranformasi pola hidup dari arah negatif menuju
arah yang passitif dari segala sisi kehidupan. sebagai mana perjalan hijrah
nabi, terdapat banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil . ada pun
dengan adanya trren fashion yang berkembang saat ini merupakan bagian
dari tumbuhnya kesadaran di kalangan masyarakat sebagai itikad untuk
menjadi lebih baik lagi. Hal tersebut semestinya membuat kita lebih
optimis lagi dalam menyikapi fenomena yang berkembang dewasa ini. di
samping itu mulai maraknya kamapanye seruan berhijrah merupakan
embrio baru yang mestinya kita dukung. Bukan soal perdebatan fiqih
sehingga menjadi romantisme tak kunjung menemukan titik terang.
Namun yang seharus menjadi kesadaran kolektif adalah setip orang
76

menghendaki tranformasi sosial ke arah yang lebih baik secara sifat dan
sikap beragama.
77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Makna hijrah dalam al-Qur’an perspektif sematik


Toshihiko Izutsu menghasilkan Weltanschauung dari kosa kota
yang memliki hubungan langsung dengan al-Qur’an sehingga
membentuk sistem kosa kata tersendiri. Al-Qur’an menyebut kata
hijrah sebanyak 31 kali dengan berbagai ragam bentuk variasi
pemaknaanya sesuai dengan posisi dan kata yang berhubungan.
Dari hasil penelitian yang di lakukan, secara garis besar dalam
konteks penggunaanya memiliki makna berpindah atau
meninggalkan. Sedangkan dalam konsepsi al-Qur’an, hijrah
dimaknai sebagai migrasi teritorial demi untuk mencari keamanan
dan keselamatan sebagai bentuk manistasi ketaatan kepda Allah
Swt.

Untuk mendapatkan weltanschauung terlebih dahulu kita


harus mencari tau makna dasar dan makna relasional. Adapun
makna dasar dari kata hijrah yaitu meninggalkan atau menjauhi
sesuatu, sedangkan makna relasional kata hijrah berdasarkan
analisis sintagmatik memiliki keterkaitan dengan beberapa sitem
kata yaitu, fī sabīlillāh, yakhruj,  jāhadụ, ukhrijụ min diyārihim,
78

& naṣarū  namun dalam peneyebutannya kata fī sabīlillāh dan


jāhadụ merupakan kata yang paling banyak di kaitkan dengan
term hijrah. Selanjutnya dalam analisa paragdimatik kata hijrah
memiliki persamaan makna (sinonim) dengan kata rahala, safara
dan kharaja.

Berdasarkan perbandingan kajian historisnya kata hijrah


pada konsepsi pra qur’anik yaitu terdapat pada syi’ir-syi’ir Jahili
di temukan devariasi kata al-muhajir di maknai sebagai orang
pendatang. Sedangkan di priode qur’anik penulis menelusiri
penggunaan ayat hijrah di dalam al-Qur’an dan hadis. pertama,
terdapat dalam surah An-Nisa [4] : 100 konteks penyebutan kata
hijrah merupakan perpindahan kaum muslimin secara fisik.
Kedua, al-anfal [8]: 72, maeninggalkan daerah asal atad dorongan
ketidak senangan terhadap daerah kekufuran. Ketiga, At-Taubah
[9]: 100 hijrah dalam konteks hubungan baik antara kaum
muhajirin dan kaum anshor. Sedangangkan dalam konteks hadis-
hadis popular yang berhubungan dengan niat, kata hijrah disitu
disebutkan sebagai aktifitas perpindahan secara lahiriah.

selanjutnya priode pasca qur’anik kta hijrah mengalami


penarikan makna yang lebih luas dan variatif. Diantara mufasassir
yang membahas hijrah secara menyeluruh adalah Sayyid Qutub.
beliau mengklasifikasikan hijrah dipahami secara lahiriah dan
dipahami secara batiniah. Kemudian dari gagasanya itulah
menjadi latar belakang embrio dari gerakan hijrah dibawah
naungan ikhwanul muslimin. Selanjutnya salah seorang pakar
79

hadis mesir mengatakan hijrah hakiki mengandung makna tarkul


manhiyyāt, meninggalkan berbagai larangan agama. Sedanngkan
dalam konteks keindonesiaan saat ini hijrah menjadi sebuah trend
dakwah yang masih terus berskembang sampai hari ini.

B. kritik dan saran

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih minim dan


jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya di dalam skripsi ini tentu
terdapat kesalahan-kesalahan dan kekurangan. Sehingga menurut
penulis, penelitian ini dapat dilanjutkan dengan kajian yang lebih
kohesif dan representatif. Di antara beberapa hal yang dapat dikaji
dalam hal ini adalah:
Pertama, pengkajian secara mendetail mengenai konsep hijrah
dalam periode pra Qur’anik yang tidak hanya terfokus pada sebagian
kecil syiir saja. Mengingat literatur penulis pada penelitian ini sangat
terbatas dalam yang hal itu karena keterbatasan literatur penulis dalam
memahaminya.
Kedua, pengkajian konsep hijrah dengan menggunakan
metode yang lain, seperti Semiotika, Hermeunetika dan lain
sebagainya. Namun bisa juga pengkajian terhadap konsep lain dengan
pendekatan semantik, mengingat bahwa suatu kajian kosakata dalam
al-Qur’an dengan pendekatan semantik amat sangat membantu dalam
proses memahami makna sebuah bahasa yang erat kaitannya akan
budaya, pesan moral dan peradaban.
80

DAFTAR PUSTAKA

Ida Fitri Shohibah, Mengenal Nama Bulan Dalam Kalender


Hijriah.
Hamka, Juz ‘Amma Tafsir al-Azhar, (Depok, Gema Insani, 2015).
Suci Wahyu, Hirah Islami Milenial Berdasarkan Paradigma
Berorentasi Identitas (Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi, Vol.3,
No.2, 2019).
Ahzami Saimun Jazuli, Hirah Dalam Pandangan Al-Qur’an
(Depok: Gema Insani, 2006).
Muhammad Fuad abf al-baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li al-fazh al-
Quran al-karim (kairo: Dar al-Hadist, 1991).

Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia. Agus Fahri Husein


(dkk) (Yogyakarta: tiara Wacana, 1997).

Muhbib Abdul Wahab, Hirah dan Kepemimpinan Profetik (jurnal


Uin Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015)
Murni ”Konsep Hijrah Dalam Perspektif Al-Qur’an ( Studi
Terhadap Pandangan Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah)”(Skripsi
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin, Makasar, 2013).
Eko Budi Santoso, Makna Tawwakul dalam al-Quran: aplikasi
semantik toshihiko izutsu (Skripsi Fakultas Ushuluddin Uin Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2015).
81

Muflihun hidayatullah, “Iklas Dalam Al-Qur’an Perspektif


Toshihiko Izutsu (Skripsi Fakultas Ushuluddin Uin Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2018).
Faturrahman “Al-Qur’an dan Tafsirnya dala Perpektif Toshihiko
Izutsu (Skripsi Fakultas Ushuluddin Uin Syarif Hidayatullah, Jakarta,
2012).
Asep Muhamad Pajarudin ” Konsep Munafik dalam al-Qur’an
(Kajian Semantik Toshihiko Izutsu)” (Skripsi Fakultas Ushuluddin Uin
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2018).
M. Fatih Suryadilangga, Metodologi ilmu Tafsir, (Yogyakarta:
Teras, 2005).
Eliys lestari Pambayun, One stop Qualitative Research
Methodology in Communication, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendikia, 2013).
Suhasini Ari Kunto, Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).
Anton Bakker dan achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian
Filsafat, (Yoyakarta: Kanisius, 1992).
M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 27.
Lihat juga Mardalis, Metode penelitian: Suatu pendekatan Proposal,
(Jakarta: PT. Bumi aksara, 1999).
Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2004).
Ibnu Manzur, Lisa al-Arab, vol.5 (Beirut : Dar Sadir, t.th).
Supiana dan Karman, Ulumul Quran dan Pengenalan Metodologi
Tafsir, (Bandung: Pustaka lslamika, 2002), 302
82

Pembagian ini bukan disimpulkan oleh ulama tafsir pada zaman


dahulu akan teteapi pembagian metode ini muncul belakangan setelah
buku-buku tafsir ditulis.
Nasruddin Baidan, metodologi Penafsiran al-Qur’ān (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000).
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir & Aplikasi Model Penafsiran, Cet
I. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007).
Muhammad Nur Ichwan, Tafsir Ilmiy Memahami al-Qur’ān
melalui pendekatan tafsir Sains Modern (Yogyakarta: Menara Kudus,
2004).
Nasruddin Baidan, metodologi Penafsiran al-Qur’ān.
Hendry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik (Bandung: Angkasa,
1985).
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta:
Rineka Cipta,2009).
https://.kbbi.web.id/semantik
Jhon Lyons, Pengantar Teori Linguistik : di terjemahkan oleh I.
soetiko (London: Cambridge University Press, 1968).
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an terj Khoirin Nahdliyin
(Yohyakarta: LKIS, 2005).
M. Yusron, dkk., Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta:
Teras, 2006).
https://kbbi.web.id/hijrah.
Ahzami Sami’un Jazuli, Hijrah dalam Pandangan Alquran,
(Jakarta: Gema Insani Press, Cet. Pertama, 2006).
83

Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Al-


Husna Zikra.,1997).
Al-Damaghani, Husain ibn Muhammad, Qamus al-Qur’an au
Ishlah al-Wujuh wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar al-
‘Ilmi li al-Malayin, 1983).
Muhammad Fuad abf al-baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li al-fazh al-
Quran al-karim (kairo: Dar al-Hadist, 1991).

Izza Royani, ”Reinterpretasi Makna Hijrah dalam QS. al-Nisa/4


ayat 100: Sebuah Respon atas Fenomena Hijrah di Kalangan Artis”,
Malan, Journal of Islam and Muslim Society, E-ISSN 2715-0119, Vol No
1 (2020).
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari
terj.Akhmad Affandi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008).
Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
(Jakarta: Gema Insani press, 1999), 59.
Abu ja’far Muhammad ibn Jariri al-Tabari, jami al-Bayan Ta’wil
ay Al-Qur’an jilid.XIV (Beiru, Dar al-Fikr).
Sayyid Quthub, Tafsir fi Zhilalil Qur’an: di Bawah Naungan al-
Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2000).
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Panjimas, 1986).
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan
keserasian al-Qur’an, (Tangerang; Lentera Hati, 2008).
Fauzan Azima, Semantik Al-Qur’an (Sebuah Metode Penafsiran),
(Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan, vol.1, Riau, 2017).
Al-mu’jam al-Wasith (mesir; al-syuruq al-dauliyah, 2004).
84

Kamus Al-muawir arab-indonesia, (Yogyakarta: Pustaka


progresif, 1997).
Kamus Beasar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 2008).
Al-Damaghani, Husain ibn Muhammad, Qamus al-Qur’an au
Ishlah al-Wujuh wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar al-
‘Ilmi li al-Malayin, 1983).
Saiful Fajar, Konsep Syaiṭān Dalam Al-Qur’an (Skripsi Ilmu Al-
Qur’an dan Ilmu Tafsir UIN Jakarta, 2018).
M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2006) vol. 15.
Nurul Hidayati, Makna Rihlah dan Safar Dalam Al-Qur’an Studi
Penafsirab Ibnukatsir dan Quraish Shihab, (Skripsi Ilmu Al-Qur’an dan
Ilmu Tafsir UIN Yogyakarta, 2017).
Ibnu Al-Mandzur, Lisaan Al-Arab, Juz II.
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Munawwir.
http://baitsyariah.blogspot.com/2019/01/tafsir-surah-al-baqarah-
ayat-74.html
Khoirur Rifqi Robiansyah, Tadabbur dalam al-Qur’an Prespektif
Semantik Toshihiko Izutsu (Skripsi Ilmu al-Quran dan Tafsir Fakultas
Ushuluddin UIN Jakarta, 2019).
Ṯaha Husain, al-Ādab al-Jāhili (Kairo : Faruq, 1993).
A’syā Hamdān, Diwān A’syā Hamdān wa Akhbārah, (Riyad: Dār
al-‘Ulūm, 1983).
Riqza Ahmad, al-Qur’an & Ulum al-Qur’an MindMap (Kudus:
PT. Buya Barakah, 2019)
85

Riqza Ahmad, al-Qur’an & Ulum al-Qur’an MindMap.


Jalaludi As-syuthi, Sebab Turunnya Ayat, (Jakarta: Gema Insani,
2008).
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati,
2002).
Bukhari, Shahih al-Bukhori, (Beirut: Darul Kutub, 1997).
Bukhāri, al-Jāmi’ al-Shahīh, Vol. 4 (T.tp: Dar Thauq al-Najah,
1422 H.).
Muslim, Shāhīh Muslim, Vol. 3.
Nurfaruqi, Penafsiran Ayat-ayat Hijrah Menurut Sayyid Qutub di
Dalam Tafsir Fi Zilalil Quran, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 2017.
Al-Munawi, Taisir bi Syarhil Jami’ al-Shaghir, (Riyadh:
Maktabah al-Imam al-Syafi’i, 1988).
KerenAmstrong, Islam: Sejarah Singkat, Terj. Fungky Kusnaendi
Timur, (Yogyakarta: Jendela, 2002).
Agnia Addini, Fenomena Gerakan hijrah di Kalangan Pemuda
Muslim Sebagai Mode Sosial, Journal of Islamic Civilization, Universitas
Muhammadiyah Malang, Volume 1, No. 2, Oktober 2019.
Murtadho, Menyelamatkan Makna Hijrah: Dari kekalahan
menuju Kemenangan. Diakses melalui
https://indoprogress.com/2018/08/menyelamatkan-makna-hijrah-
darikekalahan-menuju-kemenangan/. Diakses pada tanggal 20 Desember
2020
https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-
2020/
86

Anda mungkin juga menyukai