Anda di halaman 1dari 10

2.

2 Proses Pencatatan Tatalaksana Peternakan Sapi Perah Skala Besar

Pencatatan usaha ternak yang baik memiliki syarat yaitu sederhana dan

praktis, lengkap, akurat, terbaru/up to-date, mudah dimengerti dan memerlukan

waktu yang minimum untuk mengerjakannya. Pencatatan diperlukan untuk

mengetahui sejauh mana mutu bibit yang dihasilkan serta menunjang terlaksananya

program seleksi yang baik (Lestiyani, 2008). Salah satu fungsi penting dari

pencatatan adalah menyediakan identitas bagi setiap sapi dalam kelompoknya.

Adanya identifikasi dan recording membantu peternak dalam mengelola ternak

mereka dan memudahkan dalam proses manajemen pemeliharaan dan membantu

dalam meningkatkan produktivitas ternak.

2.2.1 Identifikasi Ternak

Menurut Sotarno (2003), sebelum melakukan berbagai catatan (recording)

sapi perah, perlu diketahui bahwa sapi perah tersebut terlebih dahulu harus diberi

identifikasi (identitas/pengenal) atau marking (tanda). Identifikasi memudahkan

peternak dalam mengontrol ternaknya. Identifikasi dan recording memudahkan

peternak dalam mengontrol umur ternak, perkawinan dan produksi susu. Identifikasi

ternak berupa pemberian nomor pada ternak disertai kartu identitas yang mencatat

semua informasi tentang nomor atau nama ternak, nomor registerasi, tanggal lahir,

jenis kelamin, tingkat kemurnian bangsa, nomor/nama bapak dan induk beserta

asalnya, nama pemilik dengan alamatnya. Kartu identitas yang sempurna memuat

gambar sketsa (foto) ternak dari samping kanan, kiri, dan depan ternak.

Penomoran sapi perah dilakukan dengan cara yang tercantum dalam

International Identification Program tahun 1990 yang berlaku diseluruh dunia.


Dengan menggunakan cara ini, maka ternak diberi nomor registerasi yang tidak

mungkin sama untuk seluruh dunia. Penomoran ternak adalah sebagai berikut:

 Kode spesies (1 digit)

 Kode bangsa (2 digit)

 Kode organisasi (2 digit)

 Kode negara (3 digit)

 Kode wilayah (2 digit)

 Nomor ternak (10 digit)

Pemberian nomor pada sapi sendiri, dapat bersifat permanen atau temporer.

Penomoran yang bersifat permanen berupa pembuatan tato pada badan ternak berupa

cap bakar maupun dingin, sedangkan yang temporer berupa penomoran dengan

penggunaan anting pada telinganya (Hardjosubroto, 1994)

2.2.2 Breeding Records

Breeding records atau catatan perkawinan adalah salah satu sumber informasi

penting dalam pengelolaan ternak perah. Catatan perkawinan yang lengkap dan

akurat sangat diperlukan unruk menentukan kapan perkawinan dilakukan agar sapi

dapat melahirkan sekali setahun memberikan periode istrahat yang cukup bagi seekor

sapi setiap satu periode laktasi dan menentukan kapan pemberian konsentrat dimulai

sebelum laktasi berikutnya. Breeding records yang lengkap memuat informasi-

informasi sebagai berikut:

 Identitas Ternak.

Menurut Hardjosubroto (1994), identifikasi ternak berupa pemberian nomor

pada ternak dengan disertai kartu identitas. Kartu identitas ternak bertujuan untuk
mencatat semua informasi tentang nama dan nomor ternak, jenis kelamin, tanggal

lahir (dan tanggal perkawinan induknya), kemurnian bangsanya, bapak (sire) dan

induknya (dam), nama dan nomor kode pemilik beserta alamatnya. Kartu identitas

yang sempurna memuat gambar sketsa atau foto dari ternak yang dibuat dari sisi

kanan, kiri dan depan ternak. Informasi-informasi seperti ini harus dicatat secepat

mungkin segera setelah kelahiran seekor pedet.

 Nama dan Identitas Bapak.

Informasi ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perkawinan sedarah

(inbreeding). Peternak yang menggunakan metode IB perlu ekstra hati-hati dalam hal

catatan nama pejantan ini mengingat dengan metode IB maka semen dari pejantan

tertentu dapat digunakan selama bertahun-tahun sehingga meningkatkan

kemungkinan seekor pejantan mengawini anak betinanya.

 Tanggal Birahi dan Catatan Khusus (Heat Dates and Comment).

Peternak harus mencatat tanggal birahi dari setiap sapi (induk maupun dara)

walaupun ternak tersebut belum akan dikawinkan pada saat tersebut (kecuali sapi

yang akan dijual atau dipotong). Dengan mengetahui tanggal birahi terakhir maka

tanggal birahi berikutnya dapat diperkirakan secara lebih akurat. Mencatat ciri-ciri

khas birahi masing-masing sapi juga berguna untuk membantu peternak mengingat

sapi-sapi yang menunjukkan birahi lemah (weak heat), birahi pendek (short heat) atau

ciri-ciri birahi lain yang memerlukan perhatian khusus.

 Tanggal Melahirkan dan Catatan Khusus (Calving Dates and Comment).

Data tanggal melahirkan diperlukan untuk menentukan seberapa cepat seekor

sapi akan dikawinkan kembali setelah partus. Sebagian besar sapi harus dikawinkan
kembali 50 - 60 hari setelah partus. Interval waktu seperti ini akan memberi

kesempatan bagi saluran reproduksi untuk mencapai kesembuhan sempurna dari luka

akibat partus namun tepat dapat mencapai target melahirkan sekali setahun.

 Tanggal Kawin/Inseminasi (Service Information).

Data tanggal kawin/inseminasi diperlukan untuk memperkirakan tanggal

melahirkan dan mencatat identitas pejantan. Bila ternak tidak mengalami kebuntingan

pada perkawinan/inseminasi pertama dan mengalami birahi kembali, maka

perkawinan/inseminasi kedua juga harus dicatat. Teknisi IB perlu mengetahui sapi

mana yang termasuk repeat breeders (kawin berulang) agar dapat menentukan teknik

paling tepat untuk menginseminasi mereka.

 Pemeriksaan Kebuntingan (Pregnancy Examination).

Dengan adanya data tanggal perkawinan maka akan dapat ditentukan kapan

pemeriksanaan kebuntingan paling cepat bisa dilakukan. Untuk memperoleh

informasi ini peternak perlu berkonsultasi dengan ahli veteriner.

 Tanggal Akan Melahirkan (Calf Due Date).

Dalam memperkirakan tanggal partus, peternak dapat menggunakan tabel

masa bunting (gestasion table). Untuk itu tanggal kawin harus diketahui. Beberapa

peternak menambahkan selama 9 bulan 10 hari ke tanggal kawin untuk menaksir

tanggal partus. Perkiraan tanggal partus boleh dituliskan setelah peternak mengetahui

secara pasti bahwa ternaknya sudah bunting.

 Tanggal Masa Kering (Dry-off Date).

Pada tanggal ini peternak harus menghentikan pemerahan seekor sapi.

Dianjurkan untuk mengeringkan seekor sapi 50 - 60 hari minggu sebelum partus


berikutnya. Masa kering memberi kesempatan bagi sapi untuk beristirahat dan

mengembalikan kondisi tubuhnya bagi periode laktasi berikutnya. Selalu ada

kemungkinan bahwa seekor sapi dikawinkan lebih lama dari waktu yang tercatat (hal

ini sering terjadi pada sapi yang dikawinkan lebih dari satu kali di mana tanggal

perkawinan pertama tidak diganti dengan tanggal perkawinan kedua). Bila seekor

sapi dikeringkan lebih awal dari yang seharusnya karna kesalahan pencatatan tanggal

kawin maka peternak akan kehilangan masa produksi paling tidak selama 3 minggu.

Sebaliknya, peternak yang lalai mencatat dan/atau memeriksa tanggal kawin akan

memerah seekor sapi lebih lama dari yang seharusnya sehingga sapi tersebut tidak

memperoleh masa kering yang cukup.

 Catatan Tambahan (Remarks).

Berbagai informasi lain yang dianggap perlu oleh peternak, di luar berbagai

informasi di atas, dapat disisipkan ke breeding record seperti informasi

daerah/peternak asal ternak, kuitansi biaya IB dll. Dari kejadian reproduksi dapat

dihitung ukuran-ukuran efisiensi reproduksi, seperti:

 masa kosong sejak tanggal beranak sampai tanggal kawin terakhir yang

menghasilkan kebuntingan

 service per conception jumlah kawin per kebuntingan

 calving interval sejak tanggal beranak sampai beranak berikutnya

 conception rate nilai keberhasilan IB

2.2.3 Pencatatan Produksi Susu


Menurut Hardjosubroto (1994), catatan produksi susu yang ideal mencatat

produksi pagi dan sore setiap hari, selama berlangsungnya periode laktasi. Cara dan

frekuensi pencatatan produksi susu dapat dilakukan sebagai berikut:

 Official Dairy Herd Improvement.

Pencatatan dilakukan satu kali dalam sebulan, dilakukan oleh supervisor dari

asosiasi yang mengunjungi peternak secara bergilir. Pencatatan meliputi: produksi

susu per ekor per hari (pagi dan sore), disertai pengambilan contoh untuk analisis

kadar lemaknya.

 Dairy Herd Improvement Registry.

Kegiatannya sama dengan Official Dairy Herd Improvement, hanya dalam hal

ini dilakukan oleh supervisor dari asosiasi peternakan bangsa murni.

 Owner Sampler.

Pencatatan dilakukan sebulan sekali, pagi dan sore, tetapi pencatatan dan

pengambilan sampel susu dilakukan sendiri oleh peternak, yang kemudian dilaporkan

ke Dairy Record Processing Center (DRPC). Hal ini dimaksudkan untuk menghemat

biaya, karena tidak melibatkan supervisor.

 AM-PM Recording.

Pencatatan dilakukan sekali sebulan, pada bulan tertentu dilakukan pencatatan

terhadap produksi susu pagi hari (AM), sedangkan pada bulan berikutnya dilakukan

pencatatan produksi susu sore hari (PM). Pencatatan dan pengambilan sampel dapat

dilakukan oleh peternak atau supervisor.

 Weight a Day a Month, WaDaM.


Dalam metode ini, peternak melakukan pencatatan produksi susu sapi perahnya

sekali sebulan, pagi dan sore, tanpa melakukan pengambilan sampel.

2.2.4 Pencatatan Pakan

Untuk mengetahui berapa banyak keuntungan yang disumbangkan seekor

ternak perah maka perlu diketahui bukan hanya produksi susunya tapi juga jumlah

pakan yang dikonsumsinya. Selain itu, terutama untuk usaha ternak perah berskala

besar, juga perlu dibuatkan daftar tentang berapa banyak pakan yang seharusnya

diberikan kepada masing-masing ternak perah. Dengan populasi ternak yang banyak,

hampir tidak mungkin bagi seorang peternak mengingat jumlah pakan yang harus

diberikan kepada masing-masing ternak perah setiap harinya. Biasanya daftar ini

diubah setiap minggu sesuai dengan perubahan kebutuhan seekor ternak dikaitkan

dengan tingkat produksi atau fase hidupnya. Daftar ini harus diisi sesuai dengan

jumlah produksi susu masing-masing ternak perah. Jumlah konsentrat yang

disebutkan dalam daftar harus betul-betuk ditimbang setiap pemberian pakan,

sedangkan jumlah hijauan tidak perlu ditimbang setiap hari tapi cukup sekali sebulan

agar jumlah pemberian hijauan dapat dikontrol. Informasi mengenai hal-hal yang

terkait dengan bahan pakan yang digunakan pada peternakan tersebut adalah:

 Jenis hijauan

 Bahan baku konsentrat yang diberikan pada ternak

 Sumber bahan baku pakan

 Harga/biaya pakan

 Jumlah pakan yang diberikan/dikonsumsi ternak

2.2.5 Catatan Kesehatan


Sangat penting memiliki rekording kesehatan bagi satu usaha ternak perah.

Informasi yang perlu dicatat antara lain adalah uji TBC, uji abortus, uji mastitis,

pemeriksaan kesehatan secara umum dan lain-lain. Data tentang diagnosis dan

pengobatan setiap masalah kesehatan yang dialami setiap sapi harus dimasukkan

dalam catatan permanen sebagai informasi dasar dalam menilai kepekaan seekor sapi

terhadap serangan penyakit tertentu. Demikian juga jenis dan waktu vaksinasi yang

telah diterima seekor sapi perlu dicatat, termasuk tanggal vaksinasi ulang. Informasi

yang perlu dicatat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kondisi kesehatan ternak

yaitu:

 Gejala sakit

 Pemeriksaan dokter hewan

 Vaksinasi

 Pengobatan

2.2.6 Pencatatan Latar Belakang (Sejarah) dan Silsilah Ternak Perah

Pencatatan latar belakang ini diisi dengan beberapa informasi mengenai

kehidupan seeker ternaknya seperti nama, nomor, performan, penyakit yang diderita

atau pernah dialami dan alasan pengafkirannya atau penyebab kematiannya.

Sedangkan pencatatan silsilah diisi dengan data tentang silsilah seekor ternak perah.

2.2.7 Catatan Anak (Calf Register)

Bagi setiap anak ternak perah yang lahir harus dibuatkan catatan tentang

nomor tatonya, hari dan tanggal lahir, jenis kelamin, berat lahir dan lain- lain. Di

dalam daftar ini juga harus dicatatkan apakah seekor anak dipelihara seterusnya atau

dijual.
2.2.8 Catatan Keuangan

Dari semua catatan yang dibuatkan dalam suatu usaha ternak perah maka

catatan keuangan seperti cash book, stock book dan lain-lain merupakan catatan

paling bernilai untuk mengetahui untung-rugi yang dialami suatu usaha ternak perah

komersil. Informasi yang perlu dicatat mengenai volume, harga, biaya produksi, dan

penerimaan perusahaan, antara lain:

 harga susu

 biaya produksi

 penjualan susu

 penjualan ternak (pedet, sapi afkir)

 penjualan kotoran
DAFTAR PUSTAKA

Hardjosubroto, W. (1994). Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT

Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Lestiyani, N. (2008). Sistem Recording di Instalasi Pembibitan Sapi Potong Pengasih

Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Praktek Kerja Lapangan.

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Purwatiningsih, Theresia I., Kia, Kristoforus W. 2018. Identifikasi dan Recording

Sapi Perah di Peternakan Biara Novisiat Claretian Bentulu, Timor Tengah

Selatan. Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan. Universitas Timor.

Soetarno, T. (2003). Manajemen Budidaya Ternak Perah. Fakultas Peternakan.

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai