Anda di halaman 1dari 18

Makalah

STRUKTUR SEL, KOLONI, PERTUMBUHAN DAN


PERKEMBANGAN JAMUR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikologi

OLEH:
TITIN NUR SAPUTRI
431418039

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT, karena atas ridho-Nya
makalah yang berjudul “Struktur Sel, Koloni, Pertumbuhan Dan Perkembangan
Jamur”. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW. Serta para pihak yang telah membantu penyusunan makalah
ini. Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini agar dapat menjadi rujukan.
Dengan makalah ini kami mencoba memaparkan sedikit mengenai
Struktur Sel, Koloni, Pertumbuhan Dan Perkembangan Jamur. Dalam penulisan
makalah ini penulis mencoba semaksimal mungkin dalam penyusunannya.
Namun tidak ada gading yang tak retak, begitupun dengan makalah ini, oleh sebab
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memperbaiki
makalah sederhana ini.
Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan
mengenai Struktur Sel, Koloni, Pertumbuhan Dan Perkembangan Jamur.

Gorontalo, Februari 2021

TITIN NUR SAPUTRI


Penulis.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jamur adalah mikroorganisme yang masuk golongan eukariotik dan
tidak termasuk golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang
bercabang dan mempuyai dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan
glukan, dan sebagian kecil dari selulosa atau kitosan. Gambaran tersebut yang
membedakan jamur dengan sel hewan dan sel tumbuhan. Sel hewan tidak
mempunyai dinding sel, sedangkan sel tumbuhan sebagian besar adalah
selulosa. Jamur mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih
inti, tidak mempunyai klorofil dan berkembang biak secara aseksual, seksual,
dan keduanya (Sutanto, 2008).
Sifat umum jamur (heterotropik) yaitu organisme yang tidak
mempunyai klorofil sehingga tidak dapat membuat makannya sendiri melalui
proses fotosintesis seperti tanaman. Untuk hidupnya jamur memerlukan zat
organik yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, serangga dan lain-lain,
kemudian dengan menggunakan enzim zat organik tersebut diubah dan
dicerna menjadi zat anorganik yang kemudian diserap oleh jamur sebagai
makanannya. Sifat inilah yang menyebabkan keruskan benda dan makanan
(Sutanto, 2008).
Pada umumnya, jamur tumbuh dengan baik di tempat yang lembab.
Jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga jamur
dapat ditemukan di semua tempat di seluruh dunia termasuk gurun pasir yang
panas. Di alam bebas terdapat lebih dari 100.000 spesies jamur dan kurang
dari 500 spesies diduga dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan
hewan. Dari sekian banyak jamur tersebut diperkirakan 100 spesies bersifat
patogen pada manusia dan sekitar 100 spesies hidup komensal pada manusia
(bersifat saprofit), tetapi dapat menimbulkan kelainan pada manusia bila
keadaan menguntungkan untuk pertumbuhan jamur tersebut. Perubahan sifat
jamur dari komensal menjadi patogen dikelompokan sebagai jamur oportunis
(Sutanto, 2008).
1.2 Rumusan masalah
1. Jelaskan bagaimana struktur sel koloni pada jamur
2. Jelaskan bagaimana perkembangan jamur
1.3 Tujuan masalah
1. Mahasiswa mampu menjelaskan struktur sel koloni pada jamur
2. Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan jamur
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Struktur sel koloni pada jamur


1. Hifa
Kumpulan hifa akan bersatu dan bergerak menembus permukaan
fungi yang disebut miselium. Hifa dapat berbentuk menjalar atau menegak.
Biasanya hifa yang menegak menghasilkan alat perkembangbiakan yang
disebut spora. Septa pada umumnya memiliki pori yang sangat besar agar
ribosom dan mitokondria dan bahkan nukleus dapat mengalir dari satu sel ke
sel yang lain. Miselium fungi tumbuh dengan cepat, bertambah satu kilometer
setiap hari. Fungi merupakan organisme yang tidak bergerak, akan tetapi
miselium mengatasi ketidakmampuan bergerak itu dengan menjulurkan
ujung-ujung hifanya denagan cepat ke tempat yang baru (Campbell et al.,
2010).

Kavanagh (2011) melaporkan bahwa sebagian besar hifa pada


yeast berbentuk lembaran, seperti pada Cythridomycetes dan Sacharomyces
cerreviceae. Hifa mengandung struktur akar seperti rhizoid yang berguna
sebagai sumber daya nutrisi.

Gambar 1 Struktur Dasar Hifa.

Hifa dapat dijadikan sebagai ciri taksonomi pada fungi. Beberapa


jenis fungi ada yang memiliki hifa berseptat dan ada yang tidak. Oomycota
dan Zygomycota merupakan jenis fungi yang memiliki hifa tidak
berseptat, dengan nuklei yang tersebar di sitoplasma. Berbeda dengan
kedua jenis tersebut, Ascomycota dan Basidiomycota berasosiasi aseksual
dengan hifa berseptat yang memiliki satu atau dua nuklei pada masing-
masing segmen (Webster dan Weber, 2007).

Fungi secara morfologi tersusun atas hifa. Dinding sel hifa


bebentuk tabung yang dikelilingi oleh membran sitoplasma dan biasanya
berseptat. Fungi yang tidak berseptat dan bersifat vegetatif biasanya
memiliki banyak inti sel yang tersebar di dalam sitoplasmanya. Fungi seperti
ini disebut dengan fungi coenocytic, sedangkan fungi yang berseptat disebut
monocytic (Madigan et al., 2012).
Hifa tersusun dari dinding sel luar dan lumen dalam yang
mengandung sitosol dan organel lain. Membran plasma di sekitar sitoplasma
mengelilingi sitoplasma. Filamen dari hifa menghasilkan daerah permukaan
yang relatif luas terhadap volume sitoplasma, yang memungkinkan
terjadinya absorpsi nutrien. (Willey et al., 2009).
Secara mikroskopis menggunakan Lacthopenol Cotton Blue
sebagai bahan dalam mewarnai koloni jamur kemudian diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran 100X. Hifa normal Saprolegnia sp dapat
dilihat pada Gambar 2. Saprolegnia sp memiliki hifa membulat dengan
sporulasi tanpa membentuk kista dimulut sporangium dan zoospora
langsung menyebar. Hifa Saprolegnia sp tidak mempunyai sekat pemisah
(septa) tetapi bercabang banyak menjadi miselium (Ratnaningtyas, 2013).
Hifa abnormal Saprolegnia sp terhadap B. licheniformis yaitu
terlihat adanya hambatan pertumbuhan miselium jamur patogen setelah
diberi inokulasi bakteri kitinolitik. Struktur pertumbuhan miselium jamur
Saprolegnia sp yang diujikan terlihat sporangiofor tidak mampu membentuk
sporangium sebagai tempat dihasilkannya spora jamur, miselium terlihat
pecah, dan dinding sel jamur lisis.Hifa abnormal Saprolegnia sp terhadap
Bacillus licheniformis dapat dilihat pada Gambar 3.

Hifa abnormal Saprolegnia sp terhadap S. Olivaceoviridis yaitu


terlihat adanya hambatan pertumbuhan miselium jamur patogen setelah
diberi inokulasi bakteri kitinolitik. Struktur pertumbuhan miselium jamur
Saprolegnia sp yang diujikan terlihat sporangiofor tidak mampu membentuk
sporangium sebagai tempat dihasilkannya spora jamur, miselium bercabang
dimana miselium masih mampu berusaha membentuk percabangan lain
untuk menghasilkan spora dan dinding sel jamur terlihat lisis. Hifa abnormal
Saprolegnia sp terhadap Streptomyces olivaceoviridis dapat dilihat pada
Gambar 4.

Hifa abnormal Saprolegnia sp terhadap ketokonazol 2 % yaitu


terlihat adanya hambatan pertumbuhan miselium jamur patogen setelah
diberi inokulasi bakteri kitinolitik. Struktur pertumbuhan miselium jamur
Saprolegnia sp yang diujikan terlihat sporangiofor tidak mampu membentuk
sporangium sebagai tempat dihasilkannya spora jamur, miselium dan
dinding sel jamur terlihat lisis. Hifa abnormal Saprolegnia sp terhadap
Ketokonazol 2 % dapat dilihat pada Gambar 5.

2. Dinding Sel
Dinding sel fungi berfungsi untuk melindungi protoplasma dan
organel-organel dari lingkungan eksternal. Struktur dinding sel tersebut
dapat memberikan bentuk, kekuatan seluler dan sifat interaktif membran
plasma. Selain khitin, dinding sel fungi juga tersusun oleh fosfolipid bilayer
yang mengandung protein globular. Lapisan tersebut berfungsi sebagai
tempat masuknya nutrisi, tempat keluarnya senyawa metabolit sel, dan
sebagai penghalang selektif pada proses translokasi. Komponen lain yang
menyusun dinding sel fungi adalah antigenik glikoprotein dan aglutinan,
senyawa melanins berwarna coklat berfungsi sebagai pigmen hitam. Pigmen
tersebut bersifat resisten terhadap enzim lisis, memberikan kekuatan
mekanik dan melindungi sel dari sinar UV, radiasi matahari dan
pengeringan) (Kavanagh, 2011).

Sebagian besar dinding sel fungi mengandung khitin, yang


merupakan polimer glukosa derivatif dari N-acetylglucosamine. Khitin
tersusun pada dinding sel dalam bentuk ikatan mikrofibrillar yang dapat
memperkuat dan mempertebal dinding sel. Beberapa polisakarida lainnya,
seperti manann, galaktosan, maupun selulosa dapat menggantikan khitin
pada dinding sel fungi. Selain khitin, penyusun dinding sel fungi juga terdiri
dari 80-90% polisakarida, protein, lemak, polifosfat, dan ion anorganik yang
dapat mempererat ikatan antar matriks pada dinding sel (Madigan et al.,
2012) .

Gambar Struktur dinding sel Fungi,dan tabel perbedaan komponen dinding


sel pada setiap kelas Fungi.
3. Nukleus
Nukleus atau inti sel fungi bersifat haploid, memiliki ukuran 1-3
mm, di dalamnya terdapat 3 – 40 kromosom. Membrannya terus
berkembang selama pembelahan Nuclear associated organelles (NAOs).
Terkait dengan selubung inti, berfungsi sebagai pusat-pusat
pengorganisasian mikrotubula selama mitosis dan meiosis. Nucleus pada
fungi juga mempengaruhi kerja kutub benang spindel dan sentriol. Inti sel
adalah salah satu struktur paling penting dari sel jamur, karena mengandung
semua bahan genetik jamur, dibatasi oleh membran nuklir. Membran ini
memiliki pori-pori kecil yang memungkinkan komunikasi antara sitoplasma
dan bagian dalam nukleus.
4. Organel-organel Sel Lainnya
Fungi memiliki mitokondria yang bentuknya rata atau flat seperti
krista mitokondria. Badan golgi terdiri dari elemen tunggal saluran cisternal.

Pada struktur sel fungi juga memiliki ribosom, retikulum endoplasma,


vakuola, badan lipid, glikogen partikel penyimpanan, badan mikro, mikrotubulus,
vesikel.

Semua jamur mempunyai dinding sel kaku yang penting untuk


menentukan bentuknya. Dinding-dinding sel sebagian besar terbentuk oleh lapisan
karbohidrat, rantai-rantai panjang polisakarida, juga glikoprotein dan lipid.
Selama infeksi, dinding sel jamur mempunyai sifat-sifat patobiologi yang penting.
Komponen permukaan dinding memperantai penempelan jamur pada sel inang.
Beberapa ragi dan mold memberi melanin pada dinding sel, memberikan pigmen
coklat atau hitam. Jamur yang demikian adalah dematiaceous. Dalam beberapa
penelitian, melanin berhubungan dengan virulensi (Brooks dkk, 2005).

Pada beberapa jamur, miselium terdiri atas banyak sel yang mengandung
satu atau dua inti per sel (celluer). Miselium yang lain bersifat saenositik
(caenocytik), yaitu mengandung inti dan keseluruhan miselium berupa satu sek
multi inti yang bersambung, tubular (seperti pipa), bercabang atau tidak bercabang
atau miselium tersebut dibagi oleh dinding melintang (septa), setiap sigmen
menjadi hifa multi inti. Pertumbuhan miselium terjadi pada ujung hifa (Agrios,
1996).

2.2 Koloni Jamur


Menurut Brooks dkk (2005), jamur tumbuh dalam dua bentuk dasar,
sebagai yeast/ragi dan molds. Pertumbuhan dalam bentuk mold adalah dengan
produksi koloni filamentosa multiseluler. Koloni ini mengandung tubulus silindris
yang bercabang yang disebut hifa, diameternya bervariasi dari 2-10 µm. Massa hifa
yang jalin-menjalin dan berakumulasi selama pertumbuhan aktif adalah miselium.
Beberapa hifa terbagi menjadi sel-sel oleh dinding pemisah atau septa, yang secara
khas terbentuk pada interval yang teratur selama pertumbuhan hifa. Hifa yang
menembus medium penyangga dan mengabsorbsi bahan-bahan makanan adalah
hifa vegetatif atau hifa substrat. Sebaliknya, hifa aerial menyembul di atas
permukaan miselium dan biasanya membawa struktur reproduktif dari mold.
Koloni Aspergillus terreus pada medium “Potato Dextrose Agar” dalam
suhu 25°C berwarna coklat muda sampai coklat tua (de Hoog dkk., 2000).
Tampak juga adanya pigmen yang berwarna kuning menghasilkan semburat
kuning di permukaan atas koloni. Koloni berbentuk granular sempurna dengan
produksi konidium (de Hoog dkk., 2000). Diameter koloni Aspergillus terreus
pada medium Czapek’s Dox mencapai diameter 3,5-5,0 cm dalam waktu 7 hari,
dan terdiri dari suatu lapisan padat yang terbentuk oleh konidiofora (Gandjar dkk,
2006b). Konidiofora berwarna hialin dan berdinding tipis dengan panjang 70-300
µm (de Hoog dkk., 2000). Kepala konidium memiliki warna coklat kekuningan,
tampak kompak, berbentuk kolumnar, dan berukuran (150-500) x (30-50) µm
(Gandjar dkk, 2006b). Bentuk vesikula semibulat berdiameter 10-20 µm.
Konidium berbentuk bulat hingga elips, berdiameter 2-2,5 µm, berwarna hialin
hingga kuning muda, dan berdinding tipis (de Hoog dkk., 2000). Habitat jamur
benang umumnya di permukaan tanah, banyak ditemukan di daerah tropis,
diisolasi dari rempah-rempah, rhizosfer gandum, jagung, padi, kentang, kapas,
tanaman euphorbia, papaya, nanas, pisang, kacang tanah, biji-bijian yang
disimpan di gudang dalam waktu yang lama, coklat, tekstil, kulit, sarang burung,
pulp dari pabrik kertas, lumbung, hingga tambang uranium (Gandjar dkk, 2006b).
2.3 Pertumbuhan jamur

Setiap mikroorganisme mempunyai kurva pertumbuhan, begitu pula fungi. Kurva


tersebut diperoleh dari menghitung massa sel pada kapang atau kekeruhan media
pada khamir dalam waktu tertentu. Kurva pertumbuhan mempunyai beberapa fase
(Gandjar, 2006) antara lain :

1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan, pembentukan


enzim-enzim untuk mengurai substrat;
2. fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi
fase aktif;
3. fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat
banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang
penting dalam kehidupan fungi. Pada awal dari fase ini kita dapat memanen
enzim-enzim dan pada akhir dari fase ini atau;
4. fase deselerasi (Moore-Landecker, 1996 dalam Gandjar, 2006), yaitu waktu
sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat memanen biomassa sel atau
senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel-sel;
5. fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang
mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang
horizontal. Banyak senyawa metabolit sekunder dapat dipanen pada fase
stasioner;
6. fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif sama
sekali lebih banyak daripada sel-sel yang masih hidup
Pada umumnya pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh (Gandjar, 2006):
1. Substrat
Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi fungi. Nutrien-
nutrien baru
dapat dimanfaatkan sesudah fungi mengekskresi enzim-enzim ekstraselular
yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Misalnya, apabila
substratnya nasi, atau singkong, atau kentang, maka fungi tersebut harus
mampu mengekskresikan enzim α-amilase untuk mengubah amilum menjadi
glukosa. Senyawa glukosa tersebut yang kemudian diserap oleh fungi.
Apabila substratnya daging, maka fungi tersebut harus mengeluarkan enzim
yang proteolitik untuk dapat menyerap senyawa asam-asam amino hasil
uraian protein. Contoh yang lain lagi, misalnya substratnya berkadar lemak
tinggi, maka fungi tersebut harus mampu menghasilkan lipase agar senyawa
asam lemak hasil uraian dapat diserap ke dalam tubuhnya. Fungi yang tidak
dapat menghasilkan enzim sesuai komposisi substrat dengan sendirinya
tidak dapat memanfaatkan nutrien-nutrien dalam substrat tersebut.
2. Kelembapan
Faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi. Pada
umumnya fungi tingkat rendah seperti Rhizopus atau Mucor memerlukan
lingkungan dengan kelembapan nisbi 90%, sedangkan kapang Aspergillus,
Penicillium, Fusarium, dan banyak hyphomycetes lainnya dapat hidup pada
kelembapan nisbi yang lebih rendah, yaitu 80%. Fungi yang tergolong
xerofilik tahan hidup pada kelembapan 70%, misalnya Wallemia sebi,
Aspergillus glaucus, banyak strain Aspergillus tamarii dan A. Flavus
(Santoso et al., 1998 dalam Gandjar, 2006). Dengan mengetahui sifat-sifat
fungi ini penyimpanan bahan pangan dan materi lainnya dapat dicegah
kerusakannya.
3. Suhu
Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk
pertumbuhan, fungi dapat dikelompokkan sebagai fungi psikrofil, mesofil,
dan termofil. Fungi psikofril adalah fungi yang dengan kemampuan untuk
tumbuh pada atau dibawah 00C dan suhu maksimum 200C. Hanya sebagian
kecil spesies fungi yang psikofril. Fungi mesofil adalah fungi yang tumbuh
pada suhu 10-350C, suhu optimal 20-350C. Fungi dapat tumbuh baik pada
suhu ruangan (22-250C). Sebagian besar fungi adalah mesofilik. Fungi
termofil adalah fungi yang hidup pada suhu minimum 200C, suhu optimum
400C dan suhu maksimum 50-600C. Contohnya Aspergillus fumigatus yang
hidup pada suhu 12-550C. Mengetahui kisaran suhu pertumbuhan suatu
fungi adalah sangat penting, terutama bila isolat-isolat tertentu akan
digunakan di industri. Misalnya, fungi yang termofil atau termotoleran
(Candida tropicalis, Paecilomyces variotii, dan Mucor miehei), dapat
memberikan produk yang optimal meskipun terjadi peningkatan suhu,
karena metabolisme funginya, sehingga industri tidak memerlukan
penambahan alat pendingin.
4. Derajat keasaman lingkungan
pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena
enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan
aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya fungi menyenangi pH di bawah
7.0. Jenis-jenis khamir tertentu bahkan tumbuh pada pH yang cukup rendah,
yaitu pH 4.5-5.5. Mengetahui sifat tersebut adalah sangat penting untuk
industri agar fungi yang ditumbuhkan menghasilkan produk yang optimal,
misalnya pada produksi asam sitrat, produksi kefir, produksi enzim protease-
asam, produksi antibiotik, dan juga untuk mencegah pembusukan bahan
pangan.
5. Bahan kimia
Bahan kimia sering digunakan untuk mencegah pertumbuhan
fungi. Senyawa formalin disemprotkan pada tekstil yang akan disimpan
untuk waktu tertentu sebelum dijual. Hal ini terutama untuk mencegah
pertumbuhan kapang yang bersifat selulolitik, seperti Chaetomium
globosum, Aspergillus niger, dan Cladosporium cladosporoides yang dapat
merapuhkan tekstil, atau meninggalkan noda-noda hitam akibat sporulasi
yang terjadi, sehingga menurunkan kualitas bahan tersebut.

2.4 Perkembangan Jamur

Sebagian besar jamur berkembang baik dengan spora. Spora mungkin di


bentuk secara aseksual (melalui produksi dengan pemisahan miselium, sel yang
terspesialisasi, spora, tahap melibatkan kariogami dan miosis) atau sebagai hasil
proses seksual. Reproduksi seksual terjadi pada sebagian besar jamur. Beberapa
diantaranya, dua sel (gamet) yang sama ukuran dan bentuknya bersatu dan
menghasilkan zigot, yang disebut zigospora. Pada sekelompok besar jamur tidak
diketahui reproduksi secara seksual, baik karena jamur tersebut tidak
mempunyai reproduksi secara seksual atau karena belum ditemukan.
Nampaknya jenis jamur tersebuthanya berkembang biak secara aseksual
(Agrios, 1996).
Beberapa faktor akan mempengaruhi perkembangan jamur pada bahan
pangan/produk hasil pertanian antara lain kandungan air dari produk yang
disimpan, suhu ruangan penyimpanan, periode penyimpanan, banyaknya benda-
benda asing (bahanbahan sejenisnya) dan terdapatnya aktivitas serangga dan
kutu dalam ruang penyimpanan. Disamping itu pertumbuhan jamur memerlukan
faktor fisika kimia antara lain suhu, aktivitas air (water activity = Aw), tekanan
osmosis, pH dan potensial oksidasi reduksi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam beberapa penelitian, melanin berhubungan dengan virulensi.
Pertumbuhan dalam bentuk mold adalah dengan produksi koloni filamentosa
multiseluler. Koloni ini mengandung tubulus silindris yang bercabang yang
disebut hifa, diameternya bervariasi dari 2-10 µm. Massa hifa yang jalin-
menjalin dan berakumulasi selama pertumbuhan aktif adalah miselium.
Sebagian besar jamur berkembang baik dengan spora. Spora mungkin di
bentuk secara aseksual (melalui produksi dengan pemisahan miselium, sel
yang terspesialisasi, spora, tahap melibatkan kariogami dan miosis) atau
sebagai hasil proses seksual. Reproduksi seksual terjadi pada sebagian besar
jamur.
Semua jamur mempunyai dinding sel kaku yang penting untuk
menentukan bentuknya. Dinding-dinding sel sebagian besar terbentuk oleh
lapisan karbohidrat, rantai-rantai panjang polisakarida, juga glikoprotein dan
lipid. Selama infeksi, dinding sel jamur mempunyai sifat-sifat patobiologi
yang penting. Komponen permukaan dinding memperantai penempelan
jamur pada sel inang. Beberapa ragi dan mold memberi melanin pada dinding
sel, memberikan pigmen coklat atau hitam. Jamur yang demikian adalah
dematiaceous.
DAFTAR PUSTAKA

Jumiyati, Siti Harnina Bintari, Ibnul Mubarok, 2012. ISOLASI DAN


IDENTIFIKASI KHAMIR SECARA MORFOLOGI DI TANAH
KEBUN WISATA PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang, Indonesia. ISSN
2085-191X

Oktantia Frenny Anggani. 2015. POTENSI Bacillus licheniformis DAN


Streptomyces olivaceoviridis SEBAGAI PENGHAMBAT
PERTUMBUHAN JAMUR Saprolegnia sp, PENYEBAB
SAPROLEGNIASIS PADA IKAN SECARA IN VITRO. Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 2, November 2015.

Schlegel, H. G. dan K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi umum. UGM Press,


Yogyakarta

Viegas, J. 2004. Fungi and Mold. The Rosen Publishing Group, New York.

Anda mungkin juga menyukai