Anda di halaman 1dari 12

Berdasarkan struktur dasarnya, fungi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu

khamir (yeast), kapang (mold) dan cendawan (mushroom).

a. Khamir (Yeast)

Yeast merupakan sel tunggal (uniseluler) yang membentuk tunas dan


pseudohifa (Webster dan Weber, 2007).  Hifanya panjang, dapat bersepta
atau tidak bersepta dan tumbuh di miselium. Yeast memiliki ciri khusus
bereproduksi secara aseksual dengan cara pelepasan sel tunas dari sel induk.
Beberapa khamir dapat bereproduksi secara seksual dengan membentuk aski
atau basidia dan dikelompokkan ke dalam Ascomycota dan Basidiomycota.
Dinding sel yeast adalah struktur yang kompleks dan dinamis dan berfungsi
dalam menanggapi perubahan lingkungan yang berbeda selama siklus
hidupnya (Hoog et al., 2007).

Gambar 1. Tomogram elektron sel yeast. Gambar ini menunjukkan membran plasma, mikrotubulus
dan vakoula cahaya (hijau), nucleus, vakuola dan vesikula gelap (emas), mitokondria gelap dan besar
(biru) dan vesikel muda (merah muda) (Hoog et al., 2007).
Gambar 2. Gambar 2. Sel Yeast (Madigan et al., 2012).

b. Kapang (mold)

Kapang  adalah jenis lain dari fungi, sebagian besar memiliki tekstur yang
tidak jelas  dan biasanya ditemukan pada permukaan makanan yang
membusuk atau hangat, dan tempat-tempat lembab. Sebagian besar kapang
berreproduksi  secara aseksual, tetapi ada beberapa spesies yang
bereproduksi secara seksual dengan menyatukan dua jenis sel untuk
membentuk zigot dengan produk uniselular sel  (Viegas, 2004).

Talusnya terdiri dari filamen panjang yang bergabung bersama membentuk


hifa. Hifa dapat tumbuh banyak sekali, hifa fungi tunggal di oregon dapat
mencapai 3,5 mm. Sebagian besar kapang, hifanya bersepta dan bersifat
uniseluler. Hifanya disebut hifa bersepta. Pada beberapa kelas fungi, hifanya
tidak bersepta dan di sepanjang selnya terdapat banyak nukleus yang
disebut coenocytic hyphae.

Gambar 3. Rhizopus sp.

c. Cendawan (Mushroom)
Cendawan merupakan salah satu kelompok dalam phylum fungi yang biasa
disebut dengan mushroom. Cendawan (mushroom) adalah fungi makroskopis
yang memiliki tubuh buah dan sering digunakan untuk konsumsi. Cendawan
sedikit berbeda. Cendawan memiliki bagian yang disebut dengan tubuh
buah. Tubuh buah tersebut terdiri dari holdfast atau bagian yang menempel
pada substrat, lamella, dan pileus (Dwidjoseputro, 1994).

Menurut Schlegel dan Schmidt (1994), cendawan merupakan organisme


yang berinti, mampu menghasilkan spora, tidak mempunyai klorofil karena
itu jamur mengambil nutrisi secara absorbsi. Pada umumnya berreproduksi
secara seksual dan aseksual, struktur somatiknya terdiri dari filamen yang
bercabang-cabang. Cendawan memiliki dinding sel yang terdiri atas kitin
atau selulosa ataupun keduanya.

Gambar 4. Struktur Cendawan (Mushroom).

2.3. Karakteristik Morfologi Dan Fisiologi (Struktur Sel) Fungi

a. Hifa

Fungi secara morfologi tersusun atas hifa. Dinding sel hifa bebentuk tabung
yang dikelilingi oleh membran sitoplasma dan biasanya berseptat. Fungi
yang tidak berseptat dan bersifat vegetatif biasanya memiliki banyak inti sel
yang tersebar di dalam sitoplasmanya. Fungi seperti ini disebut dengan fungi
coenocytic, sedangkan fungi yang berseptat disebut monocytic (Madigan et
al., 2012).

Kumpulan hifa akan bersatu dan bergerak menembus permukaan fungi yang
disebut miselium. Hifa dapat berbentuk menjalar atau menegak. Biasanya
hifa yang menegak menghasilkan alat perkembangbiakan yang disebut
spora. Septa pada umumnya memiliki pori yang sangat besar
agar ribosom dan mitokondria dan bahkan nukleus dapat mengalir dari satu
sel ke sel yang lain. Miselium fungi tumbuh dengan cepat, bertambah satu
kilometer setiap hari. Fungi merupakan organisme yang tidak bergerak, akan
tetapi miselium mengatasi ketidakmampuan bergerak itu dengan
menjulurkan ujung-ujung hifanya denagan cepat ke tempat yang baru
(Campbell et al., 2010).

Pada ujung batang hifa mengandung spora aseksual yang disebut konidia.
Konidia tersebut berwarna hitam, biru kehijauan, merah, kuning, dan
cokelat. Konidia yang menempel pada ujung hifa seperti serbuk dan dapat
menyebar ke tanah dengan bantuan angin. Beberapa fungi yang
makroskopis memiliki struktur yang disebut tubuh buah dan mengandung
spora. Spora tersebut juga dapat menyebar dengan bantuan angin, hewan,
dan air (Madigan et al., 2012).

Kavanagh (2011) melaporkan bahwa sebagian besar hifa pada yeast


berbentuk lembaran, seperti pada Cythridomycetes dan Sacharomyces
cerreviceae. Hifa mengandung struktur akar seperti rhizoid yang berguna
sebagai sumber daya nutrisi.
Gambar 5. Struktur Dasar Hifa.

Hifa dapat dijadikan sebagai ciri taksonomi pada fungi. Beberapa jenis fungi
ada yang memiliki hifa berseptat dan ada yang tidak. Oomycota
dan Zygomycota merupakan jenis fungi yang memiliki hifa tidak berseptat,
dengan nuklei yang tersebar di sitoplasma. Berbeda dengan kedua jenis
tersebut, Ascomycota dan Basidiomycota berasosiasi aseksual dengan hifa
berseptat yang memiliki satu atau dua nuklei pada masing-masing segmen
(Webster dan Weber, 2007).

Hifa yang tidak bersepta disebut hifa senositik, memiliki sel yang panjang
sehingga sitoplasma dan organel-organelnya dapat bergerak bebas dari satu
daerah ke daerah lainnya dan setiap elemen hifa dapat memiliki beberapa
nukleus. Hifa juga dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsinya. Hifa
vegetatif (miselia), bertanggungjawab terhadap jumlah pertumbuhan yang
terlihat di permukaan substrat dan mempenetrasinya untuk mencerna dan
menyerap nutrisi. Selama perkembangan koloni fungi, hifa vegetatif
berkembang menjadi reproduktif atau hifa fertil yang merupakan cabang dari
miselium vegetatif. Hifa inilah yang bertanggungjawab terhadap produksi
tubuh reproduktif fungi yaitu spora (Campbell et al., 2010).

Hifa tersusun dari dinding sel luar dan lumen dalam yang mengandung
sitosol dan organel lain. Membran plasma di sekitar sitoplasma mengelilingi
sitoplasma. Filamen dari hifa  menghasilkan daerah permukaan yang relatif
luas terhadap volume sitoplasma, yang memungkinkan terjadinya absorpsi
nutrien. (Willey et al., 2009).
b. Dinding Sel

Sebagian besar dinding sel fungi mengandung khitin, yang merupakan


polimer glukosa derivatif dari N-acetylglucosamine. Khitin tersusun pada
dinding sel dalam bentuk ikatan mikrofibrillar yang dapat memperkuat dan
mempertebal dinding sel. Beberapa polisakarida lainnya, seperti manann,
galaktosan, maupun selulosa dapat menggantikan khitin pada dinding sel
fungi. Selain khitin, penyusun dinding sel fungi juga terdiri dari 80-90%
polisakarida, protein, lemak, polifosfat, dan ion anorganik yang dapat
mempererat ikatan antar matriks pada dinding sel (Madigan et al., 2012)  .

Dinding sel fungi berfungsi untuk melindungi protoplasma dan organel-


organel dari lingkungan eksternal. Struktur dinding sel tersebut dapat
memberikan bentuk, kekuatan seluler dan sifat interaktif membran plasma.
Selain khitin, dinding sel fungi juga tersusun oleh fosfolipid bilayer yang
mengandung protein globular. Lapisan tersebut berfungsi sebagai tempat
masuknya nutrisi, tempat keluarnya senyawa  metabolit sel, dan sebagai
penghalang selektif pada proses translokasi. Komponen lain yang menyusun
dinding sel fungi adalah antigenik glikoprotein dan aglutinan, senyawa
melanins berwarna coklat berfungsi sebagai pigmen hitam. Pigmen tersebut
bersifat resisten terhadap enzim lisis, memberikan kekuatan mekanik dan
melindungi sel dari sinar UV, radiasi matahari dan pengeringan) (Kavanagh,
2011).
Gambar 6. Struktur dinding sel Fungi,dan tabel perbedaan komponen dinding sel pada setiap kelas
Fungi.

c. Nukleus

Nukleus atau inti sel fungi bersifat haploid, memiliki ukuran 1-3 mm, di


dalamnya terdapat 3 – 40 kromosom.

Membrannya terus berkembang selama pembelahan Nuclear associated


organelles (NAOs). Terkait dengan selubung inti, berfungsi sebagai pusat-
pusat pengorganisasian mikrotubula selama mitosis dan meiosis. Nucleus
pada fungi juga mempengaruhi kerja kutub benang spindel dan sentriol.

d. Organel-organel Sel Lainnya

Fungi memiliki mitokondria yang bentuknya rata atau flat seperti krista


mitokondria. Badan golgi terdiri dari elemen tunggal saluran cisternal.
Pada struktur sel fungi juga memiliki ribosom, retikulum
endoplasma, vakuola, badan lipid, glikogen partikel penyimpanan, badan
mikro, mikrotubulus, vesikel.

Gambar 7. Struktur sel fungi.

2.4. Struktur Sel Kelas-Kelas Fungi

Menurut Maligan et al. (2012), fungi secara filogenetik dibagi menjadi 5


kelompok, yaitu chytridiomycetes, zygomycetes, glomeromycetes,
ascomycetes, dan basidiomycetes. Pembagian kelompok tersebut
berdasarkan cara reproduksi. 
Gambar 8. Pohon Filogenetik Fungi (Madigan et al., 2012)

a. Chytridiomycota

Sel berflagela pada minimal satu siklus hidupnya, bisa memiliki satu atau
lebih flagela. Dinding sel mengandung kitin dan β-1,3-1,6-glukan; glikogen
sebagai bentuk cadangan karbohidrat. Reproduksi seksual sering
menghasilkan satu zigot yang sporangium; saprofit atau parasit.

Gambar 9. Chytridiomycota

b. Zygomycota

Talus biasanya filamentus dan nonseptat, tanpa silia, reproduksi seksual


menghasilkan zigospora berdinding tebal yang berornamen.
Gambar 10. Apophysomyces sp.

c. Ascomycota

Reproduksi seksual meiosis dengan nukleus diploid dalam askus,


berkembang menjadi askospora, sebagian besar juga mengalami reproduksi
aseksual dengan pembentukan konidiospora dengan hifa aerial khusus
disebut konidiopora. Banyak yang memproduksi aski dengan tubuh buah
kompleks disebut askokarp. Termasuk saprofit, parasit, sebagian mutualisme
dengan mikroba fototropik membentuk liken. Dinding sel terbuat dari kitin.

Gambar 11. Struktur sel Ascomycotina.

d. Basidiomycota
Umumnya termasuk cendawan. Reproduksi seksual meliputi pembentukan
basidium dengan basidiospora haploid. Umumnya 4 spora per basidium tapi
kadang 1 – 8. Reproduksi seksual dengan fusi membentuk miselium
dikariotik menghasilkan sepasang nukleus induk tapi tidak berfungsi.

Gambar 12. Struktur sel Basidiomycota

e. Glomeromycota

Filamentus, sebagian besar endomikoriza, arbuskular, tidak bersilia, bentuk


spora aseksual di luar inang, tidak bersentriol, konidia dan spora aerial.

Gambar 13. Glomus claroideum.

f. Microsporidia

Microsporidia adalah parasit obligat intraseluler berukuran kecil yang


awalnya dianggap protozoa eukariot primitif tetapi sekarang diklasifikasikan
sebagai fungi. Tidak memiliki mitokondria, peroksisom, kinetosom, silia dan
sentriol; spora memiliki dinding dalam kitin dan dinding luar protein,
produksi tabung untuk penetrasi inang. Contoh : Enterocytozoon bieneusi
dan E. intestinalis. Fungi ini diketahui bertanggungjawab pada kasus diare
pasien penderita AIDS dan pasien pencangkokan (Verweij et al., 2007). 

Anda mungkin juga menyukai