Anda di halaman 1dari 35

Zina

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian


Zina (ejaan tidak baku: zinah; bahasa Arab: ‫الزنا‬, bahasa Ibrani: ‫ניאוף‬ -zanah) adalah
perbuatan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak
terikat pernikahan atau perkawinan.[1] Secara umum, zina bukan hanya di saat manusia telah
melakukan hubungan seksual, tetapi segala aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak
kehormatan manusia termasuk dikategorikan zina.

Status Nasab dan Hak Waris Anak di Luar Nikah Selasa 6 Maret 2018 19:31 WIB Share:
(Foto: ok.ru) Assalamu ‘alaikum wr. wb. Redaksi bahtsul masail NU Online, kami ingin
bertanya terkait nasab dan hak waris anak di luar nikah. Bagaimana mendudukan nasab
dan hak waris anak tersebut? Terima kasih atas penjelasannya. Wassalamu ‘alaikum wr.
wb. (Fitri) Jawaban Assalamu ‘alaikum wr. wb. Penanya yang budiman, semoga Allah selalu
menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Setiap anak yang lahir memiliki hak untuk
dilindungi secara hukum. Dengan status hukum yang jelas, anak ini dapat meraih hak-hak
lainnya sebagai warga negara yang sama di depan hukum. Adapun perihal status
perwalian, nasab, nafkah, dan hak waris anak di luar nikah, para ulama berbeda pendapat.
Masalah ini juga diangkat dalam forum Munas Alim Ulama NU di Lombok pada akhir tahun
2017. Peserta Munas Alim Ulama NU di Lombok 2017 mengartikan anak di luar nikah
sebagai anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan di luar ikatan perkawinan yang sah
menurut hukum dan agama. Peserta Munas Alim Ulama NU mengikuti tafshil dalam
rumusan hukum fikih mengenai masalah ini. Pertama, jika perempuan yang hamil itu
dinikahi secara syar’i yakni dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syarat dan rukunnya,
maka berlaku hukum nasab, wali, waris, dan nafkah. Kedua, jika perempuan yang hamil itu
tidak dinikahi secara syar’i, maka ada tafsil (rinci): (1) Jika anak (janin) tersebut lahir pada
saat ibunya belum dinikahi siapapun, maka anak itu bernasab kepada ibunya saja; (2) jika
anak tersebut lahir setelah ibunya dinikahi baik oleh ayah biologisnya atau orang lain, di sini
ada tafsil: (a) jika (janin) lahir lebih dari 6 bulan (dari akad nikah), maka nasab anak itu jatuh
kepada suami ibunya. Tetapi (b) jika lahir kurang dari 6 bulan (akad nikah), maka anak itu
tidak bisa bernasab kepada suami ibunya. Mereka mengutip salah satunya keterangan Al-
Mawardi yang mengangkat perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih sebagai berikut: ‫َفأَمَّا‬
ُ‫ َو َقا َل ْال َح َسن‬،ُ‫َّعاه‬ َ ‫الزانِي َوإِ ِن اد‬ َّ ‫ َف َم ْذ َهبُ ال َّشافِعِيِّ أَنَّ ْال َولَدَ اَل َي ْل َح ُق ِب‬،‫ت ف َِرا ًشا أِل َ َح ٍد َي ْل َحقُ َها َولَ ُد َها‬ َ ‫الزا ِن َي ُة َخلِي ًَّة َولَي‬
ْ ‫ْس‬ َّ ‫ت‬ ِ ‫إِنْ َكا َن‬
ُ‫َّعاه‬ َ ُ َ ْ ُ ْ َ َّ َ
َ ‫ َيل َحق ُه ال َولد إِذا اد‬: ُّ‫ َوقا َل إِب َْراهِي ُم النخعِي‬،ِ‫ين َوإِسْ َحاق بْنُ َرا َه َو ْيه‬ ُ َ ‫ير‬ َ َ ْ َ ‫ َي ْل َحقُ ُه ال َولد إِذا اد‬: ُّ‫ْال َبصْ ِري‬
ِ ِ‫ َو ِب ِه قا َل ابْنُ س‬،ِ‫َّعاهُ َبعْ دَ قِ َي ِام ال َب ِّينة‬ َ ُ َ ْ
َ ُ
‫ َوإِنْ لَ ْم َي َت َزوَّ جْ َها‬،‫ إِنْ َت َز َّو َج َها َق ْب َل َوضْ ِع َها َولَ ْو ِب َي ْو ٍم لَ ِحقَ ِب ِه ال َولَ ُد‬:‫ َو َقا َل أبُو َحنِي َف َة‬،ِ‫َبعْ دَ ْال َح ِّد َو َي ْل َحقُ ُه إِ َذا َملَ َك ْال َم ْوطو َء َة َوإِنْ َل ْم َي ِّدعِ ه‬
ْ
‫ لَ ْم َي ْل َح ْق ِب ِه‬Artinya, “Jika perempuan itu kosong, yakni tidak menikah sampai  persalinan, maka
anak itu dinisbahkan kepadanya. Menurut Madzhab Syafi’i, anak itu tidak dinisbahkan
kepada lelaki yang berzina meskipun ia mengakuinya. Menurut Al-Hasan Al-Bashari, hal itu
dimungkinkan jika lelaki tersebut mengakuinya disertai bukti. Pendapat ini dipakai oleh Ibnu
Sirin dan Ibnu Rahawaih. Ibrahim An-Nakha’i mengatakan, anak itu dinisbahkan kepada
seorang lelaki bila ia mengakuinya setelah sanksi had dan anak itu dinisbahkan kepada
seorang lelaki bila ia memiliki budak perempuan meskipun ia tak mengakui bayi itu sebagai
anaknya. Imam Hanafi mengatakan, anak itu dinisbahkan kepada seorang lelaki yang
menikahi ibunya meskipun sehari sebelum persalinan. Tetapi jika lelaki itu tidak menikahi
ibunya, maka anak itu tidak bisa dinisbahkan kepadanya,” (Lihat Abul Hasan Al-Mawardi,
Al-Hawi Al-Kabir, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1994 M/1414 H], cetakan pertama, juz VIII,
halaman 162). Lalu bagaimana pandangan NU terhadap putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) terkait masalah ini? Sebagaimana diketahui bahwa MK memutuskan, “Anak yang
dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan
darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.” Peserta Munas NU 2017
memandang bahwa putusan MK tidak sepenuhnya bertentangan dengan rumusan hukum
fikih. Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik.
Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. Wallahul muwaffiq
ila aqwamith thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Alhafiz Kurniawan) Tags: #anak #zina

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/86884/status-nasab-dan-hak-waris-anak-di-luar-
nikah
Konten adalah milik dan hak cipta www.islam.nu.or.id

PENGERTIAN ZINA Zina bisa dipilah menjadi dua macam pengertian, yaitu pengertian zina yang
bersifat khusus dan yang dalam pengertian yang bersifat umum. Pengertian yang bersifat umum
meliputi yang berkonsekuensi dihukum hudud dan yang tidak. Yaitu hubungan seksual antara laki-laki
dan wanita yang bukan haknya pada kemaluannya.Dan dalam pengertian khusus adalah yang
semata-mata mengandung konsekuensi hukum hudud. 1. Zina Dalam Pengertian Khusus Sedangkan
yang dalam pengertian khusus hanyalah yang berkonsekuensi pelaksanaan hukum hudud. Yaitu zina
yang melahirkan konsekuensi hukum hudud, baik rajam atau cambuk. Bentuknya adalah hubungan
kelamin yang dilakukan oleh seorang mukallaf yang dilakukan dengan keinginannya pada wanita yang
bukan haknya di wilayah negeri berhukum Islam.Untuk itu konsekuensi hukumya adalah cambuk 100
kali sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Quran Al-Kariem :Wanita dan laki-laki
yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada
mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari
Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang
beriman. (QS. An-Nuur : 2) Sedangkan Al-Malikiyah mendefinisikan bahwa zina itu adalah hubungan
seksual yang dilakukan oleh seorang mukallaf muslim pada kemaluan wanita yang bukan haknya
(bukan istri atau budak) tanpa syubhat atau disengaja. Sedangkan As-syafi'iyyah mendefiniskan
bahwa zina adalah masuknya kemaluan laki-laki atau bagiannya ke dalam kemaluan wanita yang
bukan mahram dengan dilakukan dengan keinginannya di luar hal yang syubhat. Dan Al-Hanabilah
mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan fahisyah (hubungan seksual di luar nikah) yang
dilakukan pada kemaluan atau dubur.Namun untuk menjalankan hukum zina seperti ini, maka ada
beberapa syarat penting yang harus dipenuhi antara lain :1. Pelakunya adalah seorang mukallaf ,
yaitu aqil dan baligh. Sedangkan bila seorang anak kecil atau orang gila melakukan hubungan seksual
di luar nikah maka tidak termasuk dalam kategori zina secara syar`i yang wajib dikenakan sangsi
yang sudah baku. Begitu juga bila dilakukan oleh seorang idiot yang para medis mengakui
kekuranganya itu. 2. Pasangan zinanya itu adalah seorang manusia baik laki-laki ataupun seorang
wanita. Sehingga bila seorang laki-laki berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan
lain-lain tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri. 3. Dilakukan dengan
manusia yang masih hidup. Sedangkan bila seseorang menyetubuhi seorang mayat yang telah mati,
juga tidak termasuk dalam kategori zina yang dimaksud dan memiliki konsekuensi hukum tersendiri.
4. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zina itu hanyalah bila dilakukan dengan memasukkan
kemaluan lak-laki ke dalam kemaluan wanita . Jadi bila dimasukkan ke dalam dubur (anus), tidak
termasuk kategori zina yang dimaksud dan memiliki hukum tersendiri. Namun Imam Asy-Syafi`i dan
Imam Malik dan Imam Ahmad tetap menyatakan bahwa hal itu termasuk zina yang dimaksud. 5.
Perbuatan itu dilakukan bukan dalam keadaan terpaksa baik oleh pihak laki-laki maupun wanita. 6.
Perbuatan itu dilakukan di negeri yang secara resmi berdiri tegak hukum Islam secara formal , yaitu di
negeri yang 'adil'atau 'darul-Islam'. Sedangkan bila dilakukan di negeri yang tidak berlaku hukum
Islam, maka pelakunya tidak bisa dihukum sesuai dengan ayat hudud. Zina Dalam Pengertian
UmumZina tangan, mata, telinga dan hati merupakan pengertian zina yang bermakna luas. Tentu saja
zina seperti ini tidak berkonsekuensi kepada hukum hudud baik rajam atau cambuk dan pengasingan
setahun. Namun zina dalam pengertian ini juga melahirkan dosa dan ancaman siksa dari Allah SWT.
Dalil larangan zina secara umum adalah firman Allah SWT :Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Israa' :
32) lalu menyambung pertanyaan akhi diatas 1. Yang termasuk zina adalah apa-apa yang telah
ditetapkan oleh Hukum Syar'i contohnya ialah seperti keterangan diatas baik menurut imam²
Madzhab 2. Yang termasuk Zina Besar adalah masuknya kemaluan laki-laki atau bagiannya ke dalam
kemaluan wanita yang bukan mahram dengan dilakukan dengan keinginannya di luar hal yang
syubhat.dan yang termasuk zina kecil seperti keterangan hadist dibawah iniDari Abu Hurairah r.a.,
dari Nabi saw. Sabdanya : “Nasib anak Adam mengenai zina telah ditetapkan. Tidak mustahil dia
pernah melakukannya. Dua mata, zinanya memandang. Dua telinga, zinanya mendengar. Lidah,
zinanya berkata. Tangan zinanya memegang. Kaki, zinanya melangkah. Hati, zinanya ingin dan rindu,
sedangkan faraj (kemaluan) hanya mengikuti dan tidak mengikuti.” (Hadis Shahih Muslim No. 2282)
Jika kita melihat dari Hadis Shahih Muslim tersebut, sudah jelas-jelas bahwa Pacaran itu termasuk
Zina. Zina Mata = Memandang, Zina Telinga = Mendengar, Zina Lidah = Berkata, Zina Tangan =
Memegang, Zina Kaki = Melangkah, Zina Hati = Ingin dan RinduMemang ini semua masuk dalam
kategori Zina kecil. Tapi ini semua menjadi pintu untuk melakukan Zina besar , seperti dijelaskan
pada akhir hadis yang berbunyi “…sedangkan faraj (kemaluan) hanya mengikuti dan tidak
mengikuti.”Kenapa? Karena tidaklah mungkin orang akan berzina besar, jika zina kecil ini tidak
dilakukan terlebih dahulu. Jadi meskipun zina kecil, hal ini juga tetap haram hukumnya.Hadaanallahu
Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,Wassalam Hartono - Mangga Besar XIII
(sumber:http://dirga-sma-khadijah-surabaya.blogspot.com/2009/03/pengertian-zina.html)

Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto

MAKALAH ZINA

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah

Manusia adalah Makhluk Sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain,yang mana antara
satu sama lainya saling membutuhkan,baik dalam memenuhi kebutuhan jasmaninya maupun kebutuhan
rohaninya.

Dalam dunia zaman modern seperti ini kita sering dihadapkan dengan masalah-masalah yang
kerap menodai agama dengan pergaulan yang tanpa dibatasi dengan aturan atas hukum yang mengikat
kepada penganut agama. Sehingga menjadi sebuah keprihatinan bagi kita umat yang beragama Islam
dengan kebiasaan orang yang tidak peduli dengan aturan yang dalam hal ini menurutnya sebagai
penghalang atas apa yang ingin dilakukan atau dengan kata lain untuk menuruti keinginan hawa
nafsunya.

Islam mngajarkan kepada Kita semua untuk menjalankan kehidupan Kita dengan cara yang baik
yang sesuai dengan Syari’at Islam.Tidak hanya itu,Islam juga merupakan sebuah Agama yang sempurna
karena didalamnya tidak hanya menjelaskan tentang kehidupan Akhirat saja tetapi juga menjelaskan
tentang semua kehidupan umatnya baik yang berhubungan dengan IbadahAqidah dan Akhlak.

Islam merupakan agama yang memiliki tatanan dan aturan yang terbaik termasuk dalam masalah
hubungan laki-laki dengan perempuan. Islam meletakkan kode etika yang beradab dalam hal ini yang
tidak dimiliki oleh aturan dan tatanan manapun di dunia ini. Semua itu demi kebaikan dan kesucian
masyarakat termasuk rumah tangga. Di antara tindak preventif Islam untuk menangkal penyakit ini
adalah dengan meletakkan hukuman-hukuman atas pelakunya di dunia dan di akhirat.

Padahal agama sama sekali tidak melarang hambanya untuk melakukan sesuatu yang jika hal itu
tidak akan merusak atau menjadi mudharat bagi yang membangkang. Betapa banyak orang-orang yang
melakukan hubungan seks secara bebas terjangkit hubungan seks secara bebas terjangkit oleh penyakit
yang mematikan, adakah renungan tentang semua itu, itu adalah tanda-tanda kebesaran Allah bagi
orang yang berakal.

Persoalan menuduh seseorang sebagai penzina adalah kesalahan yang serius dalam Islam.
Malahan Islam membuat kehormatan pada salah satu dari lima kebutuhan dasar yang mesti dijaga
dalam Islam. Manakala sesuatu tuduhan zina pada seseorang tanpa barang bukti adalah salah satu dari
tujuh dosa besar.

Setelah Kita melihat uraian diatas,Kita tahu bahwa perbuatan zina dan qadzaf itu merupakan salah
satu dosa yang besar dalam Islam.Maka dalam Makalah ini akan diuraikan secara sederhana tentang
Definisi zina dan qadzaf,hukum zina dan qadzaf,macam-macam zina, unsur-unsur zina,sebab-sebab
timbulnya zina,solusi menangani zina,hukuman had zina dan qadzaf,pembuktian zina dan qadzaf,dan hal-
hal yang menggugurkan had zina dan qadzaf.

B.       Perumusan Masalah

Dalam penulisan Makalah ini akan dirumuskan beberapa masalah antara lain adalah sebagai
berikut :

1.    Bagaimana Had Zina itu ?

2.    Bagaimana Had Qadzaf itu ?


BAB II

PENMBAHASAN

A.  Zina

1.    Pengertian Zina

ِ ، ً‫ز َنى َي ْزنِي ِزنى‬  yang


Dalam bahasa arab, zina diambil dari kata : ً‫وز َناء‬ َ artinya berbuat fajir ( nista
).Menurut Ibnu Rusydi zina adalah melakukan hubungan seksual (jima’) di kemaluan tanpa pernikahan
yang sah, kepemilikan budak dan tidak juga karena syubhat.Sedangkan menurut H.A.Dzajuli dengan
mengutip ulama Malikiyah zina adalah mewathui’nya laki-laki mukallaf terhadap faraj wanita yang bukan
miliknya dan dilakukan dengan sengaja.Adapun menurut ulama Syafi’iyah,Zina  adalah memasukan zakar
kedalam faraj yang haram dengan tidak syubhat dan cara cara naluriah memuaskan hawa nafsu.[1]

2.    Hukum Zina

Perbuatan zina diharamkan dalam syari’at islam,karena termasuk kepada dosa besar,
berdasarkan dalil-dalil berikut ini:[2]

Allah SWT Berfirman :


)۳۲ : ‫( اإلسرأ‬ ™Ÿwur (#qçtø)s? #’oTÌh“9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$y™ur Wx‹Î6y

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan
suatu jalan yang buruk". (Al-Isrâ:32 ).

Rosulullah SAW Bersabda :

‫ثم اي ؟‬:  ‫قلت‬.‫ان تقتل ولدك خشية ان ياكل معك‬:‫قلت ثم اي ؟قال‬.‫ان تجعل هلل ندا وهو خلقك‬: ‫قلت يا رسول هللا اي الدنب اعظم ؟قال‬
) ‫( رواه مسلم‬.‫ان تزاني حليلة جارك‬: ‫قال‬

"Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : Dosa apakah yang paling besar ?
Beliau menjawab : Engkau menjadikan tandingan atau sekutu bagi Allah , padahal Allah Azza wa Jalla
telah menciptakanmu. Aku bertanya lagi : “Kemudian apa?” Beliau menjawab: Membunuh anakmu
karena takut dia akan makan bersamamu.” Aku bertanya lagi : Kemudian apa ? Beliau Shallallahu 'alaihi
wa sallam menjawab lagi: Kamu berzina dengan istri tetanggamu".( HR.Muslim ).

3.      Unsur-unsur Zina

             Meskipun para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan zina, tetapi mereka sepakat
terhadap dua unsur zina, yaitu wathi haram dan sengaja atau ada itikad jahat. Seseorang dianggap
memiliki itikad jahat apabila ia  melakukan perzinahan dan ia tahu bahwa perzinahan itu haram.

             Yang dimaksud wathi haram adalah wathi pada faraj wanita bukan istrinya atau hambanya atau
masuknya zakar itu seperti masuknya ember ke dalam sumur dan tetap dianggap zina meskipun ada
penghalang  antara zakar dan farajnya selama penghalang itu tidak menghalangi kenikmatan.[3]

4.      Bentuk-bentuk Zina

a.       Zina Muhsan

       Yaitu lelaki atau perempuan yang telah pernah melakukan persetubuhan halal (sudah pernah
menikah) .Perzinaan yang boleh dituduh dan didakwa dibawah kesalahan Zina Muhsan ialah lelaki atau
perempuan yang telah baligh, berakal, merdeka dan telah pernah berkahwin, iaitu telah merasai
kenikmatan persetubuhan secara halal.

b.      Zina Ghair Muhsan

Yaitu lelaki atau perempuan yang belum pernah melakukan persetubuhan yang halal (belum pernah
menikah).Penzinaan yang tidak cukup syarat-syarat yang disebutkan bagi perkara diatas tidak boleh
dituduh dan didakwa dibawah kesalahan zina muhsan, tetapi mereka itu boleh dituduh dan didakwa
dibawah kesalahan zina bukan muhsan mengikut syarat-syarat yang dikehendaki oleh hukum syara’.[4]
5.      Dampak Negatif  Perzinahan

Mengapa zina dilarang agama? Islam melarang perbuatan zina karena dampak negatifnya yang
sangat besar. Akibat buruk yang ditimbulkan akibat perzinaan antara lain:[5]

a.    Menghancurkan masa depan anak. Anak yang dihasilkan dari hubungan gelap (perzinaan) akan
menghadapi masa kanak-kanaknya dengan tidak bahagia karena ia tidak memiliki identitas ayah yang
jelas.

b.    Merusak keturunan yang sah bila perzinaan menghasilkan seorang anak atau lebih. Keturunan yang sah
menurut Islam adalah anak yang dilahirkan dari pernikahan yang sah. Bila hubungan gelap itu dilakukan
dengan dua atau lebih laki-laki, maka akan mengaburkan hubungan nasab atau keturunan kepada bapak
yang sebenarnya.

c.    Mendorong perbuatan dosa besar yang lain, seperti menggugurkan kandungan, membunuh wanita yang
telah hamil karena perzinaan, atau bunuh diri karena menanggung rasa malu telah berzina.

d.   Menimbulkan berbagai jenis penyakit kelamin seperti, misalnya AIDS, bila perzinaan dilakukan dengan
berganti-ganti pasangan. Walaupun saat ini telah ada alat pengaman hubungan cekcual, namun hal
tersebut tidak menjamin bebas tertular penyakit cekcual menular.

e.    Terjerat hukuman berupa rajam sebanyak seratus kali atau sampai mati. Hukuman sosial bagi keluarga
pelaku zina juga berlaku di masyarakat, dan hukuman ini akan berlaku seumur hidup.

6.      Cara Menghindari  Perzinahan

Lalu, bagaimanakah cara menghindarkan diri dari perilaku zina? Beberapa cara efektif yang bisa
kita lakukan untuk menghindarkan diri dari perbuatan zina adalah sebagai berikut:[6]

a.    Hindari mendekati tempat-tempat maksiat yang dapat memberikan peluang dan kesempatan untuk
berzina. Sekali kita melangkah masuk ke tempat tersebut, akan sulit untuk berpaling dari beragam
kemaksiatan.

b.    Jangan mendekati hal-hal yang menjurus kepada perbuatan zina, seperti berpacaran, berciuman,
berpelukan dengan lawan jenis, menonton film porno, atau membaca buku-buku yang di dalamnya
terdapat konten pornografi. Mendekati hal-hal yang menjurus kepada zina akan menyebabkan orang
tersebut terobsesi untuk melakukan perzinaan.

c.    Memilih teman bergaul yang saleh dan tidak suka mengunjungi tempat-tempat maksiat. Sebab, teman
yang saleh akan menebarkan kebaikan kepada temannya, serta selalu mengingatkan tentang bahaya
perzinaan.
d.   Menambah ilmu pengetahuan agama dengan menghadiri majelis-majelis taklim. Selain itu, kita juga
perlu mengunjungi orang-orang saleh yang akan mengingatkan diri untuk selalu waspada terhadap
godaan nafsu dan jebakan ilusi setan dalam perzinaan.

e.    Membaca buku-buku keislaman yang secara spesifik mengingatkan pembacanya mengenai bahaya
perzinaan. Dengan memahami bahayanya, seseorang akan menyadari pentingnya menghindari zina
dalam kehidupan bermasyarakat.

f.     Membaca Al-Quran sambil merenungi tafsirnya, mengindahkan sabda-sabda Nabi, dan mendengarkan
nasihat ulama tentang pentingnya menjauhi segala macam dosa, termasuk berzina dan mendekati zina.

7.      Permasalahan Zina disekitar Kita

Media elektronik seperti televisi, internet, CD player, komputer dan sebagainya termasuk
menjadi sebab utama krisis moral bangsa ini. Teknologi telah disalah gunakan. Pornografi dan pornoaksi
sangat mudah diakses di internet. Tontonan film dan sinetron yang tidak syar’i dan tidak mendidik
menghiasi chanel televisi kita. VCD/DVD porno beredar dimana-mana.

Menjamurnya buku dan bacaan cabul sangat efektif menghancurkan moral pembacanya, baik
novel, komik, maupun majalah yang mengandung pornografi dan pornoaksi. Semua sarana ini menjurus
terjadinya zina.

Pergaulan bebas di sepanjang jalan protokol ibu kota negeri syariat dengan dalih makan burger
ikut mewarnai maksiat malam di lingkungan kita. Kafe-kafe yang menjamur tanpa ada pemisahan tempat
duduk antara laki-laki dan perempuan yang non muhrim. Sementara Pemerintah hanya diam saja
menjadi penonton budiman tanpa ada tindakan tegas, seakan “mengamini” kondisi maksiat ini.

Tidak peduli, baik pelaku zina itu berstatus suami atau istri, mahasiswa, pejabat, dan sebagainya.
Perbuatan zina nekad dilakukan hanya untuk memuaskan nafsu birahi sesaat. Anehnya, pelaku maksiat
ini masih berkeliaran di sekitar kita dengan tenang tanpa ada sanksi yang tegas terhadap mereka.
Dengan dalih suka sama suka, merekapun terbebas dari jeratan hukum KUHP yang merupakan produk
hukum kolonial Belanda.

Hal ini dapat berefek negatif terhadap imej orang luar tentang penerapan syariat itu sendiri, dan
membuka celah bagi orang “anti syariat” untuk menyerang syariat. Padahal yang salah adalah oknum
(orang)nya, bukan sistem syariat yang berorientasi mendatangkan kemaslahatan bagi manusia dan
menghilangkan kemudharatan dalam konteks individu maupun sosial.[7]

8.      Penyabab Maraknya Zina

Banyak faktor yang menyebabkan maksiat ini “tumbuh subur” di negeri kita ini. Faktor yang
utama adalah lemahnya Iman masyarakat saat ini. Krisis iman ini disebabkan kita telah jauh dari
pendidikan dan pengamalan nilai-nilai Islam. Pendidikan kita selama ini, sejak usia dini sampai tingkat
universitas telah membentuk paradigma bahwa dunia adalah segala-galanya, tanpa ada prioritas
terhadap agama (iman) dan moral (akhlak). Kita dididik untuk berlomba-lomba mengejar kemewahan
dunia (harta, pangkat dan jabatan). Padahal Allah Swt telah mengingatkan kita:

tBur OçFÏ?ré& `ÏiB &äóÓx« ßì»tFyJsù Ío4quŠysø9$# $u‹÷R‘‰9$# $ygçGt^ƒÎ—ur 4 $tBur y‰YÏã «!$!
?$# ×Žöyz #’s+ö/r&ur 4 Ÿxsùr& tbqè=É)÷ès

“Dan apa saja (kekayaan, jabatan dan keturunan) yang diberikan kepadamu, maka itu adalah
kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya, sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih
kekal. Tidakkah kamu mengerti? (QS. Al-Qashah: 60).

Selain itu, faktor media elektronik seperti televisi, internet, CD player, komputer dan sebagainya
termasuk menjadi sebab utama krisis moral bangsa ini. Teknologi telah disalah gunakan. Pornografi dan
pornoaksi sangat mudah diakses di internet. Tontonan film dan sinetron yang tidak syar’i dan tidak
mendidik menghiasi chanel televisi kita. Begitu juga VCD/DVD porno beredar dimana-mana. Media
cetakpun memberi andil yang besar terhadap pemikiran dan moral pembaca. Menjamurnya buku dan
bacaan cabul sangat efektif menghancurkan moral pembacanya, baik novel, komik, maupun majalah
yang mengandung pornografi dan pornoaksi. Semua sarana ini menjurus terjadinya zina.

Selain itu, kita sendiri telah memberikan peluang untuk maksiat ini. Kita membiarkan remaja kita
(yang belum menikah) berkhalwat dengan pacaran, jalan dua-duaan, dan berboncengan motor.
Pergaulan bebas di sepanjang jalan protokol ibu kota negeri syariat dengan dalih makan burger ikut
mewarnai maksiat malam di negeri ini. Kafe-kafe yang menjamur tanpa ada pemisahan tempat duduk
antara laki-laki dan perempuan yang non muhrim. Pakaian para wanita pun mengundang birahi lawan
jenisnya (ketat, tipis dan nampak aurat). Sementara Pemerintah hanya diam saja menjadi penonton
budiman tanpa ada tindakan tegas, seakan “mengamini” kondisi maksiat ini.[8]

9.      Solusi Permasalahan Zina

Islam adalah agama fitrah yang mengakui keberadaan naluri seksual. Di dalam Islam, pernikahan
merupakan bentuk penyaluran naluri seks yang dapat membentengi seorang muslim dari jurang
kenistaan. Maka, dalam masalah ini nikah adalah solusi jitu yang ditawarkan oleh Rasulullah saw sejak 14
abad yang lampau bagi gadis/perjaka.

Selain itu, penerapan syariat Islam merupakan solusi terhadap berbagai problematika moral ini
dan penyakit sosial lainnya. Karena seandainya syariat ini diterapkan secara kaffah (menyeluruh dalam
segala aspek kehidupan manusia) dan sungguh-sungguh, maka sudah dapat dipastikan tingkat maksiat
khalwat, zina, pemerkosaan dan kriminal lainnya akan berkurang drastic, seperti halnya di Arab Saudi.
Survei membuktikan, kasus kriminal di Arab Saudi paling sedikit di dunia.

Orang tua pun sangat berperan dalam pembentukan moral anaknya dengan memberi
pemahaman dan pendidikan islami terhadap mereka. Orang tua hendaknya menutup peluang dan ruang
gerak untuk maksiat ini dengan menyuruh anak gadisnya untuk berpakaian syar’i (tidak ketat, tipis,
nampak aurat dan menyerupai lawan jenis). Memberi pemahaman akan bahaya pacaran dan pergaulan
bebas. Dalam konteks kehidupan masyarakat, tokoh masyarakat dapat memberikan sanksi tegas
terhadap pelaku zina sebagai preventif (pencegahan). Jangan terlalu cepat menempuh jalur damai
“nikah”, sebelum ada sanksi secara adat, seperti menggiring pelaku zina ke seluruh kampung untuk
dipertontonkan dan sebagainya. Selain itu, majelis ta’lim dan ceramah pula sangat berperan dalam
mendidik moral masyarakat dan membimbing mereka.

Begitu pula sekolah, dayah dan kampus sebagai tempat pendidikan secara formal dan informal
mempunyai peran dalam pembentukan moral pelajar/mahasiwa. Dengan diajarkan mata pelajaran
Tauhid, Al-Quran, Hadits dan Akhlak secara komprehensif dan berkesinambungan, maka para
pelajar/mahasiswa diharapkan tidak hanya menjadi seorang muslim yang cerdas intelektualnya, namun
juga cerdas moralnya (akhlaknya).

Peran Pemerintah dalam amal ma’ruf nahi munkar mesti dilakukan. Pemerintah diharapkan
mengawasi dan menertibkan warnet-warnet, salon-salon, kafe-kafe dan pasangan non-muhrim yang
berboncengan. Karena, bisa memberi celah dan ruang untuk maksiat ini. Mesti ada tindak pemblokiran
situs-situs porno sebagaimana yang diterapkan di Negara Islam lainnya seperti Arab Saudi, Iran, Malaysia
dan sebagainya.

Pemerintah hendaknya bersungguh menegakkan syariat Islam di Bumi Serambi Mekkah ini,
dengan membuat Qanun-Qanun yang islami, khususnya Qanun Jinayat (hukum pidana) dengan sanksi
yang tegas, demi terciptanya keamanan, kenyamanan dan ketentraman di negeri ini. Di samping itu,
konsep pendidikan Islami mesti segera dirumuskan dan diterapkan. Sebagai solusi atas kegagalan dan
kelemahan sistim pendidikan selama ini yang tidak mendidik moral generasi bangsa. Tidak ada pilihan
lain, pendidikan Islami sudah menjadi pilihan dan priotitas seperti yang diamanatkan dalam renstra
Qanun pendidikan untuk segera diterapkan dan juga merupakan solusi terhadap permasalahan moral
generasi bangsa.[9]

10.  Hikmah diharamkanya Zina

Perilaku zina merusak moral masyarakat dan melemahkan sendi-sendi kepribadian bangsa.
Adapun hikmah pengharaman perilaku zina adalah sebagai berikut:[10]

a.    Menjaga keturunan agar terhindar dari ketidakjelasan nasab.

b.    Dapat menjaga kesucian dan martabat manusia.

c.    Hukuman berat bagi pelaku zina memberikan pelajaran bagi orang lain berupa rasa takut mendekati zina
dan melakukannya.

d.   Terpelihara dari penyakit kotor yang ditimbulkan dari perzinaan seperti penyakit kelamin dan AIDS.

e.    Terhindar dari kejahatan-kejahatan lain yang diakibatkan setelah melakukan perzinaan seperti
pengguguran janin dan pembunuhan karena ingin menghindar dari rasa malu.
B.  Had Zina

1.    Zina yang mengakibatkan hukuman Had

Zina yang dapat menyebabkan hukuman had adalah ketika ujung kepala zakar sudah masuk
didalam kemaluan wanita yang diharamkan,meskipun tidak sampai mengeluarkan sperma.Adapun jika
hanya bercumbu diselain kemaluan,maka tidak diberlakukan hukum had,tetapi yang diwajibkan adalah
hukuman ta’zir.[11]

2.      Hukuman Had bagi Pezina

a.  Hukuman Had bagi pezina yang belum menikah

Had pria atau wanita yang lajang yang berzina adalah seratus kali dera,berdasarkan Firman Allah
SWT:

èpu‹ÏR#¨“9$# ’ÎT#¨“9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7‰Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( Ÿwur 
/ä.õ‹è{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u‘ ’Îû ÈûïÏŠ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöqu‹ø9$#ur ÌÅzFy$# ( 
ô‰pkô¶uŠø9ur $yJåku5#x‹tã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$#

“ Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.( QS.An-Nur :2 )

Sedangkan Menurut Jumhur ulama,Had bagi pezina yang lajang adalah didera 100 kali dan
diasingkan selama setahun.[12]

b. Hukuman Had bagi pezina yang sudah menikah

Hukuman orang yang pernah menikah yang berzina adalah diramjam hingga mati,baik laki-laki
maupun perempuan.

c.       Penetapan Hukum Had

Had zina dapat ditetapkan dengan hal-hal sebagai berikut:[13]

1). Pengakuan

                        Rosulullah SAW Bersabda:

) ‫امر رسول هللا صلى هللا عليه وسلم انيس ليقابل امراة زانية وان شهدت فارجموها ( رواه البخاري‬

“ Rosulullah SAW memerintahkan Unais untuk menemui wanita yang berzina,kemudian ia mengakui
perbuatanya,laju Unais meranjamnya” (HR.Bukhari )
2). Pernyataan empat orang Saksi

                                    Allah SWT Berfirman :

tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ö‘r'Î/ uä!#y‰pkà óOèdrß
‰Î=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ Ÿwur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy‰»pky #Y‰t/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur 
ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$#

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik[1029] (berbuat zina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera,
dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang
yang fasik “.                        ( QS.An-Nur:4 )

3). Dengan bukti kehamilan jika suami atau tuanya tidak diketahui

                    Ibnu Abbas berkata,bahwa Rosulullah SAW Bersabda :

) ‫ان الرجم حق على الزنا وهو الشاهد والحملة او التقرير ( رواه البخاري‬

          “ Sesungguhnya hukuman rajam itu adalah haq ( ketetapan ) yang diberlakukan atas pelaku zina,yaitu
melalui saksi,kehamilan,atau pengakuan “. ( HR.Bukhari )

3.      Bagaimana Sikap Pemerintah apabila ada orang yang mengaku berzina ?

Jika ada orang yang mengaku berzina datang kepada pemerintah atau polisi,maka seorang Imam
harus menetapkan ucapan Rosulullah SAW:

) ‫تعافوا الحدود فيما بينكم فما بلغني من حد فقد وجب ( رواه ايو داود‬

“ Hendaklah kalian saling mema’afkan dalam masalah had yang terjadi diantara kalian,sebab jika
perkara had itu telah sampai kepadaku,maka hukumnya telah wajib ditegakan”. HR.Abu Dawud )

             Setelah melihat hadits tersebut,maka kita yang hidup di Negara yang sepenuhnya belum
menjalankan syari’at hukum Islam maka meskipun kita hidup di Negara ini tapi kita harus berniat dan
bertekad untuk menegakan dan menjalankan hukum syari’at islam di Negara Kita ini supaya kita terbebas
dari dosa.

4.      Hal-hal yang dapat menggugurkan Hukum Had

a.    Adanya bukti-bukti yang menunjukan terdaka tidak mungkin berzina


Jika muncul hal-hal yang bisa memastikan seorang pria atau wanita tidak mungkin berbuat
zina,seperti wanita yang masih perawan dan tertutup rapat kemaluanya dan pria yang telah dikebiri atau
impoten,maka gugurlah hukum had atasnya.

b.      Adanya pembelaan terdakwa yang dapat diterima Imam

Had juga bisa gugur dari seorang tertuduh,jika ia mempunyai alas an yang dapat diterima oleh
Imam.

c.       Terdakwa menunjukan kesungguhan Taubatnya

Menurut Ibnu Hukum had bisa gugur dari orang yang bertaubat dengan sebenar-benarnya.

d.      Berzina karena dipaksa ( diperkosa )

Pria atau wanita yang dipaksa berbuat zina tidak dijatuhi humuman had.Sebagaimana dijelaskan
dalam Hadits Rosulullah SAW berikut:

) ‫رفع عن امتي الخطا والنسيان وما استقرهوا عليه ( رواه ابن ماجه‬

“ Umatku dimaafkan dari kesalahan yang dilakukan tanpa sengaja,karena lupa,dank arena terpaksa “.
( HR.Ibnu Majah )

e.       Berhubungan Intim dengan pasangan yang keliru

Jika seorang wanita dibawa kepada seorang pria yang baru saja menikah,sementara seseorang
mengatakan kepada pria tersebut:”Inilah Istrimu”,hingga akhirnya pria itu menggaulinya dengan
keyakinan bahwa ia adalah istrinya.Maka menurut kesepakatan ulama,pria tadi tidak dikenakan
hukuman had zina.[14]

C.  Qadzaf ( Menuduh Zina )

1.    Pengertian dan Hukum Qadzaf

Qadzaf dalam arti bahsa adalah ‫الر مي بالحجارة ونحوها‬ artinya melempar dengan batu dan lainnya.

Jadi dapat diartikan bahwa Qadzf  ialah menuduh orang lain berzina. Misalnya seseorang
mengatakan, “Wahai orang yang berzina,” atau lain sebagainya yang dari pernyataan tersebut difaham
bahwa seseorang telah menuduh orang lain berzina.[15]

Qadzaf dalam istilah syara’ ada dua macam yaitu:


a.       Qadzaf yang diancam dengan hukuman had

Qadzaf yang diancm dengan hukuman had adalah:

‫رمي المحصن با لزنا أونفي نسبه‬

“Menuduh orang yang muhshan dengan tuduhan berbuat zina atau dengan tuduhan yang
menghilangkan nasabnya  “.

b.    Qadzaf yang diancam hukuaman ta’zir

Qadzaf yang diancam dengan hukuman ta’zir adalah:

‫الرمى بغير الزنا أونفي النسب سواء كان من رمى محصنا أوغير محصن‬

“Menuduh dengan tuduhan selain berbuat zina atau selain menghilangkan nasabnya, baik orang yang
dituduh itu muhshan maupun ghair muhshan  “.

Qadzaf hukumnya haram dan termasuk kepada dosa besar.Sebagaimana dijelaskan dalam Firman
Allah SWT:

bÎ) tûïÏ%©!$# šcqãBötƒ ÏM»uZ|ÁósãKø9$# ÏM»n=Ïÿ»tóø9$# ÏM»oYÏB÷sßJø9$# (#qãZÏèä9 ’Îû ¨
$u‹÷R‘‰9$# ÍotÅzFy$#ur öNçlm;ur ë>#x‹tã ×LìÏàtã

“ Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat
zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar “.( QS.An-Nur:23 )

2.    Pembuktian Jarimah Qadzaf

Had Qadzaf bisa ditetapkan dengan 3 hal,yaitu sebagai berikut:[16]

a.    Persaksian

Persaksian Jarimah Qadzaf dapat dibuktikan dengan persaksian dan persyaratan persaksian dalam
masalah qadzaf sama dengan persyaratan persaksian dalam kasus zina.

b.    Pengakuan

Pengakuan yakni si penuduh mengakui bahwa telah malakukan tuduhan zina kepada seseorang.
Menurut sebagian ulama, kesaksian terhadap orang yang melakukan zina harus jelas, seperti masuknya
ember ke dalam sumur (kadukhulid dalwi ilal bi’ri). Ini menunjukkan bahwa jarimah ini sebagai jarimah
yang berat seberat derita yang akan ditimpahkan bagi tertuduh, seandainya tuduhan itu mengandung
kebenaran yang martabat dan harga diri seserang. Para hakim dalam hal ini dituntut untuk ekstra hati-
hati dalam menanganinya, baik terhadap penuduh maupun tertuduh. Kesalahan berindak dalam
menanganinya akan berakibat sesuatu yang tak terbayangkan.

c.    Sumpah
Dengan Sumpah Menurut Imam Syafi’i jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan sumpah apabila
tidak ada saksi dan pengakuan. Caranya adalah orang yang dituduh (korban) meminta kepada orang
menuduh (pelaku) untuk bersumapah bahwa ia tidak melakukan penuduhan. Apabila penuduh enggan
untuk bersumpah maka jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan keengganannya untuk sumpah tersebut.
Demikian pula sebaliknya, penuduh (pelaku) bisa meminta kepada orang yang dituduh (korban) bahwa
penuduh benar malakukan penuduhan. Apabila orang yang dituduh enggan melakukan sumpah maka
tuduhan dianggap benar dan penuduh dibebaskan dari hukuman had qadzaf.

Akan tetapi Imam Malik dan Imam Ahmad tidak membenarkan pembuktian dengan sumpah,


sebagaimana yang di kemukakan oleh madzhab Syafi’i.Sebagian ulama Hanafiyah pendapatnya sama
dengan madzhab Syafi’i.

3.    Had Qadzaf

  Para Fuqaha sepakat bahwa hukuman bagi orang yang menuduh orang lain berbuat zina namun
tidak mampu mendatangkan empat orang saksi adalah :

a.     Didera (dijilid) delapan puluh kali bagi qadzif   yang merdeka.  Sebagaimana firman Allah:

tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ö‘r'Î/ uä!#y‰pkà óOèdrß
‰Î=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ Ÿwur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy‰»pky #Y‰t/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur 
ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$#

  “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh) 80 kali dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian mereka selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang fasiq”.(QS. An-Nur : 4)

b.    Didera atau dijilid empat puluh kali, bila penuduhnya hamba sahaya

Orang yang menuduh seseorang berbuat zina dapat dikenakan hukuman dera/jilid             seperti di
atas, bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1)      Qadzif  (yang menuduh zina) dengan syarat baligh, berakal dan tidak dipaksa.

2)      Maqdzuf  (yang dituduh zina) dengan syarat : baligh, berakal, islam, merdeka dan kehormatannya
terpelihara.

3)      Maqdzuf bih (sesuatu yang digunakan menuduh zina) dengan syarat pernyataan tuduhan zina baik lisan
ataupun tulisan.[17]

4.    Syarat-syarat gugurnya Qadzaf

Seorang yang menuduh orang lain berbuat zina dapat bebas dari had (hukuman) qadzaf apabila
terjadi salah satu dari keadaan di bawah ini :[18]
a.    Penuduh dapat mengemukakan empat orang saksi, bahwa tertuduh benar-benar berbuat zina. Syarat
saksinya adalah laki-laki, adil, memberikan kesaksian yang sama tentang tempat berzina, waktu dan cara
melakukannya. Dasar hukumnya adalah  Qur’an Surat An Nur : 4).

b.    Dengan Li’an ( ‫لعان‬ ) jika suami menuduh isteri berzina tanpa mengemukakan empat orang saksi.

c.    Li’an adalah sumpah suami yang menuduh isterinya berzina. Sumpah tersebut diucapkan empat kali
diantara lain ucapannya ”Demi Allah istri saya telah berzina dengan si Fulan lalu pada ucapan sumpah
yang kelima ditambah dengan kalimat ; “Saya bersedia dikutuk Allah bila saya berdusta”.

d.   Orang yang dituduh memaafkan orang yang menuduh.

e.    Bila yang dituduh membenarkan tuduhan penuduh (pengakuan si pelaku).

5.    Hikmah Qadzaf
Dengan ditetapkan had qadzaf ternyata mengandung beberapa hikmah sebagai berikut :[19]

a.    Orang lebih berhati-hati berbicara apalagi melemparkan tuduhan berzina sebelum ada bukti tertentu.

b.    Terpelihara keharmonisan dan pergaulan diantara sesama manusia, karena tidak ada permusuhan
diantaranya.

c.    Pembohong merasa jera dan menyadari perbuatan yang tidak terpuji

d.   Pada zaman kini tes DNA dapat memberikan petunjuk siapa orangtuanya pada komisi fikih rabitah alam
islami terjadi perbedaan pendapat tentang halal tidaknya tes DNA

D.  Model dan Strategi Pembelajaran


Model dalam pembelajaran dapat dipahami sebagai suatu rancangan yang telah diprogram
melalui media peraga dalam membantu untuk memvisualisasikan pesan yang terkandung didalamnya
untuk mencapai tujuan belajar sebagai pegangan dalam melaksanakan kegiataan pembelajaran.

Joyce dan Weil membagi model mengajar ke dalam empat kategori, yaitu:

1.    Model pengolahan informasi,

2.    model personal,

3.    model interaksi, dan

4.    model tingkah laku.[20]

Menurut Sanjaya ada beberapa strategi pembelajaran yang harus dilakukan oleh seorang


guru :

1.    Strategi pembelajaran ekspositori

2.    Strategi pembelajaran inquiry

3.    Strategi pembelajaran berbasis masalah

4.    Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir

5.    Strategi pembelajaran kooperatif

6.    Strategi pembelajaran kontekstual CTL

7.    Strategi pembelajaran afektif [21]

Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka model dan strategi yang cocok untuk  menyampaikan
materi fiqih munakahat tentang Bab Had Zina  ini adalah model pengolahan informasi dan strategi
ekspositori dan  inquiri.

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.    Zinah adalah memasukan zakar kedalam faraj yang haram dengan tidak syubhat dan cara cara naluriah
memuaskan hawa nafsu.Perbuatan zina diharamkan dalam syari’at islam,karena termasuk kepada dosa
besar.Zina ada dua macam yaitu zina Muhsan dan zina ghair Muhsan.Sementara hukuman had bagi
pezina adalah sebagai berikut:

a.    Hukuman Had bagi pezina yang belum menikah

Had pria atau wanita yang lajang ( Ghair Muhsan ) yang berzina adalah seratus kali dera,kemudian
diasingkan selama satu tahun.

b.    Hukuman Had bagi pezina yang sudah menikah

Hukuman orang yang pernah menikah ( Muhsan ) yang berzina adalah diramjam hingga mati,baik
laki-laki maupun perempuan.

2.    Qadzf  ialah menuduh orang lain berzina. Misalnya seseorang mengatakan, “Wahai orang yang berzina,”
atau lain sebagainya yang dari pernyataan tersebut difaham bahwa seseorang telah menuduh orang lain
berzina.Qadzaf hukumnya haram.Adapun hukuman had Qadzaf adalah sebagai berikut:

a.    Didera (dijilid) delapan puluh kali bagi qadzif   yang merdeka

b.    Didera atau dijilid empat puluh kali, bila penuduhnya hamba sahaya

B.  Saran

       Adapun saran yang dapat penulis sampaikan setelah membahas makalah tersebut adalah sebagai
berikut:

1.    Kepada seluruh umat Islam hendaklah menjauhi segala sesuatu yang dapat menyebabkan proses
terjadina zina karena zina itu merupakan salah satu dosa yang besar yabg dibenci oleh Allah SWT

2.    Kepada seluruh remaja Islam tegakanlah hukum syari’at Islam sesuai dengan ajaran Islam supaya tercipta
masyarakat yang Islami

[1] Djazuli,Ahmad.Fiqih Jinayah,Upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam, PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.1996.Hal.69


[2] Wardi Muslich,Ahmad.Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam.PT.Sinar Grafika.Jakarta.2005.hal.142

[3] Djazuli,Ahmad.Fiqih Jinayah,Upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam, PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.1996.Hal.79

[4] Ibid.Hal.85

[5] Haliman.Dr.Hukum PiDANA Syari’at Islam.PT.Bulan Bintang.Jakarta.197.Hal.131


[6] Ibid.Hal.142

[7] Hakim,Rahmat. Fiqih Jinayah, CV.Pustaka Setia, Bandung,2000.Hal.92


[8] Ibid.Hal.105

[9] Audah Awaisyah,Syeikh Husain.Ensiklopedia Fiqih Praktis menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah.Pustaka Imam As-
Syafi’i.Jakarta.2010.Hal.467

[10] Hanafi,Ahmad. Asas Hukum Pidana Islam, PT.Bulan Bintang,Jakarta, 1976.Hal.138

[11] Ibid.Hal.469

[12] Ibid.Hal.470

[13] Djazuli,Ahmad.Fiqih Jinayah,Upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam, PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.1996.Hal.93


[14] Haliman.Dr.Hukum Pidana Syari’at Islam.PT.Bulan Bintang.Jakarta.1971.Hal.148
[15] Ibid.Hal.153

[16] Haliman.Dr.Hukum Pidana Syari’at Islam.PT.Bulan Bintang.Jakarta.1971.Hal.183


[17] Ibid.Hal.190

[18] Hanafi,Ahmad. Asas Hukum Pidana Islam, PT.Bulan Bintang,Jakarta, 1976.Hal.141


[19] Ibid.Hal.192

[20] Abu Ahmadi , Model dan Strategi belajar mengajar, Bandung: Pustaka Setia,1997.Hal.54

[21] Junaidi ,Strategi Pembelajaran, Surabaya: Lapis-PGMI,2008.Hal.86


Hukum Jual Beli Sperma Manusia
Dan Adanya Bank Sperma Menurut
Islam
- July 10, 2018

Praktek jual beli sperma sekarang tengah merajalela dalam kehidupan bermasyarakat,
banyak suami istri yang susah memiliki anak bahkan sampai ada yang didiagnosa tidak akan
memiliki anak (mandul) melakukan berbagai cara agar dapat memiliki anak. Karena anak bagi
sebagian masyarakat adalah harta termewah untuk kehidupan masa depan mereka dan sebagai
penerus  keturunan mereka. Apalagi  dengan adanya kemajuan teknologi dibidang kedokteran
yang membentuk bank sperma (cryiobanking) agar orang dapat membelinya dan memiliki anak
dengan cara enseminasi buatan, enseminasi buatan diambil dari pendonor sperma tanpa
menghiraukan adanya perkawinan atau tidak. Hal ini tentu akan menjadi permasalahan dengan
nasab anak tersebut. Sehingga timbul berbagai pertanyaan dalam masyarakat apakah memiliki
anak dengan cara enseminasi buatan termasuk perbuatan zina? karena tidak diketahui
siapakah bapak biologis si anak tersebut, sedangkan zina dalam Islam termasuk perbuatan
yang haram. Ada juga yang menggunakan bank sperma untuk melakukan transaksi jual beli
sperma, jual beli sperma dilakukan ini agar  si pembeli dapat memilih sperma yang baik
sehingga keturunan yang dihasilkan baik atau bisa dikatakan jenius. Lalu bagaimanakah
pendapat para ulama tentang hukum jual beli sperma dan adanya bank sperma
atau cryiobanking ini? Dan apakah tatacara atau teknik yang dilakukan pada cryiobanking ini
sesuai dengan ajaran Islam?

 Berikut adalah sekilas uraian tentang bank sperma dan jual beli sperma tersebut.
Sebelumnya perlu diketahui pengertian dari cryiobanking itu sendiri, menurut seorang ahli dari
bidang kedokteran Cryiobanking yaitu suatu teknik penyimpanan sel untuk digunakan kemudian
hari atau bisa juga disebut teknik pengawetan sel dengan menggunakan alat tertentu sehingga
dapat bertahan untuk jangka waktu tertentu. Teknik  cryiobanking terhadap sperma manusia
telah memungkinkan adanya keberadaan donor bagi pasangan-pasangan terutama pasangan
infertil. Tentu saja sel sperma yang didonorkan perlu menjalani serangkaian pemeriksaan, baik
dari segi kualitas sperma maupun dari segi pendonor. Dikhawatirkan si pendonor memiliki
kelainan-kelainan genetik. Dengan adanya cryiobanking ini sel dapat disimpan dalam jangka
waktu yang lama, bahkan bisa lebih dari 6 bulan (dengan pengecekan secara berkala melalui tes
terhadap HIV dan penyakit seksual menular lainnya selama penyimpanan). Kualitas sperma
yang telah disimpan dalam bank sperma juga sama dengan sperma yang baru, sehingga
memungkinkan untuk proses ovulasi. Selain digunakan untuk sperma-sperma pendonor, bank
sperma juga dapat digunakan oleh para suami yang spermanya sedikit atau bahkan terganggu.
Maksudnya adalah pada mereka yang akan menjalani vasektomi atau tindakan medis lain yang
dapat menurunkan fungsi reproduksi seseorang. Dengan adanya bank sperma ini, sel sperma
dapat dibekukan dan disimpan sebelum vasektomi untuk mempertahankan kualitas sperma.

Cryiobanking (Bank sperma) sebenarnya telah berdiri pada tahun 1980 di Escondido


California yang didirikan oleh Robert Graham kakek berusia 73 tahun,dan telah memiliki
beberapa cabang besar di Eropa dan di China. Alasannya membuat bank sperma ini yaitu
keinginannya untuk menolong pasangan suami istri yang tidak memiliki anak,untuk memperoleh
generasi jenius, menghindarkan kepunahan, serta mengembangkan kemajuan teknologi dalam
bidang kedokteran. Dengan adanya bank sperma ini banyak orang yang akhirnya memutuskan
untuk menyimpan spermanya pada  cryiobanking.  Penyimpanan sperma ini dilakukan dengan
cara onani pada pria.Pada proses enseminasi buatan cryiobanking ini    yaitu sperma yang akan
diambil atau dibeli dari bank sperma dimasukkan kedalam ovum agar siperempuan dapat hamil
tanpa melalui persetubuhan. Kehadiran bank sperma ini menjadikan pengaruh sangat besar
terhadap pasangan suami istri. Menurut werner (2008), beberapa alasan seseorang akhirnya
memutuskan untuk menyimpan spermanya pada cryiobanking yaitu seperti seseorang akan
menjalani pengobatan terus menerus yang dapat mengurangi produksi dan kualitas sperma,
seseorang akan menjalani perawatan penyakit kanker ang mungkin akan mengurangi bahkan
merusak produksi dan kualitas sperms misalnya kemoterapi dan radiasi, seseorang yang akan
memasuki daerah kerja yang berbahaya yang memungkinkan orang tersebut terpapar racun
reproduktif dan seseorang yang akan menjalani vasektomi. Sehingga pemikiran orang tersebut
mengharuskannya untuk menyimpan sperma mereka agar mereka masih bias menghasikan
keturunan.

Pada umumnya,Hukum  jual beli sperma manusia menurut hukum Islam adalah haram.
Karena tidak ada ikatan pernikahan yang menghubungkan. Pernikahan dalam Islam merupakan
suatu ikatan yang mulia yang dapat menghubungkan antara seorang lelaki dan seorang
perempuan sebagai suami istri. Sebab itulah pernikahan dapat juga dikatakan menghalalkan
persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang sebelumya jika tanpa ikatan tersebut
diharamkan. Namun, hubungan pernikahan bukanlah semata-mata untuk kepuasan seks saja,
tetapi untuk melestarikan keturunan manusia secara sah. Oleh sebab itu, anak yang dilahirkan
dari pernikahan yang sah akan mempunyai nasab yang jelas, berbeda dengan anak hasil zina
apalagi hasil enseminasi buatan yang nasabnya dihubungkan dengan bebagai nasab.
Persoalan hukum islam juga menyangkut tentang tata cara pengambilan sperma dengan
cara onani. Secara umum, Islam memandang onani adalah tindakan yang tidak etis, mengenai
masalah hukum onani ini para ulama, fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan
secara mutlak dan ada yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada pula yang
menghukumi makruh. Sayyid sabiq mengatakan bahwa Malikiyah, Syafi’iyah dan Za’idiyah
menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan bahwa Allah SWT memerintahkan menjaga
kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada istri. Namun, ibnu hazim berpendapat kalau
onani hukumnya makruh,tidak berdosa hanya saja tidsk etis untuk dilakukan. Pendapat lain
yang muncul yaitu dari Ali Ahmad dalam kitabnya Hikmat At-Tasyri’ Wa Falsafatuhu
menjelaskan tentang kemadharatan onani serta mengharamkan perbuatan ini, kecuali kalau
karena kuatnya syahwat dan tidak sampai menimbulkan zina. Sehingga dapat disimpulkan dari
pendapat para ulama’ diatas bahwa onani memang haram  dan melakukan onani untuk
enseminasi buatanpun sebenarnya juga haram.

Adapun juga hukum jual beli sperma adalah haram,selain karena alasan-alasan yang
telah dijelaskan sebelumnya,jual beli sperma jika dalam syarat sahnya perjanjian jual beli salah
satu benda yang diperjualbelikan haruslah memenuhi syarat yaitu benda yang diperjualbelikan
haruslah bermanfaat sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik. Karena sperma manusia
bukanlah barang, maka sangat jelas kalau sperma dilarang untuk diperjualbelikan dan diambil
manfaatnya, sehingga mengambil manfaat dari sperma adalah haram. Menurut imam syafi’i jual
beli yang rusak (batal) adalah diharamkan. Namun, ada juga hukum enseminasi buatan menurut
para ulama’ apabila sperma dari suami sendiri dan ovum dari istri sendiri kemudian disuntikkan
kedalam vagina istri asalkan keadaan suami benar-benar memerlukan cara enseminasi buatan
untuk memperoleh anak, hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqih “hajat (kebutuhan yang
sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa/darurat, padahal dalam
keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal terlarang”.Dengan keadaan ini
beberapa fuqaha ada yang membolehkan seperti syaikh Muhammad saltut, Ahmad al ribashy
dll. Beberapa Departemen juga membolehkan jika dalam keadaan pasangan suami istri darurat
seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Departemen tersebut misalnya Majelis
Pertimbangan Kesehatan dan Syara’a Departemen Kesehatan RI, Majelis ULama’ DKI Jakarta
dan lembaga Islam OKI yang berpusat di Jeddah.Namun, jika sperma dan ovum suami istri
ditanamkan pada orang lain atau alasan yang lain seperti ingin memiliki keturunan yang jenius,
ingin memiliki anak tanpa menghiraukan cara apapun, seorang perempuan yang tak mau
menikah namun ingin memiliki anak dll, demi kehati-hatiannya maka ulama’ dalam kasus ini
mengharamkan tindakan enseminasi buatan tersebut. Hal ini dipertimbangkan oleh para ulama’
karena dikhawatirkan adanya pencampuran nasab dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.

Permasalahan jual beli sperma ini  merupakan fenomena yang ada dalam masalah
pernikahan untuk membentuk keluarga kecil yang bahagia. Namun, dalam hukum Islam hal itu
telah diatur, ada beberapa ulama’ yang membolehkan dengan syarat dalam keadaan yang
sangat darurat dan ada juga yang samasekali tidak membolehkan hal tersebut. Jika dipikir lebih
panjang lagi pendapat ulama’ yang kedua adalah pendapat yang pantas yakni tidak dibenarkan
atau diharamkannya jual beli sperma dan bank sperma (cryiobanking). Karena hal itu sangat
sulit dilakukan dan lebih banyak madhorotnya (bahayanya) yaitu pertama demi menjaga
hubungan nasab agar tidak ada pencampuran nasab, kedua pencampuran sperma dan ovum
antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri melalui persetubuhan maupun
enseminasi buatan dihukumi zina, ketiga dikhawatirkan jika ada perempuan yang enggan
menikah tetapi ingin memiliki anak dan melakukan hal tersebut, keempat menurunnya jumlah
pernikahan dalam sebuah negara, kelima ketidakbolehan pada langkah yang dilakukan bank
sperma yakni dengan cara onani, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa ulama’
berpedoman pada Al-qur’an surat An-Nur ayat 30 yakni “ Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
mereka perbuat”. Menjelaskan bahwa tidak diperbolehkannya mengeluarkan kemaluan apalagi
onani, namun hal ini halal jika dilakukan terhadap istrinya. Dan mengenai pendapat para ulama’
tadi mengenai enseminasi buatan yakni haram. Hal ini juga karena sperma adalah anugerah dari
Allah SWT kepada makhluknya, sehingga tidak pantas untuk diperjualbelikan. Namun. jika ini
untuk pasangan suami istri yang berhalangan memiliki anak maka hal tersebut diperbolehkan.

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa hukum jual beli sperma dan bank sperma
untuk kemaslahatan manusia memanglah haram. Meskipun ada beberapa ulama’ berpendapat
ada yang memperbolehkan. Namun, demi terjaganya hubungan darah dan nasab manusia
sebaiknya kita tidak melakukan hal tersebut. Jika ada pasangan suami istri yang sulit memiliki
anak atau bahkan tidak bisa memiliki anak karena faktor-faktor medis tertentu lebih baik
tetaplah bersabar dan berdoa agar maunah Allah datang karena sesungguhnya bagi orang-
orang yang bersabar Allah janjikan pertolongan dan dipermudah urusannya. Serta jika ada
pasangan suami istri yang kurang cukup bersabar, dapat mengadopsi anak yatim di panti
asuhan atau tempat lain. Dengan mengadopsi anak yatim, selain dapat sedikit menghibur dari
ketidakmampuan mereka memiki anak mereka juga akan mendapatkan pahala. Karena Allah
juga menjanjikan pahala bagi manusia yang didalam rumahnya terdapat anak yatim.

Sperma Disuntikkan ke Wanita Bukan Istri,


Bolehkah?
By

 Redaksi KonsultasiSyariah.com

 -

Jul 31, 2010

3455

Pertanyaan:

Apabila sperma seorang laki-laki disuntikkan ke rahim wanita yang bukan istrinya dan


berhasil berfertilisasi dengan ovum wanita tersebut, apakah praktik ini disebut
sebagai zina?

Jawaban:

Masalah ini telah dibahas oleh sekelompok ulama kontemporer dan menghasilkan
kesepakatan bahwa praktik ini haram untuk dilakukan, walaupun keharamannya tidak
menyamai zina yang hakiki. Berikut komentar-komentar sebagian mereka:

Syekh Mahmud Syaltut rahimahullah berkata, “Apabila fertilisasi dilakukan dengan sperma


laki-laki yang bukan suami, tanpa diragukan lagi praktik ini menyamakan derajat manusia
seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan, atau menjatuhkan nilai manusia dan
menyejajarkannya dengan hewan dan tumbuhan.

Menurut pandangan syar’i, ini adalah perbuatan mungkar dan dosa besar termasuk
perbuatan zina, karena substansinya sama hasilnya juga sama, yaitu meletakkan sperma
seorang laki-laki pada rahim seorang wanita tanpa ada ikatan tali pernikahan. Seandainya
tidak dikarenakan adanya sedikit perbedaan (antara zina dan perbuatan ini), tentunya
hukum praktik ini sama dengan hukum perzinaan. Cukuplah bagi mereka yang mengajak
dan menganjurkan praktik ini, hasil yang rancu yang menggabungkan antara dua jenis
bencana, yaitu biasanya nasab dan tercorengnya kehormatan selamanya.”

Demikian fatwa dari Mahmud Syaltut rahimahullah yang tercantum dalam kitab al-Fatawa,


hlm. 328.

Syekh ‘Athiyah Shaqar berkata di dalam kitab Mausu’atu al-Usrah: I/120, “Apabila fertilisasi


buatan berasal dari air mani laki-laki yang bukan suami, baik dilakukan secara sukarela
maupun tidak, maka hukumnya haram dan lebih mungkar dari pada melakukan
pengangkatan anak (dengan menasabkan padanya) yang dilakukan pada zaman jahiliyah
dulu, sebab anak angkat diketahui bahwa ayahnya orang lain dan termasuk anggota asing
di dalam keluarga.

Adapun praktek fertilisasi seperti ini, maka ia menggabungkan dua hal, yaitu memasukkan


unsur asing ke dalam keluarga dan bentuk perzinaan yang mengakibatkan timbulnya
kerancuan pada nasab keturunan, melemahkan hubungan kekeluargaan, mengabaikan hak
dan menumbuhkan perasaan iri dan dengki. Seandainya praktik ini tidak sedikit berbeda
dengan zina, tentu pelakunya berhak mendapat sangsi hukum yang sama seperti sangsi
hukum yang diberikan penzina.”

Syekh Mushthafa az-Zarqa berkata, “Praktik terlarang berupa fertilisasi buatan seperti ini


mengharuskan hukuman ta’zir yang setimpal yang membuat pelakunya jera.”

Syekh Ali ath-Thanthawi rahimahullah pernah ditanya tentang fertilisasi dengan


sperma laki-laki yang bukan suami, apakah hal itu termasuk zina?

Beliau menjawab, “Tidak sama dan tidak boleh diberlakukan hukum zina padanya, sebab
untuk pelaksanaan hukuman zina harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang tidak
didapati pada praktik ini. Akan tetapi, bukan berarti pelakunya dibiarkan begitu saja tanpa
ada sangsi hukum sedikit pun. Pelakunya harus diberi hukuman ta’zir, yaitu hukuman
berdasarkan keputusan penguasa (pejabat berwengan), atau diserahkan kepada kebijakan
hakim yang khusus menangani masalah ini. Kalaupun pelakunya tidak mendapat sangsi
hukum, sesungguhnya kultur peradaban Arab dan tabiat manusia terhormat serta
masyarakat Islam yang konsekuen, tidak dapat menerima praktik-praktik seperti ini.”

Demikian ucapan beliau dalam kitab al-Fatawa, hlm. 103.

Sumber:  Ensiklopedi Anak,  Abu Abdillah Ahmad bin Ahmad al-Isawi, Darus Sunnah.

(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)

Read more https://konsultasisyariah.com/2284-sperma-fertilisasi.html

Hukum Donor Sperma


Jumat 10 Okt 2014 12:00 WIB
Red:

 0

 0
  

Seorang pesohor penyanyi dangdut berniat melakukan suntik sperma.


Sebabnya, ia divonis menderita kanker rahim. Sang artis pun sudah
berencana ke luar negeri untuk melakukan tindakan tersebut. Ia juga
menyebut sudah ada laki-laki yang akan mendonorkan spermanya. Yang
jelas, laki-laki tersebut bukan suaminya karena sang artis kini berstatus janda.

Bagaimana Islam memandang persolanan inseminasi buatan atau bayi


tabung ini? Sebelum mengulik inseminasi buatan, ada beberapa cara yang
dikenal dalam proses ini. Pertama, sperma diambil dari suami dan disuntikkan
ke rahim istrinya karena ada masalah dalam pembuahan normal. Kedua,
sperma diambil dari lelaki lain disuntikkan ke rahim wanita yang tidak ada
hubungan suami istri
Ketiga, sperma diambil dari seorang suami, disemaikan ke indung telur wanita
lain yang bukan istrinya, kemudian dicangkokkan ke rahim istrinya. Keempat,
sperma dan sel telur diambil dari sepasang suami istri, kemudiaan
dicangkokkan ke rahim wanita lain. Kelima, sperma dan sel telur diambil dari
laki-laki dan wanita lain, kemudian dicangkokkan ke rahim sang istri. Keenam,
sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri, kemudian disuntikkan
ke rahim istri lain sang suami.

Foto:Rosa Panggabean/Antara

Dalam permasalahan ini, ulama dunia pernah berkumpul di Amman, Yordania,


pada 1986 untuk memutuskan hukum inseminasi buatan dalam forum
Majma’ul Fiqhil Islamy. Dalam putusan berjudul Athfaalul Anaabiib (bayi
tabung), forum yang saat itu juga dihadiri ulama dari Indonesia memutuskan
beberapa hal.

Untuk poin pertama dalam inseminasi buatan, yakni sperma diambil dari
suami dan sel telur diambil dari istri, kemudian disuntikkan ke rahim istri maka
hal tersebut dibolehkan dengan syarat. Syarat yang dimaksud, yaitu tindakan
ini sudah sangat dibutuhkan karena keinginan besar memiliki anak dengan
cara lain tidak menghasilkan. Selain itu, tindakan inseminasi buatan tersebut
mestilah memastikan faktor keselamatan dan keamanan.

Syarat berikutnya, yaitu aurat vital si wanita harus tetap tertutup. Tidak boleh
juga memastikan  ika tindakan inseminasi buatan ini akan mutlak berhasil.
"Kegagalan proses operasi perlu diperhitungkan. Termasuk, antisipasi
pelanggaran amanah dari orang-orang rumah sakit yang sengaja mengganti
sperma atau sel telur milik orang lain."

Selain itu, forum tersebut mutlak melarang proses inseminasi buatan poin
kedua hingga keenam. Beberapa alasannya, yaitu melibatkan orang lain yang
tidak ada hubungan pernikahan sah.
Ulama Indonesia sendiri lewat Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga pernah
memutuskan perkara ini pada 1979. MUI yang saat itu diketuai oleh HAMKA
berpendapat hampir sama dengan keputusan Majma’ul Fiqhil Islamy. Jika
sperma dan sel telur berasal dari suami istri, hal itu diperbolehkan sebab
termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah agama.

Jika bayi tabung pasangan suami istri dititipkan ke rahim istri lain, hal ini tetap
tidak boleh. Alasannya, akan menimbulkan masalah yang rumit dalam
kaitannya dengan warisan. Khususnya antara anak dan ibu yang memiliki sel
telur dengan ibu yang melahirkannya.

MUI menambahkan, ada pula proses inseminasi buatan dengan sperma


suami yang sudah meninggal. Komisi  Fatwa MUI yang saat itu diketuai KH
Syukri Ghozali berpendapat hukumnya haram. Alasannya, seperti  halnya
dititipkan ke rahim istri lain, akan muncul masalah nasab terkait ayah dan
masalah waris.

MUI juga dengan tegas menyatakan jika inseminasi buatan melibatkan pihak
kedua atau ketiga yang tidak ada hubungan perkawinan maka hukumnya
sama saja dengan zina. Dengan kaidah mencegah kerusakan, termasuk
menghindari zina yang sesungguhnya. Dasarnya dalam kitab Hikmatul Tasyri’
wal Falsafatuhu terdapat hadis, "Barang siapa yang beriman kepada Allah
SWT dan hari kiamat maka janganlah sekali-kali menyiramkan air spermanya
ke kebun (rahim) saudaranya."

Ulama Nahdlatul Ulama (NU) dalam Munas Alim Ulama di Kaliurang,


Yogyakarta, pada 1981 juga menelurkan fatwa tentang bayi tabung. Secara
umum ulama NU sependapat dengan Majma’ul Fiqhil Islamy dan MUI tentang
kebolehan jika sperma dan sel telur berasal dari suami istri dan disuntik ke
rahim istri.
Titik yang ditekankan oleh NU, yakni apakah cara mengeluarkan mani sang
suami muhtaram atau tidak. Muhtaram artinya mani dikeluarkan dengan cara
yang tidak dilarang oleh syariat. Jika mengeluarkannya dengan cara
muhtaram maka ulama NU menghukuminya boleh. Namun, jika
tidak muhtaram maka hukumnya haram. Allahu a’lam. ed: Hafidz Muftisany

MASALAH ini telah dibahas oleh sekelompok ulama kontemporer dan menghasilkan
kesepakatan bahwa praktik ini haram untuk dilakukan, walaupun keharamannya tidak
menyamai zina yang hakiki. Berikut komentar-komentar sebagian mereka:
Syekh Mahmud Syaltut rahimahullah berkata, Apabila fertilisasi dilakukan dengan sperma
laki-laki yang bukan suami, tanpa diragukan lagi praktik ini menyamakan derajat manusia
seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan, atau menjatuhkan nilai manusia dan
menyejajarkannya dengan hewan dan tumbuhan.

Menurut pandangan syari, ini adalah perbuatan mungkar dan dosa besar termasuk
perbuatan zina, karena substansinya sama hasilnya juga sama, yaitu meletakkan sperma
seorang laki-laki pada rahim seorang wanita tanpa ada ikatan tali pernikahan.

Seandainya tidak dikarenakan adanya sedikit perbedaan (antara zina dan perbuatan ini),
tentunya hukum praktik ini sama dengan hukum perzinaan. Cukuplah bagi mereka yang
mengajak dan menganjurkan praktik ini, hasil yang rancu yang menggabungkan antara dua
jenis bencana, yaitu biasanya nasab dan tercorengnya kehormatan selamanya.

Demikian fatwa dari Mahmud Syaltut rahimahullah yang tercantum dalam kitab al-Fatawa,
hlm. 328.

Syekh Athiyah Shaqar berkata di dalam kitab Mausuatu al-Usrah: I/120,

Apabila fertilisasi buatan berasal dari air mani laki-laki yang bukan suami, baik dilakukan
secara sukarela maupun tidak, maka hukumnya haram dan lebih mungkar dari pada
melakukan pengangkatan anak (dengan menasabkan padanya) yang dilakukan pada
zaman jahiliyah dulu, sebab anak angkat diketahui bahwa ayahnya orang lain dan termasuk
anggota asing di dalam keluarga.

Adapun praktek fertilisasi seperti ini, maka ia menggabungkan dua hal, yaitu memasukkan
unsur asing ke dalam keluarga dan bentuk perzinaan yang mengakibatkan timbulnya
kerancuan pada nasab keturunan, melemahkan hubungan kekeluargaan, mengabaikan hak
dan menumbuhkan perasaan iri dan dengki. Seandainya praktik ini tidak sedikit berbeda
dengan zina, tentu pelakunya berhak mendapat sangsi hukum yang sama seperti sangsi
hukum yang diberikan penzina.
Syekh Mushthafa az-Zarqa berkata, Praktik terlarang berupa fertilisasi buatan seperti ini
mengharuskan hukuman tazir yang setimpal yang membuat pelakunya jera.

Syekh Ali ath-Thanthawi rahimahullah pernah ditanya tentang fertilisasi dengan sperma
laki-laki yang bukan suami, apakah hal itu termasuk zina?

Beliau menjawab, Tidak sama dan tidak boleh diberlakukan hukum zina padanya, sebab
untuk pelaksanaan hukuman zina harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang tidak
didapati pada praktik ini. Akan tetapi, bukan berarti pelakunya dibiarkan begitu saja tanpa
ada sangsi hukum sedikit pun.

Pelakunya harus diberi hukuman tazir, yaitu hukuman berdasarkan keputusan penguasa
(pejabat berwengan), atau diserahkan kepada kebijakan hakim yang khusus menangani
masalah ini. Kalaupun pelakunya tidak mendapat sangsi hukum, sesungguhnya kultur
peradaban Arab dan tabiat manusia terhormat serta masyarakat Islam yang konsekuen,
tidak dapat menerima praktik-praktik seperti ini.

Demikian ucapan beliau dalam kitab al-Fatawa, hlm. 103. [Ensiklopedi Anak, Abu Abdillah
Ahmad bin Ahmad al-Isawi, Darus Sunnah]

 Home >
 

 Khazanah >
 

 Khazanah

Apa Hukum Bayi Tabung


Menurut Islam?
Sabtu 08 May 2010 20:30 WIB
Rep: heri ruslan/ Red: irf

 0

 0
  

ilustrasi
Teknologi kedokteran modern semakin canggih. Salah satu tren yang
berkembang saat ini adalah fenomena bayi tabung. Sejatinya, teknologi ini
telah dirintis oleh PC Steptoe dan RG Edwards pada 1977. Hingga kini,
banyak pasangan yang kesulitan memperoleh anak, mencoba menggunakan
teknologi bayi tabung.

Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa
Inggris dikenal sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik
pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah
satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak
berhasil.

Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal,


pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam
sebuah medium cair. Lalu bagaimanakah hukum bayi tabung dalam
pandangan Islam? Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di
Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang bayi tabung/inseminasi buatan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi


tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah
hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan
kaidah-kaidah agama.

Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari


pasangan suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya
haram," papar MUI dalam fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di
kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya
dengan warisan.

Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma
yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram.
"Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya
dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan," tulis fatwa itu.

Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak
berasal dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara
tegas menyatakan hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama
dengan hubungan kelamin antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias
zina.

Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam
forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga
keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung: Pertama,
apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wani
ta tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung
hukumnya haram.

Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA,
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik
dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang
meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal
baginya."

Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara
mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani
muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak
dilarang oleh syara'," papar ulama NU dalam fatwa itu.

Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip


dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki
berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan
istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau
wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang." Ketiga, apabila mani
yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk
muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi
tabung menjadi mubah (boleh).

Meski tak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh tidak nya
menitipkan sperma suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis
Tarjih dan Tajdid mengung kapkan, berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan
para ahli fikih dari berbagai pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia
yang diwakili Mu hammadiyah, hukum inseminasi buat an seperti itu termasuk
yang dilarang.

"Hal itu disebut dalam ketetapan yang keempat dari sidang periode ke tiga
dari Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung),"
papar fatwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya, "cara kelima
inseminasi itu dilakukan di luar kandungan antara dua biji suami-istri,
kemudian ditanamkan pada rahim istri yang lain (dari suami itu) ... hal itu
dilarang menurut hukum Syara'." Sebagai ajaran yang sempurna, Islam selalu
mampu menjawab berbagai masalah yang terjadi di dunia modern saat ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Persepektif


Republika.co.id, Klik di Sini

Ulasan Lengkap
Bayi tabung adalah hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang sah
yang ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal. Pengaturan hukum
terkait dengan bayi tabung ini dapat kita temui dalam Pasal 127 ayat (1) UU No.
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam pasal tersebut diatur bahwa upaya
kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri
yang sah dengan ketentuan:
a.      Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b.      dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu;
c.      pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
 

Jadi, pada dasarnya sperma dan ovum dalam upaya kehamilan melalui bayi
tabung adalah milik suami istri yang sah yang pembuahannya dilakukan di luar
rahim. Hal ini dilakukan oleh para pasangan suami-istri yang sperma dan
ovumnya sulit melakukan pembuahan di dalam rahim. Sehingga harus dilakukan
pembuahan di luar rahim dengan bantuan tenaga kesehatan dan teknologi yang
ada. Kemudian hasil pembuahan tersebut ditanamkan kembali ke rahim istri dari
mana ovum itu berasal. Jadi, anak atau bayi hasil pembuahan melalui bayi
tabung ini adalah anak kandung suami istri itu sendiri.
 

Dengan demikian, anak hasil bayi tabung dalam hukum waris termasuk ke dalam
ahli waris golongan I yang diatur dalam Pasal 852 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yaitu:
 

“Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai


perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan
nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis
lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu.”
 

Jadi, hukum waris yang berlaku bagi anak hasil bayi tabung adalah sama dengan
hukum waris yang berlaku terhadap anak kandung.  
 

Referensi buku mengenai waris maupun bayi tabung ini sementara yang dapat
kami referensikan antara lain sebagai berikut:
 

·         Judul               : Bayi Tabung: Tinjauan Aspek Hukum


Penulis             : Salim HS

Penerbit           : Sinar Grafika, 1993


 

·         Judul               : Hukum Waris


Penulis             : J. Satrio

Penerbit           : Alumni, 1992

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.


 

Dasar hukum:

1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847


No. 23)
2.      Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai