Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukan sekitar 1,13 miliar
orang di dunia menyandang Hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis
Hipertensi. Jumlah penyandang Hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena Hipertensi dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat Hipertensi dan komplikasinya (Departemen Kesehatan; 2019). Menurut data Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014, Hipertensi dengan komplikasi (5,3%) merupakan penyebab kematian nomor 5 pada semua umur. Berdarkan Riskesdas tahun 2018 prevalensi Hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia diatas 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi ada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi Hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis Hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis Hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukan bahwa sebagian penderita Hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan (Departemen Kesehatan; 2019). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, kasus tertinggi hipertensi berada di Kota Semarang yaitu sebesar 67.101 kasus (19,56%). Berdasarkan jumlah kasus keseluruhan di Kota Semarang terdapat proporsi 2 yang lebih besar yaitu 53, 69%. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2012 penyakit hipertensi merupakan urutan pertama dari seluruh penyakit yang ada di Kota Semarang dengan jumlah penderita 34.202 jiwa. Berdasarkan usia 15 – 44 tahun kasus hipertensi sebanyak 5.059 jiwa. (Dinkes Kota Semarang, 2013). Hipertensi merupakan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi merupakan risiko morbiditas dan mortalitas premature, yang meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi disebut sebagai pembunuh diam-diam karena orang dengan Hipertensi sering tidak menampakkan gejala (Brunner & Suddarth; 2013; 896). Faktor resiko Hipertensi berupa gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol dan rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau, obat-obat dan Hipertensi sangat dipengaruhi faktor keturunan (Brunner & Suddarth; 2013; 897). Jika Hipertensi tidak diobati dengan baik, bisa timbul gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita Hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut Ensefalopi Hipertensif, yang memerlukan penanganan segera (Manuntung; 2018; 07). Jika Hipertensi dibiarkan dan tidak di tangani dengan baik akan memberikan masalah yang berkelanjutan. Menurut Manuntung (2018; 12) Stroke, infark miokard, gagal ginjal, gagal jantung, ensefalopati adalah komplikasi yang akan di akibatkan oleh Hipertensi. Berdasarkan permasalah diatas maka peneliti tertarik membahas mengenai “Pengaruh Kombinasi Senam Ergonomik dan Terapi Musik Klasik terhadap Tekanan Darah pada Pra Lansia dengan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki Pekanbaru”