Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja
Material baja merupakan material yang dikenal unggul dibandingkan
beton.Baja merupakan material campuran logam (alloy) yang terbentuk oleh besi (Fe)
yang mangandung karbon dan unsur lainnya seperti mangan, kromium, vanadium dan
tungsten. Komposisi campuran tersebut akan menghasilkan mutu yang berbeda-beda.
Penggunaan karbon dalam pembuatan material baja adalah untuk meningkatkan
kekuatan (strength).Namun dengan meningkatnya kekuatan (strength) maka daktilitas
cenderung menurun.Untuk itu perlu kontribusi komponen kimia lainnya dalam
menyeimbangkan antara kekuatan dan daktilitas.

Dalam merencanakan suatu struktur perlu dipahami karakteristik material


yang akan digunakan. Untuk itu perlu dipahami mengenai material properti, material
properti berisi informasi kekuatan dan daktilitas dari suatu material, yang nantinya
digunakan dalam pertimbangan pemilihan material.Hubungan antara tegangan dan
regangan digunakan dalam melihat tingkat daktilitas suatu material.Semakin panjang
kurva yang dihasilkan maka semakin tinggi pula tingkat kedaktilan material tersebut.

Hubungan tegangan-regangan untuk material baja secara umum dapat dilihat


pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kurva hubungan tegangan-regangan baja (Bruneau,dkk. 1998)

Universitas Sumatera Utara


Dari kurva di atas dapat lihat hubungan tegangan-regangan baja terbagi
menjadi 4 zona yaitu zona elastik, zona plastis, zona strain hardening, zona
terjadinya necking dandi akhiri dengan keruntuhan (failure). Keempat zona tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:

• Zona elastis, pada zona ini terlihat tegangan dan regangan bertambah
membentuk garis linear. Kemiringan linear pada zona elastik ini disebut
dengan modulus young (E) atau lebih dikenal sebagai modulus elastisitas.
Kondisi material pada zona ini adalah linear elastik artinya pembebanan
pada daerah ini menyebabkan material dapat kembali ke bentuk semula.
Akhir dari zona ini ialah ketika tercapainya kelelehan material (fy).
• Zona plastis, setelah awal kelelehan terjadi maka material akan masuk
pada zona berbentuk garis datar (flat plateau), pada zona ini hanya ada
peningkatan regangan. Kondisi material pada zona ini tidak lagi elastik
tetapi sudah plastis artinya material yang berdeformasi tidak dapat
kembali ke bentuk awal.
• Zona strain hardening, zona ini ditandai dengan meningkatnya tegangan
dan regangan namun hubungan yang terjadi tidak lagi linear tetapi sudah
non linear.
• Zona necking, zona ini tercapai saat tegangan mencapai kelelehan ultimit
(fu) yang secara berlahan-lahan turun hingga material mencapai titik
keruntuhan (failure).
Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa material baja memiliki
keunggulan dalam memikul beban siklik (beban gempa). Hal ini dapat kita lihat
dengan panjangnya zona strain hardening dan zona necking.Panjangnya zona
tersebut menyimpulkan bahwa material baja mempunyai perilaku yang daktail,
sehingga dapat melakukan redistribusi tegangan yang terjadi di saat terjadinya
plastifikasi.

Universitas Sumatera Utara


2.2 Sistem Rangka Baja
Secara umum sistem bangunan rangka baja atas tiga tipe yaitu: (1) Moment
Resisting Frame (MRF) ataurangka penahan momen, (2) Concentrically
BracedFrame (CBF) atau rangka berpengaku konsentrik dan (3) Eccentrically
Braced Frame (EBF) atau rangka berpengaku eksentrik yang dapat dilihat pada
Gambar 2.2.
e

MRF CBF EBF

Gambar 2.2 Tiga tipe rangka baja penahan gempa (Yurisman. 2010)

Moment Resisting Frame (MRF) ataurangka penahan momen adalah sistem


rangka yang umum digunakan, tipe ini mempunyai kemampuan dissipasi energi yang
sangat baik.Penyerapan energi gempa dilakukan dengan terjadinya kelelehan pada
balok dan kolom serta panel zone yang berada di dekat joint sehingga terbentuknya
sendi plastis.
Concentrically BracedFrame (CBF) atau rangka berpengaku konsentrik
merupakan rangka baja yang memiliki tingkat kekakuan yang dihasilkan oleh
pengaku (bracing) yang menahan gaya lateral. Tipe kelelahannya terjadi dengan
tertekuknya bracing akibat gaya gempa. Akibat dari terlalu tingginya kekakuan
rangka berpengaku konsentrik, daktilitas yang dihasilkan kecil.

Universitas Sumatera Utara


Eccentrically Braced Frame (EBF) atau rangka berpengaku eksentrik
merupakan penggabungan dari kedua rangka di atas. Sehingga mengahasilkan tingkat
kekakuan dan daktilitas sama baik. Kelelehan tipe ini terjadi dengan terbentuknya
plastifikasi elemen link tanpa memperbolehkan elemen lain mengalami kelelehan
atau masih dalam kondisi elastik. Elemen link ialah elemen yang sengaja dilemahkan
untuk menyerap energi gempa yang merupakan bagian dari balok. Elemen link juga
dapat diibaratkan sebagai sekering, sehingga jika terjadi beban gempa yang
berlebihan, elemen link akan memutuskannya dengan proses plastifikasi.
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa Sistem rangka berpengaku eksentrik atau EBF lebih unggul dibandingkan
dengan sistem rangka pengaku momen dan system rangka berpengaku konsentrik.
Hal ini dapat dinyatakan pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Diagram beban-perpindahan sistem rangka baja (Moestopo, M dkk


2006)

2.3 Sistem Rangka Berpengaku Eksentrik


Sistem rangka berpengaku eksentrik atau yang dikenal dengan Eccentrically
Braced Frame (EBF) diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1970-an, yang
kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Popov.Struktur EBF memiliki keunggulan
sebagai mana telah dipaparkan di atas, di mana tipe ini merupakan penggabungan

Universitas Sumatera Utara


antara Concentrically BracedFrame (CBF) atau rangka berpengaku konsentrik
dengan Moment Resisting Frame (MRF) ataurangka penahan momen.Kemampuan
penyerapan energi pada struktur ini terletak pada adanya elemen pada balok yang
disebut link yang menyebabkan tingginya daktalitas sistem EBF. Dissipasi energi
atau penyerapan energi gempa terjadi dengan proses plastifikasi atau perlelehan pada
profil link.

Dengan konsep EBF yang mengalihkan penyerapan energi kepada elemen


link, diharapkan elemen-elemen lain di luar link masih dalam kondisi elastik sehingga
struktur masih dapat bertahan agar proses evakuasi pada kejadian gempa dapat
terlaksana. Sistem rangka berpengaku eksentrik memiliki beberapa tipe berdasarkan
konfigurasi dari pengaku (bracing) yaitu 1 (Split K-Braced 2) (V-Braced dan 3) D-
Braced seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Keunikan dari sistem rangka berpengaku eksentrik ini terdapat pada elemen
link. Karena elemen link lah yang mempunyai peranan dalam menentukan kinerja
struktur rangka berpengaku eksentrik atau EBF. Elemen link umumnya terbagi dua
yaitu: link geser dan link lentur namun menurut AISC 2005 link dapat terbagi
menjadi empat: 1) Link geser 2) Link dominan geser 3) Link lentur 4) Link dominan
pengaruh momen.
e e
(1) (3) (1) (1) (3)
(4) (4)
(4) (4)
(2) (2) (2)

(1) (3) (1) (1) (3)


(4) (4)
(4) (4) (2)
(2) (2)

(1) (3) (1) (1) (3)


(4) (4)
(4) (2) (2) (4) (2)

(a) (c)

e e
(3) (1) (3)
(4) (4)
(2) (2)

(3) (1) (3) (1) = Balok (Beam)


(2) = Pengaku (Bracing)
(4) (4) (3) = Elemen Link (Link element)
(2) (2)
(4) = Kolom

(3) (1) (3)

(4) (2) (2) (4)

(b)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4 Konfigurasi bracing pada sistem EBF
Akibat pembeban lateral (beban gempa) yang bekerja pada EBF element link
mengalami deformasi yang membentuk sudut inelastik. Untuk setiap tipe EBF bentuk
dari deformasi strukturnya berbeda-beda.Seperti yang tercantum pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Sudut rotasi link (AISC, 2005)

Dari Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa besarnya sudut rotasi (γ p ) Tipe K dan
tipe D sama sehingga dapat diperhitungkan dengan rumus berikut:

Universitas Sumatera Utara


𝛄𝛄𝛒𝛒 = 𝐋𝐋𝛉𝛉𝛉𝛉 (2.1)
𝐞𝐞

Untuk tipe V-Braced besarnya sudut rotasi (γ p ) dapat dihitung sebagai berikut:

𝑳𝑳
γ p = 𝜽𝜽𝒑𝒑 (2.2)
𝟐𝟐𝟐𝟐

dan besarnya sudut plastis (𝜃𝜃𝑝𝑝 ) dapat dihitung sebagai berikut:

𝜟𝜟𝒑𝒑
𝜽𝜽𝒑𝒑 = (2.3)
𝒉𝒉

Di mana:

L = Lebar bentang (bay width)

e = Panjang Link (Link Length)

h = Tinggi lantai (story height)

𝛥𝛥𝑝𝑝 = Pergeseran plastis lantai (plastic story drift).

2.4 Elemen Link


Elemen link ialah bagian dari balok pada sistem EBF yang direncanakan
untuk mendisipasi energi ketika terjadi gempa kuat.Ukuran dari panjang link dapat
mempengaruhi kekakuan lateral. Untuk ukuran link yang pendek akan menimbulkan
efek kekakuan lateral yang besar. Dan semakin panjang ukuran link maka akan
semakin kecil kekakuan yang dihasilkan dan perilakunya akan lebih fleksibel
menyerupai sistem rangka penahan momen atau MRF.
Secara umum elemen link pada sistem EBF terbagi menjadi menjadi tiga jenis
yaitu link geser, link lentur dan link kombinasi geser dan lentur. Untuk link
kombinansi juga dapat terbagi dua yaitu link yang dominan akibat gaya geser dan
dominan gaya lentur.

Universitas Sumatera Utara


Link geser atau link pendek adalah elemen link yang kelelehannya terjadi
akibat gaya geser yang bekerja. Ciri-ciri keruntuhannya terjadi kerusakan pada daerah
badan terlebih dahulu. Link lentur atau link panjang adalah elemen link yang
kelelehannya terjadi akibat momen atau gaya lentur. Ciri-ciri keruntuhannya terjadi
kerusakan pada daerah sayap.
Link pendek umumnya memiliki kinerja yang baik dibandingkan dengan link
panjang. Namun rotasi inelastik yang disyaratkan cukup besar sehingga ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada elemen non struktural.Berbeda dengan link
panjang yang memiliki sudut rotasi yang kecil sehingga elemen struktural masih
dalam kondisi aman.Dari segi arsitektural link panjang memiliki keunggulan
dibandingkan dengan link pendek karena bracing pada rangka tidak terlalu panjang.

2.4.1 Beberapa Penelitian Tentang Link


Penelitian tentang link berawal dari penelitian tentang struktur rangka
berpengaku eksentrik atau yang dikenal dengan Eccentrically Braced Frame (EBF).
Pada tahun 1970-an oleh Popov dan Roeder melakukan penelitian dengan skala 1:3
dengan objek penelitian gedung 20 lantai. Penelitian tentang EBF mulai
dikembangkan dengan penelitian oleh Engelhardt dan popov pada tahun 1989a,
1989b, 1992; Kasai dan Popov Pada tahun 1986a, 1986b, 1986c; Ricles dan Popov
pada tahun 1987, Whittaker, Uang, dan Bertero pada tahun 1987.

Berdasarkan riset-riset yang ada (Kasai dan Popov 1986; Ricles dan popov
1987; Gobarah dan Ramadhan 1994) dievaluasi bahwa model link yang
dikembangkan oleh Ricles dan Popov 1977 tidak dapat digunakan untuk semua
aplikasi.
Di dalam pengembangan model link geser Ricles dan Popov (1987b)
menggunakan asumsi sebagai berikut (Gobarah dan Ramdhan, 1995). Mengabaikan
efek dari gaya aksial terhadap perilaku link geser, dengan dasar bahwa desain EBF

Universitas Sumatera Utara


didesain dengan baik. Sehingga gaya aksial yang besar dapat diminimalisir. Link
adalah elemen planar dengan tanpa ada derajat kebebasan. Berdasarkan eksperimen
yang dilakukan oleh Kasai dan Popov (1986), pada saat link mengalami kelelehan
dan strain hardening berlangsung maka pada saat itu tidak ada interaksi antara
momen dan gaya geser. Dengan mengadopsi asumsi-asumsi ini didapatkan model
yang akurat dalam mempresentasekan perilaku link geser.
Yurisman, dkk (2011) mempaparkan dalam penelitiannya mengenai link
panjang dengan pengaku diagonal, dalam rangka meninggkatkan kinerja link. Di
dalam penelitian yang menggunakan bantuan program komputer. Elemen link
dimodelkan sebagai elemen Shell melalui pendekatan elemen hingga di mana tiap
elemen terdiri dari empat node dan tiap node memiliki enam derajat kebebasan. Profil
yang ditinjau adalah profil IWF dari hasil yang ditunjukkan terlihat ada peningkatan
kinerja link sekitar 16 persen.

2.4.2 Perencanaan Link


Berdasarkan penelitian Kasai dan Popov, 1986 yang telah tertuang di dalam
AISC 2005, persamaan dalam menentukan panjang elemen link dan syarat rotasi
inelastik dapat diambil sebagai berikut:
a. Link Pendek /link geser murni. e ≤ 1,6Mp/Vp, γ p = 0,08 radian
Kelelehan pada link jenis ini diakibatkan oleh geser, sehingga terjadi
kerusakan (fracture) pada badan.
b. Link Panjang/Link lentur murni, e ≥ 2,6Mp/Vp, γ p = 0,02 radian
Kelelehan pada link jenis ini diakibatkan oleh momen lentur, sehingga
terjaditekukdan torsi lateral pada sayap.
c. Link kombinasi geser dan lentur, 1,6Mp/Vp < e < 2,6Mp/Vp
Sudut rotasi inelastik (γ p ) diperoleh dengan melakukan interpolasi antara
0,08 dan 0,02 radian seperti terlihat pada Gambar 2.6. Kelelehannya
terjadi tergantung dari beban yang mendominasi.

Universitas Sumatera Utara


Di mana:

Mp = Zx . Fy (2.4)
V p = 0,6 . Fy .A w (2.5)
A w = (d b – 2.t f ) t w (2.6)

Keterangan:
M p = Momen plastis yang berkerja yang menyebabkan plastifikasi
Z x = Modulus penampang plastis
F y = Tegangan leleh baja
V p = Gaya geser yang berkerja yang menyebabkan plastifikasi
A w = Luas penampang badan (web)
d b = Kedalaman profil balok (beam)
tf = Ketebalan sayap (flange)
t w = Ketebalan badan (web)

γp (rad)
γp = 0,176- 0,06.Vp.e/Mp
0,08

0,02

0
e =1,6Mp/Vp e =2,6Mp/Vp Link Length, e

Gambar 2.6 Hubungan panjang link dengan sudut rotasi inelastik

Karena link berperilaku sebagai balok pendek yang pada kedua sisinya
berkerja gaya geser dengan arah yang belawanan, maka pada kedua ujungnya akan

Universitas Sumatera Utara


bekerja gaya momen dengan arah yang sama (Yurisman, dkk. 2010) yang dapat
dilihat pada Gambar 2.7.

M M

V V

Gambar 2.7 Gaya-gaya pada elemen link (Yurisman, dkk, 2010).

Dari Gambar 2.7 dapat terlihat kedua gaya tersebut yang mempengaruhi
proses kelelehan (plastifikasi) pada elemen link. Seperti yang telah diurai diawal
perilaku link akan sangat dipengaruhi oleh gaya yang bekerja. Yurisman dkk 2010
membagi link menjadi empat jenis antara lain dapat dilihat dalam Tabel 2.1. berikut:

Tabel 2.1 Kategori link berdasarkan strength ratio (Yurisman, dkk 2010)

Jenis link Panjang link

Link geser murni e < 1,6Mp/Vp

Link dominan geser 1,6Mp/Vp < e <


2,6Mp/Vp

Link dominan lentur 2,6Mp/Vp < e <


5,0Mp/Vp,

Lentur Murni e > 5Mp/Vp

Universitas Sumatera Utara


Ketentuan-ketentuan perencanaan elemen link berdasarkan AISC, 2005
adalah sebagai berikut:
a. Perbandingan antara lebar dan ketebalan profil harus mengacu pada table
I-8-1 AISC. Seismic Provision 2005 tentang pembatasan rasio lebar dan
tebal untuk elemen tertekan.
b. Berdasarkan riset yang dilakukan tentang localbuckling pada link oleh
Okazaki, Arce, Ryu, dan Engelhardt, 2004 dan Richard, Uang, Okazaki,
Engelhardt, 2004. Rasio lebar dan tebal sayap pada link untuk panjang 1,6
M p /V p atau kurang dapat diperlonggar dari 0.30�𝐸𝐸/𝐹𝐹𝑦𝑦 menjadi

0.38�𝐸𝐸/𝐹𝐹𝑦𝑦 . Batasan baru ini sesuai dengan table B4.1 di dalam peraturan
AISC Seismic Provision 2005.
c. Kuat geser nominal (Vn) dari elemen link harus lebih kecil dari kuat geser
plastis (Vp) sebagai berikut:
• Untuk e ≤ 2,6Mp/Vp maka nilai untuk Vn = Vp
• Untuk e >2,6Mp/Vp maka nilai untuk Vn = 2Mp/e
Di mana nilai Mp dan nilai Vp diperoleh dari persamaan 2.4 dan 2.5.

d. Sesuai ketentuan LRFD, maka kekuatan geser nominal (Vn) harus lebih
besar dari atau sama kuatnya dengan kuat geser Ultimit (Vu) di mana kuat
geser nominal harus dikalikan dengan suatu faktor reduksi (ø v ):
Sehingga kita dapatkan formulasi:
Vu ≤ ø v .Vn (2.7)

Di mana:
Vu = Kuat geser ultimit
ø v =Faktor reduksi (LRFD)
Vn = Kuat gesr nominal

Universitas Sumatera Utara


e. Efek dari gaya axial pada link diabaikan apabila gaya axial yang diijinkan
tidak lebih besar 15 persen dari kekuatan leleh nominal pada link atau
dapat dibentuk persamaan berikut:
Pu ≤ 0.15 . Py (2.8)
Py = Fy.Ag (2.9)
Dimana:
Pu = Gaya aksial yang dijinkan
Py = Gaya aksial nominal
Fy = Kuat leleh baja
Ag = Luas penampang

2.5 Pengaku Link (Link Sttiffner)


Pengaku pada elemen link dapat digunakan untuk meningkatkan daktalitas
elemen link, dengan memasangkan pengaku pada badan maka akan memperlambat
kejadian tekuk dan geser pada badan. Kejadian yang sering terjadi pada link pendek
ialah terjadinya sobekan pada badan setelah terjadi tekuk (Kasai dan Popov 1986a).
Berdasarkan penelitian itu maka Kasai dan Popov 1986 mengembangkan formulasi
jarak pengaku sebagai berikut:

a = 29t w – d/5 untuk γ p = ± 0,09 rad. (2.10)

a = 38t w – d/5 untuk γ p = ± 0,06 rad. (2.11)

a = 56t w – d/5 untuk γ p = ± 0,03 rad. (2.12)

Di mana:
a = Jarak antara pengaku (stiffner)
tw = Tebal badan
γp = Sudut rotasi inelastik
Untuk memperjelas penjelasan di atas dapat dilihat contoh link stiffner pada EBF tipe
Spit K-Braced Gambar 2.8,

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.8 Contoh detail pengaku link (link stiffner) (AISC.2005)

Percobaan yang telah dilakukan Engelhardt dan Popov mendapatkan


pemasangan pengaku pada link kombinasi (antara link pendek dan link panjang) tidak
sepenuhnya dapat memperlambat tekuk pada sayap, namun demikian tekuk pada
sayap tidak seserius tekuk pada badan. Meskipun kekuatan link akan menurun dengan
meningkatnya sudut rotasi inelastik.

Untuk link yang berperilaku sebagai link panjang (lentur), pengaku badan
bagian tengah berfungsi untuk membatasi penurunan kekuatan yang disebabkan
tekuk lokal pelat sayap dan tekuk lateral buckling (Yurisman, 2011). Pada penelitan
terdahulu, Hjelmstad dan Popov (1983) melakukan percobaan dengan link panjang
dan menemukan bahwa adanya kebutuhan pengaku di luar link yaitu pada hubungan
link dan bracing. Kebutuhan pengakuan ini didasari beberapa faktor termasuk
panjang link, rasio perbandingan tebal dan lebar sayap, dan juga termasuk sudut
antara bracing dan balok. Engelhardt dan Popov (1992) menyarankan solusi
konservatif dengan memasangkan pengaku dengan kedalaman sebagian di seberang
dari ujung link pada jarak 1,5 b f.

AISC 2005 Seismic Provisions for Structural Steel Building menetapkan


ketentuan pengaku lateral elemen link sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel
2.2. Pada tabel tersebut mengklasifikasikan link pada empat jenis berdasarkan gaya-

Universitas Sumatera Utara


gaya yang berkerja pada elemen link tersebut, tabel ini membagi link kombinasi
menjadi dua yaitu dominan geser dan dominan lentur, tergantung dari gaya dominan
yang bekerja jika pada link kombinasi dominan lentur yang berkerja maka link
disebut link kombinasi dominan lentur jika sebaliknya gaya geser yang mendominasi
pada elemen link maka link disebut link kombinasi dominan geser. Tentunya pola
atau kontur tegangan akan berbeda antara link kombinasi dominan geser dengan link
kombinasi dominan lentur. Jika pada link dominan lentur tegangan akan lebih banyak
pada pada bagian sayap dan untuk dominan geser, tegangan akan lebih besar pada
bagian badan. Hal ini tentunya akan menimbulkan sudut rotasi yang berbeda antara
satu jenis elemen link dengan jenis lainnya sebagaimana pada tabel.

Tabel 2.2. Klasifikasi jarak pengaku badan antara/intermediate stiffener ( Yurisman, 2011)

No Panjang Link Jenis Link Sudut Jarak Pengaku


Rotasi Maksimum

0.08 30.t w –d/5


𝑀𝑀𝑀𝑀
1 e ≤ 1,6 Geser murni
𝑉𝑉𝑉𝑉
< 0.02 52.t w –d/5

𝑀𝑀𝑀𝑀
1,6 <e≤ Dominan Harus memenuhi
𝑉𝑉𝑉𝑉
2
𝑀𝑀𝑀𝑀 No1 dan No2
2,6 Geser
𝑉𝑉𝑉𝑉

Dominan 1,5 b f dariujung


3 0.02
𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑀𝑀𝑀𝑀 link
2,6 <e≤5 lentur
𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑉𝑉𝑉𝑉

Tidak
4 e > 5Mp/Vp Lentur Murni membutuhkan
pengaku antara

Universitas Sumatera Utara


2.6 Las
Dalam konstruksi baja tentunya akan dijumpai sambungan, apakah untuk
menambah bentang ataupun menambah elemen-elemen pada struktur baja tersebut.
Sambungan terdiri komponen sambungan dan alat pengencang, komponen
sambungan sendiri terdiri dari pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung dan pelat
penyambung.Sedangkan untuk alat pengencang dapat dibagi menjadi dua yaitu
menggunakan baut atau las. Pemilihan pengencangan didasarkan keperluan struktur
yang diharapkan, jika pengencangan diharapkan menimbulkan friksi maka dapat
digunakan baut namun jika sambungan tidak boleh menimbulkan friksi dan slip maka
digunakan sambungan las. Jenis las berdasarkan SNI terbagi menjadi 4 jenis yaitu, las
tumpul, las susun, las sudut dan las tersusun.

Jenis las yang akan digunakan pada penelitian ini adalah las sudut, di mana
kegunaan las sudut adalah untuk menyambungkan link dengan stiffner agar menjadi
satu kesatuan. Gambar 2.9 menunjukkan jenis-jenis las sudut berdasarkan teknik
pengelasannya, las sudut konkaf cenderung cekung kearah dalam daerah yang dilas,
sedangkan las sudut konveks cenderung cembung kearah luar yang dilas sehingga ada
tebal perkuatan, dan untuk las sudut sela akar terdapat sela atau rongga pada
komponen yang akan dilas.

Gambar 2.9 Las sudut (Sumber :SNI 03 - 1729 - 2002 )

Universitas Sumatera Utara


2.6.1 Ukuran Las
Dalam pengelasan perlu direncanakan tebal las tersebut karena akan
mempengaruhi sifat dan karakteristik. Peraturan SNI 03 - 1729 – 2002 menetapkan
tebal minimum las berdasarkan Tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Tebal minimum las sudut(Sumber :SNI 03 - 1729 - 2002)

Tebal Bagian yang paling tebal t[mm] Tebal Minimum Las Sudut tw [mm]

t≤7 3
7 <t ≤ 10 4
10 ≤ t 15 5
15 ≤ t 6

Dan untuk tebal maksimum las sudut sepanjang tepi, apabila komponen lebih
kecil dari 6,4 mm maka tebal las maksimum diambil setebal komponen, namun
apabila tebal komponen sama dengan atau lebih dari 6,4 mm maka diambil tebal las
1,6 mm kurang dari tebal komponen kecuali didesain untuk tujuan tertentu.
Panjang efektif las berdasarkan SNI 03 - 1729 – 2002 adalah seluruh panjang
las sudut berukuran penuh dan tidak harus 4 kali ukuran las, jika kurang maka ukuran
las untuk perencanaan harus dianggap 0,25 kali panjang efektif. Luas efektif dari las
sudut adalah perkalian panjang efektif dan tebal rencana. Luas efektif ini yang
menahan gaya pada sambungan dari keruntuhan.

2.6.2 Kuat Las Sudut


Dalam struktur baja perencanaan kekuatan suatu sambungan sangat penting
untuk diperhatikan, hal ini dilakukan agar struktur baja yang direncanakan tidak
terjadi kegagalan pada sambungan. Untuk las sudut kekuatan las harus dapat
memenuhi persyaratan berikut:
𝑅𝑅𝑢𝑢 ≤ø𝑅𝑅𝑛𝑛𝑛𝑛 (2.13)

Universitas Sumatera Utara


Dengan
Ø f𝑅𝑅𝑛𝑛𝑛𝑛 = 0,75t t (0,6 f uw ) (las) (2.14)
Ø f𝑅𝑅𝑛𝑛𝑛𝑛 = 0,75t t (0,6 f u ) (bahan dasar) (2.15)

Dengan Ø f = 0,75faktor reduksi kekuatan saat fraktur


Di mana:
𝑅𝑅𝑢𝑢 = Beban terfaktor persatuan panjang
𝑅𝑅𝑛𝑛𝑛𝑛 = Tahanan nominal las persatuan panjang
f uw = Tegangan tarik putus logam las, MPa
fu = Tegangan tarik putus bahan dasar, Mpa

2.7 Metode Elemen Hingga


Metode elemen hingga digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan numerik.Ide berfikir dari Metode elemen
hingga/Finite element method (FEM) ialah seperti membangun suatu objek yang
besar dengan menggunakan elemen-elemen kecil dan sederhana.Metode elemen
merupakan metode yang sangat aplikatif untuk berbagai kebutuhan, baik untuk
perhitungan eksperimen, untuk perhitungan simulasi dan lain sebagainya.Keunggulan
dari metode elemen hingga ialah dapat dibantu dengan komputer dalam
penyelesaiannya karena metode elemen hingga (FEM) sangat aplikatif dengan bahasa
komputer.

2.7.1 Analisis Nonlinear

Untuk material yang masih dalam kondisi elastik maka persamaan


penyelesaiannya dapat menggunakan persamaan linear sederhana. Namun apabila
material sudah keluar dari kondisi elastik atau material sudah masuk tahapan plastis
maka persamaan penyelesaian yang digunakan bukan lagi persamaan linear

Universitas Sumatera Utara


sederhana melainkan persamaan nonlinear. Di dalam teori mekanika benda pejal
(solid mechanics) disebutkan bahwa persamaan nonlinear berdasarkan tiga persamaan
differensial berikut:

• Kondisi setimbang
𝜕𝜕𝜎𝜎 𝑖𝑖𝑖𝑖
+𝑏𝑏𝑖𝑖 = 0 (2.16)
𝜕𝜕𝑥𝑥 𝑗𝑗

Di mana 𝜎𝜎𝑖𝑖𝑖𝑖 adalah komponen tegangan tensor, 𝑏𝑏𝑖𝑖 adalah gaya badan dan
𝑥𝑥𝑗𝑗 adalah koordinat ruang.

• Hubungan konstutif ditunjukkan dengan hubungan tegangan-regangan.


𝜎𝜎𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝜀𝜀𝑘𝑘𝑘𝑘 (2.17)
Di mana 𝜀𝜀𝑘𝑘𝑘𝑘 adalah komponen regangan tensor dan 𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 adalah konstanta
elastik.

• Syarat kompabilitas dinyatakan dalam hubungan regangan-perpindahan.


𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑗𝑗
𝜀𝜀𝑖𝑖𝑖𝑖 = ½ �𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑖𝑖 + � (2.18)
𝑗𝑗 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑖𝑖

Di mana 𝑢𝑢𝑖𝑖 adalah perpindahan.

Untuk semua sistem persamaan diffrensial di atas harus dipenuhi untuk semua
elemen diseluruh daerah kontinum.Untuk melengkapi variabel daerah atau yang
disebut perpindahan dapat ditentukan dengan menyelesaikan system persamaan
tersebut dengan menerapkan syarat batas/boundary condition.Untuk material
nonlinear di manifestasi kedalamam hubungan konstitutif dan untuk geometri
nonlinear dinyatakan ke dalam hubungan regangan-perpindahan namun juga akan
mempengaruhi keseimbangan persamaan dengan adanya perubahan beban.

Universitas Sumatera Utara


Untuk melakukan analisa nonlinear pada program MSC/Nastran ada beberapa
hal yang harus diketahui. Dalam menganalisa secara nonlinear pengaturan jumlah
increment akan mempengaruhi hasil analisa, jumlah increment yang terlalu kecil akan
mengahasilkan output yang sedikit namun jika jumlah increment terlalu besar maka
waktu yang dibutuhkan akan lama dan tidak efisien, untuk itu penentuan jumlah
increment perlu disesuaikan dengan kebutuhan analisa. Selanjutnya yang perlu
diperhatikan jumlah iterasi, sama halnya dengan increment jumlah dari iterasi perlu
diperhatikan untuk mendapatkan efesensi. Dan untuk solusi penyelesaiannya
MSC/Nastran memberikan beberapa alternatif yaitu: Arc-Length Method, Full
Newton Raphson, Modified Newton Method.

2.8 Tegangan-tegangan Utama


Pada suatu bidang ruang yang terdapat suatu tegangan resultan T n di mana
garis tegangan tersebut berimpitan dengan normal bidang sehingga tegangan geser,
σ ns tidak ada atau sama dengan nol. Arah yang dibentuk oleh T n adalah arah utama
sehingga bidang yang dibentuk juga merupakan bidang utama (principal plane).
Tegangan normal yang bekerja pada bidang utama disebut dengan tegangan utama
(principal stress), tegangan utama terdiri dari tiga bidang utama yang saling tegak
lurus yaitu σ nx, σ ny, σ nz, seperti dilihat pada Gambar 2.10.

σnz

n� Tn=σnn

P
y
σnx

σny
x

Gambar 2.10 Tn berimpit σnn (Teori Elastisitas, Amrinsyah Nasution)

Universitas Sumatera Utara


Hubungan antara tegangan bidang dengan normal dapat dituliskan sebagai berikut:
σ nx, = σ xx. n1, + σ yx n 2 + σ zx n 3 (2.19a)
σ ny = σ xy. n1, + σ yy n 2 + σ zy n3 (2.19b)
σ nz = σ xz. n 1, + σ yz n2 + σ zz n 3 (2.19c)
Di mana:
n1 = cos (n,x) (2.20a)
n2 = cos (n,y) (2.20b)
n3 = cos (n,z) (2.20c)

atau persamaan di atas dapat dituliskan dalam notasi tensor sebagai berikut:

σ ni = σ ji. n j , i =1,2,3 (2.21)

dengan memproyeksikan σ nn terhadapsetiapσ nx, σ ny, σ nz maka diperoleh persamaan,


σ nn. cos (n,x)= σ xx. (n,x)+ σ yx (n,y)+ σ zx cos (n,z) (2.22a)
σ nn .cos (n,y)= σ xy. (n,x)+ σ yy (n,y)+ σ zy cos (n,z) (2.22b)
σ nn. cos (n,z)= σ xz. (n,x)+ σ yz(n,y)+ σ zz cos (n,z) (2.22c)

secara matriks persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:


(σxx − σnn ) σyx σzx cos (n, x) 0
� σxy (σyy − σnn ) σzy � �cos (n, y)� =�0� R (2.23)
σxz σyz (σzz − σnn ) cos (n, z) 0

Persamaan di atas merupakan persamaan linear homogen dan solusi trivialcos (n,x) =
cos (n,y) = cos (n,z) = 0 adalah tidak mungkin mengingat aturan kosinus cos2 (n,x) +
cos2 (n,y) +cos2 (n,z) = 1. Maka solusi yang memungkinkan adalah:
(σxx − σnn ) σyx σzx
� σxy (σyy − σnn ) σzy �=0
σxz σyz (σzz − σnn )

Universitas Sumatera Utara


Sehingga dari persamaan di atas dengan melakukan determinasi maka di dapat:

σ3 nn - (σxx + σyy + σzz ) σ2 nn + (σxx . σyy + σyy . σzz + σzz . σxx − σ2 xy −


σ2 yz − σ2 zx ) σnn - (σxx . σyy . σzz + σxx . σ2 yz + σyy . σ2 zx − σzz . σ2 xy +
2σxy . σyz . σzx ) = 0 (2.24)

Nilai akar-akar pangkat tiga dari persamaan (2.24) merupakan nilai dari
tegangan utama. Dengan mengisikan nilai keenam komponen tegangan kartesian ke
dalam persamaan maka akan diperoleh tiga nilai akar persamaan:
a. Bila (σnn ) 1 , (σnn ) 2 dan (σnn ) 3 merupakan bilangan real maka n� 1 , n� 2 dan
R R R R R

n� 3 merupakan bilangan unik dan saling tegak lurus.


R

b. Bila (σnn ) 1 = (σnn ) 2 ≠ (σnn ) 3 maka n� 3 unik dan setiap arah tegak lurus
R R R R

pada n� 3. dann� 3 adalah arah utama yang berhungan dengan (σnn ) 1 = (σnn ) 2.
R R R R

c. Bila (σnn ) 1 = (σnn ) 2= (σnn ) 3 makategangan merupakan tegangan


R R R

hidrostatis dan setiap arah adalah arah utama.

Hubungan tegangan invariant dengan tegangan principal dapat dituliskan sebagai


berikut:

I 1 = σxx + σyy + σzz (2.25a)

I 2 = σxx .σyy + σyy .σzz + σzz .σxx - σ2 xy -σ2 yz -σ2 zx (2.25b)

I 3 = σxx .σyy .σzz - σxx σ2 yz - σyy . σ2 zx -σzz . σ2 xy +2. σxy .σyz .σzx (2.25c)

Di mana I 1, I 2 , I 3 merupakan tegangan invariant pertama, kedua dan ketiga, dengan


menyamakan sistem koordinat ke dalam arah-arah utama maka, tegangan invariant
dapat dituliskan ke dalam persamaan berikut:

I 1 = (σnn ) 1 + (σnn ) 2 + (σnn ) 3


R R R (2.26a)

I 2 = (σnn ) 1 .(σnn ) 2+ (σnn ) 2 .(σnn ) 3 + (σnn ) 3 . (σnn ) 1


R R R R R R (2.26b)

I 3 = (σnn ) 1. (σnn ) 2. (σnn ) 3


R R R (2.26c)

Universitas Sumatera Utara


2.9 Regangan
Regangan merupakan nilai yang digunakan untuk menghitung intensitas
deformasi, sama halnya dengan tegangan, regangan juga digunakan untuk
menentukan gaya dalam. Regangan umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu
regangan normal dan regangan geser. Regangan normal dilambangkan dengan
epsilon, ε, regangan normal digunakan untuk menghitung perubahan ukuran seperti
perpanjangan pada saat terjadinya deformasi, sedangkan regangan geser
dilambangkan dengan gamma γ, regangan geser ini digunakan untuk menghitung
perubahan bentuk seperti perubahan sudut yang diakibatkan geser pada bagian badan
selama perubahan bentuk terjadi. Regangan atau deformasi dapat dihasilkan oleh
tegangan, perubahan temperatur, atau perubahan fisik yang menyebabkan penyusutan
atau pengembangan.Regangan pada umumnya tidak memiliki satuan, untuk regangan
normal regangan dinyatakan dalam mm/mm, inch/inch, micro-inch/inch (μ in/in),
sedangkan untuk regangan geser dinyatakan dalam microradian, μ di mana micro
merupakan 10-6.

Dalam eksperimen-eksperimen yang dilakukan, umumnya akan lebih mudah


melakukan pembatasan terhadap regangan dibandingkan dengan melakukan
pembatasan terhadap tegangan. Dengan mendapatkan nilai dari suatu regangan, maka
nilai suatu tegangan bias didapatkan melalui hubungan tegangan dan regangan. Alat
untuk mengukur regangan pada kegiatan eksperimen adalah strain gauge.Strain
gauge merupakan lembaran tipis yang dipasangkan benda pengujian untuk
mendapatkan nilai regangan pada titik-titik tertentu.Sesuai dengan jenis dari regangan
maka jenis dari strain gauge umumnya ada dua jenis yaitu strain gauge single dan
strain gauge rosette. Untuk strain gauge tipesingle nilai keluaran dapat diolah
langsung, namun karena hasil keluaran dinyatakan dalam μ, maka nilai tersebut
terlebih dahulu dikalikan dengan 10-6. Untuk tipe rosette, umumnya digunakan untuk
menghitung regangan geser, tipe rosette terdiri dari tiga buah lembaran strain gauge
di mana terhadap setiap strain gauge terbentuk sudut.Untuk menghitung regangan

Universitas Sumatera Utara


geser berbeda dengan tipe single yang dapat langsung dikalikan dengan10-6, namun
harus dihitung dengan turunan rumus dari Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Deformasi elemen dengan regangan

Dengan mengaplikasikan hukum kosinus ke dalam segitiga OC’B’ maka diperoleh:


П
(OB’)2 = (OC’)2 + (C’B’)2 - (OC’) (C’B’) cos ( + 𝛾𝛾𝑥𝑥𝑥𝑥 ) (2.27)
2

Atau dalam hubungan regangan:

[(1+ε n)dn]2 = [(1+ε X)d X]2 +[(1+ε y )dy]2 – 2[(1+1+ε X )d X] [(1+ε y )dy][-sin𝛾𝛾𝑥𝑥𝑥𝑥 ](2.28)

Dengan mengganti nilai dn = dn.cos θ dan dy = dn. Sin θ maka:

[(1+ε n )dn]2 = (1+ε X )2(dn)2(cos2θ)+(1+ε y )2(dn)2 (sin2θ)+2(dn)2(sinθ) (cos2θ)


(1+ε X ) (1+ε y)( sin𝛾𝛾𝑥𝑥𝑥𝑥 ) (2.29)

Karena nilai dari regangan, ε kecil maka nilai dari kuadrat regangan dapat diabaikan.

1+2.ε n = (1+2.ε x) . cos2θ + (1+2.ε y ) . sin2θ + 2𝛾𝛾𝑥𝑥𝑥𝑥 sin θ. Cos θ (2.30)

Dengan melakukan penyederhanaan pada persamaan di atas maka diperoleh:

ε n = ε n cos2θ + ε n sin2θ + 𝛾𝛾𝑥𝑥𝑥𝑥 sinθ.Cos.θ (2.31)


𝜀𝜀𝑛𝑛−𝜀𝜀𝑛𝑛𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 2𝜃𝜃 −𝜀𝜀𝑛𝑛𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 2𝜃𝜃
𝛾𝛾𝑥𝑥𝑥𝑥 = (2.32)
sin θ.Cos .θ

Universitas Sumatera Utara


2.10 Hubungan Tegangan-Regangan
Hubungan tegangan-regangan akan mudah digambarkan ketika dalam kondisi
plastis, namun ketika material dalam kondisi plastis maupun elastis-plastis hubungan
antara tegangan dan regangan akan sulit digambarkan karena sudah tidak linear lagi.
Pada Gambar 2.12 dapat dilihat kenaikan tegangan dan regangan material.

Gambar 2.12. Kenaikan tegangan dan regangan (Structural Plasticity, Chen, W.F
dkk)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa regangan dε tersusun atas dua bagian
yaitu, dεe dan dεp , dimana dεe adalah kenaikan regangan elastis sedangkan dεp
merupakan kenaikan regangan plastis. Hubungan kenaikan tersebut dapat dituliskan
secara umum sebagai berikut:

dε = dεe + dεp (2.33)

Universitas Sumatera Utara


dσ = Et . dε = E. dεe =Ep ..dεp (2.34)
𝑑𝑑𝑑𝑑
Et = (2.35)

𝑑𝑑𝑑𝑑
Ep = (2.36)
dεp

Di mana:
dσ = Kenaikan Tegangan yang bersesuaian,
E = Modulus Young,
Et = Modulus Tangensial,
Ep = Modulus Plastis.

Hubungan antara Modulus Young (E), Modulus tangensial (Et ) dan Modulus plastis
(Ep ) dapat dituliskan sebagai berikut:
1 1 1
= + (2.37)
Et E Ep

Atau
E.E E.E
Et = E+Ep , Ep = E−Et (2.38)
p t

Dalam menganalisis hubungan tegangan-regangan dalam kondisi elastik-plastis


dengan pembebanan monotonik, dapat dilakukan dengan beberapa model antara lain:
Elastic-Perfectly Plastic Model, Elastic-Linearly Hardening Model, Elastic-
Exponential Hardening Model, Ramberg-Osgood Model.

2.10.1 Elastic – Perfectly Plastic Model


Model ini mengabaikan work hardening sehingga kondisi plastis akan di
mulai pada saat tegangan mencapai tegangan leleh 𝜎𝜎𝑦𝑦0 , persamaan untuk model ini
dapat dituliskan sebagai berikut.

𝜎𝜎
𝜀𝜀 = Untuk kondisi σ <𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.39)
E

Universitas Sumatera Utara


𝜎𝜎
𝜀𝜀 = + 𝜆𝜆 Untuk kondisi σ = 𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.40)
E

Di mana nilai 𝜆𝜆 adalah bernilai positif.

2.10.2 Elastic – Linearly Hardening Model


Model ini mengasumsikan modulus tangensial bersifat konstan dan hubungan
tegangan-regangan di gambarkan dalam suatu garis lurus
𝜎𝜎
𝜀𝜀 = Untuk kondisi σ ≤ 𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.41)
E
𝜎𝜎 1
𝜀𝜀 = + (σ - 𝜎𝜎𝑦𝑦0 ) Untuk kondisi σ >𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.42)
E Et

2.10.3 Elastic – Exponential Hardening Model


Dalam model ini hubungan tegangan-regangan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
untuk kondisi elastis dan untuk kondisi elastis-plastis
σ = E.𝜀𝜀 Untuk kondisi σ ≤ 𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.43)
σ = k𝜀𝜀 𝑛𝑛 Untuk kondisi σ >𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.44)
Di mana nilai k dan n merupakan konstanta ditentukan dari curve-fitting dari hasil
eksperimen.

2.10.4 Ramberg - Osgood Model


Model ini menampilkan transisi hubungan tegangan-regangan dari kondisi
elastis ke kondisi plastis. Persamaan tegangan-regangan untuk model ini adalah
sebagai berikut:
𝜎𝜎 𝜎𝜎 𝑛𝑛
𝜀𝜀 = +a � � (2.45)
E 𝑏𝑏

Di mana a, b dan n merupakan konstanta material yang diperoleh dari pencocokan


kurva hasil eksperimen.

Universitas Sumatera Utara


2.11 Daktilitas
Daktilitas didefinisikan sebagai keamampuan suatu struktur untuk mengalami
simpangan plastis secara berulang dan bolak-balik di atas titik leleh pertama (initial
yield) dengan tetap mempertahankan sebagian besar keamampuan awalnya dalam
memikul beban.Dalam perencanaan dalam bidang konstruksi kini daktilitas menjadi
parameter yang sangat penting.Daktilitas pada awalnya hanya digunakan untuk
menggambarkan karakteristik suatu material, namun dengan berkembangnya ilmu
yang berkenaan dengan kegempaan dan plastisitas, maka daktilitas menjadi suatu hal
yang penting dalam merecanakan bangunan yang tahan gempa.
Daktilitas merupakan suatu sifat yang berlawanan dengan sifat getas (brittle),
sehingga dapat pula diartikan sebagai suatu sifat yang tidak runtuh secara tiba-tiba.Di
dalam konsep plastisitas daktilitas diartikan sebagai kemampuan suatu struktur untuk
berdeformasi setelah terjadi kelelehan awal (initial yield) akibat pembebanan gempa
(siklik) tanpa mengalami reduksi kekuatan ultimit yang signifikan (Victor Gioncu dan
Federico M Mazzolani, 2002).
Dari literatur - literatur yang berkembang daktilitas dapat diklasifikasikan
menjadi lima jenis, yaitu:

• Daktilitas material atau daktilitas deformasi,


Merupakan daktilitas yang menggambarkan karakteristik deformasi
material pada kondisi plastis untuk pembebanan yang berbeda.Daktilitas
ini merupakan rasio antara regangan ultimit dengan regangan pada kondisi
leleh pertama.

𝜀𝜀
µ m = 𝑢𝑢 (2.46)
𝜀𝜀 𝑦𝑦

Di mana:
µ = Daktilitas material
𝜀𝜀𝑢𝑢 = Regangan pada saat ultimit
𝜀𝜀𝑦𝑦 = Regangan pada saat leleh pertama

Universitas Sumatera Utara


• Daktilitas penampang atau daktilitas kurvatur
Merupakan perbandingan antara kurvatur ultimit dengan kurvatur pada
leleh pertama.

Ф
µ c = Ф𝑢𝑢 (2.47)
𝑦𝑦

Di mana:
µ c = Daktilitas kurvatur
Ф𝑢𝑢 = Kurvatur pada saat ultimit
Ф𝑦𝑦 = Kurvatur pada saat leleh pertama

• Daktilitas elemen atau daktilitas rotasi


Daktilitas rotasi atau daktilitas elemen merupan rasio perbandingan antara
rotasi pada kondisi ultimit dengan rotasi pada kondisi leleh pertama, atau
dapat ditulis sebagai berikut:

𝜃𝜃
µ r = 𝜃𝜃𝑢𝑢 (2.48)
𝑦𝑦

Di mana:
µ r = Daktilitas rotasi
𝜃𝜃𝑢𝑢 = Rotasi pada saat ultimit
𝜃𝜃𝑦𝑦 = Rotasi pada saat leleh pertama

• Daktilitas Struktur
Dalam rumusan sederhana daktilitas struktur disebutkan sebagai rasio
perbandingan antara simpangan maksimum pada saat beban mencapai

Universitas Sumatera Utara


ultimit dengan simpangan pada saat beban pada kelelehan pertama (initial
yield) atau dapat ditulis sebagai berikut:

𝛿𝛿
µ s = 𝛿𝛿𝑢𝑢 (2.49)
𝑦𝑦

Di mana:
µ s = Daktilitas struktur
𝛿𝛿𝑢𝑢 = Simpangan pada saat ultimit
𝛿𝛿𝑦𝑦 = Simpangan pada saat leleh pertama

• Daktilitas Energi
Daktilitas Energi merupakan rasio perbandingan antara dissipasi energi
maksimum pada saat beban mencapai ultimit dengan dissipasi energi
pada saat kelelehan pertama (initial yield) atau dapat ditulis sebagai
berikut:

𝐸𝐸
µ e = 𝐸𝐸𝑢𝑢 (2.50)
𝑦𝑦

Di mana:
µ e = Daktilitas energi
𝐸𝐸𝑢𝑢 = Energi pada saat ultimit
𝐸𝐸𝑦𝑦 = Energi pada saat leleh pertama

Secara skematik kelima tipe dari daktilitas yang telah diuraikan di atas secara
ringkas dapat di lihat pada Tabel 2.4.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4 Tipe daktilitas(Victor Gioncu dan Federico M Mazzolani, 2002)

Tipe Daktilitas Skema Daktilitas Defenisi

𝜀𝜀
Daktilitas Material
σ µ m = 𝜀𝜀 𝑢𝑢
𝑦𝑦
σy

εy ε ε Ф
µ c = Ф𝑢𝑢
M 𝑦𝑦
Daktilitas
Ф
Penampang

Фy Фu Ф

Daktilitas Elemen 𝜃𝜃
M µ r = 𝜃𝜃𝑢𝑢
𝑦𝑦

θy θu θ

Daktilitas Struktur 𝛿𝛿
µ s = 𝛿𝛿 𝑢𝑢
𝑦𝑦
F
δ

δ δ δ

𝐸𝐸
Daktilitas Energi µ e = 𝐸𝐸𝑢𝑢
Ep 𝑦𝑦

Ey

Universitas Sumatera Utara


2.12 Energi Histeresis
Selain daktilitas hal lain yang terpenting untuk dianalisis ialah kemampuan
struktur tersebut dalam melakukan penyerapan energi/dissipasi energi. Penyerapan
energi ini terjadi ketika suatu elemen/struktur sudah melewati kondis elastik. Pada
zona plastis, seiring dengan terjadinya plastifikasi pada elemen/struktur tersebut maka
akan terjadi proses dissipasi energi.
Pada penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kegempaan, dissipasi energi
merupakan parameter yang harus dianalisis karena dengan mengetahui besarnya
kemampuan struktur dalam mendissipasi energi. Energi ini diperlukan untuk
perpanjangan dan perpendekan plastis dari material baja dan dapat dihitung sebagai
hasil kali dari gaya plastis dan perpindahan plastis. Berbeda halnya dengan energi
lain seperti enegi kinetik atau energi regangan yang dapat kembalikan, energi
histeretik ini terdissipasi dan tidak dapat dikembalikan.
Dissipasi energi akibat pembeban gempa atau beban siklik digambarkan
kedalam kurva hysteresis loop pada Gambar 2.13. Dari luasan kurva hysteresis loop
ini lah maka kita akan dapat menentukan besar kemampuan struktur dalam hal
mendissipasi energin. Energi histeretik dapat dituliskan sebagai berikut:
E h = P y ( δ maks– δ y ) (2.51)
Di mana E h merupakan energi dissipasi, δ maks dan δ y secara berurut merupakan
perpindahan pada kondisi ultimit dan perpindahan pada saat kelelehan pertama.

Gambar 2.13 Energi histeretik (a) Siklik sebagian (b) Siklik penuh

Universitas Sumatera Utara


2.13 Redaman (Damping)
Energi yang ditimbulkan oleh gempa bumi tidak baik untuk bangunan, energi
yang ditimbulkan oleh gempa bumi adalah berbentuk getaran. Getaran inilah yang
nantinya akan merusak bangunan. Untuk mengurangi efek dari getaran maka getaran
tersebut harus diminimalkan, atau dengan kata lain energi yang dihasilkan harus
diminimalkan, fenomena disipasi energi ini disebut redaman (damping).
Redaman untuk struktur sebenarnya biasanya dinyatakan dengan equivalent
viscous damping yang disimbolkan dengan ζ eq . Gambar 2.14 dapat dilihat kurva
hubungan antara gaya dan perpindahan di bawah kondisi pembebanan siklik, pada
kegiatan eksperimen nilai dari u 0 ditentukan.

Gambar 2.14 Kurva energi histeretik pada kondisi pembebanan harmonis

Pada gambar tersebut juga dilihat besaran penyerapan energi sebesar luasan E D
maka persamaan untuk viscous damping dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝜔𝜔
4 π ζ eq E So = E D (2.52)
𝜔𝜔 0

Universitas Sumatera Utara


Atau persamaan diatas dapat di ubah menjadi:
1 1 ED
ζ eq = (2.53)
4𝜋𝜋 𝜔𝜔 ⁄𝜔𝜔𝜔𝜔 E 𝑠𝑠𝑠𝑠

dimana strain energy, E So = 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑜𝑜2 ⁄2

Namun jika meninjau pada saat respon yang dihasilkan terhadapa sistem struktur atau
pada saat ω = ω n maka besaran viscous damping menjadi:
1 ED
ζ eq = (2.54)
4𝜋𝜋 E 𝑠𝑠𝑠𝑠

2.14 Hardening Rule


Dalam memodelkan pengujian baja umumnya terdapat dua model yaitu,
isotropic hardening model dan kinematic hardening model.Pada isotropic hardening
model kurva hysteresis yang akan dihasilkan cenderung membesar dan terlalu gemuk
namun efek Bauschinger tidak dapat diperhitungkan pada model ini. Pola hysteresis
loop untuk isotropic hardening model dapat dilihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Pola hysteresis loop isotropic hardening model (Y. Zou,G. Yun dkk)

Universitas Sumatera Utara


Efek Bauschinger adalah efek yang dihasilkan oleh karakteristik material
akibat defomasi plastis sehingga menyebabkan adanya perubahan distribusi tegangan,
di mana pada saat unloading tegangan akan berada pada titik nol namun ketika
diberikan pembebanan kembali tegangan yang dihasilkan tidak kembali ketitik awal
melainkan di bawah tegangan yang sebelumnya , hal ini dapat dilihat seperti pada
Gambar 2.16.

Gambar 2.16.Pola hysteresis loop kinematic hardening model (Y. Zou,G. Yun dkk)

Bauschinger effect hanya dapat dimodelkan oleh kinematic hardening model


di mana kurva yang akan dihasilkan akan mengalami pergeseran atau translasi tanpa
adanya pembesaran kearah sumbu x. Untuk memperjelas dapat dilihat Gambar 2.16.
Kedua metode pemodelan di atas umumnya kurang mendekati dengan kurva
hysteresis hasil ekseperimental. Untuk mendapati kurva hysteresis mendekati kondisi
eksperimen maka dikembangkan metode combined hardening model, motode ini
merupakan penggabungan antara isotropic hardening model dan kinematic hardening
model di mana grafik yang dihasilkan akan menggemuk dan terjadi pergeseran.

Universitas Sumatera Utara


Sehingga akan didapati kurva hysteresis yang mendekati hasil eksperimental. Pola
hysteresis loop combined hardening model dapat dilihat pada Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Pola hysteresis loop combined hardening model

(Y. Zou, G. Yun dkk)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai