TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Baja
Material baja merupakan material yang dikenal unggul dibandingkan
beton.Baja merupakan material campuran logam (alloy) yang terbentuk oleh besi (Fe)
yang mangandung karbon dan unsur lainnya seperti mangan, kromium, vanadium dan
tungsten. Komposisi campuran tersebut akan menghasilkan mutu yang berbeda-beda.
Penggunaan karbon dalam pembuatan material baja adalah untuk meningkatkan
kekuatan (strength).Namun dengan meningkatnya kekuatan (strength) maka daktilitas
cenderung menurun.Untuk itu perlu kontribusi komponen kimia lainnya dalam
menyeimbangkan antara kekuatan dan daktilitas.
• Zona elastis, pada zona ini terlihat tegangan dan regangan bertambah
membentuk garis linear. Kemiringan linear pada zona elastik ini disebut
dengan modulus young (E) atau lebih dikenal sebagai modulus elastisitas.
Kondisi material pada zona ini adalah linear elastik artinya pembebanan
pada daerah ini menyebabkan material dapat kembali ke bentuk semula.
Akhir dari zona ini ialah ketika tercapainya kelelehan material (fy).
• Zona plastis, setelah awal kelelehan terjadi maka material akan masuk
pada zona berbentuk garis datar (flat plateau), pada zona ini hanya ada
peningkatan regangan. Kondisi material pada zona ini tidak lagi elastik
tetapi sudah plastis artinya material yang berdeformasi tidak dapat
kembali ke bentuk awal.
• Zona strain hardening, zona ini ditandai dengan meningkatnya tegangan
dan regangan namun hubungan yang terjadi tidak lagi linear tetapi sudah
non linear.
• Zona necking, zona ini tercapai saat tegangan mencapai kelelehan ultimit
(fu) yang secara berlahan-lahan turun hingga material mencapai titik
keruntuhan (failure).
Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa material baja memiliki
keunggulan dalam memikul beban siklik (beban gempa). Hal ini dapat kita lihat
dengan panjangnya zona strain hardening dan zona necking.Panjangnya zona
tersebut menyimpulkan bahwa material baja mempunyai perilaku yang daktail,
sehingga dapat melakukan redistribusi tegangan yang terjadi di saat terjadinya
plastifikasi.
Gambar 2.2 Tiga tipe rangka baja penahan gempa (Yurisman. 2010)
Keunikan dari sistem rangka berpengaku eksentrik ini terdapat pada elemen
link. Karena elemen link lah yang mempunyai peranan dalam menentukan kinerja
struktur rangka berpengaku eksentrik atau EBF. Elemen link umumnya terbagi dua
yaitu: link geser dan link lentur namun menurut AISC 2005 link dapat terbagi
menjadi empat: 1) Link geser 2) Link dominan geser 3) Link lentur 4) Link dominan
pengaruh momen.
e e
(1) (3) (1) (1) (3)
(4) (4)
(4) (4)
(2) (2) (2)
(a) (c)
e e
(3) (1) (3)
(4) (4)
(2) (2)
(b)
Dari Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa besarnya sudut rotasi (γ p ) Tipe K dan
tipe D sama sehingga dapat diperhitungkan dengan rumus berikut:
Untuk tipe V-Braced besarnya sudut rotasi (γ p ) dapat dihitung sebagai berikut:
𝑳𝑳
γ p = 𝜽𝜽𝒑𝒑 (2.2)
𝟐𝟐𝟐𝟐
𝜟𝜟𝒑𝒑
𝜽𝜽𝒑𝒑 = (2.3)
𝒉𝒉
Di mana:
Berdasarkan riset-riset yang ada (Kasai dan Popov 1986; Ricles dan popov
1987; Gobarah dan Ramadhan 1994) dievaluasi bahwa model link yang
dikembangkan oleh Ricles dan Popov 1977 tidak dapat digunakan untuk semua
aplikasi.
Di dalam pengembangan model link geser Ricles dan Popov (1987b)
menggunakan asumsi sebagai berikut (Gobarah dan Ramdhan, 1995). Mengabaikan
efek dari gaya aksial terhadap perilaku link geser, dengan dasar bahwa desain EBF
Mp = Zx . Fy (2.4)
V p = 0,6 . Fy .A w (2.5)
A w = (d b – 2.t f ) t w (2.6)
Keterangan:
M p = Momen plastis yang berkerja yang menyebabkan plastifikasi
Z x = Modulus penampang plastis
F y = Tegangan leleh baja
V p = Gaya geser yang berkerja yang menyebabkan plastifikasi
A w = Luas penampang badan (web)
d b = Kedalaman profil balok (beam)
tf = Ketebalan sayap (flange)
t w = Ketebalan badan (web)
γp (rad)
γp = 0,176- 0,06.Vp.e/Mp
0,08
0,02
0
e =1,6Mp/Vp e =2,6Mp/Vp Link Length, e
Karena link berperilaku sebagai balok pendek yang pada kedua sisinya
berkerja gaya geser dengan arah yang belawanan, maka pada kedua ujungnya akan
M M
V V
Dari Gambar 2.7 dapat terlihat kedua gaya tersebut yang mempengaruhi
proses kelelehan (plastifikasi) pada elemen link. Seperti yang telah diurai diawal
perilaku link akan sangat dipengaruhi oleh gaya yang bekerja. Yurisman dkk 2010
membagi link menjadi empat jenis antara lain dapat dilihat dalam Tabel 2.1. berikut:
Tabel 2.1 Kategori link berdasarkan strength ratio (Yurisman, dkk 2010)
0.38�𝐸𝐸/𝐹𝐹𝑦𝑦 . Batasan baru ini sesuai dengan table B4.1 di dalam peraturan
AISC Seismic Provision 2005.
c. Kuat geser nominal (Vn) dari elemen link harus lebih kecil dari kuat geser
plastis (Vp) sebagai berikut:
• Untuk e ≤ 2,6Mp/Vp maka nilai untuk Vn = Vp
• Untuk e >2,6Mp/Vp maka nilai untuk Vn = 2Mp/e
Di mana nilai Mp dan nilai Vp diperoleh dari persamaan 2.4 dan 2.5.
d. Sesuai ketentuan LRFD, maka kekuatan geser nominal (Vn) harus lebih
besar dari atau sama kuatnya dengan kuat geser Ultimit (Vu) di mana kuat
geser nominal harus dikalikan dengan suatu faktor reduksi (ø v ):
Sehingga kita dapatkan formulasi:
Vu ≤ ø v .Vn (2.7)
Di mana:
Vu = Kuat geser ultimit
ø v =Faktor reduksi (LRFD)
Vn = Kuat gesr nominal
Di mana:
a = Jarak antara pengaku (stiffner)
tw = Tebal badan
γp = Sudut rotasi inelastik
Untuk memperjelas penjelasan di atas dapat dilihat contoh link stiffner pada EBF tipe
Spit K-Braced Gambar 2.8,
Untuk link yang berperilaku sebagai link panjang (lentur), pengaku badan
bagian tengah berfungsi untuk membatasi penurunan kekuatan yang disebabkan
tekuk lokal pelat sayap dan tekuk lateral buckling (Yurisman, 2011). Pada penelitan
terdahulu, Hjelmstad dan Popov (1983) melakukan percobaan dengan link panjang
dan menemukan bahwa adanya kebutuhan pengaku di luar link yaitu pada hubungan
link dan bracing. Kebutuhan pengakuan ini didasari beberapa faktor termasuk
panjang link, rasio perbandingan tebal dan lebar sayap, dan juga termasuk sudut
antara bracing dan balok. Engelhardt dan Popov (1992) menyarankan solusi
konservatif dengan memasangkan pengaku dengan kedalaman sebagian di seberang
dari ujung link pada jarak 1,5 b f.
Tabel 2.2. Klasifikasi jarak pengaku badan antara/intermediate stiffener ( Yurisman, 2011)
𝑀𝑀𝑀𝑀
1,6 <e≤ Dominan Harus memenuhi
𝑉𝑉𝑉𝑉
2
𝑀𝑀𝑀𝑀 No1 dan No2
2,6 Geser
𝑉𝑉𝑉𝑉
Tidak
4 e > 5Mp/Vp Lentur Murni membutuhkan
pengaku antara
Jenis las yang akan digunakan pada penelitian ini adalah las sudut, di mana
kegunaan las sudut adalah untuk menyambungkan link dengan stiffner agar menjadi
satu kesatuan. Gambar 2.9 menunjukkan jenis-jenis las sudut berdasarkan teknik
pengelasannya, las sudut konkaf cenderung cekung kearah dalam daerah yang dilas,
sedangkan las sudut konveks cenderung cembung kearah luar yang dilas sehingga ada
tebal perkuatan, dan untuk las sudut sela akar terdapat sela atau rongga pada
komponen yang akan dilas.
Tebal Bagian yang paling tebal t[mm] Tebal Minimum Las Sudut tw [mm]
t≤7 3
7 <t ≤ 10 4
10 ≤ t 15 5
15 ≤ t 6
Dan untuk tebal maksimum las sudut sepanjang tepi, apabila komponen lebih
kecil dari 6,4 mm maka tebal las maksimum diambil setebal komponen, namun
apabila tebal komponen sama dengan atau lebih dari 6,4 mm maka diambil tebal las
1,6 mm kurang dari tebal komponen kecuali didesain untuk tujuan tertentu.
Panjang efektif las berdasarkan SNI 03 - 1729 – 2002 adalah seluruh panjang
las sudut berukuran penuh dan tidak harus 4 kali ukuran las, jika kurang maka ukuran
las untuk perencanaan harus dianggap 0,25 kali panjang efektif. Luas efektif dari las
sudut adalah perkalian panjang efektif dan tebal rencana. Luas efektif ini yang
menahan gaya pada sambungan dari keruntuhan.
• Kondisi setimbang
𝜕𝜕𝜎𝜎 𝑖𝑖𝑖𝑖
+𝑏𝑏𝑖𝑖 = 0 (2.16)
𝜕𝜕𝑥𝑥 𝑗𝑗
Di mana 𝜎𝜎𝑖𝑖𝑖𝑖 adalah komponen tegangan tensor, 𝑏𝑏𝑖𝑖 adalah gaya badan dan
𝑥𝑥𝑗𝑗 adalah koordinat ruang.
Untuk semua sistem persamaan diffrensial di atas harus dipenuhi untuk semua
elemen diseluruh daerah kontinum.Untuk melengkapi variabel daerah atau yang
disebut perpindahan dapat ditentukan dengan menyelesaikan system persamaan
tersebut dengan menerapkan syarat batas/boundary condition.Untuk material
nonlinear di manifestasi kedalamam hubungan konstitutif dan untuk geometri
nonlinear dinyatakan ke dalam hubungan regangan-perpindahan namun juga akan
mempengaruhi keseimbangan persamaan dengan adanya perubahan beban.
σnz
n� Tn=σnn
P
y
σnx
σny
x
atau persamaan di atas dapat dituliskan dalam notasi tensor sebagai berikut:
Persamaan di atas merupakan persamaan linear homogen dan solusi trivialcos (n,x) =
cos (n,y) = cos (n,z) = 0 adalah tidak mungkin mengingat aturan kosinus cos2 (n,x) +
cos2 (n,y) +cos2 (n,z) = 1. Maka solusi yang memungkinkan adalah:
(σxx − σnn ) σyx σzx
� σxy (σyy − σnn ) σzy �=0
σxz σyz (σzz − σnn )
Nilai akar-akar pangkat tiga dari persamaan (2.24) merupakan nilai dari
tegangan utama. Dengan mengisikan nilai keenam komponen tegangan kartesian ke
dalam persamaan maka akan diperoleh tiga nilai akar persamaan:
a. Bila (σnn ) 1 , (σnn ) 2 dan (σnn ) 3 merupakan bilangan real maka n� 1 , n� 2 dan
R R R R R
b. Bila (σnn ) 1 = (σnn ) 2 ≠ (σnn ) 3 maka n� 3 unik dan setiap arah tegak lurus
R R R R
pada n� 3. dann� 3 adalah arah utama yang berhungan dengan (σnn ) 1 = (σnn ) 2.
R R R R
I 3 = σxx .σyy .σzz - σxx σ2 yz - σyy . σ2 zx -σzz . σ2 xy +2. σxy .σyz .σzx (2.25c)
[(1+ε n)dn]2 = [(1+ε X)d X]2 +[(1+ε y )dy]2 – 2[(1+1+ε X )d X] [(1+ε y )dy][-sin𝛾𝛾𝑥𝑥𝑥𝑥 ](2.28)
Karena nilai dari regangan, ε kecil maka nilai dari kuadrat regangan dapat diabaikan.
Gambar 2.12. Kenaikan tegangan dan regangan (Structural Plasticity, Chen, W.F
dkk)
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa regangan dε tersusun atas dua bagian
yaitu, dεe dan dεp , dimana dεe adalah kenaikan regangan elastis sedangkan dεp
merupakan kenaikan regangan plastis. Hubungan kenaikan tersebut dapat dituliskan
secara umum sebagai berikut:
Di mana:
dσ = Kenaikan Tegangan yang bersesuaian,
E = Modulus Young,
Et = Modulus Tangensial,
Ep = Modulus Plastis.
Hubungan antara Modulus Young (E), Modulus tangensial (Et ) dan Modulus plastis
(Ep ) dapat dituliskan sebagai berikut:
1 1 1
= + (2.37)
Et E Ep
Atau
E.E E.E
Et = E+Ep , Ep = E−Et (2.38)
p t
𝜎𝜎
𝜀𝜀 = Untuk kondisi σ <𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.39)
E
𝜀𝜀
µ m = 𝑢𝑢 (2.46)
𝜀𝜀 𝑦𝑦
Di mana:
µ = Daktilitas material
𝜀𝜀𝑢𝑢 = Regangan pada saat ultimit
𝜀𝜀𝑦𝑦 = Regangan pada saat leleh pertama
Ф
µ c = Ф𝑢𝑢 (2.47)
𝑦𝑦
Di mana:
µ c = Daktilitas kurvatur
Ф𝑢𝑢 = Kurvatur pada saat ultimit
Ф𝑦𝑦 = Kurvatur pada saat leleh pertama
𝜃𝜃
µ r = 𝜃𝜃𝑢𝑢 (2.48)
𝑦𝑦
Di mana:
µ r = Daktilitas rotasi
𝜃𝜃𝑢𝑢 = Rotasi pada saat ultimit
𝜃𝜃𝑦𝑦 = Rotasi pada saat leleh pertama
• Daktilitas Struktur
Dalam rumusan sederhana daktilitas struktur disebutkan sebagai rasio
perbandingan antara simpangan maksimum pada saat beban mencapai
𝛿𝛿
µ s = 𝛿𝛿𝑢𝑢 (2.49)
𝑦𝑦
Di mana:
µ s = Daktilitas struktur
𝛿𝛿𝑢𝑢 = Simpangan pada saat ultimit
𝛿𝛿𝑦𝑦 = Simpangan pada saat leleh pertama
• Daktilitas Energi
Daktilitas Energi merupakan rasio perbandingan antara dissipasi energi
maksimum pada saat beban mencapai ultimit dengan dissipasi energi
pada saat kelelehan pertama (initial yield) atau dapat ditulis sebagai
berikut:
𝐸𝐸
µ e = 𝐸𝐸𝑢𝑢 (2.50)
𝑦𝑦
Di mana:
µ e = Daktilitas energi
𝐸𝐸𝑢𝑢 = Energi pada saat ultimit
𝐸𝐸𝑦𝑦 = Energi pada saat leleh pertama
Secara skematik kelima tipe dari daktilitas yang telah diuraikan di atas secara
ringkas dapat di lihat pada Tabel 2.4.
𝜀𝜀
Daktilitas Material
σ µ m = 𝜀𝜀 𝑢𝑢
𝑦𝑦
σy
εy ε ε Ф
µ c = Ф𝑢𝑢
M 𝑦𝑦
Daktilitas
Ф
Penampang
Фy Фu Ф
Daktilitas Elemen 𝜃𝜃
M µ r = 𝜃𝜃𝑢𝑢
𝑦𝑦
θy θu θ
Daktilitas Struktur 𝛿𝛿
µ s = 𝛿𝛿 𝑢𝑢
𝑦𝑦
F
δ
δ δ δ
𝐸𝐸
Daktilitas Energi µ e = 𝐸𝐸𝑢𝑢
Ep 𝑦𝑦
Ey
Gambar 2.13 Energi histeretik (a) Siklik sebagian (b) Siklik penuh
Pada gambar tersebut juga dilihat besaran penyerapan energi sebesar luasan E D
maka persamaan untuk viscous damping dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝜔𝜔
4 π ζ eq E So = E D (2.52)
𝜔𝜔 0
Namun jika meninjau pada saat respon yang dihasilkan terhadapa sistem struktur atau
pada saat ω = ω n maka besaran viscous damping menjadi:
1 ED
ζ eq = (2.54)
4𝜋𝜋 E 𝑠𝑠𝑠𝑠
Gambar 2.15 Pola hysteresis loop isotropic hardening model (Y. Zou,G. Yun dkk)
Gambar 2.16.Pola hysteresis loop kinematic hardening model (Y. Zou,G. Yun dkk)