Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL

LITERATURE REVIEW : FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN HIPERTENSI PADA LANSIA .

FANESA VERNANDA

1911316001

PEMBIMBING

1. Gusti Sumarsih, S.Kp, M.Biomed

2. Ns. Bunga Permata Wenny S.Kep,M.Kep

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat. Pembangunan

manusia seutuhnya yang bermula sejak saat perubahan dan berlangsung sepanjang

masa hidupnya meliputi aspek fisik, mental, sosial. Salah satu dampak

pembangunan kesehatan adalah menigkatnya umur harapan hidup waktu lahir

yang berakibat meningkatnya jumlah usia lanjut dengan berbagai masalah bagi

lanjut usia dibidang kesehatan (Depkes, 2010).

Penduduk lanjut usia di Indonesia terus mengalami peningkatan seiiring

dengan kemajuan di bidang kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya angka

harapan hidup dan menurunnya angka kematian. Dalam waktu hamper lima

decade, persentase lanjut usia di Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat yaitu

menjadi 9,6 persen (25,64 juta) penduduk (Badan Pusat Statistik, 2019).

Sedangkan jumlah lansia di Provinsi sumatera barat pada tahun 2019 sebanyak

37,3795 jiwa (Dinkes Provinsi Sumatera Barat, 2019)

Menjadi tua (menua) adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup dimulai

dari permulaan kehidupan. Menurut Who ada empat tahapan pembagian batasan-

batasan dari lanjut usia yakni usia pertengahan (Middle age) usia 45-59 tahun,

lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun, usia

sangat tua (very old) usia > 90 tahun . Merupakan proses yang berangsur-angsur

mengakibatkan permulaan yang komulatif, merupakan proses menurunnya daya

tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar (Padila, 2013).

Salah satu masalah penting yang dihadapi lansia adalah masalah

kesehatan. Masalah kesehatan pada lansia bukan saja terletak pada aspek penyakit

kronis, melainkan pula kerentanan terhadap infeksi yang cukup tinggi. Penyakit
yang paling banyak didertita lansia adalah masalah pada sistem kardiovaskuler,

pernafasan, musculoskeletal, persyarafan dan perkemihan (Potter, 2010).

Perubahan yang terjadi pada pra lansia khususnya pada sistem

kardiovaskuler dapat mengakibatkan hipertensi yaitu katup jantung yang menebal

dan menjadi kaku elastisitas aorta menurun. Kemampuan jantung memompa

darah akan menurun setelah berumur 20 tahun. Pembuluh darah yang tadinya

lentur dan elastis akan mengeras dan kaku pengembangan dan pengerutan

pembuluh darah tidak lagi memadai untuk memasok kebutuhan aliran darah bagi

masing-masing organ (Nurrahmani, 2014).

Badan kesehatan Dunia (WHO 2015) menunjukkan sekitar 1,13 milyar

orang di dunia menderita hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosa

hipertensi. Jumlah penderita hipertensi terus meningkat setiap tahunnya,

diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 milyar orang yang terkena hipertensi

dan diperkirakan setiap tahunnya 10,44 juta orang meninggal karena hipertensi

dan komplikasinya.

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah dengan rentangan umur 18

tahun ke atas, di provinsi Sumatera Barat mencapai 22,6%. Angka pravalensi

hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah disetiap kabupaten/kota di

Sumatera Barat pada ummunya nampak perbedaan prevalensi yang cukup besar

(RISKESDAS, 2018).

Hipertensi atau lebih dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah

suatu kedaan dimana keadaan tekanan darah seseorang diatas batas normal atau

optimal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHG untuk diastolik (Potter,

2010). Hipertensi pada lansia mempunyai prevalensi yang tinggi pada usia diatas

65 tahun didapatkan 60-80%. Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah

hipertensi sistolik terisolasi ( Isolated Systolic Hypertension) dimana terdapat

kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan darah diastolic.


Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan terutama oleh kekauan arteri atau

berkurangnya elastisitas aorta (Manurung, 2018).

Hipertensi dapat meningkatkan resiko stroke 2-4 kali lipat, tidak

tergantung pada faktor resiko lainnya. Peningkatan tekanan sistolik maupun

diastolik berkaitan dengan resiko yang lebih tinggi. Untuk setiap kenaikan

tekanan diastolik sebesar 7,5 mmHg maka resiko stroke meningkat 2 kali lipat.

Apabila hipertensi dapat dikendalikan dengan baik, maka resiko stroke turun

sebanyak 28-38 % (Nurrahmani, 2014).

Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi ada

masing- masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya.

Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat ditengkuk, mumet (vertigo),

jantung berdebar-debar, mudah lelah, pemandangan kabur, telinga berdengung

dan mimisan (Kemenkes RI 2014).

Hipertensi sendiri disebabkan oleh banyak faktor yaitu karena keturunan,

gaya hidup. Pola makan, berat badan berlebih, merokok dan alkohol. Pada lansia

faktor-faktor tambahanlainnya juga ikut berperan karena adanya perubahan

didalam struktur pembuluh darah utama yaitu menjadi kurang elastis dan kaku,

kekakuan ini memicu terjadinya peningkatan tekanan darah (Nurahmani, 2014).

Hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori besar yaitu

hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau essensial hingga

saat ini masih belum diketahui penyebabnya bahkan terjadi pada sekitar 90%

penderita hipertensi hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang diketahui

penyebabnya yaitu karnena penyakit ginjal. Penderita hipertensi beresiko

terserang penyakit lain yang timbul kemudian. Beberapa penyakit yang timbul

yaitu penyakit jantung koroner, gagal jantung, kerusakan pembuluh darah otak,

gagal ginjal. Penyabab dari hipertensi salah satunya stress (Bustan, 2015).
Pengobatan hipertensi ada dua macam yaitu farmakologis dan non

farmakologis. Adapun pengobatan secara farmokologis yaitu dengan

mengkonsumsi obat-obatan antara lain dengan 1. diuretik contoh obatnya ialah

Hidroklorotiazid, 2. Simpatetik obatnya metildopa, klonidin dan reserpin. 3.

Betabloker contoh obatnya metoprolol, proopranolol dan atenolol. 4. Vasodilator

contoh obatnya prasosi dan didralasin, 5. Enzim konversi angiotensin contoh

obatnya ialah katopril, 6. Antagonis kalsium contoh obatnya ialah nifedipin,

diltiasem dan verapamil, reseptor angiotensin II contoh obatnya ialah valsartan

(diovan). Masing-msing obat yang berbeda mempunyai efek samping yang

berbeda pada orang yang berbeda. Efek smping obat anti hipertensi meliputi

pusing, gangguan tidur , mengantuk, mulut kering sakit kepala, bengkak atau

oedem dan depresi (Pudiastuti,2013).

Pengobatan dengan cara non farmakologis atau tanpa obat-obatan

bersifat pribadi atau perorangan bagi penderita hipertensi dapat berusaha

mengendalikan tekanan darahnya agar tidak terlalu berdampak pada kesehatannya

yaitu dengan cara diet rendah garam, mengurangi asupan garam dalam tubuh,

menciptakan keadaan rileks seperti relaksasi , meditasi, yoga dan hipnosis ,

berolahraga seperti senam aerobik dan berhenti merokok (Widharto, 2009).

Dengan meningkatnya masalah hipertensi di seluruh dunia, ada

kekhawatiran bahwa hipertensi pada lansia mungkin juga meningkat dan bahwa

kasus tidak terdeteksi karena skrining yang tidak memadai pada kelompok usia

ini. Kurangnya kepatuhan terhadap obat hipertensi adalah alasan utama untuk

Tekanan darah yang tidak terkontrol (Ma, 2016). Tekanan darah yang tidak

terkontrol merupakan faktor utama terjadinya penyakit lain, seperti penyakit

jantung koroner, trombosis serebral, stroke, dan gagal ginjal kronis (Liu, 2011;

Al-Ramahi, 2015, dalam (Ma, 2016)).

Teori-teori kepatuhan minum obat. Model perilaku sehat merupakan


fungsi dari keyakinan seseorang tentang banyaknya ancaman penyakit dan

penularannya serta keuntungan dari rekomendasi yang diberikan oleh petugas

kesehatan. Menurut Safitri (2014) terdapat teori kepatuhan pengobatan yaitu

Teori Health belief model yang menerapakan konsep pengembangan dalam

kepatuhan melalui interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang

yang dinilai dari variabel seperti kerentanan (suceptibility), keseriusan

(seriousness), manfaat (benefit) dan rintangan (barriers) untuk melakukan

sebuah perilaku kesehatan, serta isyarat untuk bertindak (cues to action).

Unintentional Nonadherence merupakan ketidak patuhan yang tidak

disengaja, terjadi saat pasien lupa untuk mengambil obat atau salah mengambil

obat. Ketidakpatuhan yang tidak disengaja merupakan perilaku yang tidak

direncanakan dan proses pasif dimana pasien gagal mematuhi instruksi

dokter/pemberi resep melalui kelupaan (lupa untuk mengambil obat, lupa minum

obat), kecerobohan (kadang minum obat kadang tidak), dan keadaan diluar

kendali pasien (malas dan bosan minum obat). (Gadkari & Mchorney, 2012)

Intentional Nonadherence merupakan ketidak patuhan yang disengaja,

terjadi saat pasien memilih untuk tidak mengambil obatnya. Ketidakpatuhan

yang disengaja merupakan keputusan aktif dari pasien untuk mengabaikan terapi

yang ditentukan dapat ditunjukkan melalui tidak terpenuhinya resep baru

(resepnya terlalu mahal) atau berhenti terapi pengobatan tanpa saran dari dokter

(merasa lebih baik/buruk) (Gadkari & Mchorney, 2012).

Artikel penelitian yang diambil dilakukan di berbagai negara

berkembang dan Negara penilitian ini adalah studi cross- sectional,

menggunakan responden lanjut usia dengan umur responden ≥65 tahun.

Responden laki-laki sebanyak 11.271 orang sedangkan perempuan sebanyak

12.616 orang. Dilihat dari tingkat pendidikan, sekolah dasar dan sekolah

menengah pertama sebanyak 3.896 responden, sekolah menengah atas dan


sarjana sebanyak 1.064 responden, dan lulusan pasca sarjana sebanyak 25

responden.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan kepatuhan pengobatan hipertensi

pada lanjut usia di Negara maju yaitu terdapat faktor pasien seperti usia, fungsi

kognitif, hidup sendiri, pendapatan rumah tangga, kebutuhan pengobatan, self-

efficacy, kekhawatiran, keyakinan pengobatan, persepsi penuaan, tingkat

pendidikan, dan persepsi terkait kontrol pengobatan. Faktor pelayanan

kesehatan; tingkat kepuasan pasien dengan pelayanan, penjelasan yang cukup

tentang konseling obat. Sedangkan di Negara berkembang terdapat faktor pasien

seperti: usia, kepuasan pengobatan, depresi, kelemahan, dan kemampuan

mengambil obat. Faktor pengobatan seperti; frekuensi dosis, jumlah obat, dan

preferensi menggunakan obat- obatan tradisional. Faktor berbasis sistem; durasi

diagnosis dan akses terbatas ke layanan kesehatan. Faktor lain; dukungan sosial.

Puspita (2016), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

kepatuhan berobat penderita hipertensi dalam berobat di Puskesmas Gunungpati

Kota Semarang, menunjukkan bahwa faktor tingkat pendidikan, lama menderita

hipertensi, pengetahuan, dukungan keluarga, peran petugas kesehatan dan

motivasi terdapat hubungan dengan kepatuhan berobat.

Peran serta dukungan petugas kesehatan sangatlah besar bagi

penderita, dimana petugas kesehatan adalah pengelola penderita sebab petugas

adalah yang paling sering berinteraksi, sehingga pemahaman terhadap konsisi

fisik maupun psikis menjadi lebih baik dan dapat mempengaruhi rasa percaya

dan menerima kehadiran petugas kesehatan dapat ditumbuhkan dalam diri

penderita dengan baik (A.Novian, 2013). Selain itu peran petugas kesehatan

(perawat) dalam pelayan kesehatan dapat berfungsi sebagai comforter atau

pemberi rasa nyaman, protector, dan advocate (pelindung dan pembela),

communicator, mediator, dan rehabilitator. Peran petugas kesehatan juga dapat


berfungsi sebagai konseling kesehatan, dapat dijadikan sebagai tempat bertanya

oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk memecahkan berbagai

masalah dalam bidang kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat (Wahid Iqbal

Mubarak, 2009:73).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekarini (2011)

menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan klien hipertensi

dalam menjalani pengobatan hipertensi yaitu pendidikan, pengetahuan, dan

tingkat motivasi. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mubin dkk (2010) bahwa faktor pendidikan dan pengetahuan mempunyai

hubungan yang signifikan dengan motivasi melakukan kontrol tekanan darah

pasien hipertensi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alponche (2012) menunjukan

jenis kelamin memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan pengobatan

pasien hipertensi, serta penelitian yang dilakukan oleh Su Jin-Cho (2014)

pekerjaan memiliki hubungan dengan kepatuhan pengobatan pasien hipertensi.

Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor pendidikan,

pengetahuan, jenis kelamin, dan pekerjaan menunjukan hasil yang berbeda-beda

. Berdasarkan uraian persoalan diatas diperlukaan Literatur Review

untuk membahas lebih dalam lagi informasi kepatuhan pengobatan pada lansia.

Hasil dari literature review tersebut dapat digunakan untuk membantu mengubah

masalah sehingga dapat memberikan perawatan kesahatan yang berkualitas

untuk kelompok lansia. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan

literature review dengan judul “Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan

Pengobatan Hipertensi Pada Lansia”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yaitu

Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pengobatan Hipertensi Pada Lansia.


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui factor yang

berhubungan dengan kepatuhan pengobatan hipertensi pada lansia

2. Tujuan Khusus

a) Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan

pengobatan hipertensi pada lansia, dengan melakukan telaah jurnal

(literature review).

D. Manfaat penelitian

1) Bagi Peneliti

Mendapatkan pengalaman berharga dan menambah wawasan serta

pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu yang di dapatkan selama

perkuliahan.

2) Bagi insitusi pendidikan

Menjadi bahan tambahan kajian literature review dan kepustakaan di

Universitas Andalas.

3) Bagi institusi pelayanan kesehatan

Sebagai informasi bagi tenaga kesehatan untuk menambah wawasan dan

pengetahuan tentang lansia.

4) Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai referensi dan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian

selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut usia

1. Pengertian

Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur.

Semakin berkurang fungsi-fungsi organ tubuh. Penuaan dapat dilihat dari 3

perspektif yaitu usia biologis yang berhubungan dengan kapasitas fungsi

sistem organ, usia psikologis yang berhubungan dengan kapasitas perlaku

adaptasi, serta usia sosial yang berhubungan dengan perubahan peran dan

perilaku sesuai usia manusia ( Sunaryo, dkk 2013 )

Menua ( menjadi tua ) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang

tidak dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimula sejak permulaan

kehidupan. Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran misalnya

kemunduran fisik dan kondisi tubuh yag mengalami kemunduran. ( padila

2013 )

Lansia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang

mengalami perubahan anatomi, fisiologis dan biokimia pada jaringan atau

organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan

badan secara keseluruhan. ( Fatimah 2010 )

Lanjut usia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, pada tahap ini

individu mengalami banyak perubahan baik secara fiaik maupun mental,

khususnya kemunduran dalam fungsi dan struktur yang dapat menyebabkan

penyakit degenaratif. ( jurnal . pratiwi 2013 )

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 kesejahteraan

lanjut usia pada Bab I pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan yang dimaksud

dengan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik
pria maupun wanita. Menua bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan

proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif

(Padila, 2013).

2. Batasan – batasan lanjut usia

Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai batasan

umur (Padila, 2013)

a. Menurrut Organisasi kesehatan Dunia ( WHO )

Ada empat tahapan pembagian batasan-batasan lanjut usia, yakni :

1). Usia pertengahan (Middle age) usia 45-59 tahun

2) lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

3) lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

4) usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

b. Depkes RI

Ada tiga pembagian batasan-batasan lanjut usia, yakni :

1). Usia lanjut 60-70 tahun

2). Usia tua 75-89 tahun

3). Usia sangat lanjut > 90 tahun.

3. Perubahan akibat menua

Perubahan-perubahan yang terjadi karena proses penuaan yang terjadi

meliputi dari sistem integumentary, sistem rangka, sistem otot, sistem saraf,

sistem endocrine, sistem pencernaan , sistem perkemihan, dan sistem

reproduksi.

Secara umum, menjdi tua ditandai dengan kemunduran biologis yang

terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain :

1. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang

menetap

2. Rambut kepala mulai memutih dan beruban


3. Gigi mulai lepas ( ompong )

4. Penglihatan dan pendengaran berkurang

5. Mudah lelah dan mudah jatuh

6. Mudah terserang penyakit

7. Nafsu makan menurun

8. Penciuman mulai berkurang

9. Gerakan menjdi lamban dan kurang lincah

10. Pola tidur berubah (Padila, 2013)

a. Perubahan sel

Jumlah sel pada lansia lebih sedikit, ukurannya lebih besar,

jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang, proporsi

protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun. Disamping

itu, jumlah sel otak juga menurun, otak menjadi atrofis beratnya

berkurang 5-10% dan terganggunya mekanisme perbaikan sel

(Sunaryo, 2016).

b. Sistem persyarafan

Pada lansia terjadi perubahan struktur dan fungsi sistem

saraf. Massa otaj berkurang secara progresif akibat dari

berkurangnya sel saraf yang rusak dan tidak dapat diganti. Juga

terjadi penurunan sistesis dan metabolisme dan kinerja sistem saraf

otonom berkurang efisensinya

c. Sistem pendengaran dan sistem penglihatan

Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis

terjadi gangguan pendengaran, fungsi pendengaran semakin

menurun pada lanjut usia mengalami ketegangan/ stress. Pada

penglihatan respon terhadap sinar menghilang, akomodasi


menurun, lapang pandang menurun dan bahkan terjadi katarak

umumnya pada usia lanjut.

d. Sistem kardiovaskuler

Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian

terutama lansia, angka kematian akibat kardiovaskuler juga

meningkat dengan meningkatnya usia. Perubahan struktural yang

normal dari penuaan yang terjadi pada jantung dan sistem vaskuler

mengakibatkan kemampuan nya menurun, katup jantung menjadi

lebih tebal dan kaku, jantung serta arteri kehilangan

keelastisitasnya, timbunan kalsium dan lemak berkumpul dalam

dinding arteri, vena menjadi sangat berkelok-kelok, hal ini

mengakibatkan penurunan kontakyilitas miokardium, lamanya

waktu kontra ventrikel kiri, dan perlambatan sistem hantaran

jantung, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan

jantung memompa darah menurun 1 % per tahun mulai 30 tahun.

Lanjut usia juga menyebabkan menurunya elastisitas pembuluh

darah arteri perifer yang meningkatkan tahanan perifer yang

meningkatkan tahanan perifer total ( Nugroho, 2008)

e. Perubahan suhu tubuh

Temperatur tubuh menurun ( Hipotermia secara fisiologis

dan metabolisme menurun, umumnya usia lanjut akan merasa

kedinginan dan dapat mengigil pucat akibat dari penurunan suhu

tubuh pada usia lanjut (Nugroho, 2008).

f. Sistem pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi

kaku, menurunya aktifitas selia, berkurangnya aktivitas paru, alveli


ukuran melebar dari biasa dan jumlah berkurang, serta

berkurangnya reflek batuk (Fatimah, 2010).

g. Sistem integumen

Bertambahnya usia mempengaruhi dan fungsi kulit, dimana

epidermis dan dermis menjadi tipis, jumlah serta serat elastis

berkurang dan kolagen menjadi lebih kaku, lemak subkutan

terutama di ekstermitas berkurang, hilangnya kapiler dikulit

mengakibatkan penurunan suplai darah kulit menjadi keriput dan

menggelambir (Nugroho, 2008).

h. Sistem muskuloskeletal

Cairan tulang menurun dan mudah rapuh ( osteoporosis ),

bungkuk kifosis. Persendian membesar menjadi kaku, tendon

mengerut dan mengalami sklerosis (Nugroho, 2008).

i. Sistem reproduksi

Pada sistem reproduksi yaitu pada pria lansia, penis dan

testis mengecil dan kadar androgen menurun. Pada wanita lansia

vagina akan

Terjadi selaput lendir menjadi menurun (Fatimah, 2010).

B. Hipertensi

1. Pengertian

Defenisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan

darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran pada selang waktu lima menit dalam

keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2014).

Hipertensi atau Tekanan Darah Tinggi adalah suatu peningkatan abnormal

tekanan darah dalam arteri secara terus – menerus lebih dari suatu periode.
Hal ini terjadi bila arteriole-arterriole konstriksi. Kontriksi membuat darah

sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi

menambah beban kerja Jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat

menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Wajan, 2011).

2. Etiologi hipertensi

a. Keturunan

Sekitar 70 – 80% penderita hipertensi essensial ditemukan riwayat

hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada

kedua orang tua maka dugaan hipertensi essensial lebih besar.

(Dalimartha,2008)

b. Jenis kelamin

Hipertensi lebih mudah menyerang kaum laki-laki darai pada

perempuan. Hal itu kemungkinan karena laki-laki banyak memiliki faktor

pendorong terjadinya hipertensi, seperti stress, kelelahan, dan makan tidak

terkontrol. Adapun hipertensi pada perempuan peningkatan resiko terjadi

setelah masa menopause (Sekitar 45 tahun) (Dalimartha, 2008).

c. Umur

Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang

menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit hipertensi merupakan

penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor resiko

yang dimiliki seseorang. Hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia.

Hilangnya elastisitas jaringan dan arteriskleorisis. Serta pelebaran

pembuluh darah adalah faktor penyebab hipertensi pada usia tua (Sutanto,

2010).

d. Merokok

Merokok meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme

pelepasan neopenefrin dari ujung-ujung saraf adregenerik yang dipacu


oleh nikotin. Risiko meroko berkaitan dengan jumlah rokok yang diisap

perhari, tidak tergantung pada lamanya merokok. Seseorang yang

merokok lebih dari satu pak per hari memiliki kerentanan dua kali lebih

besar daripada yang tidak merokok (Nurrahmani, 2014).

e. Obesitas

Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah

jantung da sirkulasi volume darah penderita hipertensu yang obesitas lebih

tinggi dari penderita hipertensi yang tidak mengalami obesitas. Jika anda

mengalami obesitas maka produksi hormon-hormon dalam tubuh kurang

normal. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara

hipertensi dan obesitas namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan

sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi

dibanding penderita hipertensi dengan berat badan normal (Sutanto, 2010).

f. Stress

Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan

curah jantung sehingga akan merangsang aktivitas sarah simpatetk

(Nurrahmani, 2014).

g. Aktifitas fisik

Mengidap tekanan darah tinggi bukan berarti tidak berdaya dalam

csegala hal. Sebaliknya tidak perlu olahraga yang berat, cukup dengan

berenang, bersepeda, tenis, golf dan jenis olahraga permainan lainnya.

Jantung, otak dan ginjal sanggup menahan tekanan darah tinggi untuk

waktu yang cukup lama. Itulah sebabnya pengidap tekanan darah tinggi

umumnya merasa sehat. Tetapi ini bukan berarti tidak membahayakan.

Tekanan darah semakin tinggi, semakin berat pula kerja jantung, jika

tekanan darah tinggi tidak segera diobati, jantung akan menjadi lemah.

Apalagi jika terjadi penyempitan pembuluh darah kerja jantung menjadi


lebih berat. Akibat selanjutnya dapat mengakbitkan kegagalan jantung,

dengan gejala keletihan. (Susanti, 2007).

3. Jenis-jenis hipertensi

Berdasarkan jenisnya hipertensi dapat dibagi mejdi 2 yaitu

1. Hipertensi primer atau essensial

Hipertensi primer atau essensial adalah hipertensi yang tidak atau

belum diketahui penyebabnya. Namun, berbagai faktor diduga turut

berperan sebagai penyebab hipertensi primer. Misalnya bertambahnya

umur, stres, dan keturunan (hereditas) (Anis, 2010).

Dapat diuraikan faktor dari penyebab hipertensi primes yaitu

a. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseoarang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika

orang tuanya adalah penderita hipertensi.

b. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya

hipertensi adalah umur (jika umur bertambah maka tekanan

darah meningkat), jenis kelamin ( pria lebih tinggi dari

perempuan ).

c. Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan menimbulkan

hipertensi adalah konsumsi garan yang tinggi ( lebib dari 30

g ), kegemukan atau makan berlebihan, stress, merokok,

minum alkohol, minum obat-obatan (Reny, 2010).

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh

adanya penyakit lain. Misalnya penyakit ginjal, kelainan hormonal, obat-


obatan seperti pil, KB dan penyebab lainnya seperti keracunan timbal

akut. Kegemukan atau obesitas, gaya hidup yang tidak aktif atau malas

melakukan olahraga, stress, alkohol, dan garam didalam makanan juga

merupakan pemicu terjadinya hipertensi (Anis, 2010).

Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas, disebabkan

dari adanya penyakit lain, beberapa penyebab terjadinya hipertensi

sekunder antara lain :

1) Penyakit ginjal : stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah

ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal,

peransangan pelepasan renin dan angiotensin II.

2) Kelainan hormonal : sindrom Cushing disebabkan oleh

hiperplasia adrenal bilateral yang disebabkan oleh adenoma

hipofisis yang menghasilkan ACTH ( adrenocorticotrophic

hormone ) (Huon dkk,).

3) Obat-obatan Pil KB

4) Penyebab lainnya : preeklamsia pada kehamilahan, penyebab

lainnya yaitu feokromositoma yaitu tumor penghasil epenefrin

dikelenjar adrenal yang menyebabkan peningkatan kecepatan

denyut jantung dan volume sekuncup (Reny, 2010).

4. Gejala hipertensi

Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-sarunya gejala

pada hipertensi essensial. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing,

atau migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi. Kadang-

kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala

setelahterjadi komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata, otak

dan jantung (Dali martha,2014).


Gejala umum yang ditimbulkan bahwa akibat menderita hipertensi tidak

sama pada setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Secara umum

gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut :

1. Sakit kepala

2. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

3. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh

4. Berdebar atau detak jantung terasa cepat

5. Telinga berdenging (Reny, 2010).

5. Komplikasi

Hipertensi harus dikendalikan, sebab semakin lama tekanan yang

berlebihan pada dinding arteri dapat merusak banyak organ vital dalam tubuh

tempat-tempat utama yang paling dipengaruhi hipertensi adalah pembuluh

arteri, jantung, otak, ginjal, dan mata

Otak : gangguan pada otak iasanya akibatrusaknya pembuluh darah

sehingga menyebabkan stroke

Mata : gangguan pada mata biasanya menyebabkan kerusakan sel-sel

retina sehingga jika sangat parah dapat menimbulkan kebutaan

Jantung : gangguan jantung sebagai organ pemompa darah menyebabkan

penyakit jantung koroner dan gagal jantung

Ginjal : menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal

a. Gangguan pada Otak

Jika tekanan darah terus – menerus tinggi menyebabkan kerusakan

pada dinding pembuluh darah. Selanjutnya akan menyebabkan

pembentukan plak aterosklerosis dan pembekuan darah yang

berlebihan. Dengan demikian, pembuluh darah akan tersumbat dan

jika penyumbatan terjadi pada pembuluh darah otak maka dapat

menyebabkan stroke.
b. Penyakit Jantung

Penyumbatan pembuluh darah dapat terjadi pada pembuluh

koroner dan menyebabkan penyakit jantung koroner serta kerusakan

otot jantung. Penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan gagal

jantung. Hal ini terjadi karena pada penderita hipertensi kerja jantung

akan meningkat jantung akan meningkat, otot jantung akan

menyesuaikan sehingga terjadi pembengkakan jantung dan semakin

lama otot jantung akan mengendor serta berkurang elastisitasnya.

Akhirnya jantung tidak mampu lagi memompa dan menampung darah

dari paru-paru sehingga banyak cairan tertahan di paru-paru maupun

jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak napas.

c. Penyakit ginjal

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan

darah oleh karena itu, berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa

menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Jika terjadi

penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal maka bisa

menyebabkan peadangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal

selain itu juga menyebabkan tekanan darah .

d. Ganguan Kognitif ( Kemampuan Berfikir )

Tekanan darah yang tinggi pada usia muda atau pertengahan

berhubungn dengan terjadinya penurunan fungsi kognitif pada usia

lanjut kemungkinan terjadinya penurunan kemampuan kognitif adalah

dalam jangka waktu 20 tahun kemudian (Sutanto, 2010).

6. Faktor Risiko Hipertensi


Menurut Yundini (2011) faktor risiko hipertensi yaitu:
a. Faktor yang melekat/tidak dapat diubah
Umur semakin tua semakin besar risiko terserang hipertensi,
umur lebih dari 40 tahun berisiko terkena hipertensi. Faktor genetik
hipertensi lebih banyak menyerang kembar monozigot (satu sel telur)
daripada heterozigot (berbeda sel telur). Sifat genetik hipertensi primer
(esensial) jika dibiarkan tanpa terapi dalam waktu 30-50 tahun akan
timbul tanda dan gejala hipertensi.

b. Faktor yang dapat dikontrol/diubah


Indeks massa tubuh (IBM) yang meningkat mengakibatkan
obesitas yang berdampak pada peningkatan tekanan darah, tetapi
seiring dengan usia risiko obesitas dengan hipertensi menurun.
Merokok merupakan faktor risiko yang menyebabkan kematian pada
penderita jantung. Pola tidur kurang dari 8 jam menyebabkan
peningkatan Corticotropin Realising Factor (CRF) sehingga terjadi
gangguan Hypotalamic Putuitary Adrenal (HPA) yang meningkatkan
kortisol dan renin pada sistem renin angiotensin yang menyebabkan
terjadinya hipertensi. Asupan garam 5-15 gram perhari menyebabkan
hipertensi meningkat 15-20 %, pengaruh asupan garam terhadap
timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah
jantung, dan tekanan darah.
Menurut Aspiani (2014):
a. Faktor keturunan atau gen
b. Faktor berat (obesitas atau kegemukan)
c. Stress pekerjaan
d. Faktor jenis kelamin (gender)
e. Faktor usia
f. Faktor asupan garam
g. Kebiasaan merokok

7. Pencegahan Penyakit Hipertensi


Menurut Gunawan (2011) tindakan pencegahan yang baik dengan
olahraga teratur, mengurangi konsumsi garam (1 sdt/hari), tidak merokok
dan tidak minum-minuman beralkohol, mengatur pola makan (perbanyak
makan buah-buahan dan sayur-sayuran), membatasi konsumsi lemak.
Muhammadun (2010) dengan memperhatikan pola makan seperti
konsumsi makanan sayuran segar, buah segar, tempe, tahu, kacang-
kacangan, ayam, dan telur. Diet rendah kolesterol. Kurangi minuman
bersoda. Kurangi konsumsi daging, kerang, kepiting, dan susu. Hindari
makanan ikan asin, otak, jeroan, udang, cumi-cumi, soda kue, dan MSG.
8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan
Menurut Tjay & Rahardja (2007):
1) Non farmakologi: yaitu dengan modifikasi gaya hidup seperti mengurangi
berat badan, menerapkan pola diet, mengurangi konsumsi sodium,
melakukan aktivitas fisik, olahraga teratur, restrikasi natrium, pendekatan
diet, berhenti mengkonsumsi alkohol dan rokok, menghindari stress.
2) Farmakologi: minum obat antihipertensi harus dimulai dengan dosis
rendah dan dosis dinaikkan berangsur-angsur sampai tercapai efek yang
diinginkan (metoda start low go low), kombinasi obat yang sesuai dosis
rendah untuk mengurangi efek samping, jika efek samping kecil atau
tidak ada berikan golongan obat lain, penggunaan obat berefek jangka
panjang sehingga cukup diberikan 1x/hari akan memperbaiki variabilitas
tekanan darah dan meningkatkan kepatuhan penderita dalam minum obat.
Menurut Ananta (2009):
Faktor yang mempengaruhi kesembuhan pada penderita hipertensi
adalah keteraturan minum obat yang ditentukan oleh kepatuhan penderita.
Pengobatan awal pada hipertensi sangat penting karena dapat mencegah
komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak.
Menurut Horne, Weinman, Barber, & Elliott (2005) tiga dasar kepatuhan
berobat yaitu:
1. Memori, daya ingat penderita hipertensi dalam menjalankan pengobatan,
seperti mengingat instruksi yang telah dijelaskan oleh dokter ketika
melakukan konsultasi dan mengingat kapan jadwal berobat yang telah
disepakati secara bersama antara penderita dengan dokter.
2. Kemampuan, melakukan pola hidup sehat seperti diet dan rutin
mengkonsumsi obat antihipertensi sesuai yang diresepkan oleh dokter.
3. Pengetahuan, semakin tinggi pengetahuan penderita hipertensi maka
semakin tinggi kesadaran dan keinginan penderita untuk sembuh dengan
cara patuh mengontrol tekanan darahnya, patuh melaksanakan program
diet hipertensi, dan patuh minum obat antihipertensi.

C. Teori Kepatuhan Minum Obat


1. Definisi Kepatuhan
Menurut Niven (2007) kepatuhan merupakan sikap atau ketaatan
untuk memenuhi anjuran petugas kesehatan tanpa dipaksa untuk
melalukan tindakan. Gunawan (2011) kepatuhan merupakan perilaku
individu sesuai dengan nasehat yang dianjurkan oleh praktisi kesehatan.
Martuti (2009) kepatuhan adalah bentuk aplikasi seseorang terhadap
pengobatan yang harus dijalani dalam kehidupannya.
Terdapat beberapa terminologi yang menyangkut kepatuhan minum
obat seperti yang dikemukakan oleh Horne, Weinman, Barber, & Elliott
(2005), konsep compliance merupakan tingkatan yang menunjukkan
perilaku pasien dalam mentaati saran ahli medis. Konsep adherence
merupakan perilaku mengkonsumsi obat sesuai kesepakatan antara pasien
dengan pemberi resep. Concordance merupakan perilaku dalam mematuhi
resep dari dokter yang sebelumnya ada komunikasi antara pasien dengan
dokter dan mempresentasikan keputusan yang dilakukan bersama sesuai
kepercayaan dan pikiran dari pasien.

2. Indikator Kepatuhan

Indikator kepatuhan penderita adalah datang atau tidaknya penderita


setelah mendapat anjuran kembali untuk kontrol. Seorang penderita
dikatakan patuh menjalani pengobatan apabila minum obat sesuai aturan
paket obat dan ketepatan waktu mengambil obat sampai selesai masa
pengobatan (Khoiriyah, 2010).
Penderita yang patuh minum obat adalah yang menyelesaikan
pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6
bulan sampai dengan 8 bulan, sedangkan penderita yang tidak patuh
minum obat bila frekuensi minum obat tidak dilaksanakan sesuai rencana
yang telah ditetapkan. Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih dari
3 hari sampai 2 bulan dari tanggal perjanjian berobat dan dikatakan drop
out jika lebih dari 2 bulan berturut-turut tidak datang setelah dikunjungi
petugas kesehatan (Depkes RI, 2012).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Menurut (Niven, 2012):
i. Faktor intrinsik: motivasi, keyakinan, sikap dan kepribadian,
pendidikan, pemahaman tentang kepribadian, persepsi pasien
terhadap keparahan penyakit, keadaan fisik penderita, dan
kemampuan.
ii. Faktor ekstrinsik: dukungan sosial, dukungan diri professional
kesehatan, kualitas interaksi, program-program kesehatan yang
sederhana.
Menurut Evadewi & Sukmayanti (2013):
a. Faktor internal: usia, latar belakang, sikap dan emosi yang disebabkan
oleh penyakit yang diderita, kepribadian pasien.
b. Faktor eksternal: dampak pendidikan dan kesehatan, hubungan antara
pasien dengan petugas kesehatan, dukungan dari lingkungan sosial dan
keluarga.
Menurut Utami & Raudatussalamah (2016):
a. Pendidikan
b. Dukungan dari lingkungan sosial dan keluarga
c. Perubahan model terapi
d. Meningkatkan interaksi antara dokter dengan
pasien Menurut Amartiwi & Mutmainah (2012):
a. Faktor sosial ekonomi
b. Faktor sistem kesehatan
c. Faktor terapi
d. Faktor kondisi penyakit
e. Faktor pasien
4. Teori-teori Kepatuhan Minum Obat
a. Health Belief Model (HBM)
Model perilaku sehat merupakan fungsi dari keyakinan seseorang
tentang banyaknya ancaman penyakit dan penularannya serta
keuntungan dari rekomendasi yang diberikan oleh petugas kesehatan.

Menurut Safitri (2014) Health belief model (HBM): konsep


pengembangan dalam kepatuhan melalui interaksi perilaku dengan
kepercayaan kesehatan seseorang yang dinilai dari variabel seperti
kerentanan (suceptibility), keseriusan (seriousness), manfaat (benefit)
dan rintangan (barriers) untuk melakukan sebuah perilaku kesehatan,
serta isyarat untuk bertindak (cues to action).

b. Theory oh Planned Behaviour (TPB)


Menguji hubungan antara sikap dan perilaku yang berfokus pada
intensi (niat) yang mengantarkan hubungan antara sikap dan perilaku,
norma subjektif terhadap perilaku, dan kontrol terhadap perilaku yang
dirasakan.
c. Model of Adherence: Unintentional Nonadherence dan Intentional
Nonadherence.
1) Unintentional Nonadherence
Unintentional Nonadherence merupakan ketidakpatuhan
yang tidak disengaja, terjadi saat pasien lupa untuk mengambil
obat atau salah mengambil obat. Ketidakpatuhan yang tidak
disengaja merupakan perilaku yang tidak direncanakan dan proses
pasif dimana pasien gagal mematuhi instruksi dokter/pemberi resep
melalui kelupaan (lupa untuk mengambil obat, lupa minum obat),
kecerobohan (kadang minum obat kadang tidak), dan keadaan
diluar kendali pasien (malas dan bosan minum obat).
Ketidakpatuhan yang tidak disengaja dikaitkan dengan kebutuhan
obat yang dirasakan, kekhawatiran obat-obatan, dan kepercayaan
tentang khasiat pengobatan. Hambatan-hambatan yang muncul
dalam proses pengobatan pasien seperti defisiensi memori (lupa
berobat), ketrampilan (kesulitan dalam membuka kemasan obat),
pengetahuan (tidak menyadari akan kebutuhan minum obat secara
teratur) atau kesulitan dengan rutinitas harian.

2) Intentional Nonadherence
Intentional Nonadherence merupakan ketidakpatuhan yang
disengaja, terjadi saat pasien memilih untuk tidak mengambil
obatnya. Ketidakpatuhan yang disengaja merupakan keputusan
aktif dari pasien untuk mengabaikan terapi yang ditentukan dapat
ditunjukkan melalui tidak terpenuhinya resep baru (resepnya terlalu
mahal) atau berhenti terapi pengobatan tanpa saran dari dokter
(merasa lebih baik/buruk). Ketidakpatuhan yang disengaja
didorong oleh keyakinan pasien tentang pengetahuan, motivasi,
pengobatan, penyakit, prognosis, dan pengalaman obyektif pasien
dalam pengobatan.
3) Ukuran Kepatuhan Minum Obat
Pertanyaan utama tentang demografi dan status kesehatan
yang dilaporkan pasien. Tiga pertanyaan tentang ketidakpatuhan
yang tidak disengaja mengenai resep obat selama enam bulan
terakhir (Gadkari & Mchorney, 2012):
a) Apakah Anda pernah lupa untuk mengambil resep obat?
b) Apakah Anda pernah kehabisan obat?
c) Apakah Anda seringkali ceroboh dalam minum obat?

Sebelas pertanyaan tentang ketidakpatuhan yang disengaja


mengenai perilaku minum obat pasien dalam enam bulan terakhir.
Pertanyaan-pertanyaan ini mensurvei pasien tentang perilaku
berikut (Gadkari & Mchorney, 2012):

a) Minum obat tidak sesuai aturan karena merasa lebih baik.


b) Minum obat tidak sesuai aturan karena merasa lebih buruk.
c) Melewatkan minum obat karena lebih baik.
d) Melewatkan minum obat karena lebih buruk.
e) Mengganti dosis obat untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
f) Berhenti minum obat karena karena merasa lebih baik.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini ialah penelitian sekunder berjenis literature review.

Literature review ialah penelitian yang melakukan pengkajian atau peninjauan

secara kritis pengetahuan, temuan dan gagasan yang didapat di dalam tubuh

literature berorientasi akademik (academic-oriented literature), serta merumuskan

kontribusi teoritis dan metodologisnya untuk topik tertentu (Cooper dan Taylor;

Farisi, 2010)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah objek atau subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Hidayat,2007). Populasi dalam penelitian ini ialah diambil dari

semua jurnal hasil penelitian dengan topik kesepian.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang di miliki oleh populasi(Hidayat, 2007). Sampel

dalam penelitian ini adalah menggunakan jurnal tentang faktor yang berhubungan

dengan kepatuhan pengobatan hipertensi pada lansia.

Kriteri inklusi dan ekslusi pada penelitian ini meliputi :

1. Kriteria inklusi

a. Hasil penelitian dipublikasikan antara tahun 2010-2020.

b. Jurnal dipublikasi dari database ScienceDirect, Google Scholar, PubMed


c. Jurnal memiliki objek penelitian mengenai faktor yang berhubungan

dengan kepatuhan pengobatan hipertensi pada lansia.

d. Jurnal yang memiliki responden dalam penelitiannya lansia yang berusia

diatas 60 tahun – 75 tahun an.

e. Jurnal yang sudah terakreditasi nasional dan internasional.

f. Jurnal menggunakan bahasa indonesia maupun bahasa inggris.

g. Jurnal penelitian dalam bentuk full-text.

2. Kriteria eksklusi

a. Jurnal tidak dipilih jika menggambarkan studi hasil (misalnya; review

atau meta-analisa, makalah teoritis, blog, dan penelitian etiologis)

b. Jurnal yang didapatkan hanya dalam bentuk abstrak saja.

C. Strategi Pencarian Literatur

1. Framework

Research Question (RQ) merupakan tahap awal dimulainya proses

literature review. Research Question digunakan dalam menuntun proses

pencarian dan ekstrasi literature. Formulasi RQ harus didasarkan pada 5

elemen yang disebut PICOC (Planning, Intervention, Comparison,

Outcomes, Context)(Cruz-Benito, 2016). Panduan pertanyaan adalah “Faktor

yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan hipertensi pada lansia”.

Kriteria PICOS

 Population (P) : Menentukan target jurnal yang akan dilakukan

investigasi. Responden berasal dari kedua jenis kelamin atau salah

satunya dan lansia yang berusia di atas 60 tahun.

 Intervention (P) : Mencari kata kunci secara detail atau permasalahan

yang relevan terkait topik yang sedang di teliti seperti kepatuhan, faktor

yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan hipertensi pada lansia.


 Comparison I : aspek dalam langkah ini membandingkan kata kunci atau

permasalahan sehingga relevan dengan topik yang sedang diteliti. Dalam

penelitian kali ini tidak ada intervensi perbandingan.

 Outcomes (O) : Menentukan hasil atau solusi yang diinginkan dari

langkah intervensi. Misalnya: Kesehatan psikologi lansia dikomunitas

menjadi lebih baik.

 Context I : Melakukan pengaturan untuk menetapkan sasaran investigasi

misalnya studi pada lansia yang berada di komunitas menggunakan

sampel kecil atau besar.

2. Kata Kunci

Peneliti menuliskan kata kunci sesuai MESH (Medical Subject

Heading) yang merupakan kosa kata atau tesaurus terkontrol dari the US

National Library of Medicine (NLM)’s. Jadi peneliti menggunakan kata yaitu

“Factors Associated With Adherence Toward The Treatment of Hypertension

in The Elderly/ Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pengobatan

Hipertensi Pada Lansia”.

3. Database

Pencarian data dilakukan melalui elektronik database. Dimana

menggunakan 4 database yaitu ScienceDirect (2010-2020), Google Scholar

(2010-2020), PubMed (2010-2020), Scihub (2010-2020).

4. Langkah-langkah pencarian data

Strategi pencarian literature dilakukan dengan protokol PRISMA dalam

memilih jurnal yang akan direview. Peneliti menggunakan PRISMA flow

diagram dalam menjabarkan proses pencarian data, dimana menggunakan

empat fase dalam meninjau jurnal-jurnal yaitu identifikasi, penyaringan,

kelayakan dan termasuk (Moher et al, 2014).


Langkah-langkah pencarian data:

a. Jurnal diidentifikasi melalui 4 database: PubMed, ScienceDirect,

GoogleScholar, dan Scihub menggunakan kata kunci yang sudah

ditentukan.

b. Lalu jurnal disaring dengan melihat jurnal yang ganda yang ditemukan

dari 4 database, lalu mengambil salah satu jurnal yang ganda dan

menghapus yang lain.

c. Melihat kelayakan dari jurnal, dimana jurnal akan dinilai sesuai kriteria

inklusi dan ekslusi yang sudah ditentukan dan menghapus jurnal yang

tidak sesuai.

d. Baru ditemukan jurnal yang akan direview.


Jumlah jurnal yang
Identifikasi

diidentifikasi melalui
pencarian data

Jumlah jurnal yang relevan disaring Jumlah duplikat


dihapus
Penyaringan

Jumlah Jurnal yang dipertahankan

Jurnal teks lengkap


Total jurnal dikecualikan, dengan
yang dinilai
Kelayakan

alasan
Studi yang termasuk dalam
sistesis kuantitatif
Termasuk

Studi yang termasuk dalam


literatur review

Diagram: PRISMA Flow Diagram


Sumber: Moher et al, 2014
D. Intrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrument

dokumentasi. Instrumen dokumentasi dapat memberikan informasi dengan

berbagai macam sumber yang berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan

penelitian. Sumber dokumen yang digunakan pada penelitian ini adalah dokumen

sekunder berupa dokumen yang di dapatkankan dari berbagai media seperti jurnal

publikasi atau laporan penelitian.

E. Ekstraksi Data

Data diektraksi atau diproses dari setiap studi meliputi :

1. Metodologi penelitian (kohort atau random kontrol trial, case kontrol atau

cross sectional study, dll)

2. Karakteristik partisipan (usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,

pendapatan, riwayat penyakit dan gaya hidup)

3. Hasil atau outcome (Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan

Pengobatan Hipertensi Pada Lansia).

F. Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan data

Mengumpulkan data kuantitaif dengan kajian dokumen

2. Reduksi dan kategorisasi data

Reduksi data ialah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul

dari data lapangan.

3. Display data

Merupakan analisis merancang deretan tabel untuk data kuantitatif dan

menentukan jenis serta bentuk data yang dimasukan ke dalam topik tersebut.
4. Penarikan kesimpulan

Kesimpulan yang dituliskan berisi seluruh informasi-informasi penting

tentang penelitian secara garis besar. Kesimpulan tersebut ditulis dengan

bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami pembaca.

G. Analisis Data

Analisis data adalah upaya mencari dan menata secara sistematis data

yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai

masalah yang diteliti dan mengkajinya sebagai temuan bagi orang lain (Arikunto,

2012). Analisis jurnal hasil penelitian ini menggunakan metode critical appraisal.

Metode tersebut merupakan gambaran umum dari semua studi utama pada topik

dan mencoba untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari hasilnya (Al-Jundi ,

2017). Aspek yang dilihat meliputi : lokasi penelitian, tahun publikasi, desain

penelitian, komponen dan durasi intervensi, fasilitator, kelompok intervensi,

instrument penelitian dan hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai