Makalah DHF
Makalah DHF
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengue hemoragic fever (DHF) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit DHF merupakan salah satu masalah
penyakit ini, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas
Penyakit DHF pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968,
akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut
menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia
kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah
kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah
yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.
kejadian luar biasa (KLB). KLB DHF terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence
Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan case fatality rate (CFR) 2%. Pada tahun
meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87
(tahun 2003).
Di Provinsi Riau, berdasarkan jumlah kasus DHF tahun 2002 s.d September 2007
terjadi peningkatan kasus pada tahun 2005 sebanyak 1897 kasus , dan tahun 2006 dan
1
Berdasarkan data di atas, Penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut
dengan judul ” Asuhan keperawatan pada Ny A dengan dengue hemorrhagic fever (DHF)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
Bangkinang
Bangkinang
klien.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi
Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Nursalam dkk, 2005).
B. Etiologi
Penyebab utama demam berdarah dengue adalah virus dengue yang tergolong jenis
arbovirus melalui vektor utama aedes aegypti. Adanya vektor berhubungan erat dengan
lingkungan yang kurang baik, dan penyediaan air bersih yang langka.
C. Patofisiologi
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu
(host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan
dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi
makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Individu yang mengalami infeksi
yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
berikatan dengan faktor reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh
3
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap
hipovolemia dan syok. Replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
Masa inkubasi demam berdarah dengue diduga merupakan masa inkubasi demam
dengue perjalanannya khas yang sangat sakit. Fase pertama yang relatif ringan dengan
demam mulai mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia dan batuk disertai
Pada fase kedua penderita biasanya menderita ekstremitas dingin, lembab, badan
panas, muka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik.
Seringkali ada petekie tersebar pada dahi dan tungkai; ekimosis spontan mungkin
tampak, dan mudah memar serta berdarah pada tempat pungsi vena adalah lazim Ruam
makular atau makulopapular mungkin muncul dan mungkin ada sianosis sekeliling mulut
dan perifer. Pernafasan cepat dan sering berat. Nadi lemah, cepat dan kecil dan suara
jantung halus. Hal ini mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi kosta dan
biasanya keras dan agak nyeri. Kurang dari 10% penderita menderita ekimosis atau
perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi
Sesudah 24-36 jam masa kritis, konvalesen cukup cepat pada orang yang sembuh. Suhu
dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Bradikardi dan ekstrasistol ventrikel lazim
selama konvaselen. Jarang, ada cedera otak sisa yang disebabkan oleh syok lama atau kadang-
4
kadang karena perdarahan intrakranial. Strain virus dengue 3 yang besirkulasi di daerah utama
Asia Tenggara sejak tahun 1983 disertai dengan terutama sindrom klinis berat, yang ditandai oleh
enselopati, hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan kadang-kadang ikterus.
Berbeda dengan pola yang sangat khas pada anak yang sakit berat, infeksi dengue sekunder
relatif ringan pada sebagian besar keadaan, berkisar dari infeksi yang tidak jelas sampai penyakit
saluran pernapasan atas yang tidak terdiferensiasi atau penyakit seperti dengue sampai penyakit
serupa dengna penyakit yang diuraikan sebelumnya tetapi tanpa syok yang jelas.
Kasus DHF ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan,
patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DHF dari demam
(1965) mengemukakan gejala yang harus dipertimbangkan dalam diferensiasi DHF dari
DHF.
Sebaliknya Halstead dkk. (1970) berpendapat istilah itu harus dibatasi hanya pada
5
Disarankannya 2 batas tegas dalam pembagian klinis, yaitu dengue normal dan dengue
yang berubah sifatnya (altered dengue). Dengan demikian, berdasarkan pembagian ini
walaupun seorang menderita infeksi dengue disertai perdarahan hebat, bila penderita
sebagai DHF.
Patokan WHO (1975) untuk membuat diagnosis DHF ditetapkan sebagai berikut:
2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tourniket positif dan salah satu
bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi), hematemesis
atau melena.
3. Perbesaran hati.
4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai nadi menurun (menjadi 20 kali
permenit atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistole menurun sampai 80
mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan
nadi menurun (kurang dari 20 kali permenit) atau hipotensi disertai kulit yang dingin,
6
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah
E. Pemeriksaan Fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung
kaki. berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik adalah sebagai berikut:
1) Grade I : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi
lemah.
2) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan
petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil dan
4) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
5) Sistem Integumen:
1. Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis,
hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada
mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri
7
3. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat
adanya cairan yang tertimbun pada paru-paru sebelah kanan (efusi pleura), Rales
(+), ronchi (+) yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
4. Abdomen
5. Ekstremitas
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit:Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
plasma.
8
i. Golongan darah dan crossmatch: bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
dengue.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, pemeiksaan foto rontgen dada sebaiknya
dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada posisi badan sebelah kanan).
3. Pemeriksaan USG
Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
(Sudoyo, 2007).
G. Penatalaksanaan
a. Pengawasan tanda – tanda Vital secara kontinue tiap jam
b. Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
c. Observasi intake output
Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap
3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2
liter per hari, beri kompres
Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht,
Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2
pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi
productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
d. Resiko Perdarahan
Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
Catat banyak, warna dari perdarahan
Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal
9
e. Peningkatan suhu tubuh
Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
Beri minum banyak
Berikan kompres
H. PENCEGAHAN
Pencegahan DBD dititik beratkan pada pemberantasan nyamuk dengan
penyemprotan insektisida dan upaya membasmi jentik nyamuk yang dilakukan
dengan 3 M.
Gerakan 3 M
1. Mengurus tempat – tempat penampungan air secara teratur sekurang – kurangnya
sekaali seminggu atau penaburan bubuk abate ke dalamnya.
2. Menutup rapat tempat penampungan air.
3. Mengubur atau menyingkirkan barang – barang bekas yang dapat menampung air
pemberantasan vector :
Fogging (penyemrotan) kegiatan ini dilakukan bila hasil penyelidikan epidemilogis
memenuhi criteria dengan dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100
liter air.
Abatisasi semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang ditemukan
jentik aedes aegypti ditaburi bubuk abate dengan d
I. Diagnosa Keperawatan
kebocoran plasma
4. Gangguan rasa nyaman: nyeri otot dan persendian b.d proses inflamasi, proses
patologis penyakit.
10
6. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
J. Intervensi Keperawatan
1. Resiko terjadinya syok hopovolemik berhubungan dengan kekurangan cairan dan
kebocoran plasma.
11
membahayakan.
patologis penyakit.
12
dengan keluarga atau teman. yang dapat membuat pasien tenang.
5 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgesic sesuai Mengurangi nyeri.
indikasi dan program medik.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual, muntah.
13
No Intervensi Keperawatan Rasional
.
1 Mandiri:
Kaji keluhan mual, nyeri menelan dan Sebagai dasar untuk menetapkan
muntah. metode pemberian nutrisi.
2 Berikan makanan yang mudah ditelan Meningkatkan asupan makanan
(lunak) dan hidangkan selagi hangat. karena mudah ditelan.
3 Berikan makanan dalam porsi kecil dan Menghindari mual dan muntah
sering. akibat porsi makan yang besar.
4 Catat intake nutrisi dan cairan per 24 jam. Mengetahui asupan nutrisi dan cairan
pasien.
5 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian antiemetik dan Meningkatkan asupan nutrisi jika
nutrisi serta cairan perparenteral (sesuai intake peroral tidak mencukupi.
program medik).
14
BAB III
GAMBARAN KASUS
Identitas Klien
Nama Klien : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Pekanbaru/
29 Nov 1987
Tanggal pengkajian : 17 Januari 2017
Usia : 29 Tahun
Tanggal masuk : 15 januari 2017
No. RM : 00 12 93
Diagnosa Medis : DHF
Keluhan Utama
1. Alasan Masuk RS
3 hari yang lalu sebelum masuk RS, pasien demam tinggi, tidak berkeringat, tidak
menggigil. Pada pasien tidak ada ditemukan mimisan, gusi berdarah. Pasien
mengeluh mual, tidak ada muntah, sakit kepala, sakit sendi, mencret 1 kali dengan
warna feses kuning, tidak ada lendir, tidak ada darah, kurang nafsu makan.
3. Diagnosa Medis
DHF
1. Penyakit yang pernah diderita: Klien pernah menderita sakit demam, batuk dan pilek
dan biasa berobat ke puskesmas terdekat.
15
6. Alergi (makanan/obat-obatan/debu/cuaca): Klien tidak mempunyai riwayat alergi
Riwayat Sosial
4. Lingkungan rumah
Lingkungan tempat tinggal klien merupakan pemukiman padat, lingkungan kurang
bersih, di selokan banyak sampah menumpuk dan menyebabkan air tergenang.
Kebutuhan Dasar
1. Makanan
Makanan yang disukai/tidak disukai : Ayam, bihun goreng/ikan
Selera makan : Nafsu makan klien kurang, klien
mengeluh mual, klien mengatakan hanya
menghabiskan ½ porsi makanannya
Alat makan yang digunakan : Piring dan sendok
Pola makan/jam : 3 x sehari, jenis diit makanan lunak
Kebiasaan waktu makan (jika ada) : Tidak ada
2. Pola tidur/jam : 3-7 jam sehari, tidak ada masalah
gangguan tidur
3. Mandi : Mandi 1x sehari
4. Eliminasi : BAK : 5-6 x sehari, warna
kuning jernih
Keadaan Kesehatan
Status Nutrisi
BB : 55 Kg
TB : 155 cm
1. Status Cairan
16
Pasien minum air putih jumlah ± 3 botol aqua ukuran sedang (± 1500 ml)
Pasien terpasang IVFD Asering 40 tts/i
2. Medikasi
Paracetamol tablet 3 x 1
PSIDII tab 3x1
Imunos tab 1x1
Sucralfat syr 3xc1
3. Pemeriksaan penunjang
Hasil laboratorium
Tanggal 15-01-2017
- Leukosit : 7000/mm3
- Trombosit : 45.000/mm3
- Hb : 12,3 gr/dl
- Ht : 32,8%
Hasil X-ray: tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Tingkat kesadaran pasien compos mentis, ekspresi baik, pasien kooperatif
Tanda-tanda Vital
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x permenit
Pernapasan : 20 x permenit
Suhu : 38,5 ° C
Integumen
Warna dan pigmentasi kulit : Coklat, tidak ada hiperpigmentasi kulit
Kelembaban, tekstur : Lembab, tekstur halus
Turgor kulit : Elastis
Edema : Tidak ada edema
Lesi, pruritus : Ptekie (+) setelah dilakukan uji Rumple Leed
Tanda lahir : Tidak ada tanda lahir
Kuku dan rambut :
- Rambut : hitam, panjang, lurus, distribusi merata, tidak mudah rotok, tidak ada
lesi di kulit kepala.
- Kuku : bersih, warna merah muda
Kepala & Leher
Bentuk dan simetris : Normocephalic, simetris
ROM leher : Bebas
Palpasi trakhea : Tidak ada deviasi
Palpasi kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Mata
Simetrisitas : Simetris
17
Alis & kelopak mata : Alis simetris, tidak ada edema palpebra
Konjungtiva & sklera : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Refleks pupil : Respon cepat terhadap cahaya
Refleks kornea : Berkedip
Telinga
Simetrisitas : Telinga simetris kiri dan kanan
Nyeri aurikel : Tidak ada
Serumen : Ada, dalam batas normal
Ketajaman Pendengaran : Baik
Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi
Denyut apikal TIM : Teraba
Pericordial friction rib : Tidak ada
Perkusi : ICS 2 dan ICS 5
Auskultasi : Bunyi jantung normal, BJ1 > BJ2.
Abdomen
Kontur abdomen
18
Abdomen datar
Bising usus
Positif pada keempat kuadran abdomen
Sistem Reproduksi
Perempuan
Payudara : puting susu simetris, areola merah muda
Genitalia : tidak ada nyeri, tidak ada perdarahan, tidak ada edema, tidak terpasang
kateter,
belum mengalami menarche
Sistem Limfatik
(Palpasi nodus limfe dikepala, leher, aksila, dan lipatan paha)
Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Sistem Muskuloskletal
Cara berjalan
Normal, tidak ada kelainan
ROM ekstremitas
Klien mampu menggerakkan ekstremitas secara bebas
Clubfoot
Tidak ada
Iritasi meningeal
Tanda Kernig (-), klien tidak ada merasa nyeri pada saat lutut ditekuk dan diluruskan
19
Dislokasi panggul kongenital
Tidak ada
Sistem Persarafan
Status Mental
Tenang, kooperatif
Fungsi Motorik
Mampu menggerakkan ekstremitas secara bebas, anak mampu duduk dan berdiri,
Kekuatan otot:
555 555
555 555
Uji Romberg
Hasil uji Romberg negatif
20
Analisa Data
DO:
- Kulit tubuh teraba hangat
- Suhu 38,5° C
- Nadi 80 x permenit
- Faring hiperemis
- Trombosit: 7000/mm3
2 DS:
Pasien mengatakan: Perubahan nutrisi kurang
- nafsu makan berkurang, masih merasa dari kebutuhan tubuh
mual
- hanya menghabiskan ½ porsi
makanan
- klien mengatakan jarang memakan
makanan yang dibelikan oleh
keluarga dari luar RS (misal biskuit,
roti, bubur)
DO:
- Tampak masih tersisa makanan ½
porsi pada piring makan klien
- BB sekarang 55 Kg
- Hb: 12,3 gr/dl
Diagnosa Keperawatan
21
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) b/d proses inflamasi
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) b.d proses inflamasi (viremia)
No Intervensi Keperawatan Rasional
.
1 Mandiri: DBD di dahului oleh demam
Kaji saat terjadinya demam serta tinggi, terus-menerus
karakteristik maupun pola demam. berlangsung 2-7 hari.
2 Observasi tanda-tanda vital secara Tanda vital sebagai acuan
teratur dan laporkan segera bila disertai keadaan umum pasien.
kejang.
3 Kompres hangat kuku bila pasien Membantu menurunkan suhu
demam tubuh melalui proses
evaporasi atau penguapan
panas tubuh.
4 Berikan cairan oral bila pasien masih Mengimbangi pengeluaran
bisa minum. cairan akibat peningkatan
suhu tubuh.
5 Jelaskan pada keluarga penyebab Keterlibatan keluarga sangat
demam dan cara melakukan kompres. berarti dalam proses
perawatan di rumah.
6 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian terapi sesuai Pemberian dosis yang tepat
program medik : antipiretik atau merupakan terapi suportif
parasetamol. penurunan suhu tubuh.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, mual, muntah.
No Intervensi Keperawatan Rasional
.
1 Mandiri:
Kaji keluhan mual, nyeri menelan Sebagai dasar untuk menetapkan
dan muntah. metode pemberian nutrisi.
2 Berikan makanan yang mudah Meningkatkan asupan makanan
ditelan (lunak) dan hidangkan selagi karena mudah ditelan.
hangat.
3 Berikan makanan dalam porsi kecil Menghindari mual dan muntah
dan sering. akibat porsi makan yang besar.
4 Catat intake nutrisi dan cairan per 24 Mengetahui asupan nutrisi dan
22
jam. cairan pasien.
5 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian antiemetik Meningkatkan asupan nutrisi jika
dan nutrisi serta cairan perparenteral intake peroral tidak mencukupi.
(sesuai program medik)
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TGL/ DX DS/DO Intervensi Implementasi
23
DX 1 demam 5 hari, demam 2. Pantau adanya 2. Memantau adanya tanda-tanda
naik turun , tanda-tanda perdarahan
DO : T : 38,5º C perdarahan 3. Menganjurkan kompres air
Tanda-tanda 3. Anjurkan hangat jika demam
perdarahan – kompres air 4. Menganjurkan minum air putih
Trombosit 70 hangat jika 4-5l/hari
IVFD Asering demam 5. Memberikan cairan yang
40tts/i 4. Anjurkan adekuat
PCT 3x500mg minum air 6. Memberikaan obat sesuai
PSIDII 3x1 putih 4-5 l/hari indikasi
Imunos 1x1 5. Berikan cairan 7. Pemeriksaan H2TL/hari
yang adekuat
6. Kolaborasi
dalam
pemberian
obat
7. Kolaborasi
Cek H2TL/hari
24
Diit yang makan sedikit- air hangat
dihabiskan ½ porsi sedikit tapi 4. Memberikan obat sesuai
IVFD Asering sering indikasi
40tts/i 3. Anjurkan
P/O :PCT 3x500mg banyak minum
PSIDII 3x1 air putih
Imunos 1x1 4. Kolaborasi
Sucralfat syr dalam
3xcth1 pemberian
obat
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada BAB ini, penulis akan membahas kesenjangan anatara tinjauan teoritis dan
tinjauan kasus pada Ny. A dengan DHF di ruang sahabat RSUD Bangkinang.
Pembahasan ini dibuat sesuai dengan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa
A. Pengkajian
Ini merupakan tahap awal yang dilakukan penulis dalam menerapkan asuhan
berarti karena adanya kerjasama yang baik dengan keluarga dan tim medis lainnya
B. Diagnosa keperawatan
teoritis ditemukan enam diagnosa keperawatan DHF, sedangkan pada tinjauan kasus
yang telah dilakukan oleh kelompok hanya ditemukan dua diagnosa keperawatan
Perencanaan dirumuskan mengacu pada tinjauan teoritis yang ada , pada dasarnya
C. Implementasi
26
implementasi, penulis bekerja sama dengan perawat dan tim medis lainnya agar
D. Evaluasi
membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan
pada ke dua diagnosa pada Ny. A. Hasil yang ditemukan pada kasus dengan diagnosa
gangguan peningkatan suhu tubuh b/d proses infeksi teratasi pada hari ke 4 (20 Jan
2017) sedangkan gangguan pemenuhan nutrisi b/d anoreksia pada hari ke 4 (20 Jan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
27
Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan pada Ny. A dengan DHF di ruang
berikut:
dan teoritis.
untuk menentukan dan mengatasi masalah lain yang muncul pada pasien tersebut.
B. Saran
Bagi perawat
Pada pengkajian diharapkan perawat dapat melaksanakan secara tepat dan benar,
sehingga dapat lebih akurat dalam menegakkan diagnosa dan dapat melakukan
28
DAFTAR PUSTAKA
Aru, W. S., dkk. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:FKUI.
Behrman. E. Richard, Kliegman. M. Robert, Arvin. M. Ann. (1999). Ilmu kesehatan anak
Hidayat. A. Azis Alimul. (2006). Pengantar ilmu keperawatan anak edisi 1. Jakarta:
Salemba Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia. (1986). Buku kuliah
29