Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengue hemoragic fever (DHF) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah

penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk kedalam tubuh penderita

melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit DHF merupakan salah satu masalah

kesehatan di Indonesia. Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit

penyakit ini, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas

di perumahan penduduk maupun fasilitas umum diseluruh Indonesia.

Penyakit DHF pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968,

akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut

menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia

kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah

kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah

yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.

Di berbagai daerah di Indonesia, DHF telah berulang kali dinyatakan sebagai

kejadian luar biasa (KLB). KLB DHF terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence

Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan case fatality rate (CFR) 2%. Pada tahun

1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung

meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87

(tahun 2003).

Di Provinsi Riau, berdasarkan jumlah kasus DHF tahun 2002 s.d September 2007

terjadi peningkatan kasus pada tahun 2005 sebanyak 1897 kasus , dan tahun 2006 dan

September 2007 mengalami penurunan kasus hingga 50 %..

1
Berdasarkan data di atas, Penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut

dengan judul ” Asuhan keperawatan pada Ny A dengan dengue hemorrhagic fever (DHF)

di ruang Sahabat RSUD Bangkinang

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum

Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan demam berdarah

dengue di ruang Sahabat RSUD Sahabat

2. Tujuan khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. A dengan DHF di Sahabat RSUD

Bangkinang

b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan sesuai permasalahan yang ada.

c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai prioritas masalah

keperawatan yang ada pada Ny. A dengan DHF di Sahabat RSUD

Bangkinang

d. Mampu melaksanakan rencana tindakan yang telah disusun dan dilaksanakan

sesuai dengan kebutuhan klien.

e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan kepada

klien.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi

Demam berdarah dengue adalah suatu infeksi arbovirus (arthropod-borne virus)

akut, ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes Aeghepty (Nelson, 2000).

Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus

dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Nursalam dkk, 2005).

B. Etiologi

Penyebab utama demam berdarah dengue adalah virus dengue yang tergolong jenis

arbovirus melalui vektor utama aedes aegypti. Adanya vektor berhubungan erat dengan

kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari, sanitasi

lingkungan yang kurang baik, dan penyediaan air bersih yang langka.

C. Patofisiologi

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka

demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu

(host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat

tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan

dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi

makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Individu yang mengalami infeksi

yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat

yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.

Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan

menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian

berikatan dengan faktor reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh

3
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan

bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.

Antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan

infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap

infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan

hipovolemia dan syok. Replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang

bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.

Masa inkubasi demam berdarah dengue diduga merupakan masa inkubasi demam

dengue perjalanannya khas yang sangat sakit. Fase pertama yang relatif ringan dengan

demam mulai mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia dan batuk disertai

sesudah 2-5 hari oleh deteriosasi klinis cepat dan kolaps.

Pada fase kedua penderita biasanya menderita ekstremitas dingin, lembab, badan

panas, muka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik.

Seringkali ada petekie tersebar pada dahi dan tungkai; ekimosis spontan mungkin

tampak, dan mudah memar serta berdarah pada tempat pungsi vena adalah lazim Ruam

makular atau makulopapular mungkin muncul dan mungkin ada sianosis sekeliling mulut

dan perifer. Pernafasan cepat dan sering berat. Nadi lemah, cepat dan kecil dan suara

jantung halus. Hal ini mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi kosta dan

biasanya keras dan agak nyeri. Kurang dari 10% penderita menderita ekimosis atau

perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi

Sesudah 24-36 jam masa kritis, konvalesen cukup cepat pada orang yang sembuh. Suhu

dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Bradikardi dan ekstrasistol ventrikel lazim

selama konvaselen. Jarang, ada cedera otak sisa yang disebabkan oleh syok lama atau kadang-

4
kadang karena perdarahan intrakranial. Strain virus dengue 3 yang besirkulasi di daerah utama

Asia Tenggara sejak tahun 1983 disertai dengan terutama sindrom klinis berat, yang ditandai oleh

enselopati, hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan kadang-kadang ikterus.

Berbeda dengan pola yang sangat khas pada anak yang sakit berat, infeksi dengue sekunder

relatif ringan pada sebagian besar keadaan, berkisar dari infeksi yang tidak jelas sampai penyakit

saluran pernapasan atas yang tidak terdiferensiasi atau penyakit seperti dengue sampai penyakit

serupa dengna penyakit yang diuraikan sebelumnya tetapi tanpa syok yang jelas.

D. Tanda dan Gejala

Kasus DHF ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan,

terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah. Fenomena

patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DHF dari demam

dengue ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume

plasma, hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik (Tuchid, 1973). Halstead

(1965) mengemukakan gejala yang harus dipertimbangkan dalam diferensiasi DHF dari

demam dengue di Thailand yaitu:

1. DHF pada umumnya disertai pembesaran hati.

2. Leukositosis seringkali ditemukan pada DHF, berlainan dengan demam dengue

yang pada umumnya disertai leukopenia berat.

3. Manifestasi perdarahan seperti petekie, ekimosis, uji tourniket positf dan

trombositopenia lebih menonjol pada DHF.

4. Limfadenopatia, ruam makulopapular dan mialgia bersifat lebih ringan pada

DHF.

Sebaliknya Halstead dkk. (1970) berpendapat istilah itu harus dibatasi hanya pada

penderita yang disertai kelainan khas, yaitu hipoproteinemia dan trombositopenia.

5
Disarankannya 2 batas tegas dalam pembagian klinis, yaitu dengue normal dan dengue

yang berubah sifatnya (altered dengue). Dengan demikian, berdasarkan pembagian ini

walaupun seorang menderita infeksi dengue disertai perdarahan hebat, bila penderita

tidak ditemukan hipoproteinemia dan trombositopenia, maka kasusnya tidak digolongkan

sebagai DHF.

Patokan WHO (1975) untuk membuat diagnosis DHF ditetapkan sebagai berikut:

1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.

2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tourniket positif dan salah satu

bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi), hematemesis

atau melena.

3. Perbesaran hati.

4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai nadi menurun (menjadi 20 kali

permenit atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistole menurun sampai 80

mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung

hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.

WHO membagi derajat penyakit DHF dalam 4 derajat, yaitu:

 Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan

ialah uji tourniket positif.

 Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

 Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan

nadi menurun (kurang dari 20 kali permenit) atau hipotensi disertai kulit yang dingin,

lembab dan penderita menjadi gelisah.

6
 Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah

yang tidak dapat diukur.

E. Pemeriksaan Fisik

Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung

kaki. berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik adalah sebagai berikut:

1) Grade I : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi

lemah.

2) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan

petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.

3) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil dan

tidak teratur, serta tensi menurun.

4) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,

pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

5) Sistem Integumen:

1. Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan

lembab, kuku sianosis atau tidak

2. Kepala dan leher.

Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis,

hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada

mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri

telan. Sementara tenggorokan mengalami Hyperemia pharing dan terjadi

perdarahan telinga (grade II, III, IV).

7
3. Dada

Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat

adanya cairan yang tertimbun pada paru-paru sebelah kanan (efusi pleura), Rales

(+), ronchi (+) yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.

4. Abdomen

Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali), dan asites.

5. Ekstremitas

Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Parameter laboratories yang dapat dilakukan antara lain:

a. Leukosit:Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis

relatif (>45% dari total leukosit)

b. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke3-8

c. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit ≥ 20 % dari hematokrit awal umumnya pada hari ke-3 demam

d. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, pada keadaan yang

dicurigai adanya perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

e. Protein atau albumin: dapat terjadinya hhipoproteinemia akibat kebocoran

plasma.

f. SGOT/SGPT (Serum alanin aminotransferase) dapat meningkat

g. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

h. Elektrolit: sebagai parameter pemberian cairan

8
i. Golongan darah dan crossmatch: bila akan diberikan transfusi darah atau

komponen darah.

j. Pemeriksaan imunoserologi: dilakukan pemeriksaan igm dan igg terhadap

dengue.

2. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, pemeiksaan foto rontgen dada sebaiknya

dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada posisi badan sebelah kanan).

3. Pemeriksaan USG

Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

(Sudoyo, 2007).

G. Penatalaksanaan
a. Pengawasan tanda – tanda Vital secara kontinue tiap jam
b. Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
c. Observasi intake output
 Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap
3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2
liter per hari, beri kompres
 Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht,
Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
 Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2
pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi
productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
d. Resiko Perdarahan
 Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
 Catat banyak, warna dari perdarahan
 Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal

9
e. Peningkatan suhu tubuh
 Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
 Beri minum banyak
 Berikan kompres
H. PENCEGAHAN
Pencegahan DBD dititik beratkan pada pemberantasan nyamuk dengan
penyemprotan insektisida dan upaya membasmi jentik nyamuk yang dilakukan
dengan 3 M.
Gerakan 3 M
1. Mengurus tempat – tempat penampungan air secara teratur sekurang – kurangnya
sekaali seminggu atau penaburan bubuk abate ke dalamnya.
2. Menutup rapat tempat penampungan air.
3. Mengubur atau menyingkirkan barang – barang bekas yang dapat menampung air
pemberantasan vector :
 Fogging (penyemrotan) kegiatan ini dilakukan bila hasil penyelidikan epidemilogis
memenuhi criteria dengan dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100
liter air.
 Abatisasi semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang ditemukan
jentik aedes aegypti ditaburi bubuk abate dengan d

I. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko terjadinya syok hopovolemik berhubungan dengan kekurangan cairan dan

kebocoran plasma

2. Resiko cedera: perdarahan lebih lanjut b.d trombositopenia

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) b.d proses inflamasi (viremia)

4. Gangguan rasa nyaman: nyeri otot dan persendian b.d proses inflamasi, proses

patologis penyakit.

5. Defisit volume cairan b.d peningkatan permeabilitas dinding plasma, perdarahan

berlebihan, gangguan pembekuan darah.

10
6. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d

anoreksia, mual, muntah.

J. Intervensi Keperawatan
1. Resiko terjadinya syok hopovolemik berhubungan dengan kekurangan cairan dan

kebocoran plasma.

No Intervensi Keperawatan Rasional


1 Pantau tanda-tanda vital pasien. mengetahui intervensi selanjutnya
2 Observasi adanya penurunan kesadaran, Mengidentifikasi adanya tanda
takipneu, takikardi,. terjadinya
3 Pantau masukan dan haluaran cairan. Mengetahui keseimbangan cairan

4 Kolaborasi pemeriksaan laboratorium: Sebagai acuan tingkat keberhasilan


pemberian asuhan keperawatan.
2. Resiko cedera: perdarahan lebih lanjut b.d trombositopenia

No Intervensi Keperawatan Rasional


1 Kaji adanya riwayat perdarahan.. Menentukan tingkat perdarahan
sebagai pedoman intervensi.
2 Jika ada perdarahan, catat: jumlah, Merupakan data untuk mengetahui
frekuensi dan jenis perdarahan. langkah selanjutnya.
3 Arahkan keluarga untuk membantu Cedera dapat menyebabkan
aktivitas fisik yang dapat membahayakan perdarahan.
klien.
4 Pantau adanya perubahan hasil Sebagai acuan tingkat keberhasilan
laboratorium: Hb, Ht, Trombocite, pemberian asuhan keperawatan.
leukosit.
5 Batasi pergerakan, anjurkan klien bedrest Mengurangi beratnya kerja hepar.
total.
6 Jelaskan pada keluarga alasan klien Meningkatkan pengetahuan
dilakukan bedrest total. keluarga.
7 Kaji adanya perasaan pusing atau oyong Sebagai pencegahan cidera, dan
saat berjalan. adanya syok hipovolemik.
8 Hindari klien dari lingkungan yang Kejadian cidera dapat menyebabkan
menyebabkan klien terjatuh. perdarahan baru yang jauh lebih

11
membahayakan.

2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) b.d proses inflamasi (viremia)

No Intervensi Keperawatan Rasional


.
1 Mandiri:
Kaji saat terjadinya demam serta DBD di dahului oleh demam
karakteristik maupun pola demam. tinggi, terus-menerus
berlangsung 2-7 hari.
2 Observasi tanda-tanda vital secara teratur Tanda vital sebagai acuan
dan laporkan segera bila disertai kejang. keadaan umum pasien.
3 Kompres hangat kuku bila pasien demam Membantu menurunkan suhu
tubuh melalui proses evaporasi
atau penguapan panas tubuh.
4 Berikan cairan oral bila pasien masih bisa Mengimbangi pengeluaran
minum. cairan akibat peningkatan suhu
tubuh.
5 Jelaskan pada keluarga penyebab demam Keterlibatan keluarga sangat
dan cara melakukan kompres. berarti dalam proses perawatan
di rumah.
6 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian terapi sesuai program Pemberian dosis yang tepat
medik : antipiretik atau parasetamol. merupakan terapi suportif
penurunan suhu tubuh.
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri otot dan persendian b.d proses inflamasi, proses

patologis penyakit.

No Intervensi Keperawatan Rasional


.
1 Mandiri:
Kaji tingkat dan karakteristik nyeri. Sebagai dasar untuk menetapkan
metode intervensi yang sesuai.
2 Berikan posisi yang nyaman, lingkungan Posisi yang tepat dan lingkungan
yang tenang dan alihkan perhatian pasien yang tenang, dapat mengurangi
dari rasa nyeri. stressor nyeri.
3 Ajarkan teknik napas dalam, relaksasi Meningkatkan konsumsi O2 dapat
dilakukan saat nyeri muncul. mengurangi nyeri.
4 Berikan kesempatan pasien berinteraksi Keluarga dapat memberikan support

12
dengan keluarga atau teman. yang dapat membuat pasien tenang.
5 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgesic sesuai Mengurangi nyeri.
indikasi dan program medik.

4. Defisit volume cairan b.d peningkatan permeabilitas dinding plasma, perdarahan

berlebihan, gangguan pembekuan darah.

No Intervensi Keperawatan Rasional


.
1 Mandiri:
Palpasi nadi perifer, perhatikan pengisian Kekuraangan cairan menyebabkan
kapiler, warna, atau suhu kulit dan gangguan perfusi dan kolaps
observasi tanda-tanda vital setiap 15 sirkulasi
menit.
2 Pantau haluaran urin, ukur atau Sebagai dasar pemenuhan kebutuhan
perkirakan kehilangan cairan dari semua pengganti cairan yang hilang.
sumber, missal muntah dan diaphoresis.
3 Catat balance cairan tiap 8 jam, Intake Menentukan deficit atau overload
dan output. cairan.
4 Penuhi kebutuhan cairan (sesuai program Cairan kristaloid memberikan
terapi) kristaloid atau koloid. perbaikan sirkulasi segera, koloid
mengembalikan cairan-cairan ke
dalam vaskuler.
5 Pantau peningkatan TD tiba-tiba atau Perbaikan kekurangan cairan terlalu
nyata, gelisah, batuk, despneu, sputum cepat dapat menurunkan system
banyak. kardiopulmonal.
6 Waspada terhadap keamanan pasien, Kekurangan cairan menyebabkan
pasang restrain tempat tidur, observasi penurunan perfusi serebral terjadi
sering. penurunan kesadaran, resiko terjatuh.
7 Kolaborasi:
Siapkan pemberian obat-obatan inotropik Meningkatkan sirkulasi.
atau vasoaktif sesuai program terapi.
8 Bila diperlukan berikan tranfusi Mengganti kehilangan komponen
trombosit darah.
9 Awasi reaksi tranfusi. Meminimalkan efek rekasi tranfusi.

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,

mual, muntah.

13
No Intervensi Keperawatan Rasional
.
1 Mandiri:
Kaji keluhan mual, nyeri menelan dan Sebagai dasar untuk menetapkan
muntah. metode pemberian nutrisi.
2 Berikan makanan yang mudah ditelan Meningkatkan asupan makanan
(lunak) dan hidangkan selagi hangat. karena mudah ditelan.
3 Berikan makanan dalam porsi kecil dan Menghindari mual dan muntah
sering. akibat porsi makan yang besar.
4 Catat intake nutrisi dan cairan per 24 jam. Mengetahui asupan nutrisi dan cairan
pasien.
5 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian antiemetik dan Meningkatkan asupan nutrisi jika
nutrisi serta cairan perparenteral (sesuai intake peroral tidak mencukupi.
program medik).

14
BAB III
GAMBARAN KASUS

Identitas Klien
Nama Klien : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Pekanbaru/
29 Nov 1987
Tanggal pengkajian : 17 Januari 2017
Usia : 29 Tahun
Tanggal masuk : 15 januari 2017
No. RM : 00 12 93
Diagnosa Medis : DHF

Keluhan Utama

1. Alasan Masuk RS
3 hari yang lalu sebelum masuk RS, pasien demam tinggi, tidak berkeringat, tidak
menggigil. Pada pasien tidak ada ditemukan mimisan, gusi berdarah. Pasien
mengeluh mual, tidak ada muntah, sakit kepala, sakit sendi, mencret 1 kali dengan
warna feses kuning, tidak ada lendir, tidak ada darah, kurang nafsu makan.

2. Keluhan Kesehatan Saat Ini


Klien mengeluh badan panas, lemah, nafsu makan berkurang.

3. Diagnosa Medis
DHF

Riwayat Kesehatan Masa Lampau

1. Penyakit yang pernah diderita: Klien pernah menderita sakit demam, batuk dan pilek
dan biasa berobat ke puskesmas terdekat.

2. Pernah dirawat di RS: Ya/Tidak

3. Obat-obatan yang pernah digunakan: Parasetamol dan obat-obat warung

4. Pernah dilakukan tindakan operasi: Ya/Tidak

5. Jika ya, jenis operasi yang dilakukan: -

15
6. Alergi (makanan/obat-obatan/debu/cuaca): Klien tidak mempunyai riwayat alergi

7. Kecelakaan: Tidak pernah

Riwayat Sosial

1. Hubungan dengan anggota keluarga


Harmonis, komunikasi terbuka sesama anggota keluarga

2. Hubungan dengan teman sebaya


Baik, pasien memiliki banyak teman

3. Pembawaan/sifat secara umum


Tenang, ekspresi stabil, klien kooperatif

4. Lingkungan rumah
Lingkungan tempat tinggal klien merupakan pemukiman padat, lingkungan kurang
bersih, di selokan banyak sampah menumpuk dan menyebabkan air tergenang.

Kebutuhan Dasar
1. Makanan
 Makanan yang disukai/tidak disukai : Ayam, bihun goreng/ikan
 Selera makan : Nafsu makan klien kurang, klien
mengeluh mual, klien mengatakan hanya
menghabiskan ½ porsi makanannya
 Alat makan yang digunakan : Piring dan sendok
 Pola makan/jam : 3 x sehari, jenis diit makanan lunak
 Kebiasaan waktu makan (jika ada) : Tidak ada
2. Pola tidur/jam : 3-7 jam sehari, tidak ada masalah
gangguan tidur
3. Mandi : Mandi 1x sehari
4. Eliminasi : BAK : 5-6 x sehari, warna
kuning jernih

BAB : 1 x sehari, warna kuning,


konsistensi tidak keras, tidak ada
darah, tidak berlendir.

Keadaan Kesehatan
Status Nutrisi
 BB : 55 Kg
 TB : 155 cm

1. Status Cairan

16
 Pasien minum air putih jumlah ± 3 botol aqua ukuran sedang (± 1500 ml)
 Pasien terpasang IVFD Asering 40 tts/i
2. Medikasi
 Paracetamol tablet 3 x 1
 PSIDII tab 3x1
 Imunos tab 1x1
 Sucralfat syr 3xc1
3. Pemeriksaan penunjang
 Hasil laboratorium
Tanggal 15-01-2017
- Leukosit : 7000/mm3
- Trombosit : 45.000/mm3
- Hb : 12,3 gr/dl
- Ht : 32,8%
 Hasil X-ray: tidak ada

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Tingkat kesadaran pasien compos mentis, ekspresi baik, pasien kooperatif
Tanda-tanda Vital
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x permenit
Pernapasan : 20 x permenit
Suhu : 38,5 ° C

Integumen
 Warna dan pigmentasi kulit : Coklat, tidak ada hiperpigmentasi kulit
 Kelembaban, tekstur : Lembab, tekstur halus
 Turgor kulit : Elastis
 Edema : Tidak ada edema
 Lesi, pruritus : Ptekie (+) setelah dilakukan uji Rumple Leed
 Tanda lahir : Tidak ada tanda lahir
 Kuku dan rambut :
- Rambut : hitam, panjang, lurus, distribusi merata, tidak mudah rotok, tidak ada
lesi di kulit kepala.
- Kuku : bersih, warna merah muda
Kepala & Leher
 Bentuk dan simetris : Normocephalic, simetris
 ROM leher : Bebas
 Palpasi trakhea : Tidak ada deviasi
 Palpasi kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Mata
 Simetrisitas : Simetris

17
 Alis & kelopak mata : Alis simetris, tidak ada edema palpebra
 Konjungtiva & sklera : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
 Refleks pupil : Respon cepat terhadap cahaya
 Refleks kornea : Berkedip

Telinga
 Simetrisitas : Telinga simetris kiri dan kanan
 Nyeri aurikel : Tidak ada
 Serumen : Ada, dalam batas normal
 Ketajaman Pendengaran : Baik

Muka, Hidung & Rongga mulut


 Bentuk & ekspresi : Baik
 Kesimetrisan lipatan nasolabial : Simetris
 Ukuran & bentuk hidung : Simetris, pada pusat wajah
 Nares eksternal & kepatenan nares : Tidak ada pelebaran, kulit nares utuh, nares
paten
 Ketajaman penciuman : Baik
 Palpasi sinus : Tidak ada nyeri
 Rongga mulut, lidah & bau : Membran mukosa merah muda, lidah simetris,
faring hiperemis
 Gigi (jumlah, karies) :Tidak ada karies
 Tonsil : Tidak ada kelainan
 Kualitas suara : Baik

Toraks & Paru-paru


 Kesimetrisan dada : Baik
 Abnormalitas : Tidak ada
 Retraksi dinding dada : Tidak ada
 Jenis pernapasan, kedalaman : Pola teratur, pernapasan dada
 Taktil premitus : Getaran kiri dan kanan sama
 Hasil perkusi dinding dada : Resonan pada area paru
 Hasil auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada
wheezing.

Sistem Kardiovaskuler
 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi
Denyut apikal TIM : Teraba
Pericordial friction rib : Tidak ada
 Perkusi : ICS 2 dan ICS 5
 Auskultasi : Bunyi jantung normal, BJ1 > BJ2.

Abdomen
 Kontur abdomen
18
Abdomen datar

 Warna & keadaan kulit abdomen


Warna kulit coklat, tidak ada lesi, turgor kulit elastis

 Bising usus
Positif pada keempat kuadran abdomen

 Hepar (batas, konsistensi, permukaan & ukuran)


Tidak ada hepatomegali

 Limpa (batas, konsistensi, permukaan & ukuran)


Tidak ada splenomegali

Sistem Reproduksi
Perempuan
Payudara : puting susu simetris, areola merah muda
Genitalia : tidak ada nyeri, tidak ada perdarahan, tidak ada edema, tidak terpasang
kateter,
belum mengalami menarche

Sistem Limfatik
(Palpasi nodus limfe dikepala, leher, aksila, dan lipatan paha)
Tidak ada pembesaran kelenjar limfe

Sistem Muskuloskletal
 Cara berjalan
Normal, tidak ada kelainan

 Lengkung tulang belakang


Normal, tidak ada kelainan

 Mobilitas tulang belakang


Normal, tidak ada kelainan

 ROM ekstremitas
Klien mampu menggerakkan ekstremitas secara bebas

 Genu varum & genu valgum


Tidak ada

 Clubfoot
Tidak ada

 Iritasi meningeal
Tanda Kernig (-), klien tidak ada merasa nyeri pada saat lutut ditekuk dan diluruskan

19
 Dislokasi panggul kongenital
Tidak ada

Sistem Persarafan
 Status Mental
Tenang, kooperatif

 Fungsi Motorik
Mampu menggerakkan ekstremitas secara bebas, anak mampu duduk dan berdiri,
Kekuatan otot:

555 555

555 555

 Uji Romberg
Hasil uji Romberg negatif

20
Analisa Data

No Data Masalah keperawatan


1. DS: Peningkatan suhu tubuh
Pasien mengatakan (hipertermia)
- badan terasa panas dan lemah.
- selama demam tidak ada menggigil,
tidak ada berkeringat malam.

DO:
- Kulit tubuh teraba hangat
- Suhu 38,5° C
- Nadi 80 x permenit
- Faring hiperemis
- Trombosit: 7000/mm3

2 DS:
Pasien mengatakan: Perubahan nutrisi kurang
- nafsu makan berkurang, masih merasa dari kebutuhan tubuh
mual
- hanya menghabiskan ½ porsi
makanan
- klien mengatakan jarang memakan
makanan yang dibelikan oleh
keluarga dari luar RS (misal biskuit,
roti, bubur)
DO:
- Tampak masih tersisa makanan ½
porsi pada piring makan klien
- BB sekarang 55 Kg
- Hb: 12,3 gr/dl

Diagnosa Keperawatan

21
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) b/d proses inflamasi

2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) b.d proses inflamasi (viremia)
No Intervensi Keperawatan Rasional
.
1 Mandiri: DBD di dahului oleh demam
Kaji saat terjadinya demam serta tinggi, terus-menerus
karakteristik maupun pola demam. berlangsung 2-7 hari.
2 Observasi tanda-tanda vital secara Tanda vital sebagai acuan
teratur dan laporkan segera bila disertai keadaan umum pasien.
kejang.
3 Kompres hangat kuku bila pasien Membantu menurunkan suhu
demam tubuh melalui proses
evaporasi atau penguapan
panas tubuh.
4 Berikan cairan oral bila pasien masih Mengimbangi pengeluaran
bisa minum. cairan akibat peningkatan
suhu tubuh.
5 Jelaskan pada keluarga penyebab Keterlibatan keluarga sangat
demam dan cara melakukan kompres. berarti dalam proses
perawatan di rumah.
6 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian terapi sesuai Pemberian dosis yang tepat
program medik : antipiretik atau merupakan terapi suportif
parasetamol. penurunan suhu tubuh.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, mual, muntah.
No Intervensi Keperawatan Rasional
.
1 Mandiri:
Kaji keluhan mual, nyeri menelan Sebagai dasar untuk menetapkan
dan muntah. metode pemberian nutrisi.
2 Berikan makanan yang mudah Meningkatkan asupan makanan
ditelan (lunak) dan hidangkan selagi karena mudah ditelan.
hangat.
3 Berikan makanan dalam porsi kecil Menghindari mual dan muntah
dan sering. akibat porsi makan yang besar.
4 Catat intake nutrisi dan cairan per 24 Mengetahui asupan nutrisi dan

22
jam. cairan pasien.
5 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian antiemetik Meningkatkan asupan nutrisi jika
dan nutrisi serta cairan perparenteral intake peroral tidak mencukupi.
(sesuai program medik)

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TGL/ DX DS/DO Intervensi Implementasi

17-01-2017 DS : os mengatakan 1. Pantau TTV 1. Memantau TTV jam 17:00

23
DX 1 demam 5 hari, demam 2. Pantau adanya 2. Memantau adanya tanda-tanda
naik turun , tanda-tanda perdarahan
DO : T : 38,5º C perdarahan 3. Menganjurkan kompres air
Tanda-tanda 3. Anjurkan hangat jika demam
perdarahan – kompres air 4. Menganjurkan minum air putih
Trombosit 70 hangat jika 4-5l/hari
IVFD Asering demam 5. Memberikan cairan yang
40tts/i 4. Anjurkan adekuat
PCT 3x500mg minum air 6. Memberikaan obat sesuai
PSIDII 3x1 putih 4-5 l/hari indikasi
Imunos 1x1 5. Berikan cairan 7. Pemeriksaan H2TL/hari
yang adekuat
6. Kolaborasi
dalam
pemberian
obat
7. Kolaborasi
Cek H2TL/hari

17-01-2017 DS : Os mengatakan 1. Bicarakan 1. Membicarakan pentingnya


DX 2 makan menurun pentingnya asupan makanan
mual + asupan 2. Menganjurkan makan sedikit-
muntah – makanan sedikit tapi sering
DO : Os tampak mual 2. Anjurkan 3. Menganjurkan minum dengan

24
Diit yang makan sedikit- air hangat
dihabiskan ½ porsi sedikit tapi 4. Memberikan obat sesuai
IVFD Asering sering indikasi
40tts/i 3. Anjurkan
P/O :PCT 3x500mg banyak minum
PSIDII 3x1 air putih
Imunos 1x1 4. Kolaborasi
Sucralfat syr dalam
3xcth1 pemberian
obat

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada BAB ini, penulis akan membahas kesenjangan anatara tinjauan teoritis dan

tinjauan kasus pada Ny. A dengan DHF di ruang sahabat RSUD Bangkinang.

Pembahasan ini dibuat sesuai dengan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi

A. Pengkajian

Ini merupakan tahap awal yang dilakukan penulis dalam menerapkan asuhan

keperawatan . Dalam mendapatkan data, penulis tidak menemukan kesulitan yang

berarti karena adanya kerjasama yang baik dengan keluarga dan tim medis lainnya

Pada awal pengkajian didapatkan diagnosa masuk klien dengan DHF.

B. Diagnosa keperawatan

Dalam menegakkan diagnosa kelompok mengacu kepada prioritas masalah. Pada

teoritis ditemukan enam diagnosa keperawatan DHF, sedangkan pada tinjauan kasus

yang telah dilakukan oleh kelompok hanya ditemukan dua diagnosa keperawatan

yaitu gangguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi ,

ganguuan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia.

Perencanaan dirumuskan mengacu pada tinjauan teoritis yang ada , pada dasarnya

penulis tidak menemukan kesenjangan yang berarti. Penulis dapat melakukan

sebagian besar intervensi yang telah direncanakan.

C. Implementasi

Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana. Sebagian besar intervensi

dilaksanakan tanpa menemukan kendala yang berarti. Dalam menjalankan

26
implementasi, penulis bekerja sama dengan perawat dan tim medis lainnya agar

tercapai kesehatan klien dan mencegah komplikasi lebih lanjut

D. Evaluasi

Pada tahap ini dilakukan penilaian keberhasilan asuhan keperawatan dengan

membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan

pada ke dua diagnosa pada Ny. A. Hasil yang ditemukan pada kasus dengan diagnosa

gangguan peningkatan suhu tubuh b/d proses infeksi teratasi pada hari ke 4 (20 Jan

2017) sedangkan gangguan pemenuhan nutrisi b/d anoreksia pada hari ke 4 (20 Jan

2017) juga sudah teratasi.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

27
Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan pada Ny. A dengan DHF di ruang

Sahabat RSUD Bangkinang, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Tidak ada ditemukan perbedaan yang berarti antara pengkajian kasus

dan teoritis.

2. Dalam mengatasi masalah yang ditemukan pada pasien perlu

direncanakan beberapa tindakan keperawatan dengan menentukan tujuan yang

hendak dicapai sesuai dengan prioritas masalah.

3. Diagnosa medis dapat saja berubah sejalan dengan waktu sehingga

selain terapi diberikan, pemeriksaan penunjang lainnya harus tetap dikolaborasikan

untuk menentukan dan mengatasi masalah lain yang muncul pada pasien tersebut.

B. Saran

Bagi perawat

Pada pengkajian diharapkan perawat dapat melaksanakan secara tepat dan benar,

sehingga dapat lebih akurat dalam menegakkan diagnosa dan dapat melakukan

penanganan yang lebih cepat.

28
DAFTAR PUSTAKA

Aru, W. S., dkk. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:FKUI.

Behrman. E. Richard, Kliegman. M. Robert, Arvin. M. Ann. (1999). Ilmu kesehatan anak

nelson volume 2. Jakarta: EGC

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000). Rencana asuhan

keperawatan, Jakarta : EGC.

Hidayat. A. Azis Alimul. (2006). Pengantar ilmu keperawatan anak edisi 1. Jakarta:

Salemba Medika

Nursalam. Sulsilaningrum.R, Utami, S. (2005). Asuhan keperawatan bayi dan anak:

untuk perawat dan bidan. Jakarta: Salemba Medika

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia. (1986). Buku kuliah

ilmu kesehatan anak 2. Jakarta: Infomedika Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai