PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
setelah Nigeria dan Thailand. Di tahun 2015 Indonesia menghasilkan lebih 24
juta ton ubi kayu per tahun dan tahun 2016 diperkirakan produksi nasional sekitar
27 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2017). Dilihat dari urutan negara penghasil ubi
kayu terbesar di dunia, dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki potensi dalam
sangat luas yang didukung dengan lahan untuk budidaya yang masih cukup luas
Ubi kayu atau singkong (Mannihot esculenta) berasal dari Brazil, Amerika
Selatan, menyebar ke Asia pada awal abad ke-17 dibawa oleh pedagang Spanyol
Indonesia. Ubi kayu termasuk perdu tahunan, berbatang pohon lunak atau getas
(mudah patah), bulat, dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun,
bagian tengahnya bergabus, permukaan daun licin, tepi daun rata, pertulangan
Di Indonesia dan juga Nusa Tenggara Timur (NTT) ubi kayu sebenarnya
bukanlah bahan pangan baru bagi masyarakat. Ubi kayu adalah salah satu
1
meskipun saat ini ada kecenderungan sebagian penduduk telah mengonsumsi
beras. Provinsi NTT dengan sistem usaha tani dominan lahan kering memiliki
Syarat-syarat tumbuh ubi kayu tersebut telah dimiliki NTT yaitu beriklim
kering dengan suhu udara maksimum rata-rata berkisar antara 30°C s/d 36°C dan
curah hujan rata–rata adalah 1.164 mm/tahun. Adapun jenis-jenis tanah pertanian
Ende, dan Ngada), latosol (semua kabupaten kecuali Ende), alluvial (Belu,
Sumba, Kupang, TTS dan Ngada), grumosol (Kupang, TTS, TTU, Belu), regosol
(Sikka, Ende, Flores Timur). Dengan kondisi yang mendukung tersebut NTT
dapat menjadi daerah sentral produksi ubi kayu di Indonesia (Lewoema dalam
Faruq, 2014).
beras. Ubi kayu dipilih karena masyarakat mengenal ubi kayu sebagai tanaman
yang mudah untuk ditanam, baik di lahan kritis maupun di lahan subur.
Masyarakat memanfaatkan umbi ubi kayu untuk berbagai macam makanan olahan
diantaranya seperti direbus, digoreng, dibakar, dibuat kripik, dan kolak. Ada juga
Hasil survei penulis, ubi kayu yang terkenal di Ende adalah “ubi Nuabosi”.
Ubi Nuabosi, salah satu komoditas pangan unggulan Kabupaten Ende. Ubi
Nuabosi merupakan ubi lokal yang hanya dapat tumbuh di dataran Desa
2
Ndetundora III dengan areal tanam di daerah ketinggian dan sudah tersebar luas
serta mulai dibudidayakan mulai tahun 1920-an secara turun-temurun oleh petani
setempat. Ubi ini ditanam pada awal musim hujan dengan jarak tanam 1,0 m x 1,0
m, tanpa diairi (hanya mengandalkan curah hujan), dan juga tahan terhadap hama
ubi yang hanya terdapat di Kabupaten Ende, jika ubi ini dibudidayakan di daerah
lain di luar kabupaten Ende maka ubi ini akan berkurang cita rasa enak dan tekstur
empurnya. Hal ini dikarenakan struktur kimia tanah di Ende memiliki kandungan
unsur P (75,71 ppm), K (0,97 mg/100 gr) dan Zn (0,54 ppm) tanah yang relatif
lebih tinggi dari pada di daerah lain, dan juga pH tanah 6,45. Dengan keunikan
cita rasanya maka ubi ini menjadi komoditi lokal yang dapat mendukung
makanan pokok masyarakat Ende selain ubi Nuabosi diolah dengan dibakar,
direbus, digoreng, dipanggang, atau menjadi bahan keripik, ubi kayu ini juga
diolah menjadi makan khas Ende yang dikenal dengan “uwi ndota” atau ubi
cincang, alundene, dan wai zamu. Dengan banyaknya potensi ubi Nuabosi dan
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan diteliti pada
penelitian ini adalah bagaimana etnobotani ubi Nuabosi oleh masyarakat Suku
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui etnobotani ubi
Nuabosi yang dilakukan oleh masyarakat Suku Ende di Desa Ndetundora III
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan kajian dan informasi bagi pelajar di Desa Ndetundora III
menghasilkan ide kreatif untuk membuat produk olahan pangan dari ubi
nuabosi dan melestarikan kearifan lokal yang berkaitan dengan ubi nuabosi
dimasa mendatang.
dan pengolahan ubi Nuabosi menjadi bahan pangan yang dapat digali dan
4
3. Sebagai bahan pengetahuan dan referensi ilmiah mengenai persepsi
tanaman pangan.
pemanfaatan ubi Nuabosi dan produk pangan yang dihasilkan dari ubi