Anda di halaman 1dari 21

POLA SEGREGASI EKOLOGIS: KELOMPOK ETNIS-SUKU VS

KELAS SOSIAL DI KOTA PALEMBANG1


M. Ridhah Taqwa2
ABSTRAC
Communities in Palembang are ecologically segregated according to ethnic group, social
classes and cross-cutting segregation. Ethnic segregation can be found in the old part of
the city, especially along the edge of the Musi River in the Seberang Ulu and the Seberang
Ilir regions. Ethnic segregation is olso ethnic people has specific profession. Besad on
social classes, these communities are segregated according to upper, middle and lower
classes. People belong to middle and lower classes, can be found in the city, in the sub-urb
and along the edge of Mus River, including people living in boat houses. Middle and upper
classes of the community in Palembang live around the business centers, new office
environments, and exclusive living places, including those devoloped by big companies.
Cross-cutting segregation (ethnically ang and according to social classes) can be found
among the Chinise, rich, non-moslems, and Palembang people who are moslems and
relatively poor. It’s found that this segregation is going to change fromethnic bases to
social classes, and from the edge of the Musi River to mainland through.

ABSTRAK
Pluralitas Komunitas kota Palembang tersegregasi secara ekologis berdasarkan kelompok
etnis-suku, kelas sosial dan segregasi silang. Segregasi etnis-suku berada dikota lama,
terutama di DAS Musi, baik seberang ulu maupun ilir. Segregasi etnis-suku juga berkaitan
dengan pekerjaan atau usaha dimana masing-masing kelompok ini mempunyai jenis
pekerjaan atau usaha yang spesifik. Segregasi kelas sosial terdiri dari kelas atas,
menengah dan bawah. Menengah bawah berada di Pusat kota, pinggiran kota dan
terutama di DAS Musi, termasuk rumah-rumah rakit. Sedangkan menengah atas di sekitar
pusat perdagagan dan perkantoran kawasan yang baru dibuka, perumahan elit, termasuk
perumahan perusahaan besar. Pola segregasi silang atau berimpitan (kelas dan etnis)
berlaku antara Cina keturunan yang kaya non muslim dengan Palembang asli yang
muslim dan miskin. Terdapat kecenderungan perubahan pola segregasi dari etnis-suku
kekelas sosial, atau dari laut (DAS) ke daratan.

Kata Kunci : Segregasi ekologis, kelompok etnis-suku, kelas sosial, menengah atas,
menengah bawah, invansi, suksesi.
1
Artikel ini diangkat dari Hasil Penelitian yang semula berjudul segregasi ekologis dan keserasian sosial
antar berbagai kelompok etnis di Kota Palembang tahun tahun 2000. Kepada sponsor yaitu Proyek
Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Dasar, Dirjen Dikti Depdiknas diucapkan terima kasih.
Kepada Ir. Setyo Nugroho, M.Arch., dan Dra. Retna Mahriani, M.Si. yang turut membantu dan memberi
saran dalam penelitian ini diucapkan banyak terima kasih.
2
DR. M. Ridhah Taqwa adalah Ketua Program Magister Sosiologi Fisip Unsri, dan Sekjen Asosiasi Prodi
Sosiologi Indonesia (APSSI).

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 1


PENDAHULUAN

Masyarakat Kota sebagai masyarakat yang plural memungkinkan terjadinya

polarisasi berdasarkan kelompok etnis atau kelas sosial. Polaritas seperti itu selanjutnya

dapat membentuk proses sosial dan dinamika masyarakat, baik yang sifatnya asosiati

maupun yang dis-asosiatif. Yang asosiatif dapat bekerja sama sedangkan yang dis-asosiatif

berupa kompetisi atau konflik sosial. Jika dalam proses ekonomi sosial tersebut melahirkan

kesenjangan sosial yang makin melebar maka potensi konflik pun akan semakin besar. Dan

dengan potensi konflik yang akan menjadi benih munculnya kerusuhan dalam kota. Karena

itulah maka setiap terjadi kerusuhan yang menjadi sasaran kerusuhan dan penjarahan

adalah pusat-pusat kota, khususnya lokasi pusat perdagangan dan pemukiman elit.3

Meskipun kerusuhan juga terkait dengan topik penelitian, namun Artikel ini tidak

bermaksud untuk melacak latar belakang dan para pelaku kerusuhan dan penjarahan.

Tetapi lebih mengarah pada segregasi kelompok etnis dan kelas sosial ekonomi masyarakat

kota, yang sering dianggap cikal bakal munculnya kecemburuan sosial dan kemudian

kerusuhan dan penjarahan.

Komunitas masyarakat kota Palembang yang sangat plural, baik dari segi sosial,

budaya dan ekonomi juga memungkinkan muncul pola segregasi sosial. Ada suku Jawa,

Sunda, Batak, Padang-Minang, Bugis, Melayu dan suku-suku yang berada di Sumatera

Selatan sendiri. Karena itu, menarik diteliti lebih lanjut bagaimana sebenarnya pola

segregasi ekologis Komunitas masyarakat di Kota Palembang, baik dari segi kelompok

etnis maupun kelas sosialnya? Bagaimana sebenarnya kecenderungan pola segregasi itu,

baik kelompok etnis maupun kelas sosial? Apakah segregasi itu juga terkait dengan

pekerjaan dan agama, serta apakah terdapat pola segregasi yang saling berimpitan (silang)?

3
Hal yang sama terdi pada peristiwa kerusuhan dan Penjarahan di Ibukota Palembang, dimana pusat
perbelanjaan milik keturunan Cina menjadi sasaran utama perusuh.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 2


Kerangka Pemikiran Penelitian
Pluralitas masyarakat kota sebagaimana masyarakat Indonesia memungkinkan

terbentuknya konsentrasi pemukiman pembentukan penduduk berdasarkan persamaan

etnis, suku, agama, pekerjaan dan tingkat sosial ekonomi (proses segregasi). Gejala ini

muncul selain karena faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik, juga fakor budaya dan atau

kepercayaan.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pluralitas Masyarakat

Tipologi Segregasi

Segregasi Etnis : Tionghoa, India, Arab, Sunda,


Jawa, Bugis, Padang, Palembang-Melayu

Segergasi Kelas Sosial: Kelas Atas, Menengah


dan Bawah

Sebregasi Etnis dan Kelas Sosial: Persilangan


kelas (Cina-Palembang bawah atau sebaliknya)

Pola Segregasi ekologis yang dimaksudkan dalam penelitian ini hanya segregasi

kelompok etnis tidak hanya antar etnis dan keturunan Tionghoa dengan yang lainnya,

tetapi juga komunitas keturunan India, Arab serta suku bangsa di Indonesia seperti Jawa,

Sunda, Padang, Melayu dan Bugis-Makasar.

Sedangkan Segregasi berdasarkan sosial ekonomi diidentifikasi dengan melihat

lokasi pemukiman dan pemilikan serta usaha. Pola segregasi ketiga, kelas berimpitan

dengan etnis. Jika pola segregasi etnis sudah berimpitan dengan kelas sosial, seperti

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 3


komunitas keturunan Cina yang kaya dengan pribumi yang miskin, potensinya lebih besar,

dibandingkan antara Cina kaya dengan pribumi kaya.

Pola segregasi diasumsikan mengalami perubahan tidak hanya, segregasi sosial

antar latar belakang antara agama dan etnis tetapi juga antar kelas sosial. Hasil Penelitian

Dieter dibeberapa Kota di Asia Tenggara membuktikan hal itu. Terjadi perubahan antara

pola segregasi ras ke kelas sosial, dimana orang-orang yang kaya dengan berbeda ras

terkumpul dalam satu wilayah konsentrasi pemukiman.

Proses segregasi sosial dapat dikaitkan dengan teori kesenjangan dengan psiko-

kultural. Pertama, teori kesenjangan sosial ekonomi yang menjelaskan adanya kesenjangan

antara berbagai kelompok masyarakat sebagai hasil pembangunan. Ada segelintir orang

yang menikmati pembangunan dan mayoritas orang yang tidak menikmatinya. Umumnya

yang menikmati adalah komunitas Cina atau non-muslim, sedangkan mayoritas yang

belum menikmati adalah pribumi dan muslim. Berarti antara kesenjangan ekonomi yang

berimpitan dengan perbedaan etnis dan religi, yang berkaitan dengan teori kedua.

Teori kedua bersifat psikologis-kultural dimana masyarakat masih memandang

seseorang berdasarkan latar belakang sukunya, agamanya, atau keturunannya. Hal ini

sangat mempengruhi pola-pola hubungan sosial dalam masyarakat dan berpengaruh

terhadap dimana dan dengan siapa seseorang itu harus hidup bersama.

METODE PENELITIAN
Penelitian yang menggunakan pendekatan komperative Study merupakan penelitian

kualitatif-deskriptif. Komuntias Kota Palembang yang pluralis dibandingkan antara

berbagai kelompok etnis dan atau kelas sosial dengan yang lain. Metode deskriptif yang

digunakan dengan pertimbangan lokasi dan populasi yang sangat luas (Wilayah Kota

Palembang) sehingga belum memungkinkan secara mendalam.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 4


Data dan Informasi terdiri dari data sekunder dan primer. Data sekunder diperoleh

dari instansi pemerintah. Sedangkan data primer diperoleh dari tokoh masyarakat, baik

yang pernah menduduki jabatan politik maupun masyarakat umum. Para tokoh masyarakat

juga disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuannya memberikan informasi dari

masing-masing kelompok etnis.

Pengumpulan data primer dengan wawancara mendalam dan pengamatan pasif.

Untuk mendapatkan gambaran segregasi ekologis tidak hanya mengandalkan pengamatan

melalui jalan darat tetapi juga melalui sungai, karena banyak pemukiman penduduk di

Daerah Aliran Sungai (DAS), baik sungai Musi, Keramasan, Ogan dan lain-lain. Data yang

ada selanjutnya di analisis dan di interpretasi secara kualitatif dengan metode Verstehen

(pemahaman) meminjam konsep Max Weber.

GAMBARAN UMUM KOTA PALEMBANG


Kota Palembang sebagai salah satu Kota tertua di Indonesia mempunyai sejarah

Panjang sejak Zaman Kedatuan Kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang. Dengan

posisinya itulah perkembangan Kota Palembang mengalami pasang surut dari tahun ke

tahun bahkan dari abad ke abad. Pada masa Kerajaan Sriwijaya Palembang terkenal

sebagai kota maritim terkenal di nusantara. Demikian pula pada zaman Kesultanan

Palembang sebagai kawasan yang memegang peranan dalam bidang perdagangan di

kawasan Asia Tenggara dan termasuk Perkembangan sejarah kesultanan Islam.

Kota Palembang juga di kenal sebagai kota air, karena posisinya yang dibelah oleh

sungai terbesar dan terpanjang di Indonesia yaitu sungai Musi. Selain itu masih dalam

wilayah kota dimana terdapat ratusan (108) sungai besar dan kecil yang bermuara di sungai

Musi, seperti Sungai Ogan, Komering dan Kramasan. Tidak mengherankan kalau sebagian

besar wilayah ini berupa rawa (lk. 52,33%) dan sering dilanda banjir pasang surut.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 5


Luas Kota Palembang yang mencapai 400,61 Km2 baru dimanfaatkan 148,23 km2

atau 37 % untuk perdagangan, perkantoran, industri, utilitas kota dan pemukiman yang

mencapai 25%. Secara garis besar kota Palembang dibagi dua yaitu seberang ulu dan

seberang ilir. Seberang ulu berada di sebelah kanan sungai musi dan ilir sebelah kirinya.

Kedua wilayah ini dihubungkan dua jembatan besar yaitu jembatan Ampera dan Musi II. 4

Pluralitas Komunitas Kota


Kota Palembang yang merupakan salah satu kota maritim tertua di Indonesia dihuni

oleh berbagai kelompok etnis atau suku bangsa, baik yang berasal dari mancanegara,

terutama Asia (Cina daratan, India dan Timur tengah, maupun dari kepulauan Nusantara,

seperti Jawa-Sunda, Padang dan Bugis-Makassar. Demikian pula suku-suku yang ada di

wilayah Sumatera Selatan sendiri yakni Komering, Bangka-Belitung, Pasemah, Kikim,

Musi, Sekayu dan lain-lain. Pliralitas komunitas kota ini dengan demikian telah

menjadikan Palembang sebagai melting pot dari suku bangsa di tanah air.

Menurut berbagai literatur terdapat banyak pendapat mengenai tahun kedatangan

suku bangsa dari Palembang, demikian juga aktifitasnya. Di Jelaskan oleh Husni Rahim

yang menyetir pendapat Storm Van’s Gravesande yang mengatakan bahwa orang Arab

datang ke Palembang sekitar tahun 1690, orang Cina sekitar tahun 1720 dan orang

Hindustan (India dan Pakistan) sekitar tahun 1800.5 Namun demikian menurutnya

pendapat itu kurang tepat dengan alasan Palembang telah dikenal sebagai kota dagang

4
Jembatan Ampera dibangun pada akhir tahun 1950-an dan Musi II pada akhir 1980-an dan baru beroperasi
pada awal tahun 1990-an. Sebelum adanya jembatan tersebut ketek menjadi alat transportasi utama untuk
menghubunglam kedua wilayah ini.
5
Seperti halnya orang Arab, pimpinan orang Cinapun diberi gelar yang disebut kapitan Cina, seperti Tan
Hong Kwee Kapitan Cina Palembang pada tahun 1836. Lihat Husni Rahim, sistem otoritas dan
Administrasi Islam : Studi tentang pejabat Agama masa Kesultanan dan kolonial di Palembang. Logos,
1998, hal.59-61.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 6


jauh sebelum tahun itu, dan telah melakukan kontak dagang dengan orang Arab, Cina dan

Hindustan.

Setiap kota memiliki kawasan-kawasan yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi

ada pula yang rendah. Seberang Ulu I, Ilir Timur I dan II merupakan 3 besar jumlah

penduduknya yang sedikit dan jarang masing-masing Ilir Barat II, Sukarami dan Sako.

Selanjutnya banyaknya penduduk dalam kota memberi peluang terjadinya pola pemukiman

penduduk yang mengarah pada terbentuknya segregasi sosial sekaligus menunjukkan citra

tersendiri bagi kota besar seperti kota Palembang yang pluralis karena dihuni oleh berbagai

kelompok sosial.

Pada tahun 1998 jumlah penduduk kota Palembang hampir mencapai 1,5 juta jiwa.

Jumlah tersebut tersebar di kecamatan seperti yang terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Palembang, 19986

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah


1. Ilir barat II 60.618 60.925 121.570
2. Seberang Ulu I 121.196 122.301 243.497
3. Seberang Ulu II 91.021 92.246 183.267
4. Ilir Barat I 89.237 88.124 177.361
5. Ilir Timur I 109.821 113.635 223.456
6. Ilir Timur II 146.516 147.861 294.337
7. Sako Kenten 31.993 31.290 63.283
8. Sukarame 56.011 55.887 111.898
Jumlah 706.413 712.296 1.418.709

Sumber : Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang, 1999

6
Data ini tentu sudah berbeda dengan ko ndisi kekinian. Dengan rata-rata pertumbuhan penduduk kota
Palembang sekitar 3.5 persen, maka penduduk kota palembang sekarang (tahun 2010) sudah mencapai 1,5
juta jiwa. Kawasan yang baru tumbuh cepat selama 10 tahun terakhir adalah kawasan Jaka Baring.
Pertumbuhan penduduk di kawasan ini terutama dipicu oleh pembangunan perkampungan Atlit dan stadion
megah (Gelora Sriwijaya) jelang PON Ke-14 di Sumatera Selatan tahun 2004 lalu.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 7


SEGREGASI KELOMPOK ETNIS-SUKU
Pola segregasi kelompok etnis umumnya berada di Daerah Aliran Sungai (DAS)

Musi yang sekaligus merupakan kawasan kota lama atau yang lebih dulu berkembang

sebagai lokasi pemukiman. Karena itu lokasinya pun berada di kedua sisi sungai Musi,

baik diseberang Ulu mulai dari 1 Ulu sampai 14 Ulu, dan kawasan seberang ilir mulai dari

1 ilir 35 ilir di Tangga Buntung. Hal yang sama juga terjadi di kawasan DAS Ogan dan

Kramasan.

Pada lokasi tersebut komunitas masyarakat kota cenderung bermukim secara

mengelompok berdasarkan suku atau etnis tertentu. Di kawasan Seberang Ilir terdapat

beberapa kelompok etnis atau suku seperti Palembang asli, Bugis, Arab-India, Cina

Perantauan dan Padang/Minang, serta Sekayu. Cina Keturunan pun masih tersebar di

beberapa lokasi seperti Cina di Kawasan Bukit Besar yang biasa disebut Cina Kebon dan

Cina Sekitar Jl.Rajawali atau lapangan Hatta yang lebih elitis. Orang Bugis banyak ditemui

di kawasan Lemabang, khususnya di 3 ilir. Daerah tersebut identitas suku Bugis-Makssar

semakin jelas dengan adanya nama lorong Bugis. Suku Palembang di kawasan Ilir

umumnya bermukim di 1-3 Ilir, 28-35 Ilir, dan dikawasan seberang Ulu berada di Daerah

Aliran Sungai (DAS) Musi dan Ogan, tepatnya 1-13 Ulu, Kelurahan Tangga Takat dan

sebagian Kelurahan Kertapati. Keturunan Arab-India banyak bermukim di sekitar pasar

Kuto, 8, 11-13 Ilir dan di Seberang Ulu berada di 10, 13-14 Ulu. Mereka sudah ada di

Palembang Jauh sebelum kemerdekaan, dan bahkan sebelum kesultan Palembang berdiri.7

7
Pada awal pemerintahan Belanda, menurut Sevenhoven orang Arab sekitar 500 jiwa yang umumnya
mempunyai rumah sendiri dan mengelompok dalam suatu kampung. Mereka di kenal sebagai pedagang
perantara saja. Perkampungannya dikepalai oleh seorang yang diberi gelar Pangeran Umar, seperti
Pangeran Abdul Rahman bin Hasan Al Hasbsyi. Lihat Husni Rahim, 1998:62

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 8


Etnis Tionghoa atau dikenal pula dengan Cina Perantauan merupakan kelompok

etnis yang menguasai sektor ekonomi, khususnya perdagangan. 8 Meskipun mereka ada

pada hampir semua konsentrasi pemukiman tetapi ada beberapa lokasi yang cukup

dominan seperti 15-17 Ilir dan Bukit Besar. Lokasi pertama merupakan pusat konsentrasi

perdagangan dan jasa di Palembang yang menyediakan berbagai macam barang, baik

tekstil, alat elektronik dan perabot rumah tangga. Hal ini relevan dengan posisi keturunan

Cina yang mendominasi perdagangan. Di Bukit Besar dan Kemang Manis, Cina

perantauan disebut Cina Kebon atau Cina Pesisir. Disebut cina kebon karena ketika baru

datang atau bermigrasi, mereka umumnya menggarap tanah dilokasi tersebut yang masih

jarang penduduknya. Tanah tersebut di pinjamkan oleh pemerintah sebagai lahan

pertanian, sebelumnya sudah banyak yang menjadi hak milik, setelah mereka berubah

status menjadi WNI. Sedangkan istilah pesisir lebih karena cina yang berada disini secara

sosial ekonomi relatif miskin dibndingkan dengan penduduk lainnya dan kemudian

bermukim dipinggiran kota Palembang sebelum kawasan itu berkembang seperti sekarang.

Setelah lahan tersebut semakin banyak yang beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman

dan pendidikan, mereka beralih profesi menjadi pedagang dan pengusaha kecil dan

menengah. Usaha mereka antara lain pembuatan tahu, empek-empek dan berbagai macam

kerupuk. Cina yang berada dikawasan ini banyak yang menetap di Pulau Bangka dan

sebelumnya pengungsi dari Cina Daratan Bagian selatan.

Sementara itu Cina Perantauan yang ada di seberang Ulu, khususnya di 10 Ulu

lebih kental lagi. Selain karena mereka dianggap sebagai generasi awal yang datang ke

Palembang, juga karena di kawasan itu sudah dikenal sebagai Kampung Pencinaan. Di

8
Orang Cina di perkirakan 800 jiwa dan tinggal dirakit–rakit atas izin Sultan. Ketentuan itu karena di
takutkan merseka akanberbahaya dan kalau tinggal di rakit lebih mudah di kuasai-dikontrol. Karena tinggal
dirakit.maka hampir semua menjadi pedagang, terutama barang pecah belah dari Cina, Sutra Kasar, benang
emas dan obat-obatan. Ibid

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 9


Lokasi tersebut terdapat Kelenteng Tua yang di perkirakan dibangun pada masa kolonial

Belanda. Selain itu juga terdapat Kelenteng Tua ditepian sungai Musi, tepatnya di 16 Ilir.

Mereka masih ada yang tinggal di Rumah rakit, seperti pada awal mereka datang di

Palembang sesuai dengan kebijaksanaan Kesultanan Palembang pada waktu itu.9

Kelompok suku lain yang dapat diidentifikasi pemukimannya adalah orang Padang

atau Suku Minangkabau. Mereka dikenal piawai dalam usaha rumah makan, sehingga

masakan Padang atau minang sangat dikenal di Palembang, seperti halnya beberapa daerah

di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera. Kelompok suku ini banyak ditemui

bermukim di 22-26 Ilir, khususnya di belakang mesjid agung, sekitar Rumah Susun dan

sepanjang Jl. A. Rivai, Kec. Ilir Barat I. Lokasi lain pun banyak tetapi cenderung menyebar

sesuai dengan usaha dan profesinya, termasuk di kawasan seberang Ulu. Kawasan tersebut

memang banyak terdapat rumah makan yang menyediakan makanan khas Padang/Minang.

Sementara itu dalam wilayah Palembang atau daerah uluan Kesultanan Palembang

dulu menetap sesuai dengan jalur transportasi air dan darat. Karena itu orang komering

lebih banyak ditemui di sekitar Ulu Darat atau Kertapati Kec.Seberang Ulu I. Lokasi ini

memang merupakan pintu gerbang masuk Palembang dari arah selatan dan barat

khususnya yang berasal dari komering dan ogan. Karena itu pula, sepanjang jalan KH.

Wahid Hasyim sisi sebelah kanan arah jembatan Ampera di dominasi orang komering.

Sedangkan orang Bangka banyak di temui di sekitar Bukit Besar yang juga tidak terlalu

jauh dari pelabuhan Tangga Buntung. Seperti halnya Keturunan Tionghoa/Cina juga

banyak bermukim di Bukit Besar yang sebelumnya tinggal di Pulau Bangka.

Suku Jawa-Sunda yang merupakan mayoritas Penduduk Indonesia, tidak ditemukan

bentuk pemukiman yang benar-benar tersegregasi seperti Arab dan Komunitas Cina.

9
Pada awal mereka datang ke Palembang Keturunan Cina ini memang hanya diizinkan tinggal dirumah sakit
karena dikuatirkan akan mengganggu keamanan masyarakat

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 10


Namun demikian ada beberapa lokasi yang komunitas Jawa-Sunda yang agak banyak

seperti di Sekip dan daerah Plaju. Kedatangan orang Jawa-Sunda ke Palembang lebih

banyak terkait dengan perkembangan industri dan juga program Transmigrasi. Karena itu

beberapa kawasan pengembangan industri biasanya terdapat banyak orang Jawa. Kawasan

Industri seperti Pertamina, Pabrik Pupuk atau PJKA banyak ditemui komunitas Jawa-

Sunda. Demikian pula Program Transmigrasi yang merupakan dominan dari Jawa-Sunda,

termasuk Bali yang kemudian setelah berkembang di lokasi transmigrasi cenderung

memilih hidup di Kota. Hal ini terutama anak cucunya yang sebelumnya telah

disekolahkan di Kota. Selain itu juga banyak transmigrasi yang sebelumnya gagal

menggarap lahannya, kemudian mengadu nasip bekerja sebagai buruh atau pedagang kaki

lima di Kota Palembang.

Sebenarnya keberadaan suku Jawa, khususnya dari jawa Tengah sudah cukup lama,

karena cikal bakal kesultanan Palembang juga karena adanya keturunan raja Majapahit

yaitu Ari Damar ( Aria Dillah ) yang berkuasa di Palembang, setelah Sriwijaya melemah. 10

Hal ini lebih diperkuat lagi karena Kesultanan Palembang sendiri selanjutnya diakui

sebagai perpaduan antara Melayu dan Jawa.11 Demikian pula Kerajaan Demak, Pajang dan

Mataram masih menjadikan Palembang sebagai daerah pertuanannya hingga 1659.

Diferensiasi Pekerjaan dan Agama


Kecenderungan kelompok suku atau etnis tersegregasi pola pemukimannya,

pekerjaan juga menunjukkan kecenderungan yang sama meskipun tidak terlalu ekstrim.

Tidak mengherankan apabila kelompok suku diatas dapat diidentifikasi berdasarkan jenis

10
Dalam sejarah tutur Palembang di kisahkan bahwa kerajaan Sriwijaya melemah dan di kalahkan
Majapahit, maka daerah Palembang dalam kekuasaan Majapahit dan Adipati yang berkuasa di Palembang
bernama Ario Damar yang dikenal masyarakat Palembang dengan nama Ariodillah. Ia adalah putera Raja
Majapahit Prabu Brawijaya Sri Kertawijaya. Lihat Rahim, Sistem Otoritas dan Administrasi Islam : Studi
tentang Pejabat Agama Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang. Logos, Jakarta, 1998 : hal 41.
11
Lihat Hanafiah Melayu-Jawa : Citra Budaya dan Sejarah Palembang. Rajawali / Grafindo, Jakkarta, 1995.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 11


pekerjaannya. Orang Padang misalnya dikenal piawai dalam usaha rumah makan. Karena

itu di Palembang tersebar rumah makan khas Padang atau Minang. Selain itu mereka

banyak yanng berprofesi sebagai pedagang tekstil, khususnya busana muslim, baik di Pasar

besar maupun kalangan. Orang Padang juga banyak yang bekerja disektor birokrasi

pemerintahan dalam bidang pendidikan, baik negeri maupun yang dikelola oleh swasta

atau organisasi sosial keagamaan seperti perguruan Muhammadiyah. Hal ini terkait dengan

tradisi keilmuan di Minangkabau atau Sumatera Barat pada umumnya yang sudah

berkembang denga pesat, sehingga daerah tersebut dikenal banyak melahirkan pemikir

keagamaan, islam. Tidak mengherankan kalau banyak aktifis organisasi sosial keagamaan

dan masjid atau langgar berasal dari Padang.

Suku Bugis Makassar juga menekuni pekerjaan ynag relatif spesifik. Selain mereka

berdagang juga banyak yang menjadi pengusaha kayu (sawmill), perikanan dan kebun

kelapa. Yang terakhir sudah identik dengan suku Bugis-Makassar sebagai pengusaha

kelapa hingga kepasar-pasar. Mereka tidak hanya dominan dalam jual beli tetapi juga

dalam hal pemarutan kelapa, seperti di pasar 16 ilir, Palima, Lemabang, dan Kertapati.

Pilihan pekerjaan ini terkait dengan pengusaha kelapa di daerah pesisir yang juga

kebanyakan suku Bugis Makassar. Mereka mendominasi usaha kelapa mulai dari hulu

hingga Hilir.

Usaha spesifik lain suku Bugis berupa pembuatan perahu dan kapal berskala kecil

yang biasa disebut penes (phinisi). Spesifikasi pekerjaan ini selain karena suku Bugis

Makassar dikenal terampil dalam pembuatan perahu juga di dukung oleh pengusaha kayu

di daerah Muba, seperti di DAS sungai dalan kecamatan Bayung Lencir yang berasal dari

suku Bugis Makassar dan telah tinggal lama di Palembang.

Sementara itu Cina perantauan di kenal menguasai sektor ekonomi khususnya di

bidang perdagangan. Karena itu tidak mengherankan apabila mereka kebanyakan tinggal

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 12


disekitar pusat perdagangan dan atau perbelanjaan seperti sepanjang jalan Sudirman.,

Veteran, Dempo dan Sayangan. Mereka lebih banyak menguasai jual beli yang berskala

besar (grosir) serta ekspor impor. Kecenderungan ini selain didukung oleh keterampilan

dan manajemen usaha juga sistem jaringan yang luas ke manca negara. Situasi ini juga

didukung oleh kebijakan pemerintah yang tidak memberikan kesempatan kepada warga

keturunan untuk bekerja dibidang politik pemerintahan. Selain itu warga keturunan ini pula

banyak yang berusaha di bidang makanan tradisional seperti kerupuk, empek-empek dan

makanan khas Palembang lainnya. Bahkan menurut sejarah makanan ini (empek-empek)

pada mulanya di perjual belikan oleh warga keturunan keliling kota.

Meskipun orang Palembang merupakan penduduk asli tetapi mereka tidak terlalu

dominan dalam birokrasi pemerintahan. Pada umumnya mereka bekerja sebagai pedagang

dan pengusaha khususnya kerajinan seperti ukir-ukiran, songket dan kain jumputan.

Pakaian tradisional ini merupakan identitas tersendiri bagi orang Palembang seperti halnya

empek-empek. Karena itu kawasan pemukiman yang dihuni oleh orang Palembang asli

umumnya terdapat banyak pengrajin songket atau jumputan dan aksesoris lainnya.12

Segregasi kelompok etnis ini juga menarik jika dikaitkan dengan agama yang

dianut. Meskipun mayoritas kelompok etnis yang dikemukakan diatas beragama Islam

tetapi yang beragama lain seperti Kristen, Hindu Budha dan kepercayaan Khong Khu Cu

yang mendewakan matahari juga cukup signifikan. Hal ini terutama dilihat dari dua sisi

pertama, jumlah penduduk menurut penganut agama dan kedua jumlah sarana ibadah yang

tersebar di seluruh kawasan kota. Penganut agama islam yang berasal dari Palembang,

Padang, Jawa Sunda serta Bugis Makassar, semuanya berorientasi ke masjid.

12
Di kawasan 30 Ilir atau daerah Tangga Buntung di kenal sebagai sentra kerajinan tradisional. Di 20-23 Ilir
banyak pengrajin ukiran kayu untuk perabot rumah tangga khas Palembang. Sedang Orang Palembang di
Seberang ulu laut banyak membuat krupuk /Kemplang yang terbuat dari ikan.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 13


Suku Bugis Makassar misalnya membangun masjid bagi umat islam di sekitar

Pelabuhan Bom Baru. Masjid yang didanai oleh saudagar atau pengusaha tersebut di namai

Al Mujahirin yang artinya orang-orang yang hijrah atau migrasi. Makna tersebut jelas di

hubungkan dengan suku Bugis Makassar yang merantau atau hijrah ke Palembang.

Demikian pula masjid Al Muttaqin di 8 ilir dan masjid Sungai Lumpur di 10 ulu yang

identik dengan Arab karena pelopor pembangunannya keturunan Arab.13

Masjid-masjid tertua di Palembang seperti Masjid Agung, Lawang Kidul

Kimerogan dan Ki Gede Ing Suro merupakan ciri khas bagi wong Palembang dan seputar

masjid itu dihuni dan bahkan di kelola oleh keturunan kesultanan Palembang. Orang-orang

Padang juga sangat consern terhadap sarana ibadah dimana mereka bermukim atau

berusaha. Lebih dari itu orang Padang atau Minang telah menjadi pelopor dan penggerak

organisasi-organisasi keagamaan seperti pergerakan Muhammadiyah.14

Keterkaitan kelompok etnis dengan agama dan sarananya juga berlaku bagi

penganut agama selain Islam. Keturunan Cina yang banyak menganut agama Kristen dan

Budha juga tampat sarana ibadahnya mereka, berupa Gereja, Vihara serta kompleks

pendidikan yang cukup representatif. DiIlir Timur I misalnya memiliki 7 Bangunan

peribadatan bagi agama Budha, dan Kawasan Ilir Timur I dan II merupakan lokasi yang

terbanyak (50%) Gerejanya di Kota Palembang yang mencapai 17 unit bangunan.

Gambaran diatas menunjukkan bahwa sarana ibadah yang menjadi penjelas

lembaga keagamaan telah ikut serta mewarnai pengelompokkan konsentrasi komunitas

pemukiman masyarakat kota. Juga sekaligus merefleksikan jumlah komunitas dan

apresiasi lembaga ekonomi dimana pasar-pasar atau pusat perbelanjaan sebagai unsur

13
Oleh karena pada mulanya mereka berdagang dan sekaligus menyebarkan agama Islam, maka keberadaan
pemukiman keeturunan Arab memang di tandai bangunan Masjid tua, dan Masjid AlMuttqin itu
merupakan wakaf dari Akhmad bin Syekh yang telah di renovasi.
14
Bahkan Aktifitas Organisasi kekerabatan orang Padang-Minang sarat dengan nuansa agama. Hal ini
berlaku bagi kekerabatan Bugis-Makassar dalam pengajian dan arisan rutin.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 14


Budaya manfaat dari lembaga ekonomi menunjunkan identitas kelompok etnis atau suku

bagi para pemukim di lokasi tersebut.Keturunan Cina Perantauan yang banyak bergerak di

bidang perdagangan banyak bermukim di sekitar daerah tersebut. Hal yang sama juga

berlaku bagi komunitas Bugis-Makassar yang gemar melaut dan di kenal pembuat kapal

atau perahu (ketek) memilih tinggal di sekitar sungai atau pelabuhan.

SEGREGASI KELAS SOSIAL


Pola perkembangan kota pada awalnya mengikuti struktur alur Sungai, terutama

sungai-sungai besar sehingga Palembang di kenal sebagai kerajaan maritim, karena itu

lokasi pemukiman yang lebih dahulu berkembang berada di daerah aliran sungai (DAS),

seperti DAS Musi, Ogan, Kramasan dan sungai kecil lain. Kawasan ini kebanyakan berupa

pemukiman kumuh, termasuk rumah rakit yang tersebar di daerah aliran sungai Musi, baik

seberang ilir maupun ulu.Kondisi rumahnya selain sudah banyak tua juga pemukimannya

yang tidak teratur dan kotor, karena berbagai macam limbah khususnya limbah rumah

tangga ynag terlihat jelas. Kekumuhan kawasan ini di cirikan dengan bangunan rumah

yang tidak permanen, jalannya sempit dan kecil-kecil, drainase tidak lancar dan fasilitas

air minum sangat terbatas. Pada umumnya mereka mengambil air dan membuang kotoran

pada tempat yang sama.

Kelompok masyararakat yang berada di daerah kumuh ini jelas merupakan

representasi dari kelas bawah masyarakat kota. Pada kelas yang sama ini juga banyak di

temui pusat kota dan pinggiran kota, terutama kawasan rawa-rawa seperti kramasan,

Tangga Buntung dan daerah ilir lainnya. Dengan demikian segregasi kelas bawah telah

tersegregasi lokasi pemukimannya baik pusat kota, pinggiran kota dan atau daerah rawa-

rawa.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 15


Berbeda dengan kelas menengah bawah, kelas menengah atas cenderung bermukim

di sekitar jalan-jalan besar atau komplek perumahan.Bahkan ada beberapa perumahan yang

sebagian besar di huni oleh kelas menengah atas saja seperti Perumahan Bukit Sejahtera

Kec. Ilir Barat I dan Kedamaian Permai Kec. Ilir Timur II. Kedua lokasi ini sebenarnya

sudah berada di luar kota, tetapi cukup strategis karena dekat dengan jalan besar/utama.

Selain itu ada pula perumahan yang di sediakan oleh perusahaan besar untuk karyawan

setingkat manajer dan direksi seperti Komplek Pertamina Plaju dan Pabrik Pupuk

Sriwijaya.15 Kedua perusahaan negara ini menyerap ribuan besar karyawan yang sebagian

besar diantaranya di sediakan perumahan dinas atau rumah berukuran besar yang dapat

dimiliki dengan di angsur. Kelompok masyarakat yang tinggal di perumahan dan atau

bekerja di Perusahaan tersebut jelas merupakan kelas menengah atas.16

Dengan demikian terdapat kecenderungan pola perkembangan lokasi pemukiman

kelas menengah atas menurut alur jalan besar alteri dan kawasan yang baru di buka dan

memang di prioritaskan sebagai kawasan pemukiman. Biasanya lokasi seperti ini jalur

jalannya sudah di persiapkan sejak awal sehingga tidak terlalu mengganggu pemukiman

terdahulu. Jadi lokasi pemukimannya sudah sebagian besar telah di intervensi oleh

kebijakan politik pemerintah kota, juga sudah tertata, dan berbagai macam fasilitas kota

sudah tersedia seperti sarana transportasi dan telekomunikasi serta air besih. Berbeda

dengan kelas bawah yang sebagian besar lokasi pemukimannya di daerah aliran sungai

atau kawasan rawa-rawa yang belum banyak tersentuh oleh kebijakan pembangunan.

Dengan kata lain pada pola pertama telah banyak tersentuh oleh kebijakan politik

perkotaan, sedangkan yang kedua relatif berkembang secara alamiah.

15
Menurut Data BPS Palembang 1998, Jumlah Karyawan tetap Pabrik Pusri sejumlah 5.428 orang.
16
Tidak semua perusahaan mampu menyediakan perumahan yang baik/permanen bagi karyawannya. PT.
Gajah Rugu (Pengolah Karet) misalnya yang berlokasi di Jl. Gandus Musi II hanya menyediakan rumah
berupa bedengan (row house).

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 16


Dengan kondisi lingkungan yang lebih baik pada pola kedua, maka dengan

sendirinya yang mampu berkompetisi untuk tinggal dan memiliki rumah dilokasi itu

umumnya mereka yang berprofesi sebagai pedagang dan pengusaha besar, elit birokrasi

pemerintahan dan golongan profesional lainnya.17

SEGREGASI SILANG : ETNIS-KELAS


Meskipun banyak perumahan atau real estate yang sudah menyeimbangkan antara

rumah besar dan yang mewah dengan rumah yang sangat sederhana dan sederhana untuk

kelas menengah kebawah, tetapi yang terjadi rumah tersebut yang dimiliki kelas menengah

atas. Sedangkan kelas bawah masih sulit apalagi yang bekerja sebagai buruh harian atau

sebagai penarik becak. Karena itu, yang muncul kemudian komplek perumahan sebagian

besar justru menjadi pemicu tersegregasinya komunitas masyarakat kota berdasarkan kelas

sosialnya. Hanya sedikit dari kelas menengah bawah yang mampu mengambil rumah,

termasuk di kawasan rumah susun di pusat kota dan perumnas. Sebagian besar dari kelas

menengah bawah ini tinggal di kawasan yang buruk atau kumuh dan sarana dan prasarana

yang terbatas pula.

Kecenderungan lain berupa proses suksesi dimana kelas menenah atas baru (OKB)

lebih memilih pindah ke lokasi baru yang luas dan lingkungan yang baik, dari pada

menetap di lokasi lama. Sedangkan yang mampu menyediakan lokasi yang kondusif hanya

real estate atau lokasi baru yang rata-rata penduduknya berasal dari kelas yang sama.

Proses ini dalam sosiologi perkotaan di sebut suksesi, dimana muncul kelas baru dalam

masyarakat yang meninggalkan lokasi lama dan kemudian diisi pendatang baru dari kelas

sosial berbeda.

17
Kawasan Kampus misalnya banyak terdapat rumah mewah umumnya dihuni oleh golongan masyarakat
tersebut. Demikian pula perumahan Bukit Sejahtera, Kedamaian Permai, Kenten Permai atau yang lainnya
yang menyediakan rumah tipe besar antara tipe 70 hingga lebih 200 M 2.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 17


Pola segregasi kelompok etnis kalau dihubungkan dengan kelas sosial

menunjukkan gejala yang menarik. Ada kecenderungan dimana pada lokasi pemukiman

kelas menengah tampak pula pola segregasi kelompok etnisnya, sedangkan pada kelas

menengah atas relatif terintegrasi dan sulit di identifikasi. Antara suku Jawa-Sunda,

Komering, Musi, Palembang dan Bugis membaur dan hampir tidak dapat diidentifikasi

batas-batas sosialnya.

Tesis diatas tidak berlaku bagi komunitas Cina Perantauan, karena komunitas Cina

kelas atas dengan bawah untuk beberapa lokasi memperlihatkan pola segregasi tersendiri.18

Beberapa lokasi komplek perumahan berskala besar atau jalan besar juga menunjukkan

fenomena yang sama dimana di dominasi oleh Cina melalui usaha pertokoan. Hal ini

semakin didukung oleh strategi uasaha mereka yang menjadikan bangunan berfungsi

ganda, selain sebagai rumah tinggal sekaligus toko (ruko). Dengan demikian pola segregasi

yang muncul selain menampilkan kelompok etnis sekaligus juga kelas sosial, yaitu antara

kelas bawah dengan atas yang rata-rata Cina Perantauan.

PENUTUP
Pola Segregasi ekologis yang meliputi segregasi kelompok etnis atau suku dan

segregasi kelas sosial juga berlaku di kota Palembang, seperti halnya kota-kota besar di

Asia Tenggara. Bahkan pola segregasi ini saling berimpitan dimana etnis tertentu yang

kaya (kelas atas) berdampingan dengan suku lain yang miskin (kelas bawah).

Segregasi kelompok etnis-suku umumnya berada di Daerah Aliran Sungai (DAS)

Musi dan Ogan, baik Seberang ulu maupun seberang ilir. Kedua kawasan yang membelah

kota Palembang ini terdapat konsentrasi pemukiman kelompok etnis-suku yaitu keturunan

Cina, Arab-India, Bugis-Makassar, Padang, Jawa-Sunda, Komering dan Palembang asli.

18
Di daerah 16 dan 17 Ilir misalnya merupakan pusat perbelanjaan di dominasi oleh komunitas Cina kelas
atas, sebaliknya kelas menengah kebawah umumnya tinggal di kelurahan Bukit Lama dan Kemang Manis.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 18


Kawasan yang perkembangannya yang secara alamiah (natural growth) ini merupakan

kata tua (lama) dan pola pemukimannya mengikuti struktur Sungai.

Segregasi kelas sosial terdiri dari kelas menengah atas dan menengah kebawah.

Kelas atas pada umunya berada di pusat kota, kawasan yang baru dibuka, sekitar jalan

utama dan komplek perumahan (real estate), termasuk perumahan yang dibangun

perusahaan besar. Kelas menengah bawah, berada di pusat kota, pinggiran kota dan

terutama kawasan kumuh di DAS Musi, termasuk rumah rakit sepanjang Sungai Musi dan

Sungai Ogan.

Pola segregasi etnis-suku dan kelas sosial ini juga terkait dengan diferensiasi

pekerjaan/usaha dan agama. Kelompok suku mempunyai usaha atau pekerjaan yang lebih

spesifik. Keturunan cina selain berdagang dan pengusaha bersekala besar juga membuat

krupuk dan empek-empek. Orang Bugis Makasar berusaha di bidang perkayuan,

perkebunan kelapa dan pembuatan perahu (ketek). Orang Padang piawai dalam usaha

rumah makan khas Padang atau Minang, selain bekerja dibidang birokrasi dan pendidikan.

Orang Jawa-Sunda selain bekerja dibirokrasi pemerintah dan juga banyak bekerja di sektor

informal dan lebih khusus lagi pedagang keliling. Palembang asli umumnya pedangan dan

yang spesifik kerajinan songket-jumputan, kerupuk, empek-empek dan ukiran khas

Palembang.

Dari segi agama sebagian besar dari suku-suku di Nusantara beragama islam dan

menjadikan mesjid sebagai identitas tersendiri. Orang Padang pelopor pembangunan

mesjid di lokasi usaha dan pemukiman, dan orang Bugis-Makasar membangun masjid

dilokasi pemukiman diperuntukan bagi nelayan-pelaut dari suku tersebut. Kemudian lokasi

pemukiman Palembang asli terdapat masjid-masjid tua yang sekaligus menjadi identitas

sejarah sejak Kesultanan Palembang. Keturunan Cina yang beragama kristen dan Budha di

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 19


lokasi pemukiman dan usaha terdapat pula banyak gereja, vihara dan kelenteng. Dengan

demikian pranata agama dan ekonomi sangat terkait dengan etnisitas.

Pola segregasi silang yakni segregasi etnis-suku dengan kelas sosial juga terdapat

di Palembang. Pada kasus ini tanpak keturunan Cina yang kaya (kelas atas) berdampingan

dengan etnis lain khususnya orang Palembang yang miskin (kelas bawah). Tetapi terdapat

pula segregasi Cina keturunan yang sebagian besar kelas menengah bawah.

Tidak ada lokasi pemukiman yang benar-benar bersifat ekslusif terhadap suku

tertentu sehingga segregasi kelompok etnis hanya dikonsepsikan dengan dua formulasi

atau varian. Pertama, etnis-suku tertentu lebih dominan berada dilokasi itu dibanding

dengan suku lain. Kedua, suku-etnis tertentu paling banyak dilokasi itu dibanding dengan

dilokasi lain.

Proses sosial ekologis komunitas kota mengalami perubahan atau pergeseran dari

segregasi kelompok etnis/suku kepola segregasi kelas sosial atau dengan kata lain dan

daerah aliran sungai ke daratan. Proses tersebut melalui tahap infiltrasi, invasi, dan sukresi.

DAFTAR PUSTAKA
Ever, Hans-Dieter. 1986. Sosiologi Perkotaan : Urbanisasi dan Sengketa Tanah di
Indonesia dan Malaysia. Cet. Ketiga, LP3S. Jakarta.
Geertz, Clifford. 1986. Mojokuto : Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa. Cetakan
Pertama, Pustaka Grafitipers. Jakarta.
Hanafiah, Djohan. 1995. Melayu-Jawa : Citra Budaya dan Sejarah Palembang.
Rajawali/Grafindo, Jakarta.
Ismail dan Syahminal.1999. Eksistensi WNI Keturunan Arab-India di Kotamadya
Palembang. Fisipol, Unsri. ( Tidak dipublikasikan ).
Jellinek, Lea. 1995. Seperti Roda Berputar : Perubahan Sosial sebuah Kampung di
Jakarta. Cetakan Pertama, LP3ES, Jakarta.
Mallarangeng, Rizal. Teori dan Kerusuhan di Dua Kota. Majalah Gatra, 11 Janiari 1997.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 20


Mardalenna I.F, dkk. 1999. Kebadaraan Rumah Rakit Dalam Penataan Kota Palembang.
Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. ( Tidak diplubikasikan ).
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan Keempat. Remaja
Rosdakarya. Bandung, 1994.
Nitibaskara, Tb. Ronny. Kerusuahn dan Penjarahan. Harian Kompas, 3 Juni 1998.
Onghokham, 1996. WNI Keturunan di tengah masyarakat kita, dalam buku Ruh Islam
dalam Budaya Nusantara. Jilid 1. Yayasan Festifal Istiqlal dan Bina Resa
Pariwisata. Jakarta.
Rahim, Husni 1998. Sistem Otoritas dan Administrasi Islam : Studi tentang Pejabat
Agama Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang. Logos, Jakarta.
Pitriyanti dan Naila Mufidah. 1999. Pemukiman Kumuh di Kelurahan 10 Ilir Palembang.
Fakultas Teknik, Universsitas Sriwijaya. ( Tidak Dipublikasikan ).
Rahardjo, 1983. Perkembangan Kota dan Permasalahannya. Bina aksara, Jakarta.
Redding, Gordon. 1993. The Spirit of Chinese Capilism. Walter de Gruyter & Co.
Hongkong.
Syukur, Muhadi dan M. Ilham Faisal B. Tinjauan Budaya Masyarakat Komering Ulu
sebagai salah satu pembentuk Komunitas di Kota Palembang. Fisipol Unsri.
Taqwa, Ridhah, dkk. 1998. Sikap dan Strategi Masyarakat Kota Menghadapi Kerusuhan
dan Penjarahan Di Kota Palembang. Lembaga Penelitian Unsri, Palembang.

Perubahan Segregasi, Etnis-Kelas\ 12/19/13 21

Anda mungkin juga menyukai