Anda di halaman 1dari 10

JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, 12(1) (2020): 220-229

DOI: https://doi.org/10.24114/jupiis.v12i1.16031
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial
Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis

Adaptasi Berbasis Budaya dan Sosial Masyarakat


(Studi Kasus Etnis Tionghoa di Kota Palembang)

Cultural and Social Based Adaptation


(Case Study of Chinese Ethics in Palembang City)
Nursapia Harahap
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara
Diterima: 19 Desember 2019; Disetujui: 22 Maret 2020; Diterbitkan: 30 April 2020.
Abstrak
Adaptasi bergantung pada struktur atau perilaku fisik individu yang meningkatkan kemampuannya untuk bertahan
hidup di habitatnya. Apa pun yang membantunya bertahan hidup di lingkungan yang ditempatinya termasuk
budaya dan social masyarakat. Mengingat adapatasi mengacu pada kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
berbagai kondisi dalam lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adapatasi budaya dan adaptasi
social masyarakat etnis Tionghoa dalam teori dan praktek. Kemudian memperjelas peran penting yang dimainkan
budaya dalam memampukan adaptasi, dan menunjukkan bagaimana adaptasi berbasis budaya dan sosial
masyarakat ditempatkan dengan baik. Disamping itu juga mengukur titik tolak khas pembangunan masyarakat
yang baik dengan menekankan partisipasi masyarakat, sistem kekerabatan, kesejahteraan individu, budaya,
komunitas dan adaptasi. Untuk itu secara khusus dalam penelitian ini mengandalkan pemikiran yang telah muncul
dari pengamatan tentang peran budaya dan sosial masyarakat dalam kehidupan individu. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Etnis Tionghoa sudah mampu melakukan adaptasi budaya dan sosial masyarakat dengan baik
di Kota Palembang. Kemampuan tersebut terlihat dari kehidupan sosial ekonomi, kemasyarakatan dan budaya
etnis Tionghoa yang mampu bertahan hidup dengan modal pengembangan usaha dagang dan berkecimpung di
bidang politis. Selain itu, etnis Tionghoa juga mampu beradaptasi secara struktural dan kultural dengan mengikuti
perkembangan budaya dan masyarakat Kota Palembang.
Kata Kunci: Adaptasi, Budaya, Sosial, Masyarakat

Abstract
Adaptation depends on the structure or physical behavior of an individual that increases his ability to survive in his
habitat. Whatever helps him survive in the environment he occupies includes the cultural and social community.
Remembering adaptation refers to the ability to adapt to various conditions in their environment. This study aims to
analyze the cultural adaptation and social adaptation of ethnic Chinese communities in theory and practice. Then
clarify the important role that culture plays in enabling adaptation, and show how community-based cultural and
social adaptation is well placed. Besides that it also measures the typical starting point of good community
development by emphasizing community participation, kinship systems, individual welfare, culture, community and
adaptation. For this reason, in particular this research relies on thoughts that have emerged from observations about
the cultural and social role of society in individual lives. The results of this study indicate that the Chinese ethnic has
been able to adapt to the cultural and social adaptation of the community well in the city of Palembang. This ability
can be seen from the socio-economic life, society and culture of ethnic Chinese who are able to survive with the capital
of developing business ventures and working in the political field. In addition, the Chinese are also able to adapt
structurally and culturally by following the cultural and community development of Palembang City.
Keywords: Adaptation, Culture, Social, Community

How to Cite: Harahap, N. (2020). Adaptasi Berbasis Budaya dan Sosial Masyarakat. JUPIIS: Jurnal Pendidikan
Ilmu-ilmu Sosial. 12(1): 220-229
*Corresponding author:
E-mail: harahap.nursapia@gmail.com

220
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, 12(1) (2020): 220-229

PENDAHULUAN merupakan fokus dari ketidaksepakatan


Pemahaman terhadap budaya antara sekolah liberal dan komunitarian.
memainkan peranan yang sangat penting Will Kymlicka dan Joseph Raz secara
didalam dalam proses adaptasi khusus berusaha untuk memperjelas sifat
(Stavenhagen, 1998) mengemukakan tiga hubungan antara individu dan komunitas
definisi budaya: sebagai modal, sebagai budaya mereka. Raz dan Kymlicka
kreativitas, atau sebagai cara hidup total. bukanlah satu-satunya filsuf yang ahli
Di sini, pandangan ketiga tersebut dalam masalah ini, sebagai pusat bagi
diasumsikan dalam referensi budaya, sekolah komunitarian. Lihat, misalnya,
artinya jumlah total dari aktivitas karya Van Dyke sebelumnya tentang
material, spiritual dan produk dari kaum liberal pendekatan terhadap hak-
kelompok sosial tertentu. Dengan kata hak kelompok (Van Dyke, 1977), atau,
lain, nilai dan simbol serta serangkaian sebelumnya, kritik Hegel terhadap
praktik yang direproduksi oleh kelompok liberalisme dan saling ketergantungan
tertentu dari waktu ke waktu dan individu dan masyarakat (Kymlicka,
memberikan individu rambu-rambu dan 2002). Pekerjaan mereka menawarkan
makna untuk berperilaku. wawasan berharga bagi mereka yang
Namun, kebutuhan untuk mencoba memahami peran budaya dalam
beradaptasi dengan perubahan iklim kehidupan individu dan bagaimana
budaya dapat menekan individu dan kaitannya dengan tantangan adaptasi.
mempengaruhi mata pencaharian, gaya Adaptasi berbasis budaya dan
hidup atau pola perilaku yang berpotensi masyarakat secara implisit meyakini
menantang gagasan budaya yang ada. bahwa referensi eksplisit untuk peran
Serangkaian pertanyaan muncul: apakah, budaya diperlukan untuk memastikan
dan jika demikian bagaimana caranya, bahwa kekuatan yang melekat dari
budaya bersama menyediakan, adaptasi berbasis komunitas dapat
mengubah atau membatasi opsi untuk dilaksanakan dalam praktek hubungan
adaptasi? Bagaimana dan mengapa sosial individu dengan individu atau
individu dalam komunitas merespons kelompok lainnya. Adaptasi berbasis
prospek perubahan dalam kehidupan dan komunitas telah didefinisikan sebagai
mata pencaharian mereka? dan yang suatu proses yang berfokus pada
terpenting, pelajaran apa yang muncul komunitas-komunitas yang paling rentan
mereka yang bekerja untuk terhadap perubahan iklim budaya.
mengamankan kehidupan dan mata Apalagi dengan multikulturalisme yang
pencaharian dalam menghadapi sangat beragam.
perubahan iklim budaya? Indonesia telah menjadi negara
Definisi budaya Stavenhagen yang multietnik sejak masa kolonial,
menunjukkan saling ketergantungan yang dengan membagi stratifikasi sosial dalam
penting antara kelompok dan individu. tiga golongan, yaitu; ras kulit putih
Prospek otonomi individu dibatasi oleh (Belanda) dengan status kelas sosial yang
lingkungan budaya yang dipegang secara paling tinggi, ras timur asing atau kulit
komunal telah lama menjadi istimewa kuning (Arab, Cina, India) sebagai kelas
menarik bagi para filsuf politik, karena sosial kedua, dan ras pribumi sebagai

221
Nursapia Harahap, Adaptasi Berbasis Budaya dan Sosial Masyarakat

kelas sosial yang paling rendah. Geertz keturunan etnis bangsa lain yang telah
dalam Anshory (2008) bahwa Indonesia menetap di Indonesia secara turun
begitu kompleks sehingga sulit temurun dan menjadi bagian dari warga
memaparkan keseluruhan Indonesia negara Indonesia, salah satunya adalah
secara persis, karena Indonesia bukan etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa di
hanya multietnis (Jawa, Batak, Bugis, Indonesia merupakan hasil dari
Flores, Bali dan sebagainya) melainkan keturunan bangsa Cina yang merantau ke
juga dipengaruhi oleh budaya Indonesia kemudian menetap dan
multimental yang dibawa negara lain memiliki keturunan, baik dengan sesama
(India, Cina, Belanda, Portugis, orang Cina, maupun dengan melakukan
Hinduisme, Budhaisme, Konfisianisme, pernikahan campur dengan etnis
Islam, Kristen, Kapitalis, dsb.). pribumi. Dengan dasar pemahaman
Indonesia terdiri dari sejumlah ras bagaimana perubahan budaya akan
dengan jumlah, makna, dan karakter yang memengaruhi lingkungan lokal dan aset
berbeda-beda yang memiliki sejarah, dan kapasitas masyarakat (Huq dan Reid,
ideologi, agama, tersusun sebagai sebuah 2007).
struktur ekonomi dan politik bersama. Berakar dari konteks lokal dan
Beberapa keanekaragaman Indonesia mengharuskan mereka yang membaur
dalam kondisi kompleksitas ini tentu dengan masyarakat untuk terlibat
memiliki nilai-nilai yang baik yang tetap kapasitas adat, pengetahuan dan praktik
hidup dan dianut hingga saat ini. sosial. Tujuannya adalah untuk
Nilai-nilai ini mengandung pedoman memungkinkan masyarakat memahami
hidup, norma-norma, etika, dan estetika. dan mengintegrasikan konsep risiko
Hal tersebut sangat berpengaruh pada perubahan budaya ke dalam kegiatan
kelangsungan hidup dan martabat bangsa mata pencaharian mereka untuk
apabila bangsa Indonesia mampu meningkatkan daya tahan mereka
memanfaatkannya dengan baik. terhadap variabilitas perubahan iklim
Kekayaan keanekaragaman budaya budaya langsung dan iklim budaya jangka
bangsa sebagai dasar perwujudan dari panjang. Fenomena ini terjadi di
pembangunan karakter bangsa, bangsa nusantara Indonesia khususnya di Kota
yang bermartabat, bermoral, ramah Palembang. Kondisi kependudukan
tamah, cinta lingkungan, adil, hidup masyarakat Palembang pada tabel
rukun dan toleransi dengan nasionalisme berikut ini:
tinggi yang merupakan harapan dari
Tabel.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis
seluruh warga negara. Salah satu dan Agama
kompleksnya Indonesia secara horizontal No. Jenis Agama Persentase
adanya keberagaman etnis. Etnisetnis di 1 Islam 91.93%
2 Buddha 3.46%
Indonesia tersebar dari wilayah Sabang
3 Kristen Protestan 2.87%
hingga Merauke. 4 Katolik 1.65%
Terdapat etnis yang memang 5 Hindu 0.08%
berasal dari indonesia sebagai etnis 6 Konghucu 0.01%
pribumi, maupun etnis yang berasal dari
222
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, 12(1) (2020): 220-229

Berdasarkan Sensus Penduduk untuk olahan lain kecuali konsumsi


tahun 2015, persentase agama penduduk sehari hari.
Kota Palembang adalah Islam 91.93%, Beliau mengolah ikan dicampur
Buddha 3.46%, Kristen Protestan 2.87%, dengan tepung tapioka sehingga muncul
Katolik 1.65%, Hindu 0.08% dan makanan baru. Makanan baru tersebut di
Konghucu 0.01%. Agama mayoritas di jajakan kesetiap kampung dengan naik
Palembang adalah Islam. Di dalam sepeda. Karena penjualnya dipanggil
catatan sejarahnya, Palembang pernah “Pek- maka makanan itu dikenal dengan
menerapkan undang-undang tertulis pempek. Makanan pempek menjadi
berlandaskan Syariat Islam, yang makanan khas masyarakat mulai dari
bersumber dari kitab Simbur Cahaya. sarapan pagi sampai makan malam selalu
Selain itu terdapat pula penganut Katolik, dinikmati dengan cabenya yang segar.
Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu Kisah itu menggambarkan bahwa
(BPS, 2018). masyarakat palembang sangat menerima
Kehidupan masyarakat pendatang orang luar di lingkungannnya.
di Kota Palembang terdokumentasi dalam Namun, selain sebagai sebutan kota
sejarah panjang sejak tahun 1970-an. pempek, Kota Palembang juga dikenal
Sebagai kota yang kaya budaya, dapat sebagai kota pendatang khususnya dari
digunakan untuk memahami adaptasi, etnis Tionghoa. Untuk mengetahui hal
pandangan dan dinamika kehidupan tersebut, masalah yang dibahas dalam
masyarakat pendatang di wilayah ini. penelitian ini adalah bagaimana bentuk
Dikarenakan adaptasi merupakan produk adaptasi berbasis budaya dan masyarakat
kultural yang mengandung berbagai hal pendatang etnis Tionghoa terhadap
yang menyangkut hidup dan kehidupan lingkungan yang meliputi cara bertahan
komunitas pemiliknya, misalnya sistem hidup dan perkembangan budaya, bisnis
nilai, kepercayaan dan agama, kaidah- dan keturunannya berdasarkan
kaidah sosial, etos kerja, bahkan pengamatan lingkungan, sosial, dan religi.
penjabaran dinamika sosial Masyarakat Tionghoa di Kota
masyarakatnya. Kota Palembang terkenal Palembang seperti orang-orang Tionghoa
dengan sebutan kota pem-pek. Sebutan yang ada di daerah-daerah lain di
itu sebagai gambaran bahwa jenis Indonesia, pada umumnya melaksanakan
makanan ini yang paling banyak dijual ritual-ritual yang berkaitan dengan
disana dan menjadi ciri khas makanan pemujaan Budha dan Kong Fu Chu. Hal ini
Palembang. diperkuat dengan dukungan yang
Pempek yang merupakan ciri khas diberikan oleh Abdurrachman Wahid
makanan asli Palembang ternyata sebagai Presiden Indonesia ke 4 (1999-
menurut sejarah adanya pempek setelah 2001) yang memberikan kebebasan bagi
etnis cina masuk ke kota ini. Tahun ke warga Tionghoa untuk mengekspresikan
1617 seorang apek berusia 65 tahun yang diri dan mengesahkan Kong Hu Cu
tinggal didaerah tepian sungai Musi sebagai aliran kepercayaan yang dianut
merasa prihatin melihat tangkapan ikan oleh etnis Tionghoa menjadi agama yang
yang berlimpah dari sungai Musi yang diakui di Indonesia.
belum seluruhnya bisa dimanfaatkan

223
Nursapia Harahap, Adaptasi Berbasis Budaya dan Sosial Masyarakat

Etnis Tionghoa hidup rukun dan wadah umat beragama, Forum


toleran. Kebijakan yang diterapkan sejak Komunikasi Umat beragama (FKUB)
tahun 2001 menunjukkan dan memberi karena di forum ini di wadahi oleh
pesan kepada masyarakat luas bahwa pengurus yang berbeda agama dan tokoh
daerah itu dihuni warga berbagai suku adat dan tokoh masyarakat yang
dan agama, yang semuanya memiliki dianggap mampu memberikan data yang
posisi setara. Berdasarkan permasalahan dibutuhkan peneliti.
tersebut penelitian ini bertujuan untuk Selanjutnya dilakukan observasi
mengungkapkan bentuk adaptasi (pengamatan) terhadap aktvitas
masyarakat pendatang etnis Tionghoa masyarakat etnis Tionghoa seperti
terhadap lingkungan, yaitu cara mereka kegiatan bisnis, kegiatan ritual dan
beradaptasi dan perkembangan kegiatan sosial keagamaan dan
budayanya. pemerintahan, pendidikan dan kesehatan.
Terakhir, peneliti melakukan analisis data
METODE PENELITIAN dari hasil transkip wawancara dengan
Jenis penelitian ini adalah informan dengan dengan langkah-
pennelitian kualitatif dengan menggali langkah yang dikemukakan oleh Miles
informasi dan data sedalam dalamnya dan Hubermen yaitu reduksi data
dari informan. Metode pendekatan yang memilah data, membuat tema-tema,
dilakukan dalam penelitian adalah mengkatagorikan, memfokuskan data
metode pendekatan fenomenologis yaitu sesuai bidangnya, membuang, menyusun
fenomenologis tentang kehidupan Setelah direduksi maka data yang sesuai
masyarakat Tionghoa dengan masyarakat dengan tujuan penelitian disajikan dalam
pribumi baik dari budaya, adaptasi dan bentuk kalimat sehingga diperoleh
sosial-ekonomi nya. gambaran yang utuh tentang masalah
Selanjutnya membuat deskripsi penelitian dan menarik kesimpulan.
secara sistematis, faktual, dan akurat
tentang fakta-fakta dari subjek dan objek HASIL DAN PEMBAHASAN
yang diteliti. Prosedur kerja yang Adaptasi Budaya
dilakukan peneliti adalah Kunci adaptasi adalah adaptasi yang
mengidentifikasi adaptasi berbasis memungkinkan individu untuk
budaya oleh etnis Tionghoa dengan memahami individu lain sebagai agen
masyarakat lokal. yang disengaja seperti diri. Bentuk unik
Dalam mengumpulkan data untuk dari kognisi sosial ini muncul pada
memperoleh informasi yang akurat ontogeni manusia pada usia sekitar satu
peneliti mengambil data dari primer tahun ketika bayi mulai terlibat dengan
melalui wawancara langsung dengan orang lain dalam berbagai jenis aktivitas
informan penelitian yaitu masyarakat atensi bersama yang melibatkan tatapan
etnis Tionghoa dan pribumi dan mata, rujukan sosial, dan komunikasi
didukung dengan data-data sekunder gestural.
seperti data Badan Pusat Statitistik Kota Budaya merupakan proses
Palembang, Kementerian Agama sebagai keseluruhan yang termasuk pengetahuan,
224
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, 12(1) (2020): 220-229

kepercayaan, seni, moral, hukum, adat Komering, Rawas, Musi, Pasemah, dan
istiadat, dan apa saja kemampuan serta Semendo. Pendatang dari luar Sumatra
kebiasaan lain yang diperoleh manusia Selatan kadang-kadang juga
sebagai anggota masyarakat (Holden, menggunakan bahasa daerahnya sebagai
2002). Sehigga budaya dapat dilihat bahasa sehari-hari dalam keluarga atau
sebagai produk perilaku. komunitas kedaerahan. Namun untuk
Definisi budaya yang terkenal berkomunikasi dengan warga Palembang
lainnya adalah Kroeber dan Kluckholn lain, penduduk umumnya menggunakan
(1952), yang juga mengaitkannya bahasa Palembang sebagai bahasa
Gagasan budaya untuk perilaku. Mereka pengantar sehari-hari.
mengidentifikasi budaya sebagai pola Selain penduduk asli, didapati juga
gagasan dan nilai yang membentuk penduduk pendatang dari berbagai suku
perilaku seseorang [11]. Dalam waktu dan daerah seperti suku Jawa,
yang lebih baru, budaya telah Minangkabau, Madura, Bugis dan Banjar.
digambarkan sebagai “pemrograman Namun jumlah suku dan keturunan yang
kolektif pikiran yang membedakan banyak Tionghoa sangat banyak.
anggota satu manusia grup dari yang lain Etnis Tionghoa melakukan interaksi
”[12]. Hofstede menyarankan itu budaya dengan masyarakat Palembang
tidak diwariskan tetapi dipelajari, karena menggunakan bahasa daerah baik dalam
diturunkan dari "lingkungan sosial melakukan transaksi bisnis maupun
seseorang" [12]. Budaya adalah "the cara lainnya. Penyesuaian iklim budaya oleh
hidup masyarakat ”[13]. etnis Tionghoa dengan masyarakat lokal
Budaya datang dalam berbagai dapat dilihat dari aktivitas ekonomi dan
bentuk seperti budaya fungsional, budaya kehidupan mereka sehari-hari seperti
organisasi, dan budaya nasional [5]. dalam transaksi bisnis/dagang.
Sepanjang penelitian ini, istilah itu Disamping itu juga Etnis Tionghoa
budaya digunakan untuk mewakili di palembang banyak yang memeluk
budaya nasional. Karya Hofstede dari agama Islam sebagai keyakinannya.
tahun 1970 mengeksplorasi gagasan Proses Islamisasi ini ada yang melalui
tersebut budaya nasional. perkawinan maupun kerjasama bisnis.
Demikian halnya kondisi adaptasi Diantara penduduk pendatang etnis
budaya masyarakat Tionghoa di Kota Tionghoa banyak yang memilih untuk
Palembang. Jika ditelisik kebelakang dari mencari pendamping hidupnya dari
hasil temuan penelitian ini penduduk Palembang. Tujuannya adalah
menggambarkan bahwa Penduduk untuk mendapatkan keturunan dan bisa
Palembang merupakan etnis Melayu dan menetap. Upaya tersebut dilakukan
menggunakan Bahasa Melayu yang telah sebagai bentuk prinsip yang dibangun
disesuaikan dengan dialek setempat yang oleh masyarakat Tionghoa agar dapat
kini dikenal sebagai Bahasa Palembang membaur dengan masyarakat lokal dan
yang akhir kata selalu dengan huruf “O’ mendapatkan keamanan dan
Namun para pendatang seringkali kenyamanan.
menggunakan bahasa daerahnya sebagai
bahasa sehari-hari, seperti bahasa

225
Nursapia Harahap, Adaptasi Berbasis Budaya dan Sosial Masyarakat

Adaptasi Sosial Dan Politik Palembang secara budaya dan agama


Etnis Tionghoa di seluruh Indonesia sudah melebur dengan baik ini dilihat
menbuat organisasi khusus etnis dari bahasa yang di gunakan dan
Tionghoa yang disebut dengan makanan yang dikomsumsi sebagai ciri
“Persatuan Islam Tionghoa Indonesia khas palembang (Suryadinata, 2001). Di
(PITI). Menurut Tulisan Herwansyah PITI sisi lain etnis Tionghoa juga aktif di
berdiri dijakarta tanggal 14 April 1961 bidang politik. Pemilihan umum dengan
yang di prakarsai oleh Goan sistem demokrasi saat ini memberi
Tjin.Terbentuknya PITI adalah peluang kepada semua warga negara
merupakan gabungan dari persatoen yang memenuhi persyaratan untuk
Islam Tionghoa yang berbasis di Medan duduk di legislatif.
dan persatuan moeslim Tionghoa yang Pada jaman orde baru warga
berbasis di Bengkulu. Tionghoa lebih banyak berkiprah di dunia
PIT dan PMT sudah muncul pada bisnis. Seperti yang diutarakan pada
tahun 1930 di prakarsai oleh H. Abdul latarbelakang masalah sejak
Karim Oei Tjeng, dan H. Abdussomad Yap kepemimpinan Abdurrahman Wahid
Asiong. Persatuan ini pada awalnya di warga china mendapat angin segar dan
peruntukkan untuk orang yang baru memilki kebebsan di negara
pindah agama ke Islam akan tetapi Indonesia.Sejak saat itu banyak
seiring dengan perkembangan zaman masyarakat Tionghoa yang terjun
semua muslim Tionghoa bergabung kedunia politik. Di wilayah Palembang
dalam naungan organisasi ini. khususnya Batu Raja ada beberapa orang
Peran Arya Damar yang merupakan warga Tionghoa yang ikut menjdi calon
ayah angkat dari Raden Fatah yang legislatif dari partai nasionalis dan salah
diganti nama menjadi Parlindungan satu diantaranya memperoleh suara pada
adalah seorang etnis Tionghoa. Nama asli kursi DPRD periode 2019-2024.
beliau adalah Swan Liong sangat besar Dalam menentukan pilihan
perannya dalam mengembangkan islam masyarakat Palembang masih
di Palembang. Beliau merupakan utusan mempertimbangkan asal ususl calon
pemimpin komuniats china di Asia legislatif terutama dalam pertimbangan
tenggara. Raden patah dalam sejarah agama. Etnis Tionghoa banyak aktif di
disebut bernama Djin Bun yang berbagai partai politik. Baik muslim
merupakan anak dari raja sriwijaya yang Tionghoa maupun Tionghoa non muslim.
lahir dari ibu keterunan China (Skinner, Kemampuan ekonomi tidak menjadi
1963). ukuran untuk mendapatkan kursi.
Ahli sosiologi menyebutkan bahwa Seorang calon anggota DPR harus
keturunan palembang itu adalah memiliki banyak pendukung terutama
keturunaan etnis Tionghoa karena dukungan dari penduduk lokal. Faktor
kemiripan warna kulit dan wajah pada kedaerahan menjadi dominan dalam
masyarakat palembang., beberapa menentukan pilihan rakyat. Tidak
menyebutkan sebagai keturunan China. terlepas juga faktor kayakinan (agama)
Komunitas Tionghoa. Muslim Tionghoa juga tidak boleh diababaikan begitu saja.
226
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, 12(1) (2020): 220-229

karena hal ini juga menjadi pertimbangan banyak terjadi pertukaran budaya, dan
bagi. tidak dipungkiri terjadi perkawinan
Adaptasi Sosial Masyarakat diantara mereka.
Di Palembang ditemukan identitas Adaptasi ini masih berlangsung
Muslim-Tionghoa terbagi menjadi dua: sampai saat ini. Maka dari itu, tentunya
Pertama, Tionghoa peranakan yaitu Etnis Tionghoa memiliki budaya dan ciri
keturunan Muslim dari Tiongkok sejak khas yang berbeda dengan masyarakat
abad 17-18 dan bukan dari hasil politik Palembang. Seseorang yang memilih
segregasi masa Kolonial, melainkan strategi adaptif cenderung memiliki
seiring upaya mereka mempertahankan kesadaran yang tinggi terhadap harapan
identitas masa lalunya yang telah dan tuntutan dari lingkungannya,
memiliki prestise sendiri dalam sehingga siap untuk mengubah prilaku.
masyarakat Islam tradisional Palembang. Dalam melakukan adaptasi tentu akan
Kedua, Tionghoa Muslim konversi yaitu menemukan tantangan-tantangan baru
kelompok Tionghoa non Islam yang yang bahkan belum pernah dialami. Jika
konversi ke agama lain. Kelompok ini mampu melewati tantangan itu, maka
diwakili oleh PITI (Persatuan Islam akan memudahkan golongan masyarakat
Tionghoa Indonesia) Palembang. Kedua dalam melakukan interaksi sosial meski
kelompok tersebut memiliki kontribusi dengan beberapa perbedaan yang ada.
yang cukup besar dalam pembinaan umat Proses adaptasi etnis Tionghoa di
Islam di Palembang (Hermansyah, 2017). Palembang, dilakukan melalui dua
Dapat disimpulkan bahwa adaptasi tahapan seperti yang dikemukakan oleh
sosial yang terjalin antara etnis Tionghoa Kim. Tahap pertama, Cultural adaptation
dan masyarakat Palembang telah terjalin merupakan proses dasar komunikasi
melalui jalur perdagangan atau bisnis yang mana ada penyampai pesan,
dikarenakan Palembang merupakan medium dan penerima pesan, sehingga
Bandar terpenting bagi perdagangan dan terjadi proses endcoding dan decoding.
pelayaran Indonesia bagian Barat yang Proses ini diidentifikasikan sebagai
menghubungkan dua kawasan pedagang tingkat perubahan yang terjadi ketiak
Asia, yakni Cina, India dan Arab. Bahkan individu pindah ke lingkungan yang baru.
Palembang merupakan salah satu Bandar Terjadi proses pengiriman lokal
terpenting bagi terbentuknya komunitas (Palembang) di lingkungan baru tersebut
yang berciri kosmopolitan, yakni periode yang dapat dipahami oleh individu
kerajaan maritim Sriwijaya maupun pada pendatang (Tionghoa), hal ini dinamakan
masa kesultanan Palembang (Hanafiah, enculturation.
1990).
Sampai saat ini, etnis Tionghoa di
Palembang telah berbaur dengan
masyarakat. Maka tidak heran jika
melihat orang-orang Palembang diidentik
dengan mata sipit dan kulit putih. Dengan
membaurnya masyarakat etnis Tionghoa
dengan masyarakat pribumi Palembang,

227
Nursapia Harahap, Adaptasi Berbasis Budaya dan Sosial Masyarakat

Gambar 1: Hubungan antara istilah Kesultanan Palembang Darussalam.


kunci dalam adaptasi Budaya (Kim, Selain itu dapat dilihat dari tokoh Ulama
2001). besar di Palembang KH Amin Azhari yang
menjadi rujukan dalam menentukan
Deculturation hukum Islam, ia tetap mempertahankan
identitas Ketionghoan-nya.
Orang-orang Tionghoa yang lahir
Enculturation Assimilation non Islam. Mereka yang non Islam ini
kemudian konversi menjadi Islam. para
muallaf Tionghoa itu kemudian
Acculturation
mendirikan organisasi PITI, hingga saat
Keterlibatan etnis Tionghoa dalam ini PITI masih berperan sebagai wadah
pemerintahan di masa silam tidak bisa bagi orang-orang Tionghoa yang telah
dihilangkan dalam sejarah. Salah satunya konversi ke dalam agama Islam.
sebutan Kapitan ialah panggilan buat Jika dilihat lembaran sejarah di
para Kapten Tionghoa dalam memimpin masa pemerintahan Suharto, PITI
etnis maupun pemerintahan. Dari dijadikan instrument Negara dalam
pemaparan ini dapat diketahui bahwa melakukan fungsi asimilasi komunitas
kelompok generasi kedua Muslim- Tionghoa terhadap pribumi. Keberadaan
Tionghoa masih ada hingga sekarang. PITI didukung oleh pemerintah, hal ini
Meski jumlahnya sedikit namun pada terlihat dengan adanya struktur
masa Kesultanan Palembang Darussalam organisasi yang memiliki birokrasi dari
mereka diberikan kedudukan yang tingkat pusat dan menyebar ke beberapa
istimewa karena status agamanya. Hal ini daerah, salah satunya Palembang.
menjadi bukti bahwa etnis Tionghoa
benar-benar berasimilasi baik secara SIMPULAN
structural (diangkat sebagai pejabat) Adaptasi budaya dan masyarakat
maupun kultural diwujudkan dengan etnis Tionghoa sebagai pendatang di Kota
peran mereka dalam mengembangkan Palembang merupakan bagian dari
ajaran Islam, namun identitas Tionghoa proses pembangunan. Etnis Tionghoa
masih dipertahankan. Seperti halnya sudah mampu melakukan adaptasi
panggilan Koko dan Cici terhadap lelaki budaya dan sosial masyarakat dengan
dan perempuan bujang. baik di Kota Palembang. Kemampuan
Temuan terakhir dalam penelitian tersebut terlihat dari kehidupan sosial
ini bahwa Etnis Tionghoa tetap ekonomi, kemasyarakatan dan budaya
mempertahankan identitasnya meski etnis Tionghoa yang mampu bertahan
telah berintegrasi secara total dengan hidup dengan modal pengembangan
masyarakat lokal terutama Melayu- usaha dagang dan berkecimpung di
Palembang. Perlu untuk digaris bawahi bidang politis. Selain itu, etnis Tionghoa
bahwa agama memiliki ikatan kuat dalam juga mampu beradaptasi secara
rangka mengintegrasikan antara struktural dan kultural dengan mengikuti
keturunan Tionghoa dengan Pihak
228
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, 12(1) (2020): 220-229

perkembangan budaya dan masyarakat


Kota Palembang.

DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, E. (2010). Metodologi Penelitian Public
Relation Kuantitaf dan Kualitatif . Jakarta:
Simbiosa Rekatama Media.
BPS. (, 2018). Kota Palembang Dalam Angka 2018.
Palembang: Badan Pusat Statistik.
Hanafiah, D. (1990). Sejarah Perkembangan
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II
Palembang. Palembang: Pemda Tk II
Palembang.
Hermansyah. (2017). Tipologi Identitas Muslim
Tionghoa di Palembang Sumatera Selatan.
Journal JIA UIN Raden Fatah Palembang, 19.
Holden. (2002). Cross-Cultural Management: A
Knowledge Management Perspective. UK:
Prentice-Hall.
Kim, Y. Y. (2001). Becoming Intercultural: An
Integrative Communication Theory and
Cross-Cultural Adaptation. USA: Sage
Publication.
Purba, J. dkk. (2012). Kota Bontang Dinamika,
Sejarah, dan Perkembangannya. Bontang:
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Bontang.
Rakhmad, J. (1984). Metode Penelitian Komunikasi
. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Skinner. (1963). "The Chinese Minority" Indonesia.
New Haven: HRAF.
Stavenhagen R. (1998). ‘Cultural rights: a social
science perspective’, in Niec, H. (ed.)
Cultural Rights and Wrongs. Paris: UNESCO
Suharyanto, A. & Hidayat, T.W. (2017). Revealing
Medan's Chinese Ethnic Identity in
Advertising Grief at Harian Analisa
Newspaper. Budapest International
Research and Critics Institute (BIRCI-
Journal …
Suharyanto, A. Matondang, A. (2017). Makna
Upacara Cheng Beng pada Masyarakat
Etnis Tionghoa di Medan. Prosiding
Seminar Nasional Pakar, 21-26
Suharyanto, A. Matondang, A. Walhidayat, T.
(2017). The Interpersonal Communication
of the Chinese Ethnic Families in Cheng
Beng Ceremony in Medan, Indonesia. IOSR
Journal of Humanities And Social Science
(IOSR-JHSS), 22(12) Ver.4:38-44.
Suryadinata, L. (2001). Kebudayaan Minoritas
Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Sutton, M. and A. (2010). Introduction to Cultural
Ecology (2nd ed.). Lanham: Altmira Press.

229

Anda mungkin juga menyukai