DOI: https://doi.org/10.24114/jupiis.v12i1.16031
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial
Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis
Abstract
Adaptation depends on the structure or physical behavior of an individual that increases his ability to survive in his
habitat. Whatever helps him survive in the environment he occupies includes the cultural and social community.
Remembering adaptation refers to the ability to adapt to various conditions in their environment. This study aims to
analyze the cultural adaptation and social adaptation of ethnic Chinese communities in theory and practice. Then
clarify the important role that culture plays in enabling adaptation, and show how community-based cultural and
social adaptation is well placed. Besides that it also measures the typical starting point of good community
development by emphasizing community participation, kinship systems, individual welfare, culture, community and
adaptation. For this reason, in particular this research relies on thoughts that have emerged from observations about
the cultural and social role of society in individual lives. The results of this study indicate that the Chinese ethnic has
been able to adapt to the cultural and social adaptation of the community well in the city of Palembang. This ability
can be seen from the socio-economic life, society and culture of ethnic Chinese who are able to survive with the capital
of developing business ventures and working in the political field. In addition, the Chinese are also able to adapt
structurally and culturally by following the cultural and community development of Palembang City.
Keywords: Adaptation, Culture, Social, Community
How to Cite: Harahap, N. (2020). Adaptasi Berbasis Budaya dan Sosial Masyarakat. JUPIIS: Jurnal Pendidikan
Ilmu-ilmu Sosial. 12(1): 220-229
*Corresponding author:
E-mail: harahap.nursapia@gmail.com
220
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, 12(1) (2020): 220-229
221
Nursapia Harahap, Adaptasi Berbasis Budaya dan Sosial Masyarakat
kelas sosial yang paling rendah. Geertz keturunan etnis bangsa lain yang telah
dalam Anshory (2008) bahwa Indonesia menetap di Indonesia secara turun
begitu kompleks sehingga sulit temurun dan menjadi bagian dari warga
memaparkan keseluruhan Indonesia negara Indonesia, salah satunya adalah
secara persis, karena Indonesia bukan etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa di
hanya multietnis (Jawa, Batak, Bugis, Indonesia merupakan hasil dari
Flores, Bali dan sebagainya) melainkan keturunan bangsa Cina yang merantau ke
juga dipengaruhi oleh budaya Indonesia kemudian menetap dan
multimental yang dibawa negara lain memiliki keturunan, baik dengan sesama
(India, Cina, Belanda, Portugis, orang Cina, maupun dengan melakukan
Hinduisme, Budhaisme, Konfisianisme, pernikahan campur dengan etnis
Islam, Kristen, Kapitalis, dsb.). pribumi. Dengan dasar pemahaman
Indonesia terdiri dari sejumlah ras bagaimana perubahan budaya akan
dengan jumlah, makna, dan karakter yang memengaruhi lingkungan lokal dan aset
berbeda-beda yang memiliki sejarah, dan kapasitas masyarakat (Huq dan Reid,
ideologi, agama, tersusun sebagai sebuah 2007).
struktur ekonomi dan politik bersama. Berakar dari konteks lokal dan
Beberapa keanekaragaman Indonesia mengharuskan mereka yang membaur
dalam kondisi kompleksitas ini tentu dengan masyarakat untuk terlibat
memiliki nilai-nilai yang baik yang tetap kapasitas adat, pengetahuan dan praktik
hidup dan dianut hingga saat ini. sosial. Tujuannya adalah untuk
Nilai-nilai ini mengandung pedoman memungkinkan masyarakat memahami
hidup, norma-norma, etika, dan estetika. dan mengintegrasikan konsep risiko
Hal tersebut sangat berpengaruh pada perubahan budaya ke dalam kegiatan
kelangsungan hidup dan martabat bangsa mata pencaharian mereka untuk
apabila bangsa Indonesia mampu meningkatkan daya tahan mereka
memanfaatkannya dengan baik. terhadap variabilitas perubahan iklim
Kekayaan keanekaragaman budaya budaya langsung dan iklim budaya jangka
bangsa sebagai dasar perwujudan dari panjang. Fenomena ini terjadi di
pembangunan karakter bangsa, bangsa nusantara Indonesia khususnya di Kota
yang bermartabat, bermoral, ramah Palembang. Kondisi kependudukan
tamah, cinta lingkungan, adil, hidup masyarakat Palembang pada tabel
rukun dan toleransi dengan nasionalisme berikut ini:
tinggi yang merupakan harapan dari
Tabel.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis
seluruh warga negara. Salah satu dan Agama
kompleksnya Indonesia secara horizontal No. Jenis Agama Persentase
adanya keberagaman etnis. Etnisetnis di 1 Islam 91.93%
2 Buddha 3.46%
Indonesia tersebar dari wilayah Sabang
3 Kristen Protestan 2.87%
hingga Merauke. 4 Katolik 1.65%
Terdapat etnis yang memang 5 Hindu 0.08%
berasal dari indonesia sebagai etnis 6 Konghucu 0.01%
pribumi, maupun etnis yang berasal dari
222
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, 12(1) (2020): 220-229
223
Nursapia Harahap, Adaptasi Berbasis Budaya dan Sosial Masyarakat
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat Komering, Rawas, Musi, Pasemah, dan
istiadat, dan apa saja kemampuan serta Semendo. Pendatang dari luar Sumatra
kebiasaan lain yang diperoleh manusia Selatan kadang-kadang juga
sebagai anggota masyarakat (Holden, menggunakan bahasa daerahnya sebagai
2002). Sehigga budaya dapat dilihat bahasa sehari-hari dalam keluarga atau
sebagai produk perilaku. komunitas kedaerahan. Namun untuk
Definisi budaya yang terkenal berkomunikasi dengan warga Palembang
lainnya adalah Kroeber dan Kluckholn lain, penduduk umumnya menggunakan
(1952), yang juga mengaitkannya bahasa Palembang sebagai bahasa
Gagasan budaya untuk perilaku. Mereka pengantar sehari-hari.
mengidentifikasi budaya sebagai pola Selain penduduk asli, didapati juga
gagasan dan nilai yang membentuk penduduk pendatang dari berbagai suku
perilaku seseorang [11]. Dalam waktu dan daerah seperti suku Jawa,
yang lebih baru, budaya telah Minangkabau, Madura, Bugis dan Banjar.
digambarkan sebagai “pemrograman Namun jumlah suku dan keturunan yang
kolektif pikiran yang membedakan banyak Tionghoa sangat banyak.
anggota satu manusia grup dari yang lain Etnis Tionghoa melakukan interaksi
”[12]. Hofstede menyarankan itu budaya dengan masyarakat Palembang
tidak diwariskan tetapi dipelajari, karena menggunakan bahasa daerah baik dalam
diturunkan dari "lingkungan sosial melakukan transaksi bisnis maupun
seseorang" [12]. Budaya adalah "the cara lainnya. Penyesuaian iklim budaya oleh
hidup masyarakat ”[13]. etnis Tionghoa dengan masyarakat lokal
Budaya datang dalam berbagai dapat dilihat dari aktivitas ekonomi dan
bentuk seperti budaya fungsional, budaya kehidupan mereka sehari-hari seperti
organisasi, dan budaya nasional [5]. dalam transaksi bisnis/dagang.
Sepanjang penelitian ini, istilah itu Disamping itu juga Etnis Tionghoa
budaya digunakan untuk mewakili di palembang banyak yang memeluk
budaya nasional. Karya Hofstede dari agama Islam sebagai keyakinannya.
tahun 1970 mengeksplorasi gagasan Proses Islamisasi ini ada yang melalui
tersebut budaya nasional. perkawinan maupun kerjasama bisnis.
Demikian halnya kondisi adaptasi Diantara penduduk pendatang etnis
budaya masyarakat Tionghoa di Kota Tionghoa banyak yang memilih untuk
Palembang. Jika ditelisik kebelakang dari mencari pendamping hidupnya dari
hasil temuan penelitian ini penduduk Palembang. Tujuannya adalah
menggambarkan bahwa Penduduk untuk mendapatkan keturunan dan bisa
Palembang merupakan etnis Melayu dan menetap. Upaya tersebut dilakukan
menggunakan Bahasa Melayu yang telah sebagai bentuk prinsip yang dibangun
disesuaikan dengan dialek setempat yang oleh masyarakat Tionghoa agar dapat
kini dikenal sebagai Bahasa Palembang membaur dengan masyarakat lokal dan
yang akhir kata selalu dengan huruf “O’ mendapatkan keamanan dan
Namun para pendatang seringkali kenyamanan.
menggunakan bahasa daerahnya sebagai
bahasa sehari-hari, seperti bahasa
225
Nursapia Harahap, Adaptasi Berbasis Budaya dan Sosial Masyarakat
karena hal ini juga menjadi pertimbangan banyak terjadi pertukaran budaya, dan
bagi. tidak dipungkiri terjadi perkawinan
Adaptasi Sosial Masyarakat diantara mereka.
Di Palembang ditemukan identitas Adaptasi ini masih berlangsung
Muslim-Tionghoa terbagi menjadi dua: sampai saat ini. Maka dari itu, tentunya
Pertama, Tionghoa peranakan yaitu Etnis Tionghoa memiliki budaya dan ciri
keturunan Muslim dari Tiongkok sejak khas yang berbeda dengan masyarakat
abad 17-18 dan bukan dari hasil politik Palembang. Seseorang yang memilih
segregasi masa Kolonial, melainkan strategi adaptif cenderung memiliki
seiring upaya mereka mempertahankan kesadaran yang tinggi terhadap harapan
identitas masa lalunya yang telah dan tuntutan dari lingkungannya,
memiliki prestise sendiri dalam sehingga siap untuk mengubah prilaku.
masyarakat Islam tradisional Palembang. Dalam melakukan adaptasi tentu akan
Kedua, Tionghoa Muslim konversi yaitu menemukan tantangan-tantangan baru
kelompok Tionghoa non Islam yang yang bahkan belum pernah dialami. Jika
konversi ke agama lain. Kelompok ini mampu melewati tantangan itu, maka
diwakili oleh PITI (Persatuan Islam akan memudahkan golongan masyarakat
Tionghoa Indonesia) Palembang. Kedua dalam melakukan interaksi sosial meski
kelompok tersebut memiliki kontribusi dengan beberapa perbedaan yang ada.
yang cukup besar dalam pembinaan umat Proses adaptasi etnis Tionghoa di
Islam di Palembang (Hermansyah, 2017). Palembang, dilakukan melalui dua
Dapat disimpulkan bahwa adaptasi tahapan seperti yang dikemukakan oleh
sosial yang terjalin antara etnis Tionghoa Kim. Tahap pertama, Cultural adaptation
dan masyarakat Palembang telah terjalin merupakan proses dasar komunikasi
melalui jalur perdagangan atau bisnis yang mana ada penyampai pesan,
dikarenakan Palembang merupakan medium dan penerima pesan, sehingga
Bandar terpenting bagi perdagangan dan terjadi proses endcoding dan decoding.
pelayaran Indonesia bagian Barat yang Proses ini diidentifikasikan sebagai
menghubungkan dua kawasan pedagang tingkat perubahan yang terjadi ketiak
Asia, yakni Cina, India dan Arab. Bahkan individu pindah ke lingkungan yang baru.
Palembang merupakan salah satu Bandar Terjadi proses pengiriman lokal
terpenting bagi terbentuknya komunitas (Palembang) di lingkungan baru tersebut
yang berciri kosmopolitan, yakni periode yang dapat dipahami oleh individu
kerajaan maritim Sriwijaya maupun pada pendatang (Tionghoa), hal ini dinamakan
masa kesultanan Palembang (Hanafiah, enculturation.
1990).
Sampai saat ini, etnis Tionghoa di
Palembang telah berbaur dengan
masyarakat. Maka tidak heran jika
melihat orang-orang Palembang diidentik
dengan mata sipit dan kulit putih. Dengan
membaurnya masyarakat etnis Tionghoa
dengan masyarakat pribumi Palembang,
227
Nursapia Harahap, Adaptasi Berbasis Budaya dan Sosial Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, E. (2010). Metodologi Penelitian Public
Relation Kuantitaf dan Kualitatif . Jakarta:
Simbiosa Rekatama Media.
BPS. (, 2018). Kota Palembang Dalam Angka 2018.
Palembang: Badan Pusat Statistik.
Hanafiah, D. (1990). Sejarah Perkembangan
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II
Palembang. Palembang: Pemda Tk II
Palembang.
Hermansyah. (2017). Tipologi Identitas Muslim
Tionghoa di Palembang Sumatera Selatan.
Journal JIA UIN Raden Fatah Palembang, 19.
Holden. (2002). Cross-Cultural Management: A
Knowledge Management Perspective. UK:
Prentice-Hall.
Kim, Y. Y. (2001). Becoming Intercultural: An
Integrative Communication Theory and
Cross-Cultural Adaptation. USA: Sage
Publication.
Purba, J. dkk. (2012). Kota Bontang Dinamika,
Sejarah, dan Perkembangannya. Bontang:
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Bontang.
Rakhmad, J. (1984). Metode Penelitian Komunikasi
. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Skinner. (1963). "The Chinese Minority" Indonesia.
New Haven: HRAF.
Stavenhagen R. (1998). ‘Cultural rights: a social
science perspective’, in Niec, H. (ed.)
Cultural Rights and Wrongs. Paris: UNESCO
Suharyanto, A. & Hidayat, T.W. (2017). Revealing
Medan's Chinese Ethnic Identity in
Advertising Grief at Harian Analisa
Newspaper. Budapest International
Research and Critics Institute (BIRCI-
Journal …
Suharyanto, A. Matondang, A. (2017). Makna
Upacara Cheng Beng pada Masyarakat
Etnis Tionghoa di Medan. Prosiding
Seminar Nasional Pakar, 21-26
Suharyanto, A. Matondang, A. Walhidayat, T.
(2017). The Interpersonal Communication
of the Chinese Ethnic Families in Cheng
Beng Ceremony in Medan, Indonesia. IOSR
Journal of Humanities And Social Science
(IOSR-JHSS), 22(12) Ver.4:38-44.
Suryadinata, L. (2001). Kebudayaan Minoritas
Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Sutton, M. and A. (2010). Introduction to Cultural
Ecology (2nd ed.). Lanham: Altmira Press.
229