Anda di halaman 1dari 4

Konseling Keluarga Untuk

Mencegah Perceraian
M. Fuad Nasar
Pelatihan Konselor BP4
Serpong BSD 26 November 2020
Penasihatan Perkawinan
dan Tugas Konselor
Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat dalam buku Ketenangan dan
Kebahagiaan Dalam Keluarga (1974) mengemukakan, “Dari
sekian banyak kasus keluarga, yang pernah datang kepada
penulis untuk minta bantuan, agar keluarganya dapat
diselamatkan, atau untuk minta pertimbangan terakhir
sebelum mengambil keputusan drastis, dapat dikumpulkan
beberapa kesimpulan dan pokok‐pokok usaha, yang perlu
dilakukan oleh suami‐istri guna menyelamatkan keluarganya
dari kekacauan.
Beberapa persyaratan yang perlu diketahui dan dilakukan oleh
setiap pasangan suami istri agar dapat tercapai kebahagiaan
dan ketenteraman dalam keluarga, ialah saling mengerti,
saling menerima, saling menghargai, saling mempercayai,
dan saling mencintai.
Konselor Adalah Dokter Perkawinan

Penasihatan Perkawinan (Marriage Counselling) menurut H.S.M. Nasaruddin


Latif, adalah sebuah social service dalam masyarakat yang sangat dibutuhkan.
Setiap orang dapat melaksanakan perkawinan, tetapi tidak setiap orang
yang menikah itu dapat memperoleh kebahagiaan dalam perkawinannya.
Untuk itu diperlukan tuntunan guna mencapai kebahagiaan.
Dalam buku Teori dan Praktek Nasehat Perkawinan Nasaruddin Latif
mengemukakan pentingnya semacam “dokter” perkawinan yang memiliki
pengetahuan dan pengalamannya untuk dapat menolong mengembalikan
keadaan sehat perkawinan suami‐istri yang mengalami “sakit”. Dengan
menggunakan analogi dunia kedokteran, Nasaruddin Latif menyatakan,
“tidaklah setiap penyakit membawa kematian bagi penderitanya”. Demikian
pula “penyakit perkawinan” tidaklah mesti selalu membawa “perceraian”
sebagai “kematian” bagi sebuah perkawinan, apabila dicegah dan diobati
sebelum parah.
Proses dan Teknik
Penasehatan Perkawinan
• Proses penasihatan perkawinan dimulai sejak kontak komunikasi
pertama antara konselor dengan klien.
• Konselor tidak boleh “memihak” kepada salah satu pihak dalam
pelaksanaan konsultasi perkawinan.
• Diagnosa masalah yang tepat akan menentukan solusi yang tepat.
• Proses konsultasi perkawinan tidak boleh menimbulkan kesan
“interogasi” kepada salah satu pihak.
• Konselor harus paham kapan saatnya menghadirkan pasangan
suami istri yang bermasalah secara terpisah dan kapan dihadirkan
bersama‐sama.
• Konselor tidak boleh membuka “luka perkawinan” kalau tidak
sanggup mengobatinya. Ibarat dokter ahli bedah, bisa membedah
dan bisa menjahit kembali bekas operasi .

Anda mungkin juga menyukai