Anda di halaman 1dari 15

TEORI KEBENARAN

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah filsafat manajemen

(Dosen Pengampuh: Dr. Drs. Abdul Rahman Pakaya, M.SI)

Disusun oleh :

Jabal Amirul Jaman

Nim (931420124)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu!


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat-Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafat manajemen tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam juga semoga selalu tercurahkan kepada
baginda Rasulullah SAW, sangmanajer sejati Islam yang selalu becahaya
dalam sejarah hingga saat ini.

Dalam pembuatan makalah ini, tentu tak lupa penulis


mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu yang telah
membimbing saya selama ini.tentunya makalah ini, masih jauh dari
kesempurnaan olehnya itu saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin Yaa
Robbal „Aalamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu!

Gorontalo, 1 Februari 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2

A. Pengertian teori kebenaran...................................................2


B. Tipologi teori kebenaran...................................3
C. Tokoh-tokoh pendukung teori
kebenaran.......................................................8

BAB III PENUTUP.....................................................................................12

A. Kesimpulan..........................................................................................12
B. Saran...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perkembangan dunia filsafat terutama dalam dunia filsafat ilmu hakikat-
hakikat kebenaran sangat penting dan berperan sekali terhadap mencari kebenaran
tersebut di dalam suatu masalah pokok. Setiap kebenaran harus diserap oleh kebenaran
itu sendiri serta kepastian dari pengetahuan tersebut, dari suatu hakikat kebeneran
merupakan suatu obyek yang terus dikaji oleh manusia terutama para ahli filsuf, karena
hakikat kebenaran ini manusia akan mengalami pertentangan batin yakni konflik
spikologis.

Menurut para ahli filsafat, kebenaran bertingkat-tingkat bahkan tingkatan tersebut


bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain serta tingkatan
kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami
dan ada pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran
umum universal.

Manusia selalu dalam kehidupannya pasti dirundung permasalahan besar


maupun kecil itu mungkin sangat tidak menutup kemungkinan dan mencari kebenaran
sejati karena manusia ingin melepaskan permasalahan tersebut, tetapi bingung ingin
mencari teori kebenaran karena banyak cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran
antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman
atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-
prinsip yang terkadang melampaui penalaran rasional, lalu kejadian-kejadian yang
berlaku di alam itu dapat dimengerti. Memang sesuatu sifat manusia yang selalu
mecari kebenaran yang sebenarnya itu, inti dari membina dan menyempurnakannya
sejalan dengan kematangan kepribadiannya. Suatu kebenaran tidak hanya
membutuhkan pengakuan dari salah satu orang atau sekelompok orang saja tetapi
kebenaran itu memiliki takaran-takaran atau ukuran-ukran kebenaran tersebut diantara
lain adalah berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran
serta apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran,
sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Kebenaran?

2. Apa saja tipologi Teori Kebenaran ?

3. Siapa tokoh-tokoh pendukung teori kebenaran?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Kebenaran.

2. Mengetahui tipologi Teori Kebenaran.

3. Megetahui tokoh-tokoh pendukung Teori Kebenaran.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kebenaran
Dalam pembahasan filsafat ilmu ada bagian pembahasan tentang teori-teori
kebenaran, seperti teori kebenaran ini sangat penting bagi manusia. Kebenaran tidak
ada yang mutlak kecuali Allah yang mengetahui tetapi kebenaran hanya relatif saja bagi
manusia. Dalam pembahasan awal ini akan membahas tentang defini kebenaran secara
bahasa dan istilah, serta definisi kebenaran dari beberapa ahli dan pakarnya masing-
masing.

Definisi kebenaran menurut bahasa arab adalah al-haqq yang memiliki


pengertian yang tidak sia-sia, yang bermanfaat, yang berguna bagi manusia. Sedangkan
definisi kebenaran menurut Al-Qur’an adalah pengabdian/penghambaan
diri/penyembahan/peribadatan kepada Alloh saja seperti yang diajarkan dan
dicontohkan oleh Muhammad saw “ . Inilah definisi kebenaran menurut bimbingan
wahyu (Al-Qur’an).

Aristoteles mendefinisikan kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang


diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah
soal sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya.[1]
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta), ditemukan arti kebenaran,
yaitu: 1. Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya); 2. Sesuatu
yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya); 3. kejujuran, ketulusan hati;
4. Selalu izin, perkenanan; 5. Jalan kebetulan. Selaras dengan Poedjawiyatna (1987:16)
yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya itulah yang
disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang
diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.

B. Tipologi Teori-Teori Kebenaran

Dalam teori kebenaran maka ada tipologi teori kebenaran yang sudah di bahas oleh para
ahli filsuf, berikut adalah tipologi teori-teori kebenaran:

1. Teori Kebenaran Koherensi

Teori kebenaran koherensi ini biasa disebut juga dengan teori konsitensi. Pengertian dari
teori kebenaran koherensi ini adalah teori kebenaran yangØ medasarkan suatu
kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan
lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
Sederhanya dari teori ini adalah pernyataan dianggap benar apabila bersifat koheren
atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contoh teori
koherensi ini adalah pelajaran matematika. Menurutnya, matematika ialah bentuk
pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren.
Sistem matematika disusun atas bebeberpa dasar pernyataan yang dianggap benar
yakni aksioma. Dengan mempergunakan beberapa aksioma maka disusun suatu torema.
Diatas torema maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan
merupakan suatu sistem konsitensi. Tokoh kebenaran koherensi ini adalah Plato (427-
347) dan Aristoteles (384-322.SM) [2]

2. Teori Kebenaran Korespodensi

Teori kebenaran ini memiliki tokoh yang bernama Aristoteles, menurutnya sesuatu yang
ada sebagai tidak ada, atau tidak ada sebagai ada dan maksudnya adalah salah.
Sebaliknya mengatakan hal yang ada sebagian ada dan yang tidak ada adalah benar.
Muncul kebenaran sebagai persesuaian antara apa yang dilakukan atau dipikirkan
dengan kenyataan. Teori kebenaran korespodensi ini sangat penting sekali antara lain
adalah:

a. Teori ini sangat didukung oleh empirisme

Sangat menghargai pengamatan dan pengujian empiris, teori ini lebih menekankan cara
kerja pengetahuan aposterion.

b. Teori ini menegaskan dualitas antara S dan O. Pengenal dan yang dikenal.

c. Teori ini menekankan bukti bagi kebenaran suatu pengetahuan. Bukti ini bukannya
hasil akal budi, atau hasil imajinasi akal budi, tetapi apa yang disodorkan obyek melalui
panca indera.[3] Menurut Jujun S. Suriasumantri, teori ini memiliki pengertian suatu
pernyataan jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berhubungan
dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori korespodensi ini
dipergunakan dalam cara berpikir ilmiah. Penalaran teoretis berdasarkan logika deduktif
jelas mempergunakan teori ini.[4]

3. Teori Kebenaran Performatif

Teori ini dianut oleh filsuf Frank Ramsey, John Austin dan Peter Strawson. Para filsuf ini
hendak menentang teori klasik bahwa “benar” dan “salah” adalah ungkapan yang hanya
menyatakan sesuatu. Proposisi yang benar berarti proposisi itu menyatakan sesuatu
yang memang dianggap benar. Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar jika
ia menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang
mengungkapkan realitas, tetapi justeru dengan pernyataan itu tercipta realitas
sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu.[5].Sederhanya teori kebenaran
performatif adalah mereka melawan teori klasik bahwa benar dan salah adalah
ungkapan deskriptif jika suatu pernyatan benar kalau ia menerapkan realitas.[6]
4. Teori Kebenaran Pragmatik

Pragmatik berasal dari kata Yunani yang berarti “action” dan juga berarti “practice”.
Tokoh dalam pragmatik dikenal oleh tokoh charles Pierce, William James dan John
Dewwey [7] Pragmatik lebih memprioritaskan tindakan daripada pengetahuan dan
ajaran dan kenyataan pengalaman hidup di lapangan daripada prinsip-prinsip muluk
yang melayang di udara. Karena prinsip untuk menilai pemikiran, gagasan, teori,
kebijakan, pernyataan tidak cukup hanya berdasarkan logisnya dan bagusnya rumusan-
rumusan, tetapi berdasarkan dapat tidaknya dibuktikkan, dilaksanakan, dan
mendatangkan hasil. Menurut kaum pragmatik, otak berfungsi sebagai pembimbing
perilaku manusia. Kebenaran segala sesuatu di uji lewat dapat tidaknya dilaksanakan
dan direalisasikan untuk membawa dampak positif, kemajuan manfaat. Sikap kaum
pragmatik itu jelas ditentang oleh kaum teoretis dan kaum intelektual. Namun, pada
tergantung pragmatik baik secara umum maupun khusus di bidang etis menyumbang
sesuatu. Akan tetapi, sebagai aliran fislafat pragmatik mengandung kelmahan-kelmahan.
Pragmatik mempersempit kebenaran mrnjadi itu, pragmatik menolak kebenaran yang
tidak dapat langsung di praktekkan, padahal banyak kebenaran yang tidak dapat
langsung di praktekkan. Paham manusia seutuhnya adalah contoh sederhana. Sebagai
paham etis pragmatik menyatakan bahwa yang baik adalah yang dapat di praktekkan,
berdampak positif dan bermanfaat. Berikut paham ini dijelaskan melalui beberapa
penjelasan seperti berikut, pertama ada kebaikan yang dilihat dari manfaatnya tak dapat
dimengerti. Kedua, kebaikan yang bila dilaksanakan malah mencelakakan. Ketiga, antara
kebaikan dan pelaksanaan tidak ada hubungan langsung untuk melaksanakan kebaikan
perlu dukungan situasi, kondisi, sarana dan prasarana, serta ada kemauan dari
perilakunya. Pragmatik sebagai aliran filsafat dan paham bukan tanpa kelemahan akan
tetapi, pandangannya untuk saat tertentu, situasi hidup, dan keadaan masyarakat
tertentu dapat menggelitik dan digunakan sebagai pertanyaan kritis. [8]

Tokoh Pragmatik dan Pendapatnya

Di Amerika Serikat bernama William James sebagai tokohnya, di Inggris bernama FC.
Schiller, Charles S. Pierce (1834-1914) dan George Herbert Mead (1863-1931). Pragmatik
dalam perkembangan mengalami perbedaabn kesimpulan walalaupun dari gagasan asal
yang sama. Ada 3 patokan yang di setujui aliran pragmatik yaitu:

1. Menolak segala intelektualisme

2. Aktualisme

3. Meremehkan logika formal

Tokoh pragmatik William James (1842-1910), di dalam bukunya The Meaning of Truth,
arti kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang
berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari akal yang
mengenal. Pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang
kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Lalu tokoh selanjutnya
adalah John Dewey (1859-1952). Dewwey seorang pragmatis, mengikut sistemnya
disebut istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci filsafat
instrumentalisme, filsafat harus berpijak pada pengalaman menyelidiki serta mengolah
pengalaman itu secara aktif-krits. Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun
suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan,
penyimpangan-penyimpangan, dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan
cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dalam penemuan-
penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di
masa depan. [9]

Selanjutnya adalah tokoh teori kebenaran pragmatik adalah Charles Pierce (1839-
1914), menurut Charles Pierce dalam penggunaan bahasa yang mengundang arti logika,
tidak cukup hanya dengan memberikan definisi tersebut harus memungkinkan kita
berhubungan langsung dalam pengalaman, dengan apa yang diartikan oleh kata-kata
atau definisi tersebut. Mendefinisikan istilah secara eksperimen adalah menggunakan
alat dimana kita dapat memadukan arti-arti tanpa membingungkan atau salah tafsir.
Apabila seseorang tidak mengerti suatu istilah, kita cukup dengan menjelaskan kondisi
eksperimental yang memberi arti terhadap istilah tersebut, sehingga akan terdapat
kesepakatan dan kemampuan mengerti secara universal. Tujuan pragmatik perce adalah
untuk mengatasi verbalisme yang menyangkut intelektual, dengan cara merumuskan
kriteria objektif untuk membeda-bedakan pengertian. [10]

Kriteria Kebenaran Pragmatik

Kriteria ini dipergunakan untuk ilmuwan dalam menentukan kebenaran ilmiah


dilihat dalam perspektif waktu. Secara historis maka pernyataan ilmiah yang sekarang
dianggap benar suatu waktu tidak mungkin lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah
seperti ini maka ilmuwan bersifat pragmatis.

Selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu
dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, di sebabkan
perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan
itu ditinggalkan. [11]

5. Teori Kebenaran Proposisi

Proposisi merupakan kalimat logika yang mana pernyataan tentang hubungan antara
dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau salah. Ada yang mengartikan
proposisi sebagai ekspresi verbal dari putusan yang berisi pengakuan atau penginkaran
sesuatu (predikat) terhadap sesuatu yang lain (subjek) yang dapat dinilai benar atau
salah.

Unsur-unsur proposisi:

Term subjek; hal yang tentangnya pengakuan atau pengingkaran ditujukan. Term subjek
dalam sebuah proposisi disebut subjek logis. Ada perbedaan antara subjek logis dengan
subjek dalam sebuah kalimat. Tentang subjek logis harus ada penegasan/ pengingkaran
sesuatu tentangnya.

Term predikat; isi pengakuan atau pengingkaran.

Kopula; menghubungkan term subjek dan term predikat,

Terdapat beberapa jenis proposisi, yakni:

a. Proposisi Berdasarkan Bentuknya,

Proposisi tunggal, merupakan proposisi yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat.
Misalnya, saya makan; Andi bermain. Proposisi majemuk, merupakan proposisi yang
terdiri atas satu subjek dan lebih dari satu predikat.

b. Proposisi Berdasarkan Sifatnya,

Proposisi Kategorial, proposisi yang hubungan subjek dan predikatnya tidak memerlukan
syarat apapun. Misalnya, semua orang akan mati; semua hewan membutuhkan makan.
Proposisi Kondisional, proposisi yang pada hubungan subjek dan predikatnya
memerlukan syarat tertentu. Misalnya, jika hari mendung maka akan turun hujan; jika
Dina bangun kesiangan maka akan terlambat masuk ke sekolah. Dalam proposisi
kondisonal terbagi menjadi dua macam, yakni: proposisi kondisional hipotesis dan
proposisi kondisional disjungtif atau mempunyai 2 pilihan alternatif.

c. Proposisi Berdasarkan Kualitasnya,

Proposisi Positif, atau Afirmatif, merupakan proposisi yang predikatnya membenarkan


subjek. Misal, semua profesor adalah orang pintar. Proposisi Negatif, merupakan
proposisi yang predikatnya tidak mendukung/ membenarkan subjek.

d. Proposisi Berdasarkan Kuantitasnya,

Proposisi Umum (universal), adalah proposisi dimana predikat mendukung atau


mengingkari semua subjek. Misalnya, semua mahasiswa harus mengerjakan tugas dari
dosen. Proposisi Khusus (partikular), adalah proposisi dimana pernyataan khusus
mengiyakan yang sebagian subjek merupakan bagian dari predikat. Misalnya, sebagian
murid di SD adalah anak orang kaya.
Menurut Selltiz, et al., dalam Nazir (1988) dalam buku Metode Penelitian, mengatakan
bahwa proposisi yagn sudah mempunyai jangkauan cukup luas dan telah didukung oleh
data empiris dinamakan dalil (scientific law). Dengan perkataan lain, dalil adalah
singkatan dari suatu pengetahuan tentang hubungan sifat-sifat tertentu, yang
bentuknya lebih umum jika dibandingkan dengan penemuan-penemuan empiris pada
mana dalil tersebut didasarkan.[12]

6. Teori Kebenaran Struktural Pardigmatik

Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif
tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma
tersebut. Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian
fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu
ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori
oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma oeh Kuhn dan world
view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota
suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang
memiliki suatu paradigma bersama.

Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma.
Sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang
bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota
kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan
keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani
fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan
yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis.

Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam


memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari
kompetisi di antara dua paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan
masyarakat sains. Falsifikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori
yang telah mapan ditolak karena hasilnya negatif. Teori baru yang memenangkan
kompetisi akan mengalami verifikasi. Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang
sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang
kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori. Perubahan dari paradigma lama
ke paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya
perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma
dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat
menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Adanya
jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori, instrumen, dan
metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan
pemecahan berbagai masalah.[13]
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hakikat kebenaran sangat penting dan berperan sekali terhadap mencari kebenaran
tersebut di dalam suatu masalah pokok. Setiap kebenaran harus diserap oleh kebenaran
itu sendiri serta kepastian dari pengetahuan tersebut, dari suatu hakikat kebeneran
merupakan suatu obyek yang terus dikaji oleh manusia terutama para ahli filsuf, karena
hakikat kebenaran ini manusia akan mengalami pertentangan batin yakni konflik
spikologis.

Manusia selalu dalam kehidupannya pasti dirundung permasalahan besar maupun kecil
itu mungkin sangat tidak menutup kemungkinan dan mencari kebenaran sejati karena
manusia ingin melepaskan permasalahan tersebut, tetapi bingung ingin mencari teori
kebenaran karena banyak cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran antara lain
dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau
empiris.

Memang sesuatu sifat manusia yang selalu mecari kebenaran yang sebenarnya itu, inti
dari membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Suatu kebenaran tidak hanya membutuhkan pengakuan dari salah satu orang atau
sekelompok orang saja tetapi kebenaran itu memiliki takaran-takaran atau ukuran-ukran
kebenaran tersebut diantara lain adalah berfikir merupakan suatu aktifitas manusia
untuk menemukan kebenaran serta apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu
benar bagi orang lain. Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan
memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan


jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat
membangun sangatlah penulis harapkan terutama dari bapak pembimbing dan rekan
pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah
ini bermanfaat untuk kita semua dan menambah wawasan kita.
DAFTAR PUSTAKA BUKU

Anon, Isme-isme Dalam Etika: dari A sampai Z, Jakarta : Kanisius, 2008

Kebung, Konrad. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Pustaka Raya, 2001.

Salam, Burhanuddin. Logika Materil, Filsafat Ilmu Penegatahuan, Jakarta : Rineka Cipta,
2003

S. Praja, Johaya. Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Jakarta: Kencana, 2003

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Karya Uni Press,
1993.

DAFTAR PUSTAKA SITUS

Anung, Mengenal Arti Sebuah Kata Kebenaran, http://anung.sunan-ampel.ac.id/?p=409

Anon, Proposisi, Dalil, Teori dan Fakta, http://idtesis.com/proposisi-dalil-teori-dan-fakta

Ahmad Farid Mubarok,Teori-teori Kebenaran: Korespodensi, Koherensi, Pragmatik,


Struktural,Pradigmatik, dan Peformatik,
http://defaultride.wordpress.com/2010/06/28/teori-teori-kebenaran-korespondensi-
koherensi-pragmatik-struktural-paradigmatik-dan-performatik/

Ilhamuddin, Teori Kebenaran Performatif, http://kuliahpsikologi.com/teori-kebenaran-


performatif/

[1] Anung, Mengenal Arti Sebuah Kata Kebenaran, http://anung.sunan-ampel.ac.id/?


p=409 diakses tanggal 07 Januari 2012 jam 17:12

[2] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:Karya Uni
Press, 1993) hal 57-59

[3] Konrad Kebung, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta:Pustaka Raya, 2001) hal 149-151

[4]Jujun , loc.cit

[5] Ilhamuddin, Teori Kebenaran Performatif, http://kuliahpsikologi.com/teori-


kebenaran-performatif/ diakses tanggal 07 Januari 2012 jam 20:14

[6] Konrad Kebung, log.cit.


[7] Burhanuddin Salam, Logika Materil, Filsafat Ilmu Penegatahuan, (Jakarta:Rineka
Cipta, 2003) hal 201

[8] Anon, Isme-isme Dalam Etika,: dari A sampai Z, (Jakarta:2008, Kanisius) hal 189-191

[9] Johaya. S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, (Jakarta: 2003, Kencana) hal 172-173

[10] Burhanuddin, Op. Cit

[11] Jujun , op. cit

[12] Anon, Proposisi, Dalil, Teori dan Fakta, http://idtesis.com/proposisi-dalil-teori-dan-


fakta, diakses tanggal 08 Januari 2012 jam 00:35

[13] Ahmad Farid Mubarok,Teori-teori Kebenaran: Korespodensi, Koherensi, Pragmatik,


Struktural,Pradigmatik, dan Peformatik,
http://defaultride.wordpress.com/2010/06/28/teori-teori-kebenaran-korespondensi-
koherensi-pragmatik-struktural-paradigmatik-dan-performatik/ , diakses tanggal 08
Januari 2012 jam 00.05

ii

Anda mungkin juga menyukai