NIP : 199606192020122005 Unit Organisasi : Direktorat Jenderal Cipta Karya Kelas :C
Resume E-Learning Pengetahuan Dasar Antikorupsi dan Integritas untuk Umum
Sesi 1 : Aku Ingin Indonesia Bebas dari Korupsi
a. Aku Ingin Indonesia Tanpa Korupsi - Kondisi Ideal Indonesia apabila tidak ada korupsi yaitu tidak ada kemiskinan, anak- anak mendapatkan hak sekolah, kesehatan masyarakat terjamin, lingkungan asri dan transportasi umum menjadi nyaman. - Indonesia merupakan salah satu negara kaya, buktinya dapat dilihat dari Potensi Wilayah yang berada diantara dua Benua dan dua Samudera sehingga Indonesia menjadi persimpangan lalu lintas dan titik persilangan kegiatan dunia; Jumlah Penduduk Indonesia yang banyak yaitu keempat terbesar di dunia maka sangatlah mungkin SDM menjadi sumber penyedia tenaga kerja dalam memanfaatkan kekayaan yang dimiliki Indonesia; dan Sejarah Indonesia yang harusnya membuat Indonesia bisa mengurus secara mandiri dan mengelola kekayaannya dengan baik. b. Rahasia Denmark Bersih dan Bebas dari Korupsi - Menurut Indeks Persepsi Korupsi pada Tahun 2015, Denmark menjadi negara bebas korupsi nomor satu. - Rahasia Denmark bersih dan bebas dari Korupsi adalah membuat semangat anti korupsi menjadi hal yang mainstream, menerapkan toleransi nol terhadap korupsi, membuat KPK sendiri pada setiap Lembaga Pemerintahannya, dan mengikutsertakan para pejabat publik dalam pelatihan korupsi. c. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2018 Naik 1 Poin menjadi 38 - Pada Tahun 2018 Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia naik 1 poin menjadi 38 sehingga Indonesia menduduki peringkat ke 89 pada kategori Negara Bebas Korupsi dari total 180 Negara. - Jika IPK mendekati 0 (nol) maka mengindikasikan suatu negara banyak melakukan praktik korupsi - Jika IPK mendekati 100 maka mengindikasikan negara semakin bersih dari korupsi. d. Sejarah Panjang Pemberantasan Korupsi di Indonesia - Menurut beberapa referensi, Pemberantasan Korupsi secara Yuridis baru dimulai pada Tahun 1957 dengan dikeluarkannya Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 yang dibuat oleh Penguasa Militer Angkatan Darat dan Angkatan Laut. - Pada awal Orde Baru dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keppres Nomor 28 Tahun 1967, namun Tim Pemberantasan Korupsi gagal melaksanakan tugasnya. - Pada masa Reformasi, Abdurahman Wahid mengeluarkan Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, membentuk Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Ombudsman Nasional, dan Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara. - Pada masa Presiden Megawati Soekarno Putri, Megawati membentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) yang menjadi cikal bakal KPK saaat ini. - Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), SBY mengeluarkan INPRES Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN), pada masa ini Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dipisah dari Pengadilan Umum.
Sesi 2 : Bahaya dan Dampak Korupsi
a. Dampak Masif dan Biaya Sosial Korupsi. - Korupsi di Indonesia menyebabkan Rakyat masih bergelimang kemiskinan, Tingkat Kesehatan Buruk, Tingkat pendidikan rendah, memperlemah Investasi dan pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita rendah, tingkat pengangguran tinggi, tingkat pendidikan rendah, angka putus sekolah tinggi, angka kematian bayi tinggi, dan rendahnya daya beli masyarakat daerah. - Berdasarkan data yang diperoleh, dari Tahun 2001-2012 Biaya Eksklusif Praktek Korupsi yang dilakukan oleh 1842 orang koruptor adalah sebesar 168 Triliyun. - Dengan uang sebanyak 168 Triliyun, seharusnya Indonesia sudah menjadi Negara yang Sejahtera, karena dengan nominal tersebut Indonesia dapat membangun 195 ribu sekolah, membiayai 3,36 juta anak sekolah sampai perguruan tinggi, memodali 33,6 juta pedagang, memperbaiki jalan rusak sepanjang 21.313 Km di Kabupaten dan 2468 Km di Provinsi, serta melakukan pembangunan Infrastruktur lainnya. - Pada saat ini pelaku Korupsi hanya dibebankan Biaya Eksplisit yaitu jumlah uang yang digunakan oleh koruptor, namun kedepannya diharapkan para koruptor akan dibebankan Biaya Sosial Korupsi agar menjadi efek jera. - Biaya Sosial Korupsi Terdiri dari Biaya Eksplisit, Biaya Antisipasi Korupsi, Biaya Akibat Reaksi Terhadap Korupsi, dan Biaya Implisit Korupsi. b. Menerapkan biaya Sosial Korupsi sebagai Hukuman Finansial. - Biaya Sosial Korupsi terdiri dari Biaya Eksplisit Korupsi dan Biaya Implisit Korupsi. - Biaya Eksplisit Korupsi terdiri dari Biaya Antisipasi Korupsi, Biaya Reaksi Korupsi dan Biaya Antisipasi Korupsi. - Biaya Implisit Korupsi terdiri dari Biaya Akibat korupsi (implisit) yaitu Biaya Ekonomi (Opportunity cost) dan Biaya Damage. - Biaya Antisipasi Korupsi adalah biaya yang terdiri dari biaya sosialisasi korupsi sebagai bahaya laten, reformasi birokrasi untuk menurunkan hasrat korupsi, dan berbagai kegiatan dalam rangka pencegahan korupsi yang dikeluarkan oleh KPK. - Biaya Reaksi Korupsi adalah seluruh sumberdaya yang diperlukan aparat penegak hukum untuk memproses seseorang yang melakukan korupsi, mulai tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan dan pemasyarakatan atau sampai selesai menjalani hukuman fisik maupun finansial.
Sesi 3 : Berpikir Kritis Terhadap Korupsi
a. Pengertian, Bentuk-bentuk, Contoh Kasus dan Penyebab Korupsi. - Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh pejabat publik, dimana mereka menyalahgunakan kepercayaan punlik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. - Tujuh bentuk Tindak Pidana Korupsi adalah : 1. Penyalahgunaan wewenang sehingga merugikan keuangan negara 2. Suap-menyuap 3. Penggelapan dalam jabatan 4. Pemerasan 5. Perbuatan curang 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan 7. Gratifikasi - Penyebab Korupsi berdasarkan Gone Theory : 1. Greeds (Keserakahan) 2. Opportunities (Kesempatan) 3. Needs (Kebutuhan) 4. Exposure (Pengungkapan) b. Strategi dan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi - Strategi pemberantasan korupsi terbagi menjadi tiga, yaitu Strategi Represif, Strategi Perbaikan Sistem, serta Strategi Edukasi dan Kampanye. - Strategi Represif contohnya adalah KPK menyeret pelaku tindak pidana korupsi ke meja hijau. Tahapan strategi represif adalah: - Penanganan laporan pengaduan masyarakat; - Penyelidikan; - Penyidikan; - Penuntutan; dan - Pelaksanaan putusan pengadilan. - Strategi Perbaikan Sistem salah satunya adalah memperbaiki sistem pelayanan publik menjadi online dan teritegrasi sehingga dapat meminimalisasi korupsi. - Strategi Edukasi dan Kampanye dilakukan dengan penyuluhan antikorupsi, membuat blog atau vlog tentang antikorupsi, dan melakukan kampanye antikorupsi.
Sesi 4 : Nilai-Nilai Antikorupsi
1. Aksi Integritas untuk Berantas Korupsi - Integritas adalah bertindak secara konsisten antara apa yang dikatakan dengan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Nilai-nilai dapat berasal dari nilai kode etik di tempat bekerja, nilai masyarakat atau nilai moral pribadi. - Nilai-nilai antikorupsi , terdiri dari: 1. Inti : Jujur, Tanggung jawab, Disiplin. 2. Etos Kerja : Kerja keras, Sederhana, Mandiri. 3. Sikap : Adil, Berani, Peduli. - Jujur : Lurus hati, tidak berbohong, tidak curang. - Tanggung jawab : Siap menanggung akibat dari perbuatan yang dilakukan, tidak buang badan. - Disiplin : Taat terhadap peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. - Kerja keras : Gigih dan fokus dalam melakukan sesuatu, tidak asal-asalan. - Sederhana : Bersahaja, tidak berlebih-lebihan. - Mandiri : Tidak bergantung pada orang lain. - Adil : Berlaku sepatutnya, tidak sewenang-wenang. - Berani : Mantap hati dan percaya diri, tidak gentar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya. - Peduli : Mengindahkan, memperhatikan atau menghiraukan orang lain.
Sesi 5 : Belajar Integitas dari Tokoh Bangsa
Bangsa yang besar adalah bangsa yang meneladani integritas para tokoh bangsanya. Nilai-nilai Integritas yang daat kita ambil dari tokoh bangsa, antara lain: 1. Kisah Bung Hatta dan Ki Hajar Dewantara a. Bung Hatta: Tidak mencampur urusan negara dan kepentingan keluarga. Rahasia negara adalah tetap rahasia. b. Ki Hadjar Dewantara: Walaupun Ki Hadjar Dewantara memiliki jabatan prestisius, namun tetap menerapkan kesederhanaan pada hidupnya. Kesederhanaan ini yang membuat Ki Hadjar tidak silau terhadap jabatan yang disandangnya. 2. Kisah Sri Sultan HB IX : Berani mengakui kesalahan tanpa memandang jabatan ataupun status yang dimilikinya. 3. Kisah Baharudin Lopa dan Jenderal Hoegeng a. Baharudin Lopa: Berani untuk mengingatkan, menegur, dan menyatakan kepada orang lain jika ada ketidaksesuaian dengan nilai-nilai yang kita anut dan yakini walaupun hal tersebut sulit. b. Jenderal Hoegeng: Berani untuk mengingatkan, menegur, dan menyatakan kepada orang lain jika ada ketidak sesuaian dengan nilai-nilai yang kita anut dan yakini walaupun orang tersebut orang terdekat kita. Tentu saja dengan cara yang baik. 4. Kisah R. Suprapto dan Syarudin Prawiranegara a. R. Suprapto: Bersikap adil, tidak ada imunitas dalam hukum, tidak terkecuali keluarganya, maupun para pejabat negara. b. Syarudin Prawiranegara: tidak membocorkan rahasia kebijakan pemerintah kepada keluarganya walaupun berdampak pada kehidupannya.