Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM 1

KESELAMATAN PASIEN DAN K3 DALAM KEPERAWATAN


“MEDICATION SAFETY”

Dosen Pengampu: Endang Pertiwiwati, Ns., M.Kes

Disusun oleh: KELOMPOK 7

Muhammad Norrizqie 1910913210016 (Edit Video)

Liza Tri Octiza Agyzty 1910913220015 (Sumber Materi)

Desty Kartika Atni 1910913220009 (Isi Materi+Edit Naskah)

M. Taufiqur Rizky Al Farid 1910913310019 (Edit Video)

Norjehan Rihadatul Aisy 1910913220007 (Isi Materi+Edit Naskah)

Ario Prawiro Harjono 1910913210017 (Sumber Materi H)

Kharin Gutary 1910913220005 (Closing+Dokumentasi)

Muhammad Karunia 1910913310008 (Cover+Opening)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
NARASI VIDEO

OPENING

Hallo, kembali berjumpa lagi dengan kelompok kami, kelompok 7


praktikum komusikasi keperawatan II. Sekali lagi perkenalkan saya Muhammad
Norrizqie (NIM 1910913210016) sebagai ketua kelompok, saya Ario Prawiro Har
jono (NIM 1910913210017), saya Desty Kartika Atni (NIM 1910913220009),
saya Kharin Gutary (NIM 1910913220005), saya Liza Trie Octiza Agyzty (NIM 1
9109132200150, saya Muhammad Karunia (NIM 1910913310008), saya M. Taufi
qur Rizky Al Farid (NIM 1910913310019), dan saya Norjehan Rihadatul Aisy (NI
M 1910913220007).
Pada praktikum kedua ini kita akan membahas mengenai medication
safety. Medication safety adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah
terjadinya medication error, yang jika terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi
pasien. Kali ini kami akan menyampaikan 2 dari 8 sasaran medication safety.
Pertama yaitu sistem yang mendukung pelaporan terkait obat dan efek samping
obat, dan yang kedua yaitu pendekatan berbasis sistem utnuk memahami dan
mencegah kesalahan pengobatan. Semoga dengan kalian menonton vidio dari
kami, kita akan sama-sama lebih berhati-hati dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada klien kita. Yuk kita simak vidionya!

1
ISI MATERI

SCENE 1

Halo semua. Nah teman-teman, obat selain mengobati juga memiliki efek
samping obat atau yang disebut ESO. Apa itu ESO? Efek samping obat adalah res
pon terhadap obat yang tidak diinginkan yang terjadi pada dosis yang biasanya dig
unakan untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit atau untuk modifikasi fu
ngsi fisiologis. Untuk meminimalkan risiko efek samping obat yang tidak diingink
an ini dibentuklah Pharmacovigilance, yaitu ilmu dan kegiatan yang berkaitan den
gan pengumpulan, deteksi, pemantauan, penilaian, dan pencegahan efek samping
dengan produk farmasi. Nah Pharmacovigilance ini dibentuk untuk terus memant
au dari segi keselamatan.

SCENE 2

Tidak hanya itu teman-teman, terdapat juga istilah MESO. Apa itu MESO?
Jadi, MESO atau yang bisa disebut dengan Monitoring Efek Samping Obat adala
h kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat yang dilakukan oleh tena
ga kesehatan di Indonesia yang masih bersifat sukarela dengan menggunakan for
mulir pelaporan ESO berwarna kuning yang dikenal sebagai Form Kuning (menu
njukkan Form Kuning). Aktivitas ini sebagai healthcare provider yanng merupa
kan suatu alat untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jar
ang terjadi.

SCENE 3

Lalu teman-teman, siapakah yang melaporkan? Jadi yang melaporkan adal


ah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, bidan, perawat, dan tenanga kese
hatan lain. Ingat teman-teman, setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek sampin
g obat perlu dilaporkan, baik yang belum dieketahui hubungan kausalnya (KTD/A
E) maupun yang sudah pasti merupakan ESO (ADR).

2
Lalu, bagaimana cara melaporkannya? Yaitu informasi KTD atau ESO ya
ng hendak dilaporkan diisikan ke dalam formulir pelaporan ESO/formulir kuning
yang tersedia. Selain itu, tenaga kesahatan terutama perawat dapat menggali infor
masi dari pasien/keluarga pasien dan catatan medis dalam penyiapan laporan KTD
atau ESO.

SCENE 4

Selain istilah-istilah di atas, tahukah kalian apa itu CDS? Nah, CDS atau C
linical Decision Support atau pendukung keputusan klinis yang merupakan sistem
informasi dan pengetahuan yang dientri oleh dokter untuk menurunkan kesalahan
peresepan dalam pengobatan. CDS ini meliputi alat komputerisasi berupa sistem p
engingatan dan nasihat dalam pemilihan obat, dosis, interaksi, alergi, dan pelayan
an selanjutnya. Berkaitan dengan CDS, diterapkan sistem Computerized Physicia
n Order Entry (CPOE) yaitu aplikasi elektronik yang digunakan oleh dokter untuk
meminta layanan peresepan obat, uji laboratorium, dan konsultasi.

SCENE 5

Perlu diketahui keuntungan dalam penggunaan CPOE antara lain mengura


ngi tingkat keterlambaran dalam proses keperawatan, mengurangi kesalahan inter
pretasi tulisan tangan, memungkinkan input data dari unit-unit pelayanan ataupun
dari tempat lain, menyediakan fasilitas pengecekan atas pemberian dosis yang tida
k tepat, menyederhanakan inventaris dan proses penagihan, dan prescribing sistem
sinyal dosis dan pemeriksaan interaksi terdeteksi secara otomatis. Selain itu untuk
meningkatkan proses tatacara pemberian obat dan mengurangi kejadian kesalahan
pemberian obat adalah dengan Barcode Medication Administration System.

SCENE 6

Teman-teman, berkaitan dengan penjelasan dari (nama), saya akan


menjelaskan mengenai medical error. Nah, medical error merupakan kejadian ya
ng merugikan dan membahayakan keselamatan pasien akibat pemakaian obat sela

3
ma penanganan oleh tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Yuk,
ketahui faktor penyebab medical error!

Jadi, faktor penyebabnya antara lain kesalahan peresepan (prescribing err


or) seperti penulisan resep yang sulit dibaca dan tidak ada dosis sediaan. Lalu, kes
alahan penerjemahan resep (transcribing error) seperti kesalahan dosis dan rute
nya. Kemudian, ada kesalahan menyiapkan dan meracik obat (dispensing error).
Dan yang terakhir ada kesalahan penyerahan obat kepada pasien (administration e
rror).

4
CLOSING

Berdasarkan sumber materi yang di dapat, dapat diketahui bahwa pengawa


lan dan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran sangat penting dilaku
kan karena untuk mengetahui efektifitas (efectiveness) dan keamanan penggunaan
obat pada kondisi kehidupan nyata atau praktik klinik yang sebenarnya. Untuk ter
us memantau dari segi keselamatan dibentuklah sistem Pharmacovigilance.

Lalu, untuk menurunkan kesalahan peresepan dalam pengobatan, telah dik


embangkan suatu usaha dan pendekatan sistematis untuk mencegah kesalahan me
kanisme pemasukkan data dan informasi yang tidak sesuai dengan pelayanan peng
obatan kepada pasien. Oleh sebab itu kita nanti sebagai tenaga kesehatan harus da
pat memantau aspek keamanan obat dan dapat melakukan pendekatan berbasis sis
tem untuk memahami dan mecegah kesalahan pengobat yang bertujuan untuk kea
manan penggunaan obat dan mencegah kesalahan pemberian obat. Kami dari kelo
mpok 7 mengucapkan terima kasih.

5
DOKUMENTASI

6
SUMBER MATERI

A. SISTEM YANG MENDUKUNG PELAPORAN TERKAIT OBAT DAN


EFEK SAMPING OBAT
Pengawalan dan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran dilakuk
an untuk mengetahui efektifitas (efectiveness) dan keamanan penggunaan obat pa
da kondisi kehidupan nyata atau praktik klinik yang sebenarnya (BPOM, 2012). D
isamping dari kegunaannya yang dapat mengobati maupun mengurangi rasa sakit
yang diakibatkan oleh penyakit, obat memiliki resiko efek samping obat yang tida
k diinginkan yang merupakan penyebab utama penyakit dan kematian (1).
Efek samping obat yang tidak diinginkan/ Adverse Drug Reactions (ADRs)
oleh World Health Organization (WHO) sebagai respon terhadap obat yang tidak
diinginkan yang terjadi pada dosis yang biasanya digunakan untuk profilaksis, dia
gnosis atau terapi penyakit atau untuk modifikasi fungsi fisiologis (1).
Untuk meminimalkan risiko efek samping obat yang tidak diingiinkan, siste
m Pharmacovigilance telah dibentuk untuk terus memantau dari segi keselamatan.
Pharmacovigilance adalah ilmu dan kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan,
deteksi, pemantauan, penilaian, dan pencegahan efek samping dengan produk far
masi. Sistem pengaturan ini dirancang untuk mendeteksi perubahan dalam keseim
bangan asas manfaat-risiko obat yang menjadi jelas selama penggunaan klinis ruti
n di masyarakat. Pharmacovigilance dapat digambarkan sebagai proses yang meli
puti:
1. Mengumpulkan informasi tentang sifat, karakteristik klinis, dan efek samping
dari obat.
2. Mendokumentasikan dan menganalisis data efek samping yang dikumpulkan
untuk mendeteksi hubungan antara obat dan efek samping yang tidak
diinginkan.
3. Menentukan tindakan perbaikan untuk menghilangkan (atau meminimalkan)
bahaya yang ditimbulkan oleh efek obat yang merugikan.
4. Memantau dampak dari tindakan perbaikan (1).

7
MESO kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat yang dilakuk
an oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reportin
g) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal s
ebagai Form Kuning. Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejaw
at tenaga kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang
terjadi (rare) (2).
Yang melaporkan adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, bida
n, perawat, dan tenaga kesehatan lain. Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek
samping obat perlu dilaporkan, baik efek samping yang belum diketahui hubunga
n kausalnya (KTD/AE) maupun yang sudah pasti merupakan suatu ESO (ADR).
Cara melaporkannya yaitu informasi KTD atau ESO yang hendak dilaporkan diisi
kan ke dalam formulir pelaporan ESO/ formulir kuning yang tersedia. Dalam peny
iapan pelaporan KTD atau ESO, sejawat tenaga kesehatan dapat menggali informa
si dari pasien atau keluarga pasien. Untuk melengkapi informasi lain yang dibutuh
kan dalam pelaporan dapat diperoleh dari catatan medis pasien (2).

B. PENDEKATAN BERBASIS SISTEM UNTUK MEMAHAMI DAN


MENCEGAH KESALAHAN PENGOBATAN
1. Clinical Decision Support
Untuk menurunkan kesalahan peresepan dalam pengobatan, telah dikemba
ngkan suatu usaha dan pendekatan sistematis untuk mencegah kesalahan mekanis
me pemasukkan data dan informasi yang tidak sesuai dengan pelayanan pengobat
an kepada pasien. Usaha ini memperbaiki kemungkinan kesalahan peresepan yang
dientri oleh dokter. Informasi dan pengetahuan yang dientri oleh dokter tersebut d
alam menyediakan keputusan yang terbaik untuk mengobati pasien disebut sebaga
i pendukung keputusan klinis (Clinical Decision Support, CDS). Cakupan CDS m
eliputi alat komputerisasi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan pada pasien y
ang terdiri atas sistem pengingatan (alert) dan nasihat dalam pemilihan obat, dosis,
interaksi, alergi, dan pelayanan selanjutnya yang dilakukan secara terkomputerisa
si. Berkaitan dengan CDS tersebut, diterapkan sistem Computerized Physician Or

8
der Entry (CPOE). CPOE dapat didefiniskan sebagai aplikasi elektronik yang dig
unakan oleh dokter untuk meminta layanan peresepan obat, uji laboratorium, dan
konsultasi. CPOE dapat digunakan dengan CDS atau tanpa CDS. CPOE tanpa CD
S, yang disebut CPOE dasar, terbukti dapat menekan kesalahan peresepan dalam p
engobatan dan efisiensi waktu pelayanan, dengan fungsi utamanya sebagai perese
pan elektronik, khususnya di sarana pelayanan kesehatan akademik. Namun, kare
na implementasi CPOE di Indonesia masih jarang, data tentang adopsi sistem ini
masih sedikit. Hal ini terjadi karena ada beberapa kendala, mulai dari interoperabil
itas sistem antarunit/antardepartemen di sektor pelayanan kesehatan atau rumah sa
kit, hingga masalah regulasi. Kendala-kendala tersebut menyebabkan gagalnya ad
opsi sistem CPOE di kalangan para pengguna. Bahkan, resistensi pengguna dapat
menghapus sistem CPOE yang sedang berjalan dari sistem kesehatan. Namun, ru
mah sakit/klinik yang telah menerapkan CPOE menunjukkan minimnya risiko yan
g dapat ditekan pada fase prescribing dan transcribing serta pengurangan waktu tu
nggu di pelayanan kesehatan (3).
Kesalahan pemberian obat di tatanan rumah sakit memberikan dampak lan
gsung yang besar terhadap keselamatan pasien dan mutu pelayanan. Sebuah bukti
penting dari literatur internasional menunjukkan risiko yang ditimbulkan oleh kes
alahan pengobatan dan mengakibatkan efek samping yang sebenarnya dapat diceg
ah. Untuk pencegahan kesalahan pengobatan pada pasien ada banyak cara yang da
pat digunakan dengan menggunakan teknologi informasi. Teknologi informasi me
miliki potensi untuk mengurangi kesalahan pengobatan. salah satu yang dianjurka
n adalah penggunaan Computerized Physician Order Entry ( CPOE) yang merupa
kan suatu sistem pencatatan perintah/order medikasi dari dokter yang berbasis tek
nologi komputer. Perintah ini kemudian ditransmisikan kepada berbagai departem
en dan staf medis yang bertanggungjawab atas pelaksanaan perintah seperti labora
torium, farmasi, radiologi dan bidang keperawatan. Sistem ini mempunyai banyak
keunggulan terutama di bidang efisiensi dan keamanan pengobatan. Melalui siste
m ini dokter, perawat dan apoteker bekerja secara bersama-sama dalam proses me
dikasi untuk mengurangi kesalahan pengobatan (medication error). Hal ini terjadi
karena dengan CPOE, setiap tenaga kesehatan dapat mengakses data riwayat medi

9
kasi seorang pasien. Perawat merupakan salah satu faktor kunci kesuksesan dari p
elaksanaan CPOE. Oleh karena itu, perawatan pasien dengan CPOE merupakan se
buah proses tim, dimana semua anggotanya terlibat untuk meningkatkan kesehata
n pasien maka perawat dituntut untuk lebih meningkatkan kemampuan kolaboratif
nya terutama dibidang komunikasi, pengetahuan serta teknologi informasi (3).
Dalam sistem ini, CPOE ini memberikan keuntungan anatara lain: 1) meng
urangi tingkat keterlambaran dalam proses keperawatan, 2) mengurangi kesalahan
interpretasi tulisan tangangan, 3) memungkinkan input data dari unit-unit pelayan
an ataupun dari tempat lain, 4) menyediakan fasilitas pengecekan atas pemberian
dosis yang tidak tepat, 5) menyederhanakan inventaris dan proses penagihan, 6) d
engan penggunaan CPOE prescribing sistem sinyal dosis dan pemeriksaan interak
si terdeteksi secara otomatis, misalnya memberi tahu pengguna bahwa dosis yang
digunakan terlalu tinggi dan berbahaya serta bisa juga memberi tahu pengguna ba
hwa obat-obat yang digunakan dapat mengganggu kesehatan. Selain itu, sistem ini
juga meningkatkan efiseiensi dan keamanan dari proses pemberian obat serta men
gurangi kesalahan pemberian obat oleh perawat. (Asyary dkk, 2013)
Solusi teknologi informasi untuk meningkatkan proses tatacara pemberian
obat dan mengurangi kejadian kesalahan pemberian obat adalah dengan Barcode
Medication Administration System. Teknologi barcode secara otomatis akan mela
kukan cek 5 benar pada saat perawat melakukan scan tanda pengenal, dan mengid
entifikasi tanda pengenal pasien (gelang pengenal) untuk mengakses profil pengob
atan pasien dan memverifikasi nama obat, pasien, dosis, waktu dan cara pemberia
n yang tepat. Pengecekan ini dilakukan untuk satu kali pemberian obat, disamping
tempat tidur pasien, sebelum obat diberikan. Proses kerja penggunaan barcode me
dication administration system meliputi: (1) scan tanda pengenal agar dapat meng
akses sistem barcode, (2) mengambil obat di area penyimpanan, (3) cek label obat
sesuai dengan BCMA, (4) scan medication barcode, (5) scan tanda pengenal pasie
n dipergelangan tangan, (6) memberikan obat, (7) dokumentasi (3).
2. Medication Error
Keselamatan pasien merupakan suatu disiplin baru dalam pelayanan keseh
atan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang

10
sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan.
Kegiatan skrining resep yang dilakukan tenaga kefarmasian untuk mencegah terja
dinya keselahan pengobatan (Medication error). Medical error adalah kejadian ya
ng merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kes
ehatan yang sebetulnya dapat dicegah (Khairurrijal, 2018). Salah satu faktor peny
ebab terjadinya ME adalah kegagalan komunikasi (salah interpretasi) antara prescr
iber (penulis resep) dengan dispenser (pembaca resep). Penulisan resep yang leng
kap membutuhkan pengetahuan yang menyeluruh dan pemahaman patofisiologi p
enyakit, serta sifat farmakologis obat yang relevan (4).

Kesalahan Peresepan (prescribing error)


Hal-hal yang sering terjadi prescribing error dari beberapa jurnal adalah pe
nulisan resep yang sulit dibaca dibagian nama obat, satuan numerik obat yang dig
unakan, bentuk sediaan yang dimaksud, tidak ada dosis sediaan, tidak ada umur pa
sien, tidak ada nama dokter, tidak ada SIP dokter, tidak ada tanggal pemberian. Ti
dak adanya bentuk sediaan ini sangat merugikan pasien. Pemilihan bentuk sediaan
ini disesuaikan dengan kondisi pasien. Dosis merupakan bagian yang sangat penti
ng dalam resep. Tidak ada dosis sediaan berpeluang menimbulkan kesalahan oleh
transcriber, hal ini karena beberapa obat memiliki dosis sediaan yang beragam. Pe
ntingnya pencantuman berat, yang menyebutkan bahwa berat badan merupakan sa
lah satu aspek penting yang diperlukan dalam perhitungan dosis, khususnya dosis
anak (4).

Kesalahan Penerjemahan Resep (transcribing erorr)


(a)Kelalaian, misalnya ketika obat diresepkan namun tidak diberikan. (b)
Kesalahan interval, misalnya ketika dosis yang diperintahkan tidak pada waktu ya
ng tepat. (c) Obat alternatif, misalnya pengobatan diganti oleh apoteker tanpa sepe
ngetahuan dokter. (d) Kesalahan dosis, misalnya pada resep 0.125 mg menjadi 0.2
5 mg pada salinan. (e) Kesalahan rute, misalnya pada resep Ofloxacin tablet menj
adi Ofloxacin I.V. (f) Kesalahan informasi detail pasien, meliputi nama, umur, ge
nder, registrasi yang tidak ditulis atau salah ditulis pada lembar salinan (4).

Kesalahan Menyiapkan dan Meracik Obat (dispensing error)

11
Jenis kasus dispensing error yang terjadi pada layanan farmasi adalah sala
h obat, salah kekuatan obat, dan salah kuantitas. Salah obat adalah jenis error pali
ng umum dari dispensing error pada pelayanan farmasi, sementara error lain adala
h kekeliruan kekuatan obat (wrong medicine), dosis (wrong drug strength), dan ju
mlah obat (wrong quantity) (5). Ada juga rumah sakit dengan kejadian kekeliruan
dosis angkanya jauh lebih banyak dari pada kekeliruan obat. Penyebab tersebut bi
sa karena staf tidak mempunyai pengetahuan atau ketrampilan yang benar tentang
berbagai ukuran dan ketrampilan kemampuan mengkonversi ke unit pengukuran l
ain. Hal ini sangat penting untuk mencegah kekeliruan dosis. Faktor penyebab M
E fase dispensing meliputi beban kerja yaitu rasio antara beban kerja dan SDM tid
ak seimbang, edukasi yaitu penyiapan obat yang tidak sesuai permintaan resep, ko
munikasi yaitu kurangnya komunikasi mengenai stok perbekalan farmasi, kondisi
lingkungan yaitu tidak adanya ruangan penyiapan obat dan gangguan bekerja yait
u terganggu dengan dering telepon (6).

Kesalahan Penyerahan Obat Kepada Pasien (administration error)


Kesalahan administrasi pengobatan (MAE) didefinisikan sebagai perbedaa
n antara apa yang diterima oleh pasien atau yang seharusnya diterima pasien deng
an apa yang di maksudkan oleh penulis resep. MAE adalah salah satu area resiko
praktik keperawatan dan terjadi ketika ada perbedaan antara obat yang diterima ol
eh pasien dan terapiobat yang ditunjukan oleh penulis resep (4).

Faktor penyebab ME fase administration meliputi beban kerja yaitu rasio a


ntara beban kerja dan SDM tidak seimbang, gangguan bekerja yaitu terganggu de
ngan dering telepon, edukasi yaitu tidak tepat waktu pemberian obat, kondisi ling
kungan yaitu jarak unit farmasi tidak memudahkan tenaga kesehatan dalam pembe
rian obat dan komunikasi yaitu kurangnya komunikasi tenaga kesehatan dan pasie
n dalam penggunaan obat (6).

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Meilani, D.,& Sinuraya, R. K. (2018). Pharmacovigilance Dalam Aspek


Penanganan Reaksi Obat Yang Tidak Diinginkan: Sebuah Artikel
Review. Farmaka, 16(1), 103-112.
2. Badan POM Republik Indonesia, Pedoman Monitoring Efek Samping
Obat Bagi Tenaga Kesehatan, 2012.
3. Asyary, A., Kusnanto, H., & Fuad, A. (2013). Sistem peresapan elektronik
pada keselamatan pengobatan pasien. Kesmas: National Public Health
Journal, 8(3), 119-124.
4. Khairurrijal, M. A. W., & Putriana, N. A. (2018). Medication Erorr Pada
Tahap Prescribing, Transcribing, Dispensing, dan
Administration. Majalah Farmasetika, 2(4), 8-13.
5. Aldhwaihi K, Schifano F, Pezzolesi C, and Umaru N. 2016. Systematic
Review of the Nature of Dispensing Errors in Hospital Pharmacies.
Integrated Pharmacy Research and Practice 5: 1-10.
6. Yosefin Ch. D, Heedy Tjitrosantoso, Widdhi Bodhi. 2016. Faktor
Penyebab Medication Error pada Pelayanan Kefarmasian Rawat Inap
Bangsal Anak RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado. Pharmacon 5
(3):66-74 ISSN 2302 – 2493.

13

Anda mungkin juga menyukai