OPENING
1
ISI MATERI
SCENE 1
Halo semua. Nah teman-teman, obat selain mengobati juga memiliki efek
samping obat atau yang disebut ESO. Apa itu ESO? Efek samping obat adalah res
pon terhadap obat yang tidak diinginkan yang terjadi pada dosis yang biasanya dig
unakan untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit atau untuk modifikasi fu
ngsi fisiologis. Untuk meminimalkan risiko efek samping obat yang tidak diingink
an ini dibentuklah Pharmacovigilance, yaitu ilmu dan kegiatan yang berkaitan den
gan pengumpulan, deteksi, pemantauan, penilaian, dan pencegahan efek samping
dengan produk farmasi. Nah Pharmacovigilance ini dibentuk untuk terus memant
au dari segi keselamatan.
SCENE 2
Tidak hanya itu teman-teman, terdapat juga istilah MESO. Apa itu MESO?
Jadi, MESO atau yang bisa disebut dengan Monitoring Efek Samping Obat adala
h kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat yang dilakukan oleh tena
ga kesehatan di Indonesia yang masih bersifat sukarela dengan menggunakan for
mulir pelaporan ESO berwarna kuning yang dikenal sebagai Form Kuning (menu
njukkan Form Kuning). Aktivitas ini sebagai healthcare provider yanng merupa
kan suatu alat untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jar
ang terjadi.
SCENE 3
2
Lalu, bagaimana cara melaporkannya? Yaitu informasi KTD atau ESO ya
ng hendak dilaporkan diisikan ke dalam formulir pelaporan ESO/formulir kuning
yang tersedia. Selain itu, tenaga kesahatan terutama perawat dapat menggali infor
masi dari pasien/keluarga pasien dan catatan medis dalam penyiapan laporan KTD
atau ESO.
SCENE 4
Selain istilah-istilah di atas, tahukah kalian apa itu CDS? Nah, CDS atau C
linical Decision Support atau pendukung keputusan klinis yang merupakan sistem
informasi dan pengetahuan yang dientri oleh dokter untuk menurunkan kesalahan
peresepan dalam pengobatan. CDS ini meliputi alat komputerisasi berupa sistem p
engingatan dan nasihat dalam pemilihan obat, dosis, interaksi, alergi, dan pelayan
an selanjutnya. Berkaitan dengan CDS, diterapkan sistem Computerized Physicia
n Order Entry (CPOE) yaitu aplikasi elektronik yang digunakan oleh dokter untuk
meminta layanan peresepan obat, uji laboratorium, dan konsultasi.
SCENE 5
SCENE 6
3
ma penanganan oleh tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Yuk,
ketahui faktor penyebab medical error!
4
CLOSING
5
DOKUMENTASI
6
SUMBER MATERI
7
MESO kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat yang dilakuk
an oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reportin
g) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal s
ebagai Form Kuning. Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejaw
at tenaga kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang
terjadi (rare) (2).
Yang melaporkan adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, bida
n, perawat, dan tenaga kesehatan lain. Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek
samping obat perlu dilaporkan, baik efek samping yang belum diketahui hubunga
n kausalnya (KTD/AE) maupun yang sudah pasti merupakan suatu ESO (ADR).
Cara melaporkannya yaitu informasi KTD atau ESO yang hendak dilaporkan diisi
kan ke dalam formulir pelaporan ESO/ formulir kuning yang tersedia. Dalam peny
iapan pelaporan KTD atau ESO, sejawat tenaga kesehatan dapat menggali informa
si dari pasien atau keluarga pasien. Untuk melengkapi informasi lain yang dibutuh
kan dalam pelaporan dapat diperoleh dari catatan medis pasien (2).
8
der Entry (CPOE). CPOE dapat didefiniskan sebagai aplikasi elektronik yang dig
unakan oleh dokter untuk meminta layanan peresepan obat, uji laboratorium, dan
konsultasi. CPOE dapat digunakan dengan CDS atau tanpa CDS. CPOE tanpa CD
S, yang disebut CPOE dasar, terbukti dapat menekan kesalahan peresepan dalam p
engobatan dan efisiensi waktu pelayanan, dengan fungsi utamanya sebagai perese
pan elektronik, khususnya di sarana pelayanan kesehatan akademik. Namun, kare
na implementasi CPOE di Indonesia masih jarang, data tentang adopsi sistem ini
masih sedikit. Hal ini terjadi karena ada beberapa kendala, mulai dari interoperabil
itas sistem antarunit/antardepartemen di sektor pelayanan kesehatan atau rumah sa
kit, hingga masalah regulasi. Kendala-kendala tersebut menyebabkan gagalnya ad
opsi sistem CPOE di kalangan para pengguna. Bahkan, resistensi pengguna dapat
menghapus sistem CPOE yang sedang berjalan dari sistem kesehatan. Namun, ru
mah sakit/klinik yang telah menerapkan CPOE menunjukkan minimnya risiko yan
g dapat ditekan pada fase prescribing dan transcribing serta pengurangan waktu tu
nggu di pelayanan kesehatan (3).
Kesalahan pemberian obat di tatanan rumah sakit memberikan dampak lan
gsung yang besar terhadap keselamatan pasien dan mutu pelayanan. Sebuah bukti
penting dari literatur internasional menunjukkan risiko yang ditimbulkan oleh kes
alahan pengobatan dan mengakibatkan efek samping yang sebenarnya dapat diceg
ah. Untuk pencegahan kesalahan pengobatan pada pasien ada banyak cara yang da
pat digunakan dengan menggunakan teknologi informasi. Teknologi informasi me
miliki potensi untuk mengurangi kesalahan pengobatan. salah satu yang dianjurka
n adalah penggunaan Computerized Physician Order Entry ( CPOE) yang merupa
kan suatu sistem pencatatan perintah/order medikasi dari dokter yang berbasis tek
nologi komputer. Perintah ini kemudian ditransmisikan kepada berbagai departem
en dan staf medis yang bertanggungjawab atas pelaksanaan perintah seperti labora
torium, farmasi, radiologi dan bidang keperawatan. Sistem ini mempunyai banyak
keunggulan terutama di bidang efisiensi dan keamanan pengobatan. Melalui siste
m ini dokter, perawat dan apoteker bekerja secara bersama-sama dalam proses me
dikasi untuk mengurangi kesalahan pengobatan (medication error). Hal ini terjadi
karena dengan CPOE, setiap tenaga kesehatan dapat mengakses data riwayat medi
9
kasi seorang pasien. Perawat merupakan salah satu faktor kunci kesuksesan dari p
elaksanaan CPOE. Oleh karena itu, perawatan pasien dengan CPOE merupakan se
buah proses tim, dimana semua anggotanya terlibat untuk meningkatkan kesehata
n pasien maka perawat dituntut untuk lebih meningkatkan kemampuan kolaboratif
nya terutama dibidang komunikasi, pengetahuan serta teknologi informasi (3).
Dalam sistem ini, CPOE ini memberikan keuntungan anatara lain: 1) meng
urangi tingkat keterlambaran dalam proses keperawatan, 2) mengurangi kesalahan
interpretasi tulisan tangangan, 3) memungkinkan input data dari unit-unit pelayan
an ataupun dari tempat lain, 4) menyediakan fasilitas pengecekan atas pemberian
dosis yang tidak tepat, 5) menyederhanakan inventaris dan proses penagihan, 6) d
engan penggunaan CPOE prescribing sistem sinyal dosis dan pemeriksaan interak
si terdeteksi secara otomatis, misalnya memberi tahu pengguna bahwa dosis yang
digunakan terlalu tinggi dan berbahaya serta bisa juga memberi tahu pengguna ba
hwa obat-obat yang digunakan dapat mengganggu kesehatan. Selain itu, sistem ini
juga meningkatkan efiseiensi dan keamanan dari proses pemberian obat serta men
gurangi kesalahan pemberian obat oleh perawat. (Asyary dkk, 2013)
Solusi teknologi informasi untuk meningkatkan proses tatacara pemberian
obat dan mengurangi kejadian kesalahan pemberian obat adalah dengan Barcode
Medication Administration System. Teknologi barcode secara otomatis akan mela
kukan cek 5 benar pada saat perawat melakukan scan tanda pengenal, dan mengid
entifikasi tanda pengenal pasien (gelang pengenal) untuk mengakses profil pengob
atan pasien dan memverifikasi nama obat, pasien, dosis, waktu dan cara pemberia
n yang tepat. Pengecekan ini dilakukan untuk satu kali pemberian obat, disamping
tempat tidur pasien, sebelum obat diberikan. Proses kerja penggunaan barcode me
dication administration system meliputi: (1) scan tanda pengenal agar dapat meng
akses sistem barcode, (2) mengambil obat di area penyimpanan, (3) cek label obat
sesuai dengan BCMA, (4) scan medication barcode, (5) scan tanda pengenal pasie
n dipergelangan tangan, (6) memberikan obat, (7) dokumentasi (3).
2. Medication Error
Keselamatan pasien merupakan suatu disiplin baru dalam pelayanan keseh
atan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang
10
sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan.
Kegiatan skrining resep yang dilakukan tenaga kefarmasian untuk mencegah terja
dinya keselahan pengobatan (Medication error). Medical error adalah kejadian ya
ng merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kes
ehatan yang sebetulnya dapat dicegah (Khairurrijal, 2018). Salah satu faktor peny
ebab terjadinya ME adalah kegagalan komunikasi (salah interpretasi) antara prescr
iber (penulis resep) dengan dispenser (pembaca resep). Penulisan resep yang leng
kap membutuhkan pengetahuan yang menyeluruh dan pemahaman patofisiologi p
enyakit, serta sifat farmakologis obat yang relevan (4).
11
Jenis kasus dispensing error yang terjadi pada layanan farmasi adalah sala
h obat, salah kekuatan obat, dan salah kuantitas. Salah obat adalah jenis error pali
ng umum dari dispensing error pada pelayanan farmasi, sementara error lain adala
h kekeliruan kekuatan obat (wrong medicine), dosis (wrong drug strength), dan ju
mlah obat (wrong quantity) (5). Ada juga rumah sakit dengan kejadian kekeliruan
dosis angkanya jauh lebih banyak dari pada kekeliruan obat. Penyebab tersebut bi
sa karena staf tidak mempunyai pengetahuan atau ketrampilan yang benar tentang
berbagai ukuran dan ketrampilan kemampuan mengkonversi ke unit pengukuran l
ain. Hal ini sangat penting untuk mencegah kekeliruan dosis. Faktor penyebab M
E fase dispensing meliputi beban kerja yaitu rasio antara beban kerja dan SDM tid
ak seimbang, edukasi yaitu penyiapan obat yang tidak sesuai permintaan resep, ko
munikasi yaitu kurangnya komunikasi mengenai stok perbekalan farmasi, kondisi
lingkungan yaitu tidak adanya ruangan penyiapan obat dan gangguan bekerja yait
u terganggu dengan dering telepon (6).
12
DAFTAR PUSTAKA
13