Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

GANGGUAN DISOSIATIF

Disusun Oleh :
IBNU HAKIM ANSHORI NASUTION

1102016085

Pembimbing :
dr. Citra Fitri Agustina, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
FEBRUARI 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI........................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 2
1. GANGGUAN DISOSIATIF............................................................. 2
1.1. DEFINISI................................................................................... 2
1.2. KLASIFIKASI........................................................................... 2
2. DISSOCIATIVE AMNESIA............................................................ 2
2.1. Epidemiologi.............................................................................. 2
2.2. Etiologi....................................................................................... 3
2.3. Manifestasi Klinis...................................................................... 3
2.4. Diagnosis dan Diagnosis Banding............................................. 4
2.5. Tatalaksana................................................................................. 4
2.6. Prognosis.................................................................................... 5
3. DEPERSONALIZATION/DEREALIZATION DISORDER .......... 5
3.1. Epidemiologi.............................................................................. 5
3.2. Etiologi....................................................................................... 5
3.3. Manifestasi Klinis...................................................................... 6
3.4. Diagnosis dan Diagnosis Banding............................................. 6
3.5. Tatalaksana................................................................................. 7
3.6. Prognosis.................................................................................... 7
4. DISSOCIATIVE FUGUE ................................................................ 7
4.1. Epidemiologi.............................................................................. 7
4.2. Etiologi....................................................................................... 8
4.3. Manifestasi Klinis...................................................................... 8
4.4. Diagnosis dan Diagnosis Banding............................................. 8
4.5. Tatalaksana................................................................................. 8
4.6. Prognosis.................................................................................... 8
5. DISSOCIATIVE IDENTITY DISORDER....................................... 9

i
5.1. Epidemiologi.............................................................................. 9
5.2. Etiologi....................................................................................... 9
5.3. Manifestasi Klinis...................................................................... 10
5.4. Diagnosis dan Diagnosis Banding............................................. 11
5.5. Tatalaksana................................................................................. 11
5.6. Prognosis.................................................................................... 12
BAB III KESIMPULAN......................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Jati diri seseorang dan kemampuannya dalam menilai realita bergantung kepada
perasaan, pikiran, sensasi, persepsi dan ingatan yang dimiliki orang tersebut. Jika suatu
saat komponen-tersebut terganggu, pandangan orang tersebut terhadap dirinya sendiri
atau lingkungannya akan berubah. Hal tersebut terjadi saat seseorang mengalami
disosiasi.
Diperkirakan dari total populasi di Negara Amerika, terdapat 2% yang
mengalami gangguan disosiatif. Hampir setengah orang dewasa mengalami setidaknya
satu episode depersonalisasi atau derealisasi pada hidup mereka dengan 2% mengalami
episode kronik. Namun, seiring dengan berkembangnya jaman, stresor psikososial
disekitar semakin tinggi, sehingga resiko untuk mengalami gangguan disosiatif semakin
tinggi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. GANGGUAN DISOSIATIF
1.1. DEFINISI
Gangguan disosiatif adalah gangguan dengan terganggunya fungsi integrasi
kesadaran, ingatan, identitas atau persepsi terhadap lingkungan sekitar sebagai
karakteristiknya. Gangguan tersebut dapat terjadi secara mendadak atau gradual,
sementara (transien) atau kronik. Gangguan disosiatif biasanya muncul sebagai respon
terhadap kejadian traumatik, untuk menjaga memori tersebut tetap terkontrol.
Tekanan dari lingkungan dapat memperburuk gangguan menyebabkan terganggunya
kemampuan melakukan kegiatan sehari-hari.
Menurut Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders, edisi revisi teks
keempat (DSM-IV-TR), fitur penting dari gangguan disosiatif adalah gangguan fungsi
terintegrasi dalam kesadaran, memori, identitas, atau persepsi lingkungan. Gangguan
dapat tiba-tiba atau bertahap, sementara atau kronis. Gangguan disosiatif terdiri dari
gangguan identitas disosiatif, gangguan depersonalisasi, amnesia disosiatif, fugue
disosiatif, dan gangguan disosiatif yang tidak ditentukan.

1.2. KLASIFIKASI
 Dissociative amnesia
 Depersonalization/derealization disorder
 Dissociative fugue
 Dissociative identity disorder

2. DISSOCIATIVE AMNESIA
Gejala utama dari amnesia disosiatif adalah ketidakmampuan untuk mengingat
informasi pribadi yang pentinf, biasanya bersifat trauma atau stress

2.1. EPIDEMIOLOGI
Amnesia disosiatif telah dilaporkan dalam kisaran kira-kira 2 sampai 6 persen
dari populasi umum. Tidak ada perbedaan yang diketahui terlihat pada insiden antara
pria dan wanita. Kasus umumnya mulai dilaporkan pada akhir masa remaja dan

2
dewasa. Amnesia disosiatif bisa sangat sulit untuk dinilai pada anak usia remaja
karena kemampuan mereka yang lebih terbatas untuk menggambarkan pengalaman
subjektif

2.2. ETIOLOGI
Dalam banyak kasus amnesia disosiatif akut, psikososial lingkungan tempat
amnesia berkembang secara besar-besaran konfliktual, dengan pasien mengalami
emosi yang tak tertahankan rasa malu, bersalah, putus asa, marah, dan putus asa. Ini
biasanya hasil dari konflik atas dorongan atau dorongan yang tidak dapat diterima,
seperti dorongan seksual yang intens, bunuh diri, atau kekerasan. Traumatis
pengalaman seperti pelecehan fisik atau seksual dapat menyebabkan gangguan
tersebut. Dalam beberapa kasus, trauma disebabkan oleh pengkhianatan oleh orang
lain yang dipercaya dan dibutuhkan (trauma pengkhianatan). Pengkhianatan ini
dianggap mempengaruhi cara acara diproses dan diingat.

2.3. MANIFESTASI KLINIS


 Localized amnesia : Ketidakmampuan untuk mengingat kembali peristiwa
yang terkait dengan periode waktu tertentu
 Selective amnesia : Kemampuan untuk mengingat beberapa, tetapi tidak
semua, peristiwa yang terjadi selama periode waktu tertentu
 Generalized amnesia : Kegagalan mengingat seluruh hidup
 Continuous amnesia : Kegagalan untuk mengingat peristiwa berturut-turut
 Systematized amnesia : Gagal mengingat kategori informasi, seperti semua
kenangan yang berhubungan dengan keluarga atau dengan orang tertentu

3
2.4. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

DIAGNOSIS BANDING
 Kelupaan Biasa dan Amnesia Non-patologis
 Dementia, Delirium, and Amnestic Disorders due to Medical Conditions.
 Posttraumatic Amnesia.
 Seizure Disorders.
 Substance-Related Amnesia.
 Amnesia Global Transien.
 Dissociative Identity Disorders.
 Gangguan Stres Akut, Gangguan Stres Pascatrauma, dan Gangguan Gejala
Somatik
 Malingering dan Amnesia Tiruan.

2.5. TATALAKSANA
 Cognitif therapy  mengidentifikasi distorsi kognitif spesifik
 Hypnosis
4
 Somatic therapy  wawancara yang difasilitasi farmokologi seperti natrium
amobarbital, thiopental (Pentothal), benzodiazepin oral, dan amfetamin.
 Group pshycotherapy

2.6. PROGNOSIS
Sedikit yang diketahui tentang perjalanan klinis amnesia disosiatif. Amnesia
disosiatif akut seringkali sembuh secara spontan setelah orang tersebut dipindahkan
ke tempat yang aman dari trauma atau luar biasa keadaan. Di sisi lain, beberapa
pasien mengembangkan bentuk kronis umum, terus menerus, atau parah amnesia
terlokalisasi dan sangat cacat dan membutuhkan tinggi tingkat dukungan sosial,
seperti penempatan panti jompo atau intensif perawatan keluarga. Dokter harus
mencoba memulihkan pasien kehilangan ingatan dan kesadaran sesegera mungkin;
jika tidak, memori yang tertekan dapat membentuk inti di alam bawah sadar pikiran
di sekitar mana episode amnestik masa depan dapat berkembang.

3. DEPERSONALIZATION/DEREALIZATION DISORDER
Depersonalisasi sebagai perasaan persisten atau berulang dari pelepasan atau
keterasingan dari diri sendiri. Individu dapat melaporkan merasa seperti robot atau
seolah-olah dalam mimpi atau menonton dirinya sendiri dalam sebuah film.

3.1. EPIDEMIOLOGI
Pengalaman sementara dari depersonalisasi dan derealisasi sangat umum pada
populasi normal dan klinis. Mereka adalah gejala psikiatri ketiga yang paling sering
dilaporkan, setelah depresi dan kecemasan. Satu survei menemukan prevalensi 1
tahun dari 1 9 persen pada populasi umum. Itu biasa di pasien kejang dan penderita
migren; mereka juga bisa terjadi dengan penggunaan obat-obatan psikedelik,
terutama ganja, asam lisergat diethylamide (LSD), dan mescaline, dan lebih jarang
sebagai efek samping dari beberapa obat, seperti agen antikolinergik.

3.2. ETIOLOGI
 Psikodinamik. Formulasi psikodinamik tradisional telah menekankan
disintegrasi ego atau telah melihat depersonalisasi sebagai respons afektif

5
dalam mempertahankan ego. Penjelasan ini menekankan peran rasa sakit
yang luar biasa pengalaman atau impuls konfliktual sebagai peristiwa pemicu.
 Stres Traumatis. Sebagian besar, biasanya satu sepertiga sampai setengah,
pasien dalam kasus depersonalisasi klinis seri laporan sejarah trauma yang
signifikan.
 Teori Neurobiologis. Asosiasi depersonalisasi dengan migrain dan
mariyuana, umumnya menguntungkan respon terhadap inhibitor reuptake
serotonin selektif (SSRIs)

3.3. MANIFESTASI KLINIS


(1) perubahan tubuh,
(2) dualitas diri sebagai pengamat dan aktor,
(3) terputus dari orang lain,
(4) terputus dari emosinya sendiri.

3.4. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

DIAGNOSIS BANDING
 Illness anxiety disorder

6
 Major depressive disorder
 Obsessive-compulsive disorder
 Other dissociative disorders

3.5. TATALAKSANA
 SSRI antidepresan seperti fluoxetine
 Dapat diberikan juga tunggal atau kombinasi : antidepresan, mood stabilizer,
typical atau atypical neuroleptic, dan anticonvulsant
 Psychotherapy

3.6. PROGNOSIS
Depersonalisasi setelah pengalaman traumatis atau keracunan biasanya
sembuh secara spontan setelah dikeluarkan dari trauma keadaan atau akhir episode
keracunan. Depersonalisasi menyertai mood, psikotik, atau lainnya gangguan
kecemasan biasanya sembuh dengan pengobatan definitif kondisi ini.
Gangguan depersonalisasi itu sendiri mungkin bersifat episodik, kambuh dan remisi,
atau kursus kronis. Banyak pasien dengan depersonalisasi kronis mungkin memiliki
perjalanan yang ditandai oleh gangguan parah dalam fungsi pekerjaan, sosial, dan
pribadi. Usia rata-rata serangan diperkirakan pada akhir masa remaja atau masa
dewasa awal dalam banyak kasus

4. DISSOCIATIVE FUGUE
Fugue disosiatif telah dihapus sebagai kategori diagnostik utama di DSM-5
dan sekarang didiagnosis pada subtipe (penentu) disosiatif amnesia. Fugue disosiatif
digambarkan sebagai perjalanan yang tiba-tiba dan tidak terduga jauh dari rumah atau
tempat kebiasaan sehari-hari, dengan ketidakmampuan untuk mengingat sebagian
atau seluruh masa lalu seseorang.

4.1. EPIDEMIOLOGI
Gangguan tersebut dianggap lebih umum selama alami bencana, masa perang,
atau saat dislokasi sosial utama dan kekerasan, meskipun tidak ada data sistematis
mengenai hal ini. Tidak ada data yang memadai untuk menunjukkan bias gender

7
terhadap gangguan ini; namun, kebanyakan kasus menggambarkan laki-laki,
terutama di militer. Fugue disosiatif biasanya dijelaskan pada orang dewasa.

4.2. ETIOLOGI
Keadaan traumatis (mis., Pertempuran, pemerkosaan, masa kanak-kanak
berulang pelecehan seksual, dislokasi sosial besar-besaran, bencana alam), mengarah
ke kondisi kesadaran yang didominasi oleh keinginan untuk melarikan diri, adalah
penyebab yang mendasari sebagian besar episode fugue. Dalam beberapa kasus,
sejarah anteseden serupa terlihat, meskipun Trauma psikologis tidak ada pada
permulaan episode fugue. Dalam kasus ini, bukan, atau sebagai tambahan, bahaya
eksternal atau trauma, para pasien biasanya bergelut dengan ekstrim emosi atau
dorongan hati (yaitu, ketakutan, rasa bersalah, rasa malu, atau incest intens, seksual,
bunuh diri, atau dorongan kekerasan) yang ada di dalamnya bertentangan dengan hati
nurani pasien atau cita-cita ego.

4.3. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS


 Fugue dapat berlangsung dalam beberapa menit hingga bulan
 Beberapa pasien terdapat multiple fugue
 Dapat terjadi pada pasien PTSD berat
 Setelah terminasi fugue, pasien mengalami kebingungan, depersonalisasi,
gejala konversi
 Beberapa pasien mengalami generalized dissociative amnesia

4.4. TATALAKSANA
 Psychotherapy
 Hypnotherapy
 Dokter harus memperhatikan keadaan pasien yang memiliki ide bunuh diri
atau melukai diri sendiri
 Perhatian keluarga dan intervensi layanan sosial

4.5. PROGNOSIS
Kebanyakan fugues relatif singkat, berlangsung dari jam ke hari. Kebanyakan
individu tampaknya pulih, meskipun disosiatif refrakter amnesia dapat bertahan

8
dalam kasus yang jarang terjadi. Beberapa penelitian memiliki menggambarkan
fugues berulang pada kebanyakan orang yang datang dengan sebuah episode fugue
disosiatif. Tidak ada data modem yang sistematis ada yang mencoba untuk
membedakan fugue disosiatif dari disosiatif gangguan identitas dengan fugues
berulang.

5. DISSOCIATIVE IDENTITY DISORDER


Sebelumnya disebut Multiple personality disoreder (gangguan kepribadian
ganda), ditandai dengan kehadiran dari dua atau lebih identitas atau status kepribadian
yang berbeda. kadang-kadang disebut alters

5.1. EPIDEMIOLOGI
Studi yang terkontrol baik melaporkan bahwa antaara 0,5 hingga 3% memenuhi
kriteria diagnostik gangguan identitas disosiatif. rasio perempuan dibanding laki –
laki 5 : 1 hingga 9 : 1.

5.2. ETIOLOGI
Gangguan identitas disosiatif sangat terkait dengan pengalaman yang parah
trauma anak usia dini, biasanya penganiayaan. Itu tingkat trauma masa kanak-kanak
berat yang dilaporkan untuk anak dan orang dewasa pasien dengan gangguan
identitas disosiatif berkisar 85-97 persen kasus. Pelecehan fisik dan seksual adalah
yang paling sering melaporkan sumber trauma masa kanak-kanak. Kontribusi faktor
genetik baru sekarang dinilai secara sistematis, Namun studi pendahuluan belum
menemukan bukti yang signifikan kontribusi genetik.

9
5.3. MANIFESTASI KLINIS

10
5.4. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

DIAGNOSIS BANDING

5.5. TATALAKSANA
 Psychotherapy
 Cognitive therapy

11
 Hypnosis
 Psychopharmalogical  SSRI, tricyclic, monamine oxidase (MAO)
antidepresan, clonidine, anticonvulsant, benzodiazepine, atypical neuroleptic
 Electroconvulsive

5.6. PROGNOSIS
Sedikit yang diketahui tentang sejarah alam disosiatif yang tidak diobati
gangguan identitas. Beberapa individu dengan disosiatif yang tidak diobati gangguan
identitas dianggap terus terlibat hubungan yang melecehkan atau subkultur
kekerasan, atau keduanya mengakibatkan trauma anak-anak mereka, dengan potensi
untuk penularan gangguan tambahan oleh keluarga. Banyak otoritas percaya bahwa
beberapa persentase pasien tidak terdiagnosis atau gangguan identitas disosiatif yang
tidak diobati meninggal karena bunuh diri atau sebagai hasil dari perilaku
pengambilan risiko mereka.
Prognosis lebih buruk pada pasien dengan komorbid organik mental
gangguan, gangguan psikotik (bukan gangguan identitas disosiatif pseudopsikosis),
dan penyakit medis yang parah. Zat tahan api penyalahgunaan dan gangguan makan
juga menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Faktor lain yang biasanya
menunjukkan hasil yang lebih buruk termasuk fitur kepribadian antisosial yang
signifikan, kriminal saat ini aktivitas, tindakan pelecehan yang sedang berlangsung,
dan viktimisasi saat ini, dengan penolakan untuk meninggalkan hubungan yang
kasar. Orang dewasa berulang trauma dengan episode berulang dari gangguan stres
akut mungkin sangat mempersulit perjalanan klinis.

12
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan disosiatif adalah gangguan dengan terganggunya fungsi integrasi


kesadaran, ingatan, identitas atau persepsi terhadap lingkungan sekitar sebagai
karakteristiknya. Gangguan tersebut dapat terjadi secara mendadak atau gradual,
sementara (transien) atau kronik.
Gangguan disosiatif biasanya muncul sebagai respon terhadap kejadian
traumatik, untuk menjaga memori tersebut tetap terkontrol. Tekanan dari lingkungan
dapat memperburuk gangguan menyebabkan terganggunya kemampuan melakukan
kegiatan sehari-hari.

13
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,


Fifth Edition (DSM-5). Arlington, VA: American Psychiatric Publishing, 2013.

Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock, Pedro Ruiz. Kaplan & Sadocks’: Synopsis of


Psychiatry: Behavorial Sciences/Clinical Psychiatry. Edisi 11. New York. Wolters Kluwer
Health, 2015.

Sadock, Benjamin James & Virginia Alcott Sadock. 2010. Kaplan & Sadock’s Concise
Textbook of Clinical Psychiatry. Jakarta. ECG: 2010

North, C. S. (2015). The Classification of Hysteria and Related Disorders: Histrorical and
Phenomenological Consideration. Behavioral Sciences , 496-517.

14

Anda mungkin juga menyukai