Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA REFARAT

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER OKTOBER 2023


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI)

Oleh
Ummu Salamah
111 2022 2145

PEMBIMBING
dr. Uyuni Azis, M.Kes, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Ummu Salamah

Stambuk : 111 2022 2145

Judul : Gangguan Disosiatif (Konversi)

Telah menyelesaikan Referat dan telah disetujui serta

telah dibacakan di hadapan supervisor pembimbing dalam

rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Maros, 10 Oktober 2023

Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

Dr. Uyuni Azis, M.Kes, Sp.KJ Ummu Salamah

I
KATA PENGANTAR

Assalamu‘alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala atas segala nikmat kesempatan, kesehatan, dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Refarat dengan judul
“Gangguan Disosiatif (Konversi)” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, keluarga, sahabat, serta
pengikutnya yang senantiasa istiqamah di jalan islam.
Keberhasilan penyusunan refarat ini adalah berkat bimbingan,
arahan, serta dukungan dari berbagai pihak yang telah diterima
penulis sehingga segala tantangan dan rintangan yang dihadapi
selama penyusunan refarat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini
tidak lepas dari bimbingan berbagai pihak. Tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian referat ini. Semoga amal budi dari
semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang melimpah dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Aamiin ya rabbal alamin
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh

Makassar, Oktober 2023

Hormat Saya

II
Penulis

III
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................I

KATA PENGANTAR..................................................................................II

DAFTAR ISI...............................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................2

2.1 Definisi..........................................................................................2

2.2 Epidemiologi.................................................................................3

2.3 Etiologi..........................................................................................3

2.4 Tanda dan Gejala.........................................................................4

2.5 Faktor Risiko.................................................................................5

2.6 Diagnosis......................................................................................5

2.7 Komplikasi..................................................................................10

2.8 Penatalaksanaan........................................................................11

2.9 Pencegahan...............................................................................13

2.10 Prognosis....................................................................................14

BAB III KESIMPULAN.............................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................16

IV
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan disosiatif (konversi) adalah kondisi yang ditandai

kehilangan sebagian atau seluruh integrasi normal ingatan masa

lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan, dan kendali

terhadap gerakan tubuh. Secara fisiologis ada kendali volunter

(sadar) terhadap ketiga hal itu.

Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori

(amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue),

fungsi motoric (paralisis dan pseudoseizure) atau fungsi sensorik

(anasthesia sarung tangan dan kaos kaki, glove and stocking

anasthesia) .

Gangguan konversi belum dapat diketahui penyebab

pastinya. Faktor psikologis, sosial, dan biologis semuanya dapat

berkontribusi terhadap, memicu, atau melanggengkan gangguan

konversi.

Gangguan konversi berkaitan dengan gangguan kecemasan.

Dari beberapa literatur mengatakan bahwa gangguan konversi bisa

merupakan bagian dari gangguan somatoform atau gangguan

disosiasi, individu mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik yang

terkadang berlebihan. Tetapi pada dasarnya tidak terdapat

1
gangguan fisiologis. Pada gangguan disosiatif, individu mengalami

gangguan kesadaran, ingatan, dan identitas. Munculnya kedua

gangguan ini biasanya berkaitan dengan beberapa pengalaman

yang tidak menyenangkan .

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan disosiatif (konversi) adalah kondisi yang ditandai

oleh kehilangan sebagian atau seluruh integrasi normal ingatan

masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan, dan kendali

terhadap gerakan tubuh. Secara fisiologis ada kendali volunter

(sadar) terhadap ketiga hal itu.1

Menurut PPDGJ III gangguan konversi (disosiatif) adalah

adanya kehilangan (Sebagian atau seluruh) dari integrasi normal

antara lain : ingaran masa lalu, kesadaran akan identitas dan

penghayatan segera (awerness of identity and immediate sensation)

dan kendali terhadap Gerakan tubuh.2

Gangguan disosiatif (konversi) biasanya diderita individu

dengan gangguan kepribadian antisosial, histrionik, dependen, dan

pasif agresif. Spektrum gangguan disosiatif dicirikan sebagai

kumpulan gangguan kronis jangka panjang. Disosiasi mungkin

berbeda dalam presentasi untuk setiap individu dan, yang lebih

penting, dalam “kemanjuran adaptifnya.” Ketika seseorang

mengalami trauma, disosiasi adalah sebuah cara untuk mengatasi

trauma. mencoba untuk bertahan hidup, bertoleransi, secara sadar

melarikan diri atau bedaraptasi dengan situasi.3

3
2.2 Epidemiologi

Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan

dalam masyrakat. Gangguan konversi menunjukkan prevalensi 1%

hingga 5% pada populasi internasional. Dalam berbagai referensi

dikatakan adanya peningkatan yang tajam dalam kasus-kasus

gangguan konversi yang dilaporkan dan menambah kesadaran para

ahli dalam menegakkan diagnosis. Kesalahan diagnosis antara lain

disosiatif identity disorder, schizophrenia aau gangguan personal.4

Dalam beberapa studi mayoritas dari kasus gangguan onversi

ini mengenai Wanita 90%, gangguan konversi bisa terkena oleh

orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya

bervariasi.4

2.3 Etiologi

Gangguan konversi belum dapat diketahui penyebab

pastinya. Faktor psikologis, sosial, dan biologis semuanya dapat

berkontribusi terhadap, memicu, atau melanggengkan gangguan

konversi. Seringkali, terdapat trauma, kejadian buruk dalam hidup,

atau stres akut/kronis yang mendahului gejala gangguan konversi.

Banyak pasien dengan gangguan konversi ditemukan memiliki

riwayat kekerasan pada masa kanak-kanak, baik emosional maupun

seksual.5

Faktor psikologis lain yang berkontribusi terhadap gangguan

4
konversi termasuk keterampilan mengatasi masalah yang buruk dan

konflik psikologis internal. Pasien dengan gangguan konversi lebih

mungkin mengalami gangguan kejiwaan tertentu (depresi,

kecemasan, dan gangguan kepribadian) dibandingkan pasien

dengan kondisi neurologis yang diketahui.5

Mereka juga lebih mungkin memiliki riwayat berbagai keluhan

somatik, termasuk gejala seperti kelelahan umum, kelemahan, atau

nyeri, tanpa penyebab yang diketahui.Cedera fisik atau penyakit

neurologis yang sebenarnya (seperti stroke atau migrain) dapat

“memicu” gejala gangguan konversi.5

2.4 Tanda dan Gejala

Gangguan disosiatif merupakan suatu mekanisme pertahanan alam

bawah sadar yang membantu seseorang melindungi aspek emosional

dirinya dari mengenali dampak utuh beberapa peristiwa traumatis atau

peristiwa yang menakutkan dengan membiarkan pikirannya melupakan

atau menjauhkan dirinya dari situasi atau memori yang menyakitkan.

Gejala umum untuk seluruh tipe konversi meliputi :6

a) Hilangnya ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu

(dapat berupa kejadian dan orang)

b) Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan.

5
c) Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya yang tidak nyata

(derealisasi)

d) Identitas yang buram

e) Depersonalisasi6

2.5 Faktor Risiko

Orang-orang dengan pengalaman psikis kronik, seksual

ataupun emoisional semasa kecil sangat beresiko besar mengalami

gangguan disosiatif (konversi). Anak-anak yang memiliki riwayat

trauma seperti bencana alam, perang, kasus penculikan, dan

prosedur medis yang inisiatif juga dapat menjadi faktor risiko

terjadinya gangguan konversi ini.5

2.6 Diagnosis

Gangguan disosiatif (konversi) dibedakan atau diklasifikasikan

atas beberapa penggolongan yaitu :

a) Amnesia Disosiatif (F44.0)2

Penderita amnesia disosiatif ini tidak mampu mengingat informasi

pribadi yang penting. Sering kali penderita mengalami satu periode

yang penuh stres. Informasi-informasi itu tidak hilang secara

permanen, tetapi tidak dapat diingat kembali saat episode amnesia.

Lubang-lubang dalam memori terlalu lebar untuk dapat dijelaskan

6
sebagai kelupaan biasa. Penderita gagal mengingat kembali beberapa

hal, tetapi tidak semua hal, yaitu detail kejadian-kejadian yang terjadi

selama periode waktu tersebut misalnya seorang veteran perang dapat

mengingat masa kanak-kanak dan masa mudanya, tetapi dia lupa

semua hal yang terjadi dalam tugas pertempurannya. Oleh karena itu,

amnesia disosiatif dapat disimpulkan berupa ketidakmampuan untuk

mengingat kejadian-kejadian tertentu.6

 Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenai

kejadian penting yang beru terjadi (selektif), yang bukan

disebabkan oleh gangguan mental organic dan terlalu luas untuk

dijelaskan atas dasar kelupaan yang umum terjadi atau dasar

kelelahan.

 Diagnosis pasti memerlukan :

1. Amnesia, baik total atau parsial, mengenai kejadian yang

“stressfull” atau traumatic yang baru terjadi (hal ini mungkin

hanya dapat dinyatakan bila ada saksi yang memberi

informasi);

2. Tidak ada gangguan mental organic, intoksikasi atau

kelelahan berlebihan (sindrom amnestik organic, F40,F1x.6)

 Yang paling sulit dibedakan adalah “amnesia buatan” yang

disebabkan oleh stimulasi secara sadar (malingering). Untuk itu

penilaian secara rinci dan berulang mengenai kepribadian

premorbid dan motivasi diperlukan. Amnesia buatan (conscious

7
simulation of amnesia) biasanya berkaitan dengan problem yang

jelas mengenai keuangan, bahaya kematian dalam peperangan

atau kemungkinan hukuman penjara atau hukuman mati.

b) Fugue Disosiatif (F44.1)2

Perilaku seseorang dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan

terintegrasi dengan amnesianya dibandingan dengan amnesia

disosiatif. Pasien fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari

rumah dan situasi kerjanya tidak dapat mengingat aspek penting

identitas mereka sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan).6

 Untuk diagnosis pasti harus ada:

1) ciri-ciri amnesia disosiatif (F44.0);

2) melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umum

dilakukannya sehari-hari; dan

3) kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan,

mandi, dsb.) dan melakukan interaksi sosial sederhana dengan

orang-orang yang belum dikenalnya (misalnya membeli karcis

atau bensin, menanyakan arah, memesan makanan).

 Harus dibedakan dari "postictal fugue" yang terjadi setelah

serangan epilepsi lobus temporalis, biasanya dapat dibedakan

dengan cukup jelas atas dasar riwayat penyakitnya.Ttidak adanya

problem atau kejadian yang "stressful", dan kurang jelasnya tujuan

(fragmented) berkepergian serta kegiatan dari penderita epilepsi

tersebut.

8
c) Stupor Disosiatif (F44.2)2

Stupor disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya

atau hilangnya Gerakan-gerakan volunteer dan respon normal

terhadap rangsangan luar, seperti cahaya, suara, dan perabaan

(sedangkan dalam artian fisiologis tidak hilang).6

 Untuk diagnostik pasti harus ada :

1) Stupor, sangat berkurang atau hilangnya gerakan-gerakan

volunteer dan respon normal terhadap rangsangan luar seperti

misalnya cahaya, suara dan perabaan (sedangkan kesadaran

tidak hilang);

2) Tidak ditemukan adanya gangguan fisik ataupun gangguan jiwa

lain yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut;

3) Adanya problem atau kejadian-kejadian baru yang “stressfull”

(psycogenik causation).

 Harus dibedakan dari stupor katatonik (pada skizofrenia), dan

stupor depresif atau manik (pada gangguan afekstif, berkembang

sangat lambat, sudah jarang ditemukan).

d) Gangguan Trans Dan Kesurupan (F44.3)2

 Gangguan ini menunjukkan adanya kehilangan semen tara aspek

penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap

lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut

berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan

gaib, malaikat atau "kekuatan lain".

9
 Hanya gangguan trans yang "involunter" (diluar kemauan individu)

dan bukan merupakan aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan

kegiatan keagamaan ataupun budaya yang boleh dimasukkan

dalam pengertian ini.

 Tidak ada penyebab organik (misalnya, epilepsi lobus temporalis,

cedera kepala, intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari

gangguan jiwa tertentu (misalnya, skizofrenia, gangguan

kepribadian multiple)

e) Gangguan Motorik Disosiatif (F44.4)2

 Bentuk yang paling umum dari gangguan ini adalah ketidak

mampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagaian dari

anggota gerak (tangan atau kaki).

 Gejala tersebut seringkali menggambarkan konsep dari penderita

mengenai gangguan fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik

maupun anatomik.

f) Konvulsi Disosiatif (F44.5)2

 Konvulsi disosiatif (pseudo seizures) dapat sangat mirip dengan

kejang epileptic dalam gerakan-gerakannya, akan tetapi sangat

jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan

dan mengompol. Juga tidak dijumpai kehilangan kesadaran atau

hal tersebut diganti dengan keadaan seperti stupor atau trans.

g) Anastesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif (G44.6)2

10
 Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batasbatas yang

tegas (menggambarkan pemikiran pasien mengenai fungsi

tubuhnya dan bukan menggambarkan kondisi klinis sebenarnya).

 Dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya perasaan pada

berbagai jenis modalitas peng-inderaan yang tidak mungkin

disebabkan oleh kerusakan neurologis, misalnya hilangnya

perasaan dapat disertai dengan keluhan parestesia.

 Kehilangan penglihatan jarang bersifat total, lebih banyak berupa

gangguan ketajaman penglihatan, kekaburan atau "tunnel vision"

(area lapangan pandangan sarna, tidak tergantung pada

perubahan jarak mata dari titik fokus). Meskipun ada gangguan

penglihatan, mobilitas penderita dan kemampuan motoriknya

seringkali masih baik.

 Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan

dengan hilang rasa dan penglihatan.

h) Gangguan Disosiatif (Konversi) Campuran (F44.7)2

 Campuran dari gangguan':gangguan tersebut diatas (F44.0-F44.6)

i) Gangguan Disosiatif [Konversi] Lainnya (F44.8)2

 F44.80 = Sindrom Ganser (ciri khas : "approximate answers",

disertai beberapa gejala disosiatif lain)

 F44.81 = Gangguan kepribadian multipel

11
 F44.82 = Gangguan disosiatif [konversi] sementara masa kanak

dan remaja

 F44.83 = Gangguan disosiatif [konversi] lainnya YDT, (termasuk:

psychogenic confusion, twilight state)

j) Gangguan Disosiatif [Konversi] YTT (F44.9)2

2.7 Komplikasi

Memiliki gangguan disosiatif meningkatkan risiko komplikasi

dan kondisi kesehatan mental lainnya. Ini mungkin termasuk:

 Depresi dan kecemasan.

 Gangguan stres pasca trauma.

 Gangguan tidur, termasuk mimpi buruk, insomnia, dan berjalan

dalam tidur.

 Gejala fisik seperti sakit kepala ringan atau kejang yang bukan

disebabkan oleh epilepsi.

 Gangguan Makan.

 Masalah dengan fungsi seksual.

 Masalah dengan alkohol dan penggunaan narkoba.

 Gangguan kepribadian.

 Masalah besar dalam hubungan pribadi, di sekolah dan di tempat

kerja.

 Perilaku melukai diri sendiri atau berisiko tinggi.

12
 Pikiran dan perilaku untuk bunuh diri.7

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya.

Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan

dilakukan pendekatan psikogenik terhadap penanganan gejala-

gejala yang ada. Penanganan penyakit ini sebagai berikut :

 Terapi obat

Terapi ini sangat baik dijadikan sebagai penangan awal,

maupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan

konversi ini. biasanya pasien diberikan resep berupa antidepresan

dan anti cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada

pasien gangguan konversi. Barbiturate kerja sedang dan singkat

seperti thiopental dan natrium amobarbital diberikan secara

intravena. benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1mg tab dapat

berguna untuk memulihkan ingatannya yang hilang. Pengobatan

terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika

suportif-ekspresif.5

 Psikoterapi

Psikoterapi adalah pengobatan lini pertama pada sebagian

besar kasus gangguan konversi. Berbagai jenis terapi

mungkin berguna, namun yang paling efektif dalam literatur

tampaknya adalah terapi perilaku kognitif. Ini bekerja dengan

13
melihat bagaimana seseorang berpikir dan merasakan suatu situasi

dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi perilakunya. Faktor

predisposisi dapat dianalisis, dan pasien harus fokus pada

peningkatan komunikasi dan kemampuan mengekspresikan emosi

dengan benar.5

 Psikoterapi psikodinamik

Terapi ini bersifat individual dan paling baik untuk pasien

yang telah menerima bahwa gejala yang mereka alami mungkin

disebabkan oleh trauma masa lalu), terapi kelompok (ini dapat

membantu pasien belajar dan mendukung satu sama lain), dan

terapi keluarga. (ini dapat membantu meningkatkan komunikasi).

Selain itu, hipnoterapi dapat memperbaiki fungsi dan gejala fisik

dari gangguan konversi, bahkan dalam kasus yang sangat parah.

Pendekatan ini tampaknya efektif, terutama dalam kasus penyakit

penyerta, seperti kondisi nyeri kronis.5

 Terapi kesenian kreatif

Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini

menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit

mengekspresikan pikiran dan perasaaan mereka. Seni kreatif dapat

membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi

kesenian, tari, drama dan puisi.5

 Terapi kognitif

Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan

14
kelakukan yang negative dan tidak sehat dalam menggantikannya

dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide

dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku

pemeriksa.5

2.9 Pencegahan

Gangguan disosiatif tidak mungkin terjadi dicegah. Namun,

mengenali gejala gangguan identitas disosiatif sejak dini dan

mendapatkan pengobatan yang tepat dapat membantu

mengendalikan gejalanya. Pengasuh, orang tua, dan guru harus

mewaspadai tanda-tanda disosiasi pada anak kecil.8

Memulai pengobatan segera setelah episode traumatis dapat

membantu mencegah kondisi bertambah buruk. Pakar kesehatan

mental dapat membantu pasien mengenali pemicunya dan

mengendalikan perubahan identitas atau kepribadian mereka.8

Bagi beberapa pasien DID, penggunaan narkoba atau stres

dapat memicu gangguan disosiatif. Mengatasi kecanduan narkoba

dan menemukan cara yang tepat untuk mengelola stres mengurangi

frekuensi identitas yang berbeda ini dengan mengendalikan perilaku

pasien.8

15
2.10 Prognosis

Umumnya prognosis baik. Faktor yang terkait dengan

prognosis yang baik adalah seperti serangan yang akut, penyebab

tekanan pada saat terjadi serangan, jarak antara serangan dengan

memulai pengobatan tidak terlalu jauh, daya kognitif dan kecerdasan

baik, gejala aphonia, kelumpuhan, dan atau kebutaan (yang

bertentangan dengan kejang dan gemetaran, yang berhubungan

dengan prognosis buruk).3

16
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan disosiatif (konversi) adalah kondisi yang ditandai

oleh kehilangan sebagian atau seluruh integrasi normal ingatan

masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan, dan kendali

terhadap gerakan tubuh. Secara fisiologis ada kendali volunter

(sadar) terhadap ketiga hal itu. Gejalanya dapat berupa berupa

amnesia terhadap periode tertentu, depresi dan kecemasan,

persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya yang tidak nyata

(derealisasi), dan kesulitan mengenali diri sendiri (depersonalisasi).

Dalam beberapa studi mayoritas dari kasus gangguan

konversi ini mengenai Wanita 90%, gangguan konversi bisa terkena

oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari

gejalanya bervariasi. Orang-orang dengan pengalaman psikis kronik,

seksual ataupun emoisional semasa kecil sangat beresiko besar mengalami

gangguan disosiatif (konversi).

Psikoterapi adalah pengobatan lini pertama pada sebagian besar

kasus gangguan konversi. Terapi lain yang dapat diberikan berupa

psikoterapi psikodinamik, terapi kesenian kreatif, terapi kognitif, dan terapi

obat berupa antidepresan dan anti cemas. Dengan prognosis umumnya baik.

DAFTAR PUSTAKA

17
1. Karlina D. Laporan Kasus: Gangguan Disosiasi (Konversi). Maj

Kedokt UKI. 2020;34(3):126-131.

2. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas

Dari PPDGJ-III Dan DSM-5.; 2013.

3. Gentile JP, Dillon KS, Dillon M, Gilling PM. Psychotherapy and

psikotrapi in DID (2) (1). 2013;10(2):22-29.

4. Mitra P, Jain A. Dissociative Identity Disorder. new york Univ Med.

Published online 2023. doi:10.4135/9781483365817.n463

5. Peeling JL, Muzio MR. Conversion Disorder. StatPearls Publ ncbi.

Published online 2023:97. doi:10.1016/B978-1-4377-1720-4.00086-

6. Riyani S, Rasyid Y, Purbarini A. Bentuk Gangguan Disosiatif Tokoh

Utama dalam Novel Tell Me Your Dreams Karya Sidney Sheldon

(Forms of Dissociative Disorder Main Character in Tell Me Your

Dreams Novel by Sidney Sheldon). Indones Lang Educ Lit.

2022;8(1):78. doi:10.24235/ileal.v8i1.11671

7. Cardeña E. Dissociative Disorders. mayo Clin. Published online

2020:710-715. doi:10.1016/B978-0-12-375000-6.00135-X

8. Zayed A, Dhingra H. Dissociative disorder : symptoms , causes and

treatments treatment. Published online 2020.

18

Anda mungkin juga menyukai