Anda di halaman 1dari 36

Metode Pengobatan Tradisional Afrika Selatan melalui Sangoma

Di era modern seperti saat ini sepertinya susah untuk dinalar jika masih ada orang yang percaya
pada hal-hal berbau klenik, mistis, ataupun supernatural. Baik di Indonesia maupun di Afrika
Selatan, pendekatan seperti ini sering dikenal sebagai upaya “alternatif” atau “non-konvensional”
atau “tradisional”. Biasanya hal ini muncul karena adanya ikatan budaya dan tradisi yang kuat,
bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal.

Pendekatan alternatif tidak hanya digunakan untuk pengobatan atau penyembuhan akan tetapi
juga sudah meluas ke aspek-aspek kehidupan lainnya. Bagi seorang dokter atau tenaga medis,
mengobati seseorang merupakan perkara rutin. Namun, untuk seorang sangoma (dibaca: sang-
go-ma) di Afrika Selatan, menyembuhkan orang itu hanyalah salah satu dari berbagai peran
penting yang bermuara pada penciptaan harmoni baik dalam konteks individu, antar sesama
manusia, maupun dengan kekuatan eksternal yang sering dikaitkan dengan arwah nenek moyang.

Sangoma dan Inyanga

Praktisi pengobatan tradisional di Afrika Selatan, khususnya dalam tradisi Zulu, dapat dibedakan
menjadi sangoma dan inyanga (dibaca: in-yang-ga). Sangoma, atau isangoma, memiliki peran
mendiagnosa penyakit seseorang dan melihat keterkaitannya dengan masyarakat. Alasannya,
penyakit yang muncul pada diri seseorang dianggap bersumber dari lingkungan sosial sekitar,
seperti hubungan dengan orang di rumah atau di tempat kerja. Metode ini disebut sebagai
pendekatan holistik.

Kalau dokter identik dengan jas putih dan stetoskop, sangoma juga punya pakaian khusus yang
biasanya terbuat dari kulit hewan serta manik-manik yang digunakan di leher, di pergelangan
tangan dan kaki, atau di rambut. Dalam ritual pengobatan, sangoma dapat menari, menyanyi,
atau membuat bunyi-bunyian. Selain itu, ada pula ritual melempar tulang — biasanya
menggunakan tulang hewan, batu, cangkang, atau obyek lain — yang dilemparkan di satu tempat
untuk kemudian ‘dibaca’. Posisi tulang dan objek lainnya menandakan bagian-bagian dari
kehidupan sang pasien.

Tulang Hewan, Batu, Cangkang, serta Kelengkapan Lainnya dalam Ritual Lempar Tulang.
Sangoma ‘Membaca’ Kondisi Pasiennya melalui Ritual Lempar Tulang.

Sementara itu, inyanga lebih dominan sebagai praktisi pengobatan tradisional yang
menggunakan obat-obatan herbal dan tradisional maupun memanfaatkan bagian dari tubuh
binatang untuk mengobati pasiennya. Adapun ilmu yang didapat oleh inyanga diwariskan secara
turun temurun. Secara singkat dapat dikatakan bahwa inyanga spesifik menangani penyakit fisik
sedangkan sangoma menangani aspek yang lebih luas termasuk menangkal nasib buruk dan
kutukan, melindungi suku dari roh jahat, berkomunikasi dengan nenek moyang, hingga
menemukan barang hilang — dalam konteks kehidupan tribal misalnya untuk menemukan
hewan ternak yang hilang.
Sejumlah Tanaman, Kulit Kayu, dan Akar-Akaran yang Digunakan sebagai Sumber Obat
Tradisional di Afrika.

Topik mengenai pengobatan tradisional ini relevan dilihat baik dari perspektif sosio-ekonomi
maupun dari perspektif sosio-kultural. Pertama, dari sisi sosio-ekonomi, ada klaim yang
menyatakan bahwa lebih dari 60 persen masyarakat Afrika Selatan berkonsultasi dengan praktisi
pengobatan tradisional, baik sangoma maupun iyanga. Berdasarkan jumlah, diperkirakan ada
200 ribu orang praktisi pengobatan tradisional di Afrika Selatan, jauh lebih banyak dari jumlah
dokter yang jumlahnya hanya sekitar 38 ribu orang.

Kondisi ini bertambah kompleks ketika melihat data Bank Dunia mengenai Afrika Selatan di
tahun 2019 bahwa 18,8 persen dari jumlah populasi sebanyak 58,8 juta jiwa masih hidup di
bawah garis kemiskinan; 27 persen angka pengangguran; gini coefficient sebesar 0,63; serta
realita 10 persen kelompok kaya menguasai 71 persen net wealth sementara 60 persen kelompok
miskin harus membagi 7 persen net wealth. Pesan yang ingin disampaikan di sini adalah
memiliki akses kesehatan ke dokter merupakan sebuah privilese di Afrika Selatan.
Pemukiman Kelas Menengah Bloubusrand dan Informal Settlement (biasa disebut Township)
Kya Sands di Johannesburg, Afrika Selatan. (Sumber: CNN)
Kedua, dari sisi sosio-kultural, menjadi sangoma kerap dikaitkan dengan panggilan (ukutswa)
dari nenek moyang (amadlozi) dan memiliki peran sentral dalam kebudayaan masyarakat Afrika
karena memiliki nilai kehormatan sekaligus nilai tanggung jawab yang besar. Sangoma dilihat
sebagai penjaga komunitas serta tempat berkonsultasi ketika ada yang sakit, tempat
berkomunikasi dengan arwah nenek moyang, hingga tempat meminta perlindungan dari
marabahaya. Walaupun mayoritas masyarakat Afrika Selatan adalah penganut Kristen Protestan
(lebih dari 80 persen) akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari aspek tradisional ini masih cukup
kental dan melekat.
Penggunaan White Clay (Umcako) di Wajah Merupakan Bagian dari Budaya Afro dalam Proses
Menjadi Sangoma. (Sumber: Minka Schumese, Pinterest)
Meluruskan Salah Kaprah
Pada masa kolonial, sangoma yang sejatinya merupakan pengusir roh jahat yang dikirimkan oleh
penyihir mengalami pergeseran makna menjadi lebih negatif atau konotatif. Sangoma justru
dianggap sebagai pihak yang mengirimkan mantra jahat dan menciptakan ramuan mematikan.
Sangoma juga menjadi tertuduh ketika ada kasus yang melibatkan perdagangan organ tubuh
manusia, misalnya seperti penggunaan plasenta dalam praktik pengobatan karena dianggap
mampu mengolahnya menjadi obat kesuburan (fertilitas) maupun sebagai jimat pembawa
keberuntungan.

Berdasarkan Traditional Health Practitioners Act of 2007, sangoma telah diakui secara legal ke
dalam kelompok diviner, seperti halnya inyanga sebagai herbalist, ababelethisi sebagai
traditional birth attendant, dan ingcibi sebagai traditional surgeon. Di bawah undang-undang
tersebut, Pemerintah Afrika Selatan berupaya mengakomodasi mekanisme pengobatan
tradisional yang telah ada di masyarakat untuk kemudian diatur ke dalam sebuah sistem yang
terstandardisasi serta memiliki mekanisme pengawasan. Dalam kaitan tersebut, diviner diartikan
sebagai seseorang yang menerapkan praktik kesehatan tradisional sesuai kaidah dan ketentuan
yang berlaku.
Sangoma, Menjaga Tradisi di Tengah Arus Modernisme. (Sumber: Frank Trimbos,
petapixel.com)
Asa bagi yang Termarjinalk

Cara-cara pengobatan tradisional merupakan kumpulan pengetahuan, keahlian, dan praktik yang
didasarkan pada teori, kepercayaan, dan pengalaman unik pada masing-masing kebudayaan yang
digunakan untuk menjaga kesehatan ataupun menyembuhkan. Pada umumnya, metode
pengobatan tradisional berfungsi sebagai pelengkap ataupun alternatif dari pengobatan
mainstream. Laporan WHO menyebutkan bahwa 80 persen dari populasi dunia justru
mengandalkan pengobatan tradisional.

Pengobatan tradisional Afrika diklaim sebagai yang tertua dan mungkin juga memiliki cakupan
terluas di dunia. Afrika sering dirujuk sebagai tempat asal muasal manusia (cradle of humankind)
dengan kekayaan keanekaragaman hayati dan budayanya. Penggunaan tanaman obat merupakan
praktik yang paling umum dan aksesibel bagi kebanyakan orang, khususnya yang hidup dengan
keterbatasan ekonomi. Di antara kebutuhan masyarakat dan kekayaan alamnya, hadir sosok
sangoma (ataupun inyanga) yang menjembatani hal tersebut. Sangoma tidak hanya berperan
sebagai penyembuh ataupun konselor spiritual tapi juga sebagai simbol perlawanan terhadap
kapitalisme dan eksklusifitas sistem kesehatan mainstream.

https://kumparan.com/agus-maulana-attabrani/metode-pengobatan-tradisional-afrika-selatan-
melalui-sangoma-1syqST4LsDR/full

Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Alternatif Antibiotik Infeksi Nosokomial yang
Disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu
penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) di rumah
sakit. Infeksi nosokomial banyak disebabkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa. Pemberian
antibiotik menjadi salah satu terapi dalam menyembuhkan infeksi yang disebabkan oleh P.
aeruginosa. Namun, apabila pemberian antibiotik tidak dilakukan secara rasional dapat
menimbulkan resistensi. Oleh karena itu pengobatan alternatif dengan menggunakan tanaman
herbal banyak digunakan pada saat ini. Daun afrika (Vernonia amygdalina) telah dikenal oleh
masyarakat Nigeria Selatan sebagai obat tradisional yang dapat digunakan untuk berbagai
macam penyakit, termasuk penyakit infeksi. Daun afrika (V. amygdalina) telah banyak dilakukan
penelitian oleh para klinisi dan memiliki potensi sebagai antibiotik. Penelitian – penelitian
tersebut menyatakan bahwa ekstrak daun afrika (V. amygdalina) dengan efektif menunjukkan
aktivitas yang baik terhadap banyak jenis bakteri, baik itu bakteri gram negatif ataupun gram
positif. Komponen dalam daun afrika yang diyakini bertanggung jawab atas potensi antibakteri
adalah flavonoid, tannin, saponin and alkaloid.

Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab infeksi yang sering terjadi
di lingkungan rumah sakit (nosokomial) dengan angka kejadian di dunia sebesar 10 - 15%
(Strateva dan Yordanov, 2009). Pseudomonas aeruginosa menyebabkan infeksi saluran kemih di
rumah sakit sebesar 7 - 10 % dan Sekitar 10 – 20 % infeksi P. Aeruginosa terjadi pada pasien
septikemia di unit perawatan intensif (ICU), sistik fibrosis, luka bakar, dan infeksi luka (Biswal
dkk., 2014).
Pseudomonas aeruginosa menyebabkan infeksi terutama pada pasien dengan penurunan sistem
imun (Jawetz dkk., 2017). Infeksi terjadi pada pasien yang telah dirawat di rumah sakit lebih dari
satu minggu. Pseudomonas aeruginosa memiliki Infeksi yang rumit serta dapat mengancam jiwa.
Pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan penyakit pneumonia, bakteremia, endokarditis,
meningitis, abses otak, otitis eksterna, otitis media, keratitis bakterial, endoftalmitis,
osteomielitis, diare, enteritis, enterokolitis, infeksi saluran kemih

(ISK), ecthyma gangrenosum dan lain – lain (Friedrich dkk., 2017). Pengobatan infeksi P.
Aeruginosa menggunakan penisilin antipseudomonas yaitu piperasilin yang dikombinasi
bersama tobramisin yang merupakan suatu aminoglikosida (Jawetz dkk., 2017). Obat lain yang
aktif terhadap P. Aeruginosa meliputi aztreonam, karbapanem dan kuinolon terbaru termasuk
siprofloksasin (Bassetti dkk., 2018). Infeksi P. aeruginosa sulit untuk diobati karena bakteri
tersebut resisten terhadap sebagian besar antibiotik. Resistensi disebabkan oleh adanya biofilm
yang dimiliki bakteri tersebut (Sanjaya dkk., 2019). Multidrug resistant Pseudomonas aeruginosa
(MDR-PA) adalah bakteri P. aeruginosa yang resisten terhadap tiga atau lebih golongan
antibiotik pilihan untuk bakteri ini. Kasus MDRPA yang di laporkan bervasiasi dari 0,6% - 32%
menurut berbagai penelitian yang dilakukan di lokasi geografis yang berbeda. Prevalensi
MDRPA yang meningkat selama dekade terakhir pada pasien rawat inap rumah sakit
menyebabkan sedikitnya pilihan untuk terapinya (Kalaivani dkk., 2013). Daun afrika (Vernonia
amygdalina) telah dikenal oleh masyarakat Nigeria Selatan sebagai obat tradisional (Okeke dkk.,
2015). Bioaktivitas V. amygdalina dapat berguna sebagai antibakteri, antifungi, antidiabetik,
antiplasmodial, antikarsinogenik, dan lain – lain. Komponen dalam daun afrika yang dipercaya
bertanggung jawab atas potensi antibakteri adalah flavonoid, tannin, saponin and alkaloid (Paul
dkk., 2018). METODE Tulisan ini dibuat menggunakan metode pengumpulan data sekunder
yang sudah tertera pada sitasi dan daftar pustaka. HASIL DAN PEMBAHASAN Pseudomonas
aeruginosa merupakan bakteri obligat aerob, berbentuk batang, bersifat gram negatif dan motil
yang berukuran sekitar 0,6 2 m. Bakteri ini menjadi patogen jika mencapai daerah yang luka,
saat penggunaan kateter urin, pemakaian infus, atau jika terdapat neutropenia. Bakteri melekat
pada membran mukosa, mengivasi secara lokal dan menyebabkan penyakit sistemik.
Lipopolisakarida pada bakteri P. aeruginosa bertanggung jawab langsung atas demam, syok,
oligouria, leukositosis maupun leukopenia, koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom
gawat napas pada pasien yang terinfeksi bakteri ini (Jawetz dkk.,2017). Pseudomonas aeruginosa
menyebabkan infeksi pada luka dan luka bakar yang menimbulkan pus hijau kebiruan, jika
bakteri masuk melalui pungsi lumbal menyebabkan meningitis dan jika masuk melalui kateter
menyebabkan ISK. Jika masuk melalui alat bantu napas menyebabkan pneumonia nekrotikans
dan dapat menyebabkan infeksi pada mata setelah prosedur pembedahan. Pseudomonas
aeruginosa dapat menyebabkan sepsis yang fatal jika mengivasi aliran darah, otitis eksterna dan
kelamahan umum. Jika terjadi sepsis pada infeksi P. aeruginosa akan timbul nekrosis hemoragik
pada kulit yang dikenal sebagai ektima gangrenosum yang sering di akibatkan oleh bakteri ini
dibandingkan oleh organisme lain (Jawetz dkk.,2017). Pengobatan infeksi P. aeruginosa biasanya
menggunakan 8 katagori antibiotik yaitu aminoglikosida (gentamisin, tobramisin, amikasin,
netilmisin), karbapenem (imipenem, meropenem), sefalosporin (ceftazidime, cefepime),
fluoroquinolon (siprofloksasin, levofloksasin), penisillin dengan β-lactamase inhibitors (BLI)
(tikarsillin and piperasilin yang dikombinasikan dengan asam klavulanat atau tazobaktam),
monobactam (aztreonam), fosfomisin and polimiksin (kolistin, polimiksin B) (Zowalaty dkk.,
2015). Pseudomonas aruginosa resisten terhadap banyak obat antimikroba sehingga bakteri ini
menjadi dominan dan penting (Jawetz dkk.,2017). Berbagai mekanisme terlibat dalam resistansi
obat yang terjadi pada P. aeruginosa. Pada resistansi bawaan melibatkan pompa eflux yang
diekspresikan secara berlebihan dan permeabilitas membran luarnya yang rendah. Sedangkan
pada resistensi yang diperoleh melibatkan akuisisi gen resistan atau mutasi pada gen yang
mengkode porin, pompa efflux, protein pengikat penisilin, dan kromosomal blaktamase. Semua
mekanisme tersebut berkontribusi terhadap resistensi terhadap b-laktam, karbapenem,
aminoglikosida, dan fluoroquinolon (Bassetti dkk., 2018; Pachori dkk., 2019). Menurut
penelitian oleh Kalaivani dkk pada tahun 2013, Isolat MDRPA menunjukkan resistensi tingkat
tinggi terhadap siprofloksasin (95%), tobramisin (92%), seftriakson dan gentamisin, (83%).
Empat puluh empat isolat (59%) menunjukkan resistansi terhadap amikasin dan resistansi 51%
diketahui untuk kombinasi piperasilin / tazobaktam. Di antara karbapenem, imipenem dan
resistansi diamati masingmasing 36% dan 53%. Tak satu pun dari isolat yang resisten terhadap
polimiksin B. Di antara 75 isolat MDRPA, 13 isolat, yang diisolasi dari sampel urin,
menunjukkan 77% resistensi terhadap norfloxacin dan karbenisilin (Kalaivani dkk., 2013). Pada
penelitian dua tahun berikutnya oleh Hassuna dkk hasil uji 50 strain P. aeruginosa terhadap 12
agen antimikroba menunjukkan sangat resisten terhadap isolat Ceftazidime (CAZ) 43 (86%).
Resistensi yang lebih tinggi juga dicatat untuk Cefotaksim (CTX): 36 isolat (72%) dan Cefepime
(FEP): 21 isolat (42%), Ampisilin (AM): 21 isolat (42%), Ofloksasin (OFX): 17 isolat (34%). Di
sisi lain, ada resistensi yang relatif rendah terhadap isolat Kloramfenikol (C) 23; (46%), isolat
Ampisilin/Sulbaktam (SAM) 16; (32%), isolat Gentamycin (CN) 9; (18%), isolat Streptomisin
(S) 7; (14%) (Hassuna dkk., 2015). Meningkatnya angka resistensi antibiotik merupakan salah
satu penghambat utama dalam tercapainya hasil pengobatan yang sukses dan pengontrolan
terhadap patogenisitas mikroba. Karena kemungkinan beberapa resistensi dan efek samping dari
antimikroba sintetis, peningkatan perhatian telah diarahkan pada antimikroba alami berbahan
dasar tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang telah lama dipercaya memiliki aktivitas antibakteri
yang cukup baik terhadap berbagai macam bakteri ialah daun afrika (Vernonia amygdalina)
(Jiang dkk., 2011). Pemeriksaan secara in vitro pada V. amygdalina menunjukkan adanya
aktivitas antimikroba terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif, termasuk spesies
Staphylococcus, Proteus, Escherichia, Pseudomonas, Streptococcus, Klebsiella, dan Salmonella
(Yar’adua dkk., 2015). Aktivitas antibakteri in vitro dari ekstrak esensial yang diperoleh dari
daun tanaman daun afrika yang di ekstrak menunjukkan aktivitas antimikroba yang baik terhadap
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus (Udochukwu dkk., 2015).
Komponen dalam daun afrika yang dipercaya bertanggung jawab atas potensi antibakteri adalah
flavonoid, tannin, saponin and alkaloid (Paul dkk., 2018). Aktivitas antibakteri senyawa
flavonoid pada daun afrika bekerja dengan cara mendenaturasi protein, mengganggu permukaan
dan kebocoran sel bakteri. Flavonoid merupakan turunan senyawa fenol yang dapat berinteraksi
dengan sel bakteri dengan cara absorbsi yang dalam prosesnya melibatkan ikatan hidrogen.
Fenol membentuk kompleks protein dengan ikatan lemah. Ikatan tersebut akan segera terurai dan
diikuti oleh penetrasi fenol ke dalam sel, dan menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein.
Selain itu fenol dapat menghambat aktivitas enzim bakteri yang akan mengganggu metabolisme
bakteri tersebut (Gulfraz dkk., 2014). Aktivitas antimikroba tannin ditunjukkan dengan
mekanisme deprivasi substrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba, penghambatan
enzim ekstraseluler mikroba, penghambatan fosforilasi oksidatif, pembentukan kompleks ion
logam dengan membran sel bakteri yang menyebabkan perubahan morfologi dinding sel dan
meningkatkan permeabilitas membran mikroba. Bakteri patogen seperti E. coli, Salmonella,
Shigella, Staphylococcus, Pseudomonas dan Helicobacter pylori sensitif terhadap tanin (Huang
dkk., 2018). Mekanisme saponin sebagai antibakteri adalah mengurangi tegangan permukaan
dengan membentuk kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen, sehingga
meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan senyawa intraseluler keluar dari sel. Saponin
berdifusi melalui membran luar dan dinding sel, kemudian mengikat ke membran sitoplasma dan
mengurangi stabilitas dan menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari sel yang menyebabkan
kematian sel (Ngajowa dkk., 2013). Cara kerja antibakteri dari alkaloid memiliki mekanisme
yang berbeda dari setiap kelasnya. Alkaloid kelas intheindolizidine bekerja dengan menghambat
sintesis asam nukleat dengan menghambat enzim dihydrofolate reduktase. Alkaloid kelas
isoquinoline bertindak dengan mengganggu cincin-Z dan menghambat pembelahan sel (Cushnie
dkk., 2014). Uji in vitro yang menarik tentang aktivitas antibakteri V. amygdalina terhadap P.
aeruginosa dilakukan di Nigeria, di mana ekstrak V. amygdalina dinyatakan sebagai metode
difusi cakram dan dibandingkan dengan antibiotik standar. Aktivitas antibakteri dari tiga ekstrak
daun V. amygdalina menunjukkan bahwa ekstrak etanol lebih efektif, memiliki zona
penghambatan diameter rata-rata berkisar antara 9,0 mm hingga 24,0 pada konsentrasi yang
berbeda antara 6,25 mg - 50 mg. Ekstrak metanol menunjukkan tingkat aktivitas yang signifikan
dengan zona penghambatan diameter rata-rata berkisar antara 10,0 mm - 17,0 mm. Ekstrak air
daun V. amygdalina menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap isolat dengan zona
penghambatan diameter rata-rata antara 9,0 mm - 13,5 mm (Paul dkk., 2018). Penelitian ditahun
yang sama juga dilakukan oleh Evbuomwan dkk pada tahun 2018, Aktivitas antibakteri dari V.
amygdalina terhadap bakteri P. aeruginosa ditemukan bergantung pada sifat pelarut yang
digunakan ekstraksi dan konsentrasi ekstrak. Ekstrak etanol diamati memiliki lebih banyak
aktivitas

antibakteri dibandingkan dengan ekstrak air. Ini disebabkan oleh fakta bahwa daun yang
diekstraksi dengan etanol lebih banyak komponen bioaktif pada tanaman dibandingkan dengan
air. Zona penghambatan diproduksi oleh ekstrak etanol berkisar antara 11,0 ± 1.0 mm pada 50
mg / ml sampai 16.0 ± 5.0mm pada 200mg / ml. Zona hambat dalam ekstrak air berkisar antara
8,0 ± 2,0mm pada 25mg / ml sampai 12,5 ± 1,5 pada 200mg / ml. Konsentrasi hambat minimum
baik dari ekstrak etanol maupun ekstrak air terhadap P. aeruginosa adalah 50mg / ml
(Evbuomwan dkk., 2018).

KESIMPULAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri penyebab terbanyak infeksi


nasokomial dan perlu ditatalaksana dengan mengkonsumsi antibiotik. Penggunaan
antibiotik yang tidak rasional dan resistensi bawaan Pseudomonas aeruginosa
menimbulkan dampak berupa timbulnya resistensi terhadap sebagian besar antibiotik.
sehingga telah dilakukan beberapa penelitian yang bertujuan untuk mencari obat
alternatif pengganti antibiotik dari bahan alami seperti tanaman. Salah satu tanaman yang
memiliki efek antibiotik adalah daun afrika (Vernonia amygdalina)

DAFTAR PUSTAKA

Bassetti M, Vena A, Croxatto A, Righi E, Guery B. (2018). How to manage Pseudomonas


aeruginosa infections. Drugs Context. 7:212527. Biswal I, Arora BS, Kasana D, Neetushree.
(2014). Incidence of multidrug resistant pseudomonas aeruginosa isolated from burn
patients and environment of teaching institution. J Clin Diagn Res.8(5):DC26–29. Cushnie
T, Cushnie B, Lamb A. (2014). Alkaloids: An overview of their antibacterial, antibiotic-
enhancing and antivirulence activities. Int J Antimicrob Agents.44: 377–86. Evbuomwan L,
Chukwuka EP, Obazenu EI, Ilevbare L. (2018). Antibacterial activity of Vernonia

amygdalina leaf extracts against multidrug resistant bacterial isolates. J Appl Sci Environ
Manage. 22(1):17-21. Friedrich M, Cunha BA, Lessnau KD, Lazo KGG. (2017).
Pseudomonas aeruginosa Infections. Medscape [Online Journal] [diunduh 26 Oktober
2019]. Tersedia dari: https://emedicine.medscape.com/a rticle/226748-overview. Gulfraz M,
Imran M, Khadam S. (2014). A comparative study of antimicrobial and antioxidant
activities of garlic (Allium sativum L.) extracts in various localities in Pakistan. Afr J Plant
Sci.8:298- 306. Hassuna NA, Mohamed AHI, AboEleuoon SM, Rizk HAWA. (2015). High
prevalence of multidrug resistant Pseudomonas aeruginosa recovered from infected burn
wounds in children. iMedPub. 6(4):1. Huang Q, Liu X, Zhao G, Tianming H, Wang Y.
(2018). Potential and challenges of tannins as an alternative to in-feed antibiotics for farm
animal production. J Anim Physiol An N.4(2):137–50. Jawetz, Melnick, Adelberg. (2017).
Mikrobiologi kedokteran. Edisi ke27. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jiang Y,
Wua N, Fua Y-J, Wanga W, Luoa M, Zhaoa C-J, Dkk. (2011). Chemical composition and
antimicrobial activity of the essential oil of rosemary. Elsevier. 32(1):63-8. Kalaivani R,
Shashikala P, Devi CS, Prashanth KK, Saranathan R. (2013). Phenotypic assays for
detection of esbl and mbl producers among the clinical isolates of multidrug resistant
Pseudomonas aeruginosa from a tertiary care hospital. IJCRR.5(17). Ngajowa M,
Abidjulua J, Kamua VS. (2013). Pengaruh Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Matoa
(Pometia pinnata) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus secara In vitro. Jurnal Mipa
Unsrat Online.2(2):128-32. Okeke CU, Ezeabara CA, Okoronkwo OF, Udechukwu CD,
Uka CJ, Bibian O Aziagba. (2015). Determination of nutritional and phytochemical
compositions of two variants of bitter leaf (Vernonia amygdalina Del). J Hum Nutr Food
Sci.3(3):1065. Pachori P, Gothalwal R, Gandhi P. (2019). Emergence of antibiotic
resistance Pseudomonas aeruginosa in intensive care unit: A critical review. Genes
Dis.6(2):109-19. Paul TA, Taibat I, Kenneth EI, Haruna NI, Baba OV, Helma AR. (2018).
Phytochemical and antibacterial analysis of aqueous and alcoholic extracts of Vernonia
amygdalina (del.) leaf. World J Pharm.7(7):9- 17. Sanjaya IGANAP, Fatmawati NND,
Hendrayana MA. (2019). Prevalensi isolat klinis Pseudomonas aeruginosa yang memiliki
gen lasI dan lasR di rumah sakit umum pusat Sanglah Denpasar tahun 2013 – 2016. e-
jurnal medika udayana.8(6). Strateva TV, Yordanov D. (2009). Pseudomonas aeruginosa -
a phenomenon of bacterial resistance. J. Med. Microbiol.58(9):1133-48. Udochukwu U,
Omeje FI, Uloma IS, Oseiwe FD. (2015). Phytochemical analysis of Vernonia amygdalina
and Ocimum gratissimum extracts and their antibacterial activity on some drug resistant
bacteria. Am J Res.3(5). Yar’adua AI, Shuaibu L, Nasir A. (2015). Phytochemical and
Antibacterial Investigation of Leaf Extracts of Vernonia amygdalina. Br Microbiol Res
J.10(1):1-6. Zowalaty MEE, Thani AAA, Webster TJ, Zowalaty AEE, Schweizer HP,
Nasrallah GK, Dkk. (2015). Pseudomonas aeruginosa: Arsenal of resistance mechanisms,
decades of changing resistance profiles, and future antimicrobial therapies. Future
Microbiol.10(10):1683– 1706.

Penyembuh tradisional Afrika Selatan


Tabib tradisional Afrika Selatan adalah praktisi pengobatan tradisional Afrika di Afrika
Selatan . Mereka memenuhi peran sosial dan politik yang berbeda dalam komunitas,
termasuk ramalan , penyembuhan penyakit fisik, emosional dan spiritual ,
mengarahkan ritual kelahiran atau kematian, menemukan ternak yang hilang, melindungi
pejuang, menangkal sihir , dan menceritakan sejarah, kosmologi, dan mitos tradisi mereka. . Ada
dua jenis penyembuh tradisional dalam masyarakat Nguni , Sotho-Tswana , dan Tsonga di
Afrika Selatan: peramal ( sangoma ), dan dukun ( inyanga ). Tabib ini secara efektif
adalah dukun Afrika Selatan yang sangat dihormati dan dihormati dalam masyarakat di mana
penyakit dianggap disebabkan oleh sihir, polusi (kontak dengan benda atau kejadian yang tidak
murni) atau karena mengabaikan leluhur. [1] [2] Diperkirakan terdapat 200.000 penyembuh
tradisional di Afrika Selatan dibandingkan dengan 25.000 dokter terlatih dalam pengobatan bio-
medis. [3] Tabib tradisional dikonsultasikan oleh sekitar 60% populasi Afrika Selatan, biasanya
dalam hubungannya dengan layanan biomedis modern. [4]

Lima sangomas di KwaZulu-Natal

Untuk Inyanga, Rhodesia, lihat Nyanga, Zimbabwe .

Untuk keharmonisan antara yang hidup dan yang mati, yang penting untuk kehidupan yang
bebas masalah, tabib tradisional percaya bahwa nenek moyang harus dihormati melalui ritual dan
pengorbanan hewan. [5] Mereka melakukan ritual pemanggilan dengan membakar tanaman
seperti imphepho ( Helichrysum petiolare ), menari, bernyanyi, menyalurkan atau
bermain drum . Tabib tradisional sering kali memberikan muti kepada pasiennya — obat yang
terbuat dari tumbuhan, hewani, dan mineral — yang dijiwai dengan makna spiritual. Muti ini
seringkali memiliki simbolisme yang kuat; misalnya, lemak singa mungkin disiapkan untuk
anak-anak untuk meningkatkan keberanian. Ada obat-obatan untuk segala hal mulai dari
penyakit fisik dan mental, ketidakharmonisan sosial dan kesulitan spiritual hingga ramuan untuk
perlindungan, cinta dan keberuntungan.
Meskipun sangoma adalah istilah Zulu yang dalam bahasa sehari-hari digunakan untuk secara
umum menggambarkan semua jenis penyembuh tradisional Afrika Selatan, ada perbedaan antara
praktik: inyanga berkaitan terutama dengan obat-obatan yang terbuat dari tumbuhan dan hewan,
sedangkan sangoma terutama mengandalkan ramalan untuk tujuan penyembuhan. dan mungkin
juga dianggap sebagai tipe peramal . Di zaman
modern, kolonialisme , urbanisasi , apartheid dan transkulturasi telah mengaburkan perbedaan
antara keduanya dan tabib tradisional cenderung mempraktikkan kedua seni
tersebut. [4] [6] [7] [8] Penyembuh tradisional dapat berganti-ganti peran ini dengan
mendiagnosis penyakit umum, menjual dan mengeluarkan obat untuk keluhan medis, dan
meramal penyebab dan memberikan solusi untuk keluhan yang berpusat pada spiritual atau
sosial. [9]
Setiap budaya memiliki terminologi sendiri untuk tabib tradisional
mereka. Tabib tradisional Xhosa dikenal sebagai amaxwele (dukun)
atau amagqirha (peramal). [4] Ngaka dan selaoli masing-masing adalah istilah di Sotho
Utara dan Sotho Selatan , sedangkan di antara Venda mereka disebut mungome . [3] Suku
Tsonga menyebut penyembuh mereka sebagai n'anga atau mungoma . [10]
Keyakinan dan tradisi

Sebuah sangoma adalah seorang praktisi Ngoma, filosofi berdasarkan kepercayaan roh


leluhur ( Swazi : amadloti; Zulu : amadlozi; Sesotho : badimo; Xhosa : izinyanya) dan
praktek pengobatan tradisional Afrika , yang seringkali merupakan campuran tanaman obat dan
berbagai lemak atau kulit tubuh hewan. [11] [12] Sangomas melakukan penyembuhan holistik
dan simbolis dengan mengacu pada kepercayaan yang tertanam dari masyarakat Bantu di Afrika
Selatan , yang percaya bahwa nenek moyang di alam baka membimbing dan melindungi yang
hidup. [13] Sangomas dipanggil untuk menyembuhkan, dan melalui mereka diyakini bahwa
leluhur dari dunia roh dapat memberikan petunjuk dan nasihat untuk menyembuhkan penyakit,
ketidakharmonisan sosial dan kesulitan spiritual. [14] Tabib tradisional bekerja di gubuk
penyembuhan suci atau indumba , tempat mereka percaya nenek moyang mereka
tinggal. [15] Jika tidak ada 'indumba' fisik yang tersedia, miniatur tempat suci sementara yang
disebut imsamo dapat digunakan.
Sangomas percaya bahwa mereka dapat mengakses nasihat dan bimbingan dari nenek moyang
untuk pasien mereka melalui kerasukan roh oleh leluhur, atau perantara , melempar tulang, atau
dengan tafsir mimpi . [11] [16] Dalam keadaan kerasukan, sangoma membuat dirinya sendiri
kesurupan melalui gendang, tarian dan nyanyian, dan memungkinkan ego mereka untuk
menyingkir agar leluhur memiliki tubuhnya dan berkomunikasi langsung dengan pasien, atau
menari dengan sungguh-sungguh di luar kemampuan yang mereka nyatakan. [17] Sangoma akan
memberikan informasi spesifik tentang masalah pasien. Beberapa sangomas berbicara kepada
pasien mereka melalui percakapan normal, sementara yang lain berbicara dalam bahasa roh, atau
bahasa yang asing bagi pasien mereka, tetapi semua bahasa yang digunakan oleh sangoma adalah
bahasa asli Afrika Selatan tergantung pada leluhur tertentu yang dipanggil. Tidak semua
sangomas mengikuti ritual atau kepercayaan yang sama.
Roh leluhur dapat menjadi leluhur pribadi sangoma atau pasien atau mereka mungkin leluhur
umum yang terkait dengan wilayah geografis atau komunitas. [18] Dipercayai bahwa roh
memiliki kekuatan untuk campur tangan dalam kehidupan orang-orang yang bekerja untuk
menghubungkan sangoma dengan roh-roh yang bertindak untuk menyebabkan
penderitaan. [19] Misalnya, kepiting dapat dipanggil sebagai perantara antara dunia manusia dan
dunia roh karena kemampuannya untuk berpindah antara dunia darat dan laut. [20] Membantu
dan melukai roh diyakini menggunakan tubuh manusia sebagai medan pertempuran untuk
konflik mereka sendiri. Dengan menggunakan ngoma, sangoma yakin dapat menciptakan
harmoni antar roh yang dianggap dapat meringankan penderitaan pasien. [21]
Sangoma dapat membakar dupa (seperti imphepho ) atau mengorbankan hewan untuk
menyenangkan arwah leluhur. [22] Snuff juga digunakan untuk berkomunikasi dengan leluhur
melalui doa. [23]
Ramalan, diagnosis dan praktek penyembuhan
Sangoma melakukan ramalan dengan membaca tulang setelah dilempar

Tujuan sangoma dalam penyembuhan adalah untuk membangun hubungan yang seimbang dan
tidak berbahaya antara pasien yang menderita dan roh yang menyebabkan penyakit atau masalah
mereka. [24] Penyembuh menengahi antara pasien dan dunia orang mati untuk membuat ganti
rugi. [5] Ini umumnya dilakukan melalui ramalan (melempar tulang atau saluran leluhur), ritual
pemurnian, atau pengorbanan hewan untuk menenangkan roh melalui penebusan. [5] [16] [25]
Melempar tulang untuk mengakses nasehat leluhur adalah praktik alternatif dari ritual keras
milik leluhur yang melelahkan. Pada sesi khusus, pasien akan mengunjungi sangoma dan
sangoma harus menentukan apa penderitaannya atau alasan pasien datang kepada mereka untuk
meminta pertolongan. Sebelum melempar tulang; penyembuh harus terlebih dahulu menanyakan
nama dan nama belakang pasien; Penyembuh kemudian memanggil leluhur dengan nama,
dimulai dengan nama penggagasnya, kemudian nama leluhurnya kemudian diikuti dengan nama
leluhur pasien. Pasien atau peramal melempar tulang ke lantai, yang mungkin termasuk tulang
belakang hewan, kartu domino, dadu, koin, kerang dan batu, masing-masing dengan arti khusus
bagi kehidupan manusia. Misalnya tulang hyena menandakan pencuri dan akan memberikan
informasi tentang benda yang dicuri. Sangoma atau pasien melempar tulang tetapi nenek moyang
mengontrol bagaimana mereka berbohong. Sangoma kemudian menafsirkan metafora ini dalam
kaitannya dengan penderitaan pasien, apa yang dibutuhkan oleh nenek moyang pasien, dan
bagaimana menyelesaikan ketidakharmonisan tersebut. [26] Dengan cara yang sama, sangoma
akan menafsirkan metafora yang hadir dalam mimpi, baik itu sendiri maupun
pasiennya. [27] [28]

Ketika peramal sampai pada pemahaman yang dapat diterima tentang masalah dan pasien setuju,
peramal kemudian perlu melempar tulang lagi untuk bertanya kepada leluhur apakah dia dapat
membantu pasien. Bergantung pada umpan balik dari tulang, dia akan menginstruksikan pasien
tentang pengobatan yang mungkin termasuk penggunaan ngoma, rujukan ke dukun, inyanga
(jika sangoma tidak memiliki pengetahuan sendiri), atau merekomendasikan pengobatan Barat
rejimen. [2
Obat dan muti

Menyiapkan dan mengeringkan mutis yang baru dipetik

Obat kuratif spiritual yang diresepkan oleh dukun tradisional disebut muti . Mereka dapat


digunakan dalam penyembuhan seperti yang dibenarkan menurut pendapat ahli herbal atau
inyanga. Muti adalah istilah yang berasal dari kata Zulu untuk pohon. Obat tradisional Afrika
banyak menggunakan produk tumbuhan tetapi obat yang diresepkan oleh inyanga mungkin juga
termasuk formulasi lain yang komposisinya zoologi atau mineral. Pengobatan tradisional
menggunakan sekitar 3.000 dari 30.000 spesies tumbuhan tingkat tinggi di Afrika
Selatan. [30] Lebih dari 300 spesies tanaman telah diidentifikasi memiliki efek penyembuhan
psikoaktif pada sistem saraf, banyak yang perlu studi budaya dan ilmiah lebih
lanjut [31] Di Afrika bahasa Inggris Selatan dan Afrikaans , kata muti kadang-kadang digunakan
sebagai istilah slang untuk pengobatan secara umum. [32]
Mutis dipersiapkan, dan tergantung dari penderitaannya, sejumlah amalan penyucian dapat
dilakukan Puasa Ukuzila salah satu hal terpenting yang harus dilakukan dalam mempersiapkan
muti dan penyembuhan. Praktik-praktik ini termasuk mandi, muntah, mengukus, menelan
melalui hidung, enema , dan pemotongan: [25]
1. Mandi - Campuran herbal ditambahkan ke air mandi untuk memurnikan pasien
2. Muntah ( phalaza ) - Volume besar (hingga + -2 liter) dari infus herbal yang lemah dan
suam-suam kuku diminum dan proses muntah yang diinduksi sendiri terjadi untuk
membersihkan dan mengencangkan sistem.
3. Mengukus ( futha ) - Tanaman obat biasanya dihirup dengan cara dikukus dalam ember
berisi air mendidih. Selimut digunakan untuk menutupi pasien dan wadah. Batu panas atau
kompor portabel mungkin disertakan untuk menjaga ember tetap mendidih. Pasien duduk di
bawah selimut atau plastik (sebaiknya) karena selimut dapat menyerap panas dan uap tidak
berputar dengan baik, menghirup uap herbal dan keringat.
4. Hidung - Berbagai tanaman dapat dikeringkan dan dijadikan bubuk sebagai
tembakau. Beberapa diambil untuk memicu bersin yang mungkin secara tradisional dipercaya
membantu pengusiran penyakit. Yang lain diambil untuk kondisi umum seperti sakit kepala.
5. Enema - Infus dan beberapa ramuan biasanya diberikan sebagai enema. Enema adalah
cara pemberian ekstrak tumbuhan tertentu yang disukai, karena diyakini lebih efektif bila
diberikan dengan cara ini.
6. Stek ( ukugcaba ) - Ekstrak atau bubuk dioleskan langsung ke potongan kecil yang dibuat
dengan silet di kulit pasien.

Seorang inyanga / Sangoma yang berpengalaman biasanya akan mencari bimbingan dari arwah
leluhur sebelum memulai untuk mencari dan mengumpulkan muti dan Anda juga dapat pergi ke
dukun untuk meminta tanaman / ramuan tertentu yang Anda butuhkan. Penyembuh, melalui
mimpi atau saat berdoa, percaya bahwa mereka dinasehati pada saat-saat yang menguntungkan
untuk mengumpulkan tanaman. Dalam beberapa kasus, simbol dan mimpi juga ditafsirkan untuk
menentukan tanaman tertentu yang akan dikumpulkan untuk pasien tertentu dan di mana
tanaman ini berada, tidak dalam semua kasus karena sebagian besar penyembuh tradisional
menyimpan ramuan mereka di gubuk mereka ( eNdumbeni ). Tabib tersebut melengkapi nasihat
yang dirasakan dari roh leluhur dengan pengetahuan, pelatihan dan pengalaman mereka sendiri
Thwasa dan inisiasi

Seorang inisiat ( ithwasa ) sedang digiring menuju kambing yang akan dikorbankan saat inisiasi
menjadi sangoma.

Baik pria maupun wanita bisa menjadi dukun. Sangoma diyakini "dipanggil" untuk
menyembuhkan melalui penyakit inisiasi; Gejalanya meliputi psikosis , sakit kepala , sakit perut
tak tertahankan, bahu, keluhan leher, napas pendek, kaki bengkak dan masalah pinggang atau
penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan metode konvensional. [34] Masalah-masalah ini
bersama-sama harus dilihat oleh sangoma sebagai thwasa atau panggilan leluhur. Sangomas
percaya bahwa kegagalan menanggapi panggilan akan mengakibatkan penyakit lebih lanjut
sampai orang tersebut menyerah dan pergi untuk dilatih. [35] Kata thwasa berasal
dari thwasa yang berarti 'cahaya bulan baru' atau dari ku mu thwasisa yang berarti 'dituntun ke
cahaya'. [36]
Seorang trainee sangoma (atau ithwasane ) berlatih secara resmi di bawah sangoma lain untuk
jangka waktu antara beberapa bulan dan tahun. Pelatihan tersebut meliputi pembelajaran
kerendahan hati kepada leluhur, pemurnian melalui pengukusan, pencucian darah hewan kurban,
dan penggunaan muti , obat-obatan yang memiliki makna spiritual. [37] [38] Ithwasa mungkin
tidak bertemu keluarga mereka selama pelatihan dan harus menjauhkan diri dari kontak seksual
dan sering hidup dalam kondisi yang keras dan ketat. [37] Ini adalah bagian dari proses
pembersihan untuk mempersiapkan penyembuh untuk karya dedikasi seumur hidup untuk
penyembuhan dan pengalaman pelatihan yang intens cenderung untuk mendapatkan tempat yang
mengakar dalam dalam ingatan sangoma. [37]
Selama masa pelatihan, ithwasa akan membagikan penyakit mereka dalam bentuk nyanyian dan
tarian, sebuah proses yang dipupuk oleh analisis mimpi, kecemasan, dan dengan doa. Ceritanya
berkembang menjadi sebuah lagu yang menjadi bagian besar dari upacara jenis kelulusan yang
menandai akhir dari pelatihan ukuthwasa. [39] Pada saat pelatihan, dan untuk kelulusan,
ritual pengorbanan hewan dilakukan (biasanya ayam dan kambing atau sapi). [40]
Pada akhir ukuthwasa dan pada saat inisiasi pagi hari kambing yang akan disembelih harus
betina, itu untuk Umguni , yang kedua akan disembelih keesokan harinya setelah ayam yang
dikurbankan di sungai Abamdzawo . Semua pengorbanan ini untuk memanggil leluhur dan
menenangkan mereka. Komunitas lokal, teman dan keluarga diundang ke inisiasi untuk
menyaksikan dan merayakan selesainya pelatihan. Ithwasane juga diuji oleh sangomas sesepuh
setempat untuk menentukan apakah mereka memiliki keterampilan dan wawasan yang
diperlukan untuk menyembuhkan. Tes inisiasi klimaks adalah untuk memastikan ithwasa
memiliki kemampuan untuk "melihat" hal-hal yang tersembunyi dari pandangan. Hal ini ditandai
dan dibuktikan ketika sangoma lain menyembunyikan benda-benda suci ithwasa, termasuk
kantung empedu kambing yang dikorbankan dan di depan masyarakat harus memanggil
leluhurnya, menemukan benda-benda yang tersembunyi, termasuk kulitnya.
kambing, Umgamase , pakaian leluhur dan mengembalikan mereka ke sangoma yang
menyembunyikan mereka, dengan demikian membuktikan bahwa mereka memiliki kemampuan
untuk "melihat" melampaui dunia fisik. Praktik pos juga dilakukan pada malam hari setelah
melepas semua pakaian adat yang telah Anda kenakan sepanjang hari, mereka
menyembunyikannya untuk itu untuk mencarinya kembali. Upacara wisuda memakan waktu 3
hari dari hari jumat sampai minggu, dini hari petugas harus menyapu seluruh pekarangan,
mencuci pakaian dan juga mandi di sungai, harus pulang saat sudah kering. 
Sejarah dan latar belakang

Kata Zulu dengan awalan isangoma ( jamak izangoma ), alternatif lain juga dieja


sebagai umngoma ( jamak . Abangoma ), sa ngoma berarti 'melakukan ngoma dan i sa
ngoma berarti "mereka yang ngoma ", jadi sangoma atau isangoma merujuk secara khusus
kepada praktisi praktek ngoma .
Sangoma / N'anga di Johannesburg, Afrika Selatan, melakukan pembaptisan tradisional untuk
melindungi jiwa bayi

Istilah sangoma sering digunakan dalam bahasa sehari-hari di Afrika Selatan untuk profesi yang
setara dalam budaya Bantu lainnya di Afrika Selatan . [3] Bentuk ritual ngoma dipraktikkan di
seluruh Afrika bagian selatan dan tenggara di negara-negara seperti Afrika
Selatan , Eswatini , Zimbabwe , Mozambik , Lesotho , Kenya , dan Botswana . Di lebih banyak
wilayah utara praktik umumnya lebih beragam dan kurang terorganisir dibandingkan praktik
selatan. [43] Di antara Kongo , praktik tersebut disebut loka atau lebih negatifnya doga , sebuah
istilah yang berarti sihir. [44]
Ngoma diyakini datang ke Afrika selatan selama migrasi Bantu barat yang dimulai sekitar 2000
SM dan selanjutnya dipengaruhi oleh migrasi Bantu timur yang terjadi hingga 500
Masehi. [44] Praktik tersebut telah berkembang seiring dengan masalah sosial
penggunanya. Dalam bentuk pra-kolonial, nyanyian ngoma berhubungan dengan
perburuan. Seiring waktu, sistem diadaptasi untuk memasukkan pengenalan senjata, dan
kemudian perjuangan ras dan kelas para praktisi di bawah pemerintahan kolonial. [44] Di
Zimbabwe, pengalaman perang saudara menyebabkan kebangkitan praktik ngoma dengan
penekanan baru pada semangat para korban perang. Layanan tersebut memungkinkan sangoma
untuk membantu orang-orang mengatasi tindakan kekerasan mereka sendiri serta mereka yang
telah menjadi korban. [45] Contohnya adalah Tsonga yang percaya bahwa salah satu roh alien
utama yang dapat memberikan kekuatan clairvoyance dan kemampuan untuk
mendeteksi sihir adalah Roh Ndau. [46] Roh Ndau merasuki keturunan tentara Gaza yang telah
membunuh Ndau dan mengambil istri mereka. [46] Setelah roh Ndau telah diubah dari kekuatan
yang bermusuhan menjadi kekuatan yang baik, roh-roh tersebut memberikan kekuatan ramalan
dan penyembuhan pada n'angna. [10]
Selain itu, ngoma telah diadaptasi oleh banyak orang untuk memasukkan kepercayaan Kristen
dan Muslim.
Hubungan dengan kedokteran bio-medis

Inyanga di ndumba, gubuk suci yang digunakan untuk penyembuhan. Di belakangnya ada mutis ,
obat yang disimpan dalam wadah

Sektor kesehatan formal terus menunjukkan minat pada peran sangomas dan kemanjuran
pengobatan herbal mereka. Ahli botani dan ilmuwan farmasi terus mempelajari ramuan obat
tradisional yang digunakan oleh sangomas. [30] Kontribusi terkenal untuk pengobatan dunia dari
pengobatan herbal Afrika Selatan termasuk lidah buaya , buchu , dan cakar setan . [67] Spesialis
kesehatan masyarakat sekarang menggunakan sangomas dalam perang, tidak hanya melawan
penyebaran HIV / AIDS , tetapi juga diare dan pneumonia , yang merupakan penyebab utama
kematian di daerah pedesaan, terutama pada anak-anak. [6] [68] Dalam dekade terakhir, peran
penyembuh tradisional menjadi penting dalam memerangi dampak HIV dan mengobati orang
yang terinfeksi virus sebelum mereka mencapai titik di mana mereka memerlukan (atau dapat
memperoleh) obat anti-retroviral . [69] Namun, tidak ada obat tradisional di Afrika Selatan yang
secara klinis terbukti efektif dalam pengobatan HIV / AIDS. [70] Kesimpulan dari review
oleh UNAIDS pada bulan September 2000, mengenai kerjasama dengan penyembuh tradisional
dalam pencegahan dan perawatan HIV / AIDS, menemukan bahwa sistem kepercayaan modern
dan tradisional bukannya tidak kompatibel, tetapi saling melengkapi. [71]
Sementara bagi banyak orang mereka memberikan penyembuhan yang dibutuhkan, ada beberapa
penyebab yang mengkhawatirkan. Charlatans yang belum menjalani thwasa mengenakan harga
selangit untuk layanan penipuan, dan tidak semua negara di Afrika selatan memiliki badan
pengatur yang efektif untuk mencegah praktik ini. Beberapa sangoma telah diketahui
menyalahgunakan kekuatan karismatik yang mereka miliki atas pasien mereka dengan
melakukan penyerangan seksual terhadap mereka, kadang-kadang didandani sebagai
ritual. Penggunaan pisau cukur yang sama secara berulang untuk membuat sayatan
bagi muti membawa risiko penularan HIV di daerah yang banyak penyakitnya. Dokter gaya
Barat telah melihat sejumlah kasus pasien dengan masalah pencernaan yang serius melalui
penggunaan muti, terutama dalam bentuk enema, dan telah menciptakan ungkapan "ritual enema
yang diinduksi kolitis" untuk menggambarkan fenomena tersebut.

 REFERENSI
Campbell, Susan Schuster (1998). Dipanggil untuk Menyembuhkan . Halfway House: Zebra
Press. ISBN 978-1-86872-240-2 .
 Cumes, David (2004). Afrika di tulangku . Claremont: Buku Afrika Baru. ISBN 978-
0-86486-556-4 .
 Foster, G .; Anderson, B. (1978). "Bab 6 & 7". Antropologi Medis . New York: John
Wiley & Sons.
 Janzen, John M (1992). Ngoma: Wacana Penyembuhan di Afrika Tengah dan
Selatan . University of California Press. ISBN 978-0-520-07265-7 .
 Janzen, John M (1995). "Presentasi Diri dan Struktur Budaya Umum dalam Ritual
Ngoma Afrika Selatan"  . Jurnal Agama di Afrika . Brill. 25 (2): 141–162. doi : 10.1163 /
157006695X00173  . S2CID 141044983  .
 Kale, R. (1995). "Tabib tradisional di Afrika Selatan: sistem perawatan kesehatan
paralel" . Jurnal Kedokteran Inggris . 310  (6988): 1182–1185. doi  : 10.1136 /
bmj.310.6988.1182 . PMC 2549561 . PMID 7767156 .
 King, Rachel (2010). "Kolaborasi dengan tabib tradisional dalam pencegahan dan
perawatan HIV / AIDS di Afrika sub-Sahara - Sebuah tinjauan
pustaka" (PDF)  . UNAIDS  . Diakses  16 August  2012 .
 Liebhammer, Nessa (2007). Dungamanzi (Air Pengaduk) . Johannesburg: WITS
University Press. ISBN 978-1-86814-449-5 .
 Loudon, JB (1976). "Beberapa aspek pengobatan di kalangan Zulu" . Antropologi
Sosial dan Kedokteran  . London: Pers Akademik. ISBN 978-0-12-456350-6 .
 Richter, Marlise (2003). "Pengobatan Tradisional dan Penyembuh Tradisional di
Afrika Selatan"  (PDF) . Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 4 Maret 2016 . Diakses  16
August 2012  .
 Tate, P. (2003). The Doctor's Communication Handbook (edisi ke-4th). Oxford: OUP.
 Truter, Ilse (September 2007). "Penyembuh Tradisional Afrika: Keyakinan budaya
dan agama terjalin secara holistik" . Jurnal Farmasi Afrika Selatan . 74 (8).
 van Wyk, Ben-Erik; van Oudtshoorn, Bosch; Gericke, Nigel (1999). Tanaman Obat
Afrika Selatan . Pretoria: Briza Publications. ISBN 978-1-875093-37-3 .
 "WHO meluncurkan strategi global pertama pada pengobatan tradisional dan
alternatif" . Organisasi Kesehatan Dunia. 16 Mei 2002 . Diakses  16 August  2012 .

PERBEDAAN ANTARA PENGOBATAN TRADISIONAL DAN MODERN

Perbedaan pengobatan tradisional dan pengobatan modern - Ini adalah topik yang memiliki
banyak sisi yang berbeda untuk kesesuaian mencari satu gaya pengobatan dibandingkan dengan
pengobatan yang lain. Kebanyakan orang akan mencari dokter atau ahli terapis pengobatan
tradisional sesuai dengan keyakinan dalam mengobati penyakitnya.
 
Anda mau memilih metode pengobatan modern atau metode pengobatan tradisional, Itu terserah
pada pilihan dari penderita yang paling penting anda bisa mendapatkan metode pengobatan yang
anda sukai dan di percayai bisa menyembuhkan penyakit yang anda derita.
PERBEDAAN METODE PENGOBATAN TRADISIONAL DENGAN MODERN
Metode pengobatan modeen berdasarkan pada pengetahuan, bukti klinis dan pengkajian ilmiah
yang mendalam, sedangkan Metode pengobatan tradisional berdasarkan pada kebiasaan turun
temurun yang telah ada lebih lama dari pada pengobatan modern dan mereka adalah bagian
penting dari sejarah. Harus diingat bahwa setiap kategori perawatan kesehatan memiliki
keunggulan masing-masing dan keterbatasan tertentu dan tidak ada satu jenis pengobatan pun
memiliki semua jawaban terhadap semua penyakit.
 
Perbedaan yang paling mendasar antara pengobatan modern dan pengobatan tradisional terletak
pada cara mereka mengobati dan memahami suatu penyakit. Pengobatan medis memandang
penyakit hanya sebagai suatu  kondisi biologis yang ditandai dengan kelainan pada fungsi atau
struktur organ-organ tertentu atau seluruh sistem organ. Sedangkan pengobatan alternative atau
pengobatan tradisional menganggap penyakit lebih dari itu selain biologis mereka juga
melibatkan aspek spiritual, psikologis dan sosial tertentu dari orang yang terkena. Ini yang
kadang-kadang sering diabaikan oleh pengobatan modern.
 
 
 
Metode Pengobatan Tradisional
 
Pengobatan tradisional adalah metode pengobatan yang digunakan dalam berbagai masyarakat
sejak jaman dahulu yang diturunkan dan dikembangkan secara bertahap dari generasi
kegenarasi berdasarkan tingkat pemahaman manusia terhadap pengetahuan dari masa ke masa.
Pengobatan tradisional atau obat tradisional juga kadang-kadang disebut sebagai obat rakyat,
obat herbal dan sebagainya. Praktek yang paling umum dari obat tradisional termasuk
pengobatan tradisional Afrika, akupunktur, pengobatan tradisional Korea, pengobatan
tradisional Cina, pengobatan Islam, obat Siddha, Ayurveda dan jamu.
 
Sebagian wilayah tertentu di dunia, terutama di Afrika dan Asia di mana 80 persen dari
penduduk masih mengandalkan praktik pengobatan tradisional untuk sebagian besar kebutuhan
kesehatan primer mereka. Obat tradisional juga digunakan dalam peradaban Barat, tetapi
kadang-kadang dapat menyebabkan bahaya kesehatan tertentu jika tidak digunakan dengan
tepat.
Sejarah pengobatan tradisional
 
Dipercaya Obat herbal pertama kali ada pada zaman Sumeria kuno, peradaban pertama yang
dijelaskan menggunakan obat dari berbagai macam tanaman. Mesir Kuno juga merupakan
salah satu peradaban besar lain yang banyak mengandalkan obat herbal untuk berbagai
keperluan. Budidaya dan penggunaan tumbuh-tumbuhan tertentu bahkan disebutkan dalam
Alkitab. Bukti rekaman pertama dari Ayurveda kembali ke milenium pertama SM sama seperti
buku herbal Cina tertua yang ditambah dan  terus diperbaiki sepanjang zaman.
 
Yunani dan Romawi mempunyai pengaruh yang besar pada Hellenic, Ayurvedic dan obat
tradisional spanyol. Mereka juga tulang punggung dari semua pengetahuan ahli botani Muslim
dan dokter Islam. kemudian pengobatan tradisional amerika secara langsung dipengaruhi oleh
teks-teks tertentu dari Jerman dan Belanda yang dikembangkan selama abad ke-16.
Metode Pengobatan modern
 
Pengobatan moderen merupakan cara-cara pengobatan yang dilakukan berdasarkan penelitian
ilmiah dan berdasarkan pengetahuan dari berbagai aspek. biasanya pengobatan medis
menggunakan beberapa terapan disiplin ilmu pengetahuan dalam mengobati sebuah penyakit,
cara pemeriksaan dan diagnose penyakit pun lebih akurat daripada pengobatan tradisional.
 
Selain itu obat yang gunakan dalam pengobatan medis semuanya merupakan hasil uji klinis
yang mendalam dan memiliki fungsi yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Pengobatan modern
memiliki sebuah prosedur yang sesuai dan terus di tingkatkan seiring dengan kemajuan
teknologi.
 
Saat ini, obat modern memiliki jawaban untuk mendeteksi dan mengobati sejumlah besar dari
berbagai kondisi medis, terutama yang di picu oleh bakteri, virus dan jenis lain dari penyebab
infeksi atau penyakit. Banyak penyakit yang dulunya tidak dapat disembuhkan dan berakhir
pada kematian tetapi sekarang mudah  untuk disembuhkan antara lain batuk rejan, difteri,
cacar, dan penyakit lainnya.
Kenapa masih banyak orang percaya pengobatan tradisional?
 
Pengobatan modern biasanya cenderung mengabaikan aspek-aspek spiritual, social dan
keyakinan seseorang. Ini semacam ketidakpuasan menyebabkan peningkatan yang signifikan
jumlah orang yang masih mengandalkan pengobatan tradisional untuk mengatasi masalah
kesehatan mereka. Semua ini terjadi meskipun fakta bahwa tidak ada bukti ilmiah terhadap
metode pengobatan tradisional yang dapat memberikan hasil yang memuaskan. kepercayaan
dan keyakinan merupakan sebuah faktor penting dalam pengobatan.
 
Ada sejumlah besar orang yang menderita kekurangan dimensi spiritual dalam kehidupan
mereka. Mereka tidak dapat terhubung ke beberapa makna yang lebih besar dan itu adalah
salah satu alasan utama mengapa mereka sering mengandalkan praktisi pengobatan tradisional
yang dapat mengurus semua dimensi yang berbeda dari kehidupan mereka. Orang-orang ini
percaya pada fakta bahwa kesehatan dan keseluruhan seseorang tidak hanya mengandalkan
pada kesuksesan menghilangkan beberapa penyakit di dalam tubuh manusia.
Baca Juga Cara Pengobatan Kanker dalam Dunia medis
 
Peran masing-masing praktisi pengobatan tradisional dipengaruhi oleh tiga faktor yang
berbeda. Faktor-faktor tersebut meliputi kepercayaan dari masyarakat sekitar, keberhasilan
tindakan praktisi dan keyakinan spiritual dan budaya masyarakat itu sendiri. Ketika jenis
pengobatan tradisional bertolak belakang oleh budaya tertentu dari masyarakat. mungkin
metode pengobatan yang dilakukan hanya bertahan sementara. Tidak semua unsur budaya
tertentu berhasil diintegrasikan ke dalam sistem, dan sering mengandung banyak kontradiksi.
 
Dari semua perbedaan antara metode pengobatan moderen dan pengobatan tradisional, namun
ada satu persamaan antara keduanya yaitu sama-sama bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan yang menderita suatu penyakit. jadi silakan pilih yang mana anda suka dan anda
percayai pengobatan tradisional atau pengobatan modern atau mungkin anda ingin
mengkombinasikan keduanya itu semua tergantung pada kepercayaan masing-masing individu.
https://www.primamedika.com/id/kegiatan-berita-prima-medika/perbedaan-antara-pengobatan-
tradisional-dan-modern

ABSTRAK
Latar Belakang:

Sistem kesehatan adalah upaya tindakan dengan tujuan utamanya adalah mempromosikan,
memulihkan atau menjaga kesehatan seseorang. Lebih dari 8 juta orang pertahun di negara
berkembang dan negara miskin, meninggal akibat kondisi yang pada dasarnya dapat dicegah
dengan sistem kesehatan. Sebesar 60% kematian akibat dari kondisi yang dapat dicegah oleh
perawatan ksehatan. Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sistem
kesehatan yang ada di lima Negara Berkembang yaitu China, India, Ghana, Mexico, Afrika
Selatan dan lima Negara Maju yaitu Australia, Kanada, New Zealand, United Kingdom dan
United States. Adapun variabel yang dibandingkan adalah dari segi Pelayanan Kesehatan, Akses,
Pembiayaan Kesehatan, Komunikasi dokter dan Pasien, Pencegahan dan Promosi Kesehatan.
Metode: Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Literatur Review. Hasil dan
pembahasan: Ada perbedaan menonjol antara sistem kesehatan di negara maju dan negara
berkembang. Permasalahan pelayanan kesehatan primer di negara berkembang adalah lambatnya
proses pelayanan kesehatan. Di negara berkembang pemanfaatan akses terhambat dikarenakan
jauhnya jarak tempuh, belum optimalnya pemanfaatan akses, dan penggunaan akses sesuai
regulasi yang masih belum optimal oleh petugas, sementara di negara maju permasalahan yang
terjadi adalah sulitnya mendapat perjanjian dengan dokter terutama setelah jam kerja
dikarenakan kesibukan yang padat. Upaya pencegahan dan promosi kesehatan di negara maju
sudah lebih baik dilakukan dibandingkan negara berkembang yang lebih ke kuratif daripada
preventif. Kesimpulan: Memang terdapat kesenjangan atau gap yang cukup besar tentang sistem
kesehatan di negara maju dan berkembang. Untuk mengatasi kesenjangan ini, program kesehatan
dunia dalam development sustainable goals, harus lah mendapatkan dukungan penuh dari seluruh
negara, untuk menciptakan sistem kesehatan yang mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan
tanpa adanya kesenjangan. Kata kunci: Sistem Kesehatan, Perbandingan negara maju dan
berkembang PENDAHULUAN Menurut WHO, definisi sistem kesehatan adalah semua unsur
yang terdiri dari organisasi, orang dan tindakan yang tujuan utamanya adalah untuk
mempromosikan, memulihkan, atau menjaga kesehatan seseorang. 1 Sistem kesehatan

haruslah menjadi sebuah kekuatan untuk memperjuangkan keadilan sosial, good governance, dan
dampak sosial yang lebih positif dalam suatu populasi. Namun penting untuk diketahui bahwa
sistem kesehatan telah berkembang dalam konteks yang lebih luas termasuk dalam norma dan
harapan publik yang cukup tinggi. 3 Negara-negara dengan pendapatan rendah dan berkembang
umumya memiliki hasil yang buruk dalam segi sistem kesehatan, meskipun banyak upaya dalam
rangka peningkatan penggunaan perawatan kesehatan. Lebih dari 8 juta orang pertahun di negara
berkembang dan negara miskin, meninggal akibat kondisi yang pada dasarnya dapat dicegah
dengan sistem kesehatan. Pada tahun 2015 saja, kematian tersebut mengakibatkan kerugian
secara ekonomi sebesar 6 triliun US Dolar. 60% kematian akibat dari kondisi yang dapat dicegah
oleh perawatan kesehatan adalah akibat dari perawatan yang berkualitas buruk, sedangkan
sisanya karena tidak memanfaatkan sistem kesehatan yang ada. 2 Berbeda dengan negara
berkembang, ada kesenjangan yang cukup besar dengan sistem kesehatan yang ada di negara
maju. Penelitian menunjukkan bahwa, di negara maju 47% responden setuju jika sistem
kesehatan mereka bekerja cukup baik. Negara yang terendah adalah Amerika serikat 24% dan
yang tertinggi adalah UK 61%. 4 Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kinerja sistem
kesehatan di beberapa negara telah mengalami kemajuan. Namun harapan dari masyarakat terus
berkembang untuk menghasilkan kinerja sistem kesehatan yang lebih baik dan nilai sosial yang
lebih besar. 2 Artikel ini akan mencoba membandingkan perbedaan sistem kesehatan di negara
maju dan berkembang. Tentu jika berbicara tentang sistem kesehatan, banyak sekali aspek yang
terlibat. Namun fokus artikel ini adalah untuk membandingkan dari segi pelayanan kesehatan
primer, akses kesehatan, pembiayaan kesehatan, komunikasi antara petugas kesehatan dengan
pasien, serta pencegahan dan promosi kesehatan yang ada di negara maju dan berkembang.
Kelima aspek ini dinilai cukup menggambarkan kualitas sistem kesehatan keseluruhan.
METODE Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Literature Review. Sumber
datanya adalah artikel di dalam jurnal yang diunduh dari EBSCOhost, Science Direct, Lancet,
ProQuest, Gale, E-perpusnas, Pubmed, Google scholar dan Wiley Online Library. Penelitian ini
membandingkan sistem kesehatan yang ada di lima Negara Berkembang yaitu China, India,
Ghana, Mexico, Afrika Selatan dan lima Negara Maju yaitu Australia, Kanada, New Zealand,
United Kingdom dan United States. Adapun variabel yang dibandingkan adalah dari segi
Pelayanan Kesehatan, Akses, Pembiayaan Kesehatan, Komunikasi dokter dan Pasien,
Pencegahan dan Promosi Kesehatan.
Akses Kesehatan di Negara Maju dan Berkembang Dari hasil penelitian Alshamsan dkk 2017,
menunjukkan bahwa 90% masyarakat di lima negara berkembang menerima perawatan saat
dibutuhkan. Tetapi, di Negara China paling sedikit masyarakat yang mendapat perawatan
kesehatan saat dibutuhkan pada poulasi. Alasan utama masyarakat adalah biaya untuk menuju
akses sebagai penghalang utama, dengan negara terendah adalah Afrika Selataan dan Rusia
(kurang dari 2%) dan negara lain India (35%), Meksiko (40%) dan Ghana 47%. Jumlah
kunjungan rawat jalan dalam 1 tahun paling sedikit adalah Ghana (1,7 kunjungan) dan Paling
tinggi Afrika Selatan (3,1 Kunjungan). 11 Masyarakat India sebesar 37% melaporkan bahwa
rata-rata mereka harus mencapai lebih dari satu jam untuk mencapai Rumah Sakit12 , sedangkan
hanya 5% dan 7% dari responden Rusia dan Cina yang melaporakan mereka lebih dari satu jam
untuk mencapai Rumah Sakit11 . Pemanfaatan pusat layanan primer juga rendah di Negara
China. Dimana, kualitas perwatan yang buruk dan kurangnya kepercayaan pada lembaga
perawatan primer adalah alasan yang paling umum bagi masyarakatnya untuk melewatkan
mendatangi pusat layanan primer dan lebih memilih langsung pergi ke Rumah sakit13 . Selain
itu ada penelitian yang menyebutkan bahwa, penyedia layanan kesehatan juga tidak
menggunakan akses kesehatan sebagaimana mestinya. Kegagalan tersebut akibat dari tidak
mematuhi regulasi dan pedoman klinis yang telah di buat. Di Uttar Pradash India, bidan di
fasilitas kesehatan hanya melakukan 40% dari item pemeriksaan persalinan yang aman sesuai
standard WHO14 . Sementara pada Negara Maju, permasalah akses terletak pada lamanya
mendapatkan perjanjian ketika akan berkunjung dengan lebih sedikit waktu menunggu pada
Australia dan Selendia Baru. Kesulitan lain adalah dalam mendapatkan perawatan pada malam
hari, akhir pekan atau saat liburan. Meskipun sebagian besar responden di Australia dan di
Kanada juga mengatakan bahwa akses mendapat perawatan setelah jam kerja lebih sulit. Bahkan
di Selendia Baru dimana tingkat mendapat kesulitan akses paling rendah, juga menganggap
akses setelah jam kerja sebagai hal yang sulit.15 Saluran bantuan telepon adalah sumber
potensial untuk akses perawatan primer setelah jam kerja. Di Britania Raya, Amerika, rumah
sakit mengoperasikan telepon duapuluh empat jam untuk mendapatkan saran perawatan dan
layanan informasi. Pada negara maju, pengguna bantuan telepon untuk mencapai akses
kesehatan pada dua tahun terakhir, lebih sering digunakan di Kanada dan Inggris, diikuti oleh
Amerika Serikat. 15 Pembiayaan Kesehatan di Negara Maju dan Berkembang Pada tahun 2010,
sekitar 808 juta orang (11-7% dari populasi dunia) mengalami pegeluaran kesehatan katastropik,
atau melebihi 10% dari konsumsi rumah tangga. Peningkatan katastropik meningkat 2 persen
sejak tahun 2000 dan dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran kesehatan per
kapita. Hampir 100 juta orang terdesak ke dalam kemiskinan yang ekstrem setiap tahun karena
pengeluaran yang tidak terduga terutama untuk kesehatan. Untuk Rumah tangga uang lebih
miskin, pembayaran di luar dugaan ini sering berarti memilih antara membayar untuk kesehatan
dan membayar kebutuhan lain seperti makanan atau sewa rumah, memperkuat kemampuan
bertahan hidup sehari-hari mereka dan mempengaruhi kesejahteraan fisik, social dan ekonomi
mereka.16 Universal Health Coverage (UHC) dapat menjadi titik awal untuk dapat
meningkatkan kualitas sistem kesehatan. Peningkatan kualitas harus menjadi komponen inti dari
inisiatif UHC, disamping cakupan yang meluas dan juga perlindungan keuangan. Untuk
memastikan bahwa semua orang akan mendapatkan manfaat dari layanan, perluasan harus
memprioritaskan orang-orang miskin dan kebutuhan kesehatan mereka sejak awal. Kemajuan
pada UHC dapat diukur dengan cakupan yang efektif dan efisien. 2 Namun kembali lagi,
pembiayaan kesehatan haruslah didukung dengan sistem kesehatan yang baik. Orang-orang yang
tinggal di negara-negara dengan. sistem kesehatan yang tidak berfungsi dengan baik, tanpa
disertai dengan mekanisme pembiayaan dan asuransi yang tepat, maka akan berisiko utuk
mendapatkan bencana atau memiskinkan pengeluaran ketika akan berobat. Pembayaran yang out
of pocket (yaitu pengeluaran kesehtan yang dilakukan oleh pasien sendiri pada titik perawatan)
sebagai bagian dari konsumsi rumah tangga, akhir-akhir ini telah meningkat di seluruh dunia.17
Sebagai perbandingan, dari segi pembiayaan, di Negara Maju, dalam sistem kesehatan mereka
dicirikan dengan tingkat ketidakpercayaan kepada tarif dan pembagian biaya untuk asuransi
cukup tinggi. Responden dari AS mengatakan bahwa rata-rata mereka tidak pergi ke dokter
ketika sakit, atau untuk mendapatkan tes dan rekomendasi tindak lanjut selanjutnya atau pergi
tanpa resep obat dikarenakan permasalahan biaya. Tarif di Selendia Baru tidak terlihat sama
dengan tarif dokter di Amerika Serikat dan lebih tinggi pula secara signifikan dari tarif tiga
negara lainnya. UK dan Kanada memiliki masalah akses terkait biaya yang cendrung dapat
diabaikan. Australia ada di tengah-tengah.15 UK sudah melakukan pembayaran untuk perawatan
berdasarkan kapitasi dengan intensif kerja. Sementara AS, Kanada, Selendia Baru, dan Australia
masih membayar sebagian besar biaya layanan, meskipun Selendia Baru sudah mulai menuju
Kapitasi. 8 Pembiayaan kesehatan di negara berkembang tidak lebih baik dari negara maju. Hal
ini disebabkan karena kondisi keuangan pemerintah. Di Afrika, efisiensi penggunaan
pembiayaan kesehatannya paling rendah, yaitu sebesar 67%, sedangkan di negaranegara Pasifik
Barat memiliki efisiensi pembiayaan yang tinggi yaitu sebesar 86%. 18 Komunikasi Petugas
Kesehatan - Pasien di Negara Maju dan Berkembang Perawatan yang kompeten dan juga sistem
kesehatan yang kompeten sangat diperlukan untuk mencapai perawatan yang berkualitas tinggi.
Komunikasi yang baik dan positif pada akhirnya dapat meningkatkan kepatuhan terhadap
perawatan dan pada akhirnya kepercayaan pada sistem kesehatan.19 Salah satu dampak
kesehatan yang baik dan berkualitas tinggi adalah kepercayaan kepada sistem, termasuk
kepercayan terhadap petugas kesehatan dan penggunaan perawatan yang tepat. Ukuran kepuasan
kepercayaan tersebut adalah sejauh mana orang percaya dan mau menggunakan perawatan
kesehatan. Kepercayaan di sini sangat penting untuk memaksimalkan hasil karena dapat
memotivasi partisipasi aktif dalam perawatan, misalnya kepatuhan terhadap rekomendasi dari
perawatan, penggunaan layanan dan termasuk pada saat keadaan emergensi. 20 Dinegara
berkembang, pengalaman pasien dirasakan buruk alasannya adalah akibat dari kuranganya rasa
hormat dari petugas kesehatan (41%), waktu tunggu yang lama (37%), komunikasi yang buruk
(21%) atau waku yang singkat yang dihabiskan dengan petugas kesehatan (37%).2 Sementara di
negara maju malah sulitnya mendapatkan perjanjian dengan dokter terutama setelah jam kerja.
15 Dari data tersebut tergambar bahwa komunikasi yang buruk merupakan salah satu masalah
yang dikeluhkan pasien dalam sistem kesehatan.

REFERENSI 1. WHO. everybody's business-strengthening health sistem to improve health


outcomes: WHO'S framework for action. World Health Organization 2007. 2. Kruk E,
Anna DG, Keely J, Hannah HL, Sanam R-D, et al. High quality health sistem in the era of
Sustainable Development Goals : time to do revolution The Lancet Global Health
Commission. 2018. 3. Phua Kh, Sheikh K, Tang SL, Lin v. Editorial e Health Sistems of
Asia: Equity, Governance and Social Impact. Social Science & Medicine. 2015;145. 4.
Penm J, MacKinno N, Strakowski S, Ying J, Doty M. Minding the gap: factors associated
with primary care coordination of adults in 11 countries. Ann Fam Med. 2017;15. 5.
Starfield B. Primary care: an increasingly important contributor to effectiveness, equity,
and efficiency of health services. SESPAS report 2012. Gac Sanit. 2012;26:20-6. 6. IMDSC.
Medical indicators 2016: Health-Disease Processes in the Rightful Population. Meksiko:
Instituto Mexicano del Seguro Social; 2017. 7. Brinton L, Figueroa J, Adjei E, team.
tGBHS. Factors contributing to delays in diagnosis of breast cancers in Ghana, West
Africa. Breast Cancer Res Treat. 2017;162. 8. Anderson GF, Petrosyan V, Hussey PS.
Multinational Comparisons of Health Sistems Data New York:Commonwealth Fund. 2002.
9. Shi L, Macinko J, Starfield B. Primary care, infant mortality, and low birth weight in
the states of the USA. J Epidemiol Community Health. 2004;58(374). 10. Rockers P, Kruk
M, Laugesen M. Perceptions of the health sistem and public trust in government in low-
and middle-income countries: evidence from the World Health Surveys. Health Polit Policy
Law. 2012;37. 11. 1Alshamsan R, Lee JT, Rana S, Areabi H, Millett C. Comparative health
sistem performance in six middleincome countries: cross-sectional analysis using World
Health Organization study of global ageing and health. Journal of the Royal Society of
Medicine. 2017;110(9):365-75. 12. 1Neogi S, Sharma J, Negandhi P, Chauhan M, Reddy S,
Sethy G. Risk factors for stillbirths: how much can a responsive health sistem prevent?.
BMC Pregnancy Childbirth. 2018;18: 33. 13. Li X, Lu J, Hu S, al. e. The primary health-
care sistem in China. Lancet. 2017;390. 14. Semrau K, Hirschhorn L, Group atBT.
Outcomes of a coaching-based WHO safe childbirth checklist program in India. N Engl J
Med. 2017;377. 15. Schoen C, Osborn R, Huynh PT, Doty M, Davis K, Zapert K, et al.
Primary Care And Health Sistem performance: Adults' Experiences in Five Countries.
Health Affairs. 2011. 16. WHO, WorldBank. Tracking universal health coverage: First
global monitoring report. . Worl Health Organization dan World Bank. 2015. 17.
Wagstaffa A, Flores G, Smitz M-F, Hsu J, Chepynoga K, Eozenou P. Progress on
impoverishing health spending in 122 countries: a retrospective observational study.
Lancet Glob Health. 2018;6. 18. Sun D, Ahn H, Lievens T, Wu Z. Evaluation of the
performance of national health sistems in 2004-2011: An analysis of 173 countries. PLoS
One. 2017;12(3). 19. Larson E, HH; L, Kruk M. The determinants and outcomes of good
provider communication: a crosssectional study in seven African countries. BMJ Open.
2017;7. 20. Ozawa S, P S. How do you measure trust in the health sistem? A sistematic
review of the literature. Soc Sci Med. 2013;91.

Anda mungkin juga menyukai