Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

( BIOGRAFI TOKOH ISLAM YANG MELAKSANAKAN DAKWAH DI INDONESIA )

Nama : Rizky Adhitya


Kelas : XII IPS 5
No. Absen : 33
Hari/Tanggal : Kamis, 28 Januari 2021

SMA NEGERI 8 DEPOK

Jl. M. Natsir No. 84, Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat

TAHUN AJARAN 2020 / 2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya dapat
menyelesaikan biografi ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan biografi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT. atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu untuk menyelesaikan pembuatan biografi
sebagai tugas pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan judul “ BIOGRAFI TOKOH
ISLAM YANG MELAKSANAKAN DAKWAH DI INDONESIA “ .

Saya tentu menyadari bahwa biografi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk biografi ini, supaya biografi ini nantinya dapat menjadi biografi yang
lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada biografi ini saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Di akhir saya berharap biografi sederhana saya ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang
membaca. Saya pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam biografi saya terdapat
perkataan yang tidak berkenan di hati.

Depok, 28 Januari 2021

Penyusun
Rizky Adhitya

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................................................1
BAB II…………………………………………………………………………………………………………………………………………………….2
BIOGRAFI TOKOH.................................................................................................................................2
A. Penjelasan Singkat Mengenai Syekh Datuk Kahfi...........................................................................2
B. Kehidupan Awal Syekh Datuk Kahfi...............................................................................................3
C. Masa Berdakwah.............................................................................................................................4
D. Wafatnya Syekh Datuk Kahfi .......................................................................................................10

BAB III.....................................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................................11
A. Daftar Pustaka...........................................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam merupakan salah satu agama dengan penganut terbesar di dunia, hal ini
tentunya membuat agama Islam sangat berpengaruh dalam perkembangan dunia, termasuk
Indonesia. Indonesia sendiri merupakan negara dengan penganut Islam terbanyak di dunia,
hal ini terjadi tentunya bukan hanya melalui proses singkat, melainkan terdapat proses yang
panjang dalam penyebarannya di Indonesia.
Proses masuknya Islam ke Indonesia sendiri terdapat beberapa teori, diantaranya adalah
teori Gujarat, teori China, teori Mekah, dan juga teori Persia. Selain beberapa teori tersebut,
perkembangan penyebaran agama Islam di Indonesia juga dipengaruhi beberapa tokoh
penting, baik dari pendakwah maupun bangsawan kerajaan. Pada kesempatan kali ini, saya
akan membahas salah satu tokoh perintis ( awal ) dalam penyebaran agama Islam di Pulau
Jawa, terkhususnya di daerah Cirebon. Beliau adalah Syekh Datuk Kahfi yang merupakan
tokoh yang meyebarkan agama Islam sebelum kedatangan Walisongo ( Sembilan orang yang
ditugaskan menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa ).

B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Syekh Datuk Kahfi ?
2. Berasal dari manakah Syekh Datuk Kahfi ?
3. Bagaimana cara Syekh Datuk Kahfi menyebarluaskan agama Islam di Indonesia ?
4. Bagaimanakah proses penyebaran Islam yang dilakukan Syekh Datuk Kahfi ?
5. Kapan pertama kali Syekh Datuk Kahf menyebarkan agama Islam di Indonesia ?
6. Dimanakah pertama kali Syekh Datuk Kahfi Menyebarkan Agama Islam di Indonesia ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pribadi sesungguhnya Syekh Datuk Kahfi .
2. Mengetahui daerah asal Syekh Datuk Kahfi .
3. Mengetahui cara dan proses penyebaran agama Islam yang dilakukan Syekh Datuk Kahfi.
4. Mengetahui waktu dan daerah dakwah Syekh Datuk Kahfi.

1
BAB II
BIOGRAFI TOKOH

A. Penjelasan Singkat Mengenai Syekh Datuk Kahfi

Syekh Datuk Kahfi adalah tokoh penyebar Islam di wilayah yang sekarang dikenal
dengan Cirebon dan leluhur dari Pembesar Sumedang. Dia pertama kali menyebarkan ajaran
Islam di daerah Amparan Jati. Syekh Datuk Kahfi merupakan buyut dari Pangeran Santri ( Ki
Gedeng Sumedang ), penerus penguasa di Kerajaan Sumedang Larang, Jawa Barat, dan putera
dari Syekh Datuk Ahmad.
Datuk Kahfi adalah tokoh perintis dakwah Islam di wilayah Cirebon. Ia menggunakan
nama Syekh Nurjati pada saat berdakwah di Giri Amparan Jati, yang lebih terkenal dengan
nama Gunung Jati, sebuah bukit kecil ( gabungan dari dua bukit ), yang berjarak + 5 km sebelah
utara kota Cirebon, tepatnya di desa Astana Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.

2
B. Kehidupan Awal Syekh Datuk Kahfi
 Latar Belakang

Syekh Datuk Kahfi ( dikenal juga dengan nama Syekh Idhofi atau Syekh Nurul Jati
atau Syekh Nurjati atau Syekh Nurijati ) lahir di Malaka, pada pertengahan Abad ke-14
Masehi ( tahun 802 Hijriah ) , ketika lahir Syekh Nurjati dikenal dengan nama Syekh Datuk
Kahfi. Syekh Datuk Kahfi sendiri merupakan putra dari Syekh Datuk Ahmad, seorang ulama
besar. Syekh Datuk Ahmad sendiri merupakan putra dari Maulana Isa, yang juga seorang
tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya. Syekh Datuk Ahmad mempunyai adik yang
bernama Syekh Datuk Sholeh ( ayahanda dari Syekh Siti Jenar atau dikenal dengan Abdul
Jalil ). Jadi, Syekh Datul Kahfi adalah saudara sepupu dari Syekh Siti Jenar. Maulana Isa
adalah putra dari Abdul Kadir Kaelani. Abdul Kadir Kaelani adalah putra dari Amir Abdullah
Khanudin, keturunan Nabi Muhammad SAW. generasi ke tujuh belas dari jalur Zaenal
Abidin. Bisa dikatakan secara singkatnya, Syekh Datuk Kahfi masih memiliki hubungan dan
darah keturunan dari Nabi Muhammad SAW.

Syekh Datuk Kahfin juga memiliki dua orang adik, yaitu Syekh Bayanullah yang
mempunyai pondok di Mekah, yang kemudian mengikuti jejak kakaknya berdakwah di Wilayah
Cirebon, serta seorang adik wanita yang menikah dengan Raja Upih Malaka. Buah dari
perkawinan tersebut lahirlah seorang putri yang kelak menikah dengan Dipati Unus dari Demak.

 Pendidikan
Sehubungan dengan lamanya Syekh Nurjati bermukim di Mekah, maka sebagian naskah
menyatakan bahwa Syekh Nurjati berasal dari Mekah.

 Keluarga
Setelah menuntut ilmu di Mekah, Syekh Nurjati mencoba mengamalkan ilmu yang
diperoleh dengan mengajarkannya di wilayah Bagdad. Di Bagdad, Syekh Nurjati menikah
dengan Syarifah Halimah, putri dari Ali Nurul Alim.  Ali Nurul Alim putra dari
Jamaludin al Husain dari Kamboja, yang merupakan putra dari Ahmad Shah Jalaludin,
putra Amir Abdullah Khanudin. Jadi, Syekh Nurjati menikah dengan saudara secicit.
Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai empat orang anak, yakni :
1. Syekh Abdurakhman yang kelak di Cirebon bergelar Pangeran
Panjunan (ayah Pangeran Tubagus Angke, dan Pangeran Pamelekaran kakek Pangeran
Santri ),
2. Syekh Abdurakhim ( kelak bergelar Pangeran Kejaksan ),

3
3. Fatimah ( yang bergelar Syarifah Bagdad menikah dengan Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati ), dan
4. Syekh Datul Khafid ( kadang-kadang disebut juga sebagai Syekh Datul Kahfi, sehingga
membuat rancu dengan sosok ayahnya yaitu Syekh Datuk Kahfi di beberapa manuskrip
yang lebih muda umurnya, contohnya Babad Cirebon Keraton Kasepuhan ).
Keempat anak tersebut dijamin nafkahnya oleh kakak Syarifah Halimah, Syarif Sulaiman
yang menjadi raja di Bagdad. Syarif Sulaiman menjadi raja di Bagdad karena menikahi putri
mahkota raja Bagdad.
Syekh Nurjati hidup pada abad pertengahan, antara abad 14-15 dan pernah bermukim di
Bagdad ( sekarang Bagdad merupakan ibukota Irak ). Kondisi sosial – ekonomi Bagdad pada
rentang abad 14-15 Masehi sedang mengalami keemasan. Para filosof muslim mencapai
puncak kejayaannya pada masa itu. Kondisi tersebut sangat memungkinkan ikut membentuk
keluasan pikir Syekh Nurjati. Hal ini membantu kelancaran dakwahnya .
Di Bagdad Syekh Nurjati hidup dan berumah tangga dan dikaruniai empat orang putra-
putri. Kemudian Syekh Nurjadi diutus oleh Raja Bagdad untuk berdakwah di tanah Jawa
serta menuruti suara hati nuraninya. Seraya memohon petunjuk kepada Allah SWT, Syekh
Nurjati bersama istrinya, Syarifah Halimah pergi berkelana untuk berdakwah meninggalkan
keempat anaknya yang masih kecil-kecil. Dalam perjalanannya, sampailah Syekh Nurjati  di
Pelabuhan Muara Jati dengan penguasa Pelabuhan/ syahbandarnya bernama Ki Gedeng
Tapa/ Ki Ageng Jumajan Jati. Sesampainya mereka di Pelabuhan Muara Jati, Syarifah
Halimah berganti nama menjadi Nyi Ratna Jatiningsih/ Nyi Rara Api.
C. Masa Berdakwah
 Kedatangan Pendakwah Sebelum Syekh Datuk Kahfi
Sebelum Syekh Datuk Kahfi mulai berdakwah di daerah Giri Amparan, Gunung Jati
terdapat seorang ulama yang sudah terlebih dahulu melakukan dakwahnya di daerah
Amparan yaitu Syekh Quro. Syekh Quro sendiri merupakan utusan Raja Campa.
Secara geneologis, Syekh Quro dan Syekh Nurjati adalah sama-sama saudara
seketurunan dari Amir Abdullah Khanudin generasi keempat. Syekh Quro datang terlebih
dahulu ke Amparan bersama rombongan dari angkatan laut Cina dari Dinasti Ming yang
ketiga dengan Kaisarnya, Yung Lo ( Kaisar Cheng-tu ). Armada angkatan laut tersebut
dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho ( alias Sam Po Tay Kam ). Mereka mendarat di Muara
Jati pada tahun 1416 M. Mereka semua telah masuk Islam. Armada tersebut hendak
melakukan perjalanan melawat ke Majapahit dalam rangka menjalin persahabatan. Ketika
armada tersebut sampai di Pura Karawang, Syekh Quro ( Syekh Hasanudin ) beserta
pengiringnya turun ( salah satu pengiring adalah putranya yaitu Syekh Bentong ). Syekh
Quro pada akhirnya tinggal dan menyebarkan ajaran agama Islam di Karawang.
Kedua tokoh ini ( Syekh Datuk Kahfi dan Syekh Quro ) dipandang sebagai tokoh yang
mengajarkan Islam secara formal yang pertama kali di Jawa Barat. Syekh Quro di
Karawang dan Syekh Nurjati di Cirebon.
 Mulai Berdakwah Di Pulau Jawa
4
Perkampungan yang dekat dengan pelabuhan Muara Jati disebut Pesambangan.
Diceritakan dalam Carita Purwaka Caruban Nagari, dalam Sejarah Banten, juga dalam
Naskah Mertasinga, bahwa Syekh Nurjati / Syekh Datuk Kahfi, mendarat di Muara Jati
setelah pendaratan Syekh Quro dan rombongan. Syekh Nurjati bersama rombongan dari
Bagdad sebanyak sepuluh orang pria dan dua orang perempuan tiba di Muara Jati.
Rombongan ini diterima oleh Penguasa Pelabuhan Muara Jati, Ki Gedeng Tapa/Ki
Mangkubumi Jumajan Jati sekitar tahun 1420 M. Syekh Nurjati mendapatkan ijin dari
Ki Gedeng Tapa untuk bermukim di daerah Pesambangan, di sebuah bukit kecil yang
bernama Giri Amparan Jati.

Di tempat baru tersebut, Syekh Nurjati giat berdakwah sebagai dai’ mengajak
masyarakat untuk mengenal dan memeluk agama Islam. Setelah mendengar tentang
agama baru itu, orang-orang berdatangan dan menyatakan diri masuk Islam dengan tulus
ikhlas. Semakin hari semakin banyak orang yang menjadi pengikut Syekh Nurjati.

Dalam interaksinya dengan masyarakat sekitar, akhirnya Syekh Nurjati menikah


dengan Hadijah. Hadijah adalah cucu Haji Purwa Galuh ( Raden Bratalegawa, orang
pertama yang pergi berhaji dari Jawa Barat ), janda dari seorang saudagar kaya raya
yang berasal dari Hadramaut. Dengan pria tersebut Hadijah tidak dikaruniai putra,
namun setelah pria tersebut meninggal dunia, Hadijah memperoleh seluruh harta warisan
dari suaminya. Setelah suaminya meninggal dunia, Hadijah bersama kedua orang tuanya
pulang ke Kerajaan Galuh dan menetap di Dukuh Pesambangan. Harta warisan tersebut
digunakan Hadijah bersama suami barunya, yaitu Syekh Nurjati untuk membangun
sebuah pondok pesantren yang bernama Pesambangan Jati.

Pernikahan Syekh Nurjati dengan Hadijah dikaruniai seorang putri yang


bernama Nyi Ageng Muara, yang kelak menikah dengan Ki Gede Krangkengsekarang
merupakan nama sebuah kecamatan di Kabupaten Indramayu).

Pondok Pesantren Pesambangan Jati adalah pondok pesantran tertua di wilayah


Cirebon ( saat itu masih bernama Nagari Singapura ) dan pondok pesantren tertua
kedua se-Jawa Barat ( Kerajaan Galuh ), setelah Pondok Pesantren Quro di Karawang,
yang didirikan oleh Syekh Quro ( Syekh Hasanudin / Syekh Mursahadatillah ). Syekh
Quro adalah saudara sepupu Syarifah Halimah. Syekh Quro adalah putra dari Dyah
Kirana dengan Syekh Yusuf Sidik ( Wali Malaka ). Sedangkan Dyah Kirana adalah
putri Imam Jamaludin al Husain dari Kamboja ( kakek Syarifah Halimah ).
 Keharmonisan Dakwah Cirebon dan Karawang
Gerakan dakwah mereka berdua dapat terjalin secara harmonis dan berjalan saling
bantu membantu. Syekh Quro mengirimkan orang kepercayaannya yang bergelar

5
Penghulu Karawang, ke Dukuh Pesambangan, terbukti dengan adanya nisan makam
Penghulu Karawang di Amparan Jati.
 Keharmonisan dakwah antara Cirebon dan Karawang berlanjut dengan :
a. Cucu Syekh Ahmad, bernama Musanudin. Kelak Musanudin menjadi lebaidi
Cirebon, memimpin Masjid Agung Sang Cipta Rasa pada masa pemerintahan
Susuhunan Jati ( Sunan Gunung Jati ). Sedang Syekh Ahmad merupakan anak
dari Syekh Quro dengan Ratna Sondari, putri Ki Gedeng Karawang.
b. Puteri Karawang memberikan sumbangan hartanya untuk mendirikan sebuah
masjid di Gunung Sembung ( Nur Giri Cipta Rengga ) yang bernama Masjid
Dog Jumeneng / Masjid Sang Saka Ratu, yang sampai sekarang masih
digunakan dan terawat baik.
c. Pengangkatan juru kunci di situs makam Syekh Quro dikuatkan oleh pihak
Keraton Kanoman Cirebon.

Diceritakan pada suatu waktu, Raden Pamanah Rasa ( Sri Baduga Maharaja,
Prabu Siliwangi ) mengadakan perjalanan ke Pondok Pesantren Quro, Pulo Klapa,
Telagasari, Karawang, yang dipimpin oleh Syekh Quro ( Syekh Mursahadatillah ). Dalam
pelawatan tersebut Raden Pamanah Rasa jatuh cinta kepada Puteri Subang Keranjang
( Subang Larang ), putri Ki Gedeng Tapa dari Singapura (Singapura adalah sebuah
negara bagian dari Kerajaan Galuh yang dipimpin oleh Prabu Niskala Wastu
Kancana). Raden Pamanah menikahi Puteri Subang Keranjang dengan syarat Raden
Pamanah Rasa masuk Islam dan mendidik keturunannya dengan ajaran Islam.
Dari perkawinan ini lahirlah tiga orang putra yaitu Pangeran Walangsungsang,
Nyi Mas Ratu Mas Rarasantang, dan Pangeran Raja Sengara/ Kean Santang.

 Kelanjutan Dakwah
Di Kampung Pesambangan, Syekh Nurjati melakukan dakwah Islam. Karena
menggunakan cara yang bijaksana dan penuh khidmat dalam mengajarkan agama
Islam, maka dalam waktu singkat pengikutnya banyak, hingga akhirnya kedatangan
Pangeran Walangsungsang beserta istrinya Nyi Indang Geulis dan adiknya, Nyi Mas
Ratu Rarasantang yang bermaksud ingin mempelajari agama Islam.
Mereka adalah cucu syahbandar Muara Jati dari jalur ibunya. Kedatangan mereka
ke Gunung Jati di samping melaksanakan perintah ibundanya sebelum meninggal,
juga bermaksud sungkem kepada eyangnya Ki Gedeng Tapa. Kepergian mereka ke
Pangguron Gunung Jati tanpa seizin ayah mereka, Prabu Siliwangi. Karena Prabu
Siliwangi kembali memeluk agama Budha setelah Nyi Subang Larang meninggal dunia.
Tetapi kedua putra-putrinya itu sudah dididik agar memperdalam agama Islam di
Pangguron Gunung Jati. Akhirnya mereka pun menuntut ilmu dan memperdalam
agama Islam, menjadi santri Syekh Nurjati di Pesambangan Jati.
Di antara murid-muridnya, murid yang tercatat sangat cerdas adalah Pangeran
Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rarasantang. Walaupun keduanya telah menjadi

6
muslim sejak kecil, dan belajar ke Syekh Quro, tetapi ketika datang ke pesantren Syekh
Nurjati keduanya dan Nyi Indang Geulis ( istri Pangeran Walangsungsang ), tetap
diminta kembali mengucapkan kedua kalimah syahadat. Syekh Nurjati memberi pelajaran
kepada mereka mulai dari rukun Islam dan pelajaran tauhid sebagai dasar pondasi
keimanan. Menururt Besta Basuki Kertawibawa, Syekh Nurjati melakukan pengajaran
ini karena ada keraguan terhadap kadar keimanan dan pengetahuan ketiganya tentang
agama Islam ( Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rara Santang adalah anak
dari Raja Pajajaran yang beragama Hindu-Budha dan juga pengalaman mereka tentang
agama Islam masih dalam tahapan pemula ).

 Syekh Nurjati Memerintahkan Pangeran Walangsungsang Membuka


Perkampungan
Setelah menerima wejangan dari Syekh Nurjati ( Selama menjadi santri di
Pangguron Gunung Jati ) dan seizin kakeknya ( Ki Gedeng Tapa ), Somadullah (Pangeran
Walangsungsang ) memilih kawasan hutan di kebon pesisir, di sebelah selatan Gunung
Jati, yang disebut Tegal Alang-alang atau Lemah Wungkuk. Di kawasan tersebut
ternyata telah bermukim Ki Danusela, adik Ki Danuwarsih ( mertua Somadullah ).
Setibanya di tempat yang dituju, mereka bertemu dengan seorang lelaki tua
bernama Ki Pengalangalang dan mengucapkan kalimat : Lamma waqo’tu; ketika saya
telah tiba. Ucapan Pangeran Walangsungsang tersebut kemudian menjadi nama Lemah
Wungkuk. Ki Pengalangalang menyambut mereka dan mengakui ketiga orang yang
datang tersebut anaknya.
Keesokan harinya, setelah salat Subuh, Pangeran Walangsungsang ( Somadullah )
mulai bekerja membabat hutan hingga ke pedalaman yang dipenuhi binatang buas,
tempat ini nanti namanya adalah Panjunan, Pasayangan, Pekarungan, Gunung Sari,
Dukuh Semar, Parujakan, Pekalangan, Pandesan, Kebon Pring, Anjatan,
Pulasaren, dan Jagasatru ( wilayah – wilayah yang ada di Cirebon ). Semua nama
tempat itu berdasarkan hal yang dialami Pangeran Walangsungsang saat membuka hutan.
Pada tanggal 14 bagian terang bulan Carita tahun 1367 Saka atau Kamis
tanggal 8 April tahun 1445 Masehi, bertepatan dengan masuknya penanggalan 1
Muharam 848 Hijriyah, Pangeran Walangsungsang alias Somadullah dibantu 52 orang
penduduk, membuka perkampungan baru di hutan pantai kebon pesisir .
Dengan semangat tinggi dan ketekunannya, Pangeran Walasungsang dapat
menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai pembuatan pendukuhan yang semula Tegal
Alang-Alang atau Kebon Pesisir diberi nama Caruban Larang dengan kuwu pertama
adalah Ki Danusela. Sedangkan Ki Somadullah menjadi pangraksabumi yang bertugas
memelihara tanah pemukiman dengan julukan Ki Cakrabumi.
Perkampungan Somadullah dan usahanya membuat terasi diketahui oleh Raja
Galuh ( Raja Jawa Barat ). Ia mengutus patihnya untuk menyelidiki perkampungan di
pesisir pantai itu. Apabila rakyatnya telah mencapi 69 orang, perkampungan tersebut

7
telah menjadi sebuah desa dan diharuskan membayar pajak setiap tahun serta
mempersembahkan tumbukan rebon halus sewakul ( sekitar 45 kilogram ). Dalam
pertemuan antara utusan Raja Galuh dan Somadullah dibicarakan status perkampungan
baru yang ternyata telah dihuni oleh 70 orang penduduk sehingga perlu dibentuk satu
desa di bawah pimpinan seorang kuwu ( kepala desa ). Desa tersebut kemudian dipimpin
oleh Ki Pangalangalang sebagai kuwu, karena Cakrabumi tidak bersedia menjadi kuwu.
Selesai upacara pengukuhan kuwu, diadakan perjamuan. Rombongan Kerajaan Galuh
menikmati garagal ( tumbukan ) rebon beserta air rebon. Utusan kerajaan Galuh sangat
menikmati air rebon yang dalam bahasa sunda disebut Cairebon, dari kata cai dan rebon.
Ketika Ki Pangalangalang meninggal, ia diperlakukan secara Islam oleh Ki Cakrabumi.
Perlakuan jenazah secara Islam ini merupakan awal dari penyebaran ajaran Islam
kepada penduduk Cirebon. Sejak itu, setiap malam diadakan pengajian oleh Ki
Cakrabumi. Sepeninggal Ki Pangalangalang, datanglah utusan karajaan Galuh untuk
mengganti kedudukan Ki Pangalangalang sebagai kuwu Cirebon. Melalui kesepakatan,
akhirnya Ki Cakrabumi terpilih sebagai Kuwu Cirebon menggantikan Ki Pangalangalang
dan mendapat gelar Cakrabuana memerintah 457 orang penduduk desa Cirebon.
Pangeran Walangsungsang ketika membuka pedukuhan juga mendirikan sebuah
masjid yang diberi nama Masjid Pejelagrahan ( artinya rumah di atas laut ). Sekarang
letak masjid tersebut sekarang berada tepat di sebelah luar dinding Keraton Kasepuhan,
di Kelurahan Kasepuhan, Kota Cirebon.
Seusai membangun pedukuhan, Syekh Nurjati menemui Pangeran
Walangsungsang di Kebon Pesisir, kemudian menyarankan Pangeran Walangsungsang
dan Nyi Mas Ratu Rarasantang untuk pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah
haji dan disarankan terlebih dahulu menemui Syekh Ibrahim di Campa. Keduanya
menuruti nasehat Syekh Nurjati dan berhasil menemui Syekh Ibrahim di Campa.
Di Campa Pangeran Walangsungsang  dan Nyi Mas Ratu Rarasantang menerima
wejangan dari Syekh Ibrahim, selanjutnya Syekh Ibrohim  menyuruh keduanya untuk
melanjutkan perjalanan ke Mekah.
Setelah berhaji, Nyi Mas Ratu Rarasantang bergelar Nyi Haji Syarifah Mudaim
dan Pangeran Walangsungsang bergelar Haji Abdullah Iman. Akhirnya Nyi Mas Ratu
Rarasantang dipersunting oleh Raja Mesir, Maulana Sultan Mahmud/Syarif
Abdullah.
Tak lama kemudian, pernikahan dilangsungkan di Kerajaan Bani Israil yang
disaksikan oleh Haji Abdullah Iman dan alim-ulama beserta pembesar kerajaan. Syarifah
Mudaim melahirkan anak yang bisa mengislamkan tanah Jawa. Hasil pernikahan Nyi
Rara Santang ini lahirlah Syarif Hidayatullah ( Sunan Gunung Jati ) dan Syarif
Nurullah. Syarif Nurullah meneruskan memimpin kerajaan ayahandanya, sementara
Syarif Hidayatullah berniat mensyiarkan Islam di tanah Jawa.

 Wejangan Syekh Nurjati Kepada Syarif Hidayatullah dan Para Wali

8
Setelah berkelana menemui para wali di Jawa, Syarif Hidayatullah pada tahun
1475 ( Ada naskah yang menyebut 1470 ) mendarat di Amparan Jati  dan menemui
uwaknya ( Pangeran Walangsungsang ) yang pada saat itu menjadi Kuwu Cirebon.
Uwaknya sangat gembira atas kedatangan keponakannya tersebut dan mendukung
niatnya. Tetapi sebelumnya Pangeran Walangsungsang memberi nasihat agar sebelum
melakukan syiar Islam, terlebih dahulu menemui Ki Guru, yakni Syekh Nurjati di
Gunung Jati. Syarif Hidayat agar meminta nasihat dan petujuk, bagaimana dan apa yang
harus dilakukan. Akhirnya, mereka berdua berangkat menuju Gunung Jati menemui
Syekh Nurjati selama tiga hari tiga malam.
Di tempat Syekh Nurjati mereka menerima wejangan-wejangan yang berharga.
Antara lain, Syekh Nurjati berkata:
”Ketahuilah bahwa nanti di zaman akhir, banyak orang yang terkena penyakit. Tiada
seorangpun yang dapat mengobati penyakit itu, kecuali dirinya sendiri karena penyakit
itu terjadi akibat perbuatannya sendiri. Ia sembuh dari penyakit itu, kalau ia melepaskan
perbuatannya itu. Dan ketahuilah bahwa nanti di akhir zaman, banyak orang yang
kehilangan pangkat keturunannya, kehilangan harga diri, tidak mempunyai sifat malu,
karena dalam cara mereka mencari penghidupan sehari-hari tidak baik dan kurang
berhati-hati. Oleh karena itu sekarang engkau jangan tergesa-gesa mendatangi orang-
orang yang beragama Budha. Baiklah engkau sekarang menemui Sunan Ampel di
Surabaya terlebih dahulu dan mintalah fatwa dan petunjuk dari beliau untuk bekal
usahamu itu. Ikutilah petunjuk beliau, karena pada saat ini di tanah Jawa baru ada dua
orang tokoh dalam soal keislaman, ialah Sunan Ampel di Surabaya dan Syekh Quro
di Karawang. Mereka berdua masing-masing menghadapi Ratu Budha, yakni Pajajaran
Siliwangi dan Majapahit. Maka sudah sepatutnyalah sebelum engkau bertindak,
datanglah kepada beliau terlebih dahulu. Begitulah adat kita orang Jawa harus saling
menghargai, menghormati antara golongan tua dan muda. Selain itu, dalam usahamu
nanti janganlah kamu meninggalkan dua macam sembahyang sunah, yaitu sunah duha
dan sunah tahajud. Di samping itu, engkau tetap berpegang teguh pada empat perkara,
yakni syare’at, hakekat, tarekat, dan ma’rifat.
Demikian wejangan dari Syekh Nurjati kepada Syarif Hidayatullah. Syekh Nurjati
adalah tokoh utama penyebar agama Islam yang pertama di Cirebon. Tokoh yang
lain adalah Maulana Magribi, Pangeran Makdum, Maulana Pangeran Panjunan, Maulana
Pangeran Kejaksan, Maulana Syekh Bantah, Syekh Majagung, Maulana Syekh Lemah
Abang, Mbah Kuwu Cirebon ( Pangeran Cakrabuana ), dan Syarif Hidayatullah. Mereka
semua murid Syekh Nurjati. 
Dalam suatu sidang tersebut Syekh Nurjati berfatwa kepada murid-muidnya :
“Wahai murid-murid ku, sesungguhnya masih ada suatu rencana yang sesegera mungkin
kita laksanakan, ialah mewujudkan atau membentuk masyarakat Islamiyah. Bagaimana
pendapat para murid semuanya dan bagaimana pula caranya kita membentuk
masyarakat islamiyah itu?”

9
Para murid dalam sidang mufakat atas rencana baik tersebut. Syarif Hidayatullah
berpendapat bahwa untuk membentuk masyarakat islam sebaiknya diadakan usaha
memperbanyak tabligh di pelosok dengan cara yang baik dan teratur. Pendapat ini
mendapat dukungan penuh dari sidang, dan disepakati segera dilaksanakan. Sidang inilah
yang menjadi dasar dibentuknya organisasi dakwah dewan Walisongo.

D. Wafatnya Syekh Datuk Kahfi

Syekh Nurjati meninggal dan dimakamkan di Gunung Jati. Sedangkan Syarif


Hidayatullah meninggal di Gunung Jati sehingga disebut Sunan Gunung Jati, namun
dimakamkan di Gunung Sembung, sebelah barat Gunung Jati.

Gapura bersayap di pintu makam Syekh Nurjati adalah sebagai penanda masuknya
agama Islam di Cirebon. Model gapura ini merupakan salah satu karya adi luhung orang
Cirebon, pada awal abad ke 15-17 Masehi. Karya adi luhung ini merupakan karya dekoratif
yang sebenarnya lumrah di pesisir pantai utara Jawa.

Pintu yang ada di gapura bersayap Syekh Nurjati ini dapat melambangkan kematian.
Artinya maut adalah gerbang yang akan dilalui oleh setiap manusia ( ruh ) untuk mencapai
kehidupan berikutnya yang abadi. Pemaknaan pintu sebagi lambang kematian merupakan
gambaran yang sangat tepat dan sesui dengan peribahasa Arab yang berbunyi : “ al mautu
babun wa kullunaasi dakhiluhu”, maut adalah pintu dan setiap orang akan memasukinya.

Jika pintu bermakna kematian, maka gapura bersayap bisa menjadi makna
perlambang bagi Malaikat Izrail. Artinya, kematian bisa disebut kematian yang
sesungguhnya jika ruh seseorang sudah dibawa malaikat Izrail dan menurut Al Quran bahwa
para malaikat itu bersayap.
BAB III
PENUTUP

A. Daftar Pustaka
1. http://miftahrosa.blogspot.com/2016/02/biografi-tokoh-penyebar-agama-islam-di.html
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Tokoh_penyebar_Islam_di_Indonesia
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Datuk_Kahfi
4. https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2015/05/tokoh-penyebar-islam-di-
indonesia.html

10
5. https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2015/05/biografi-syekh-datuk-kahfi-tokoh-
perintis-dakwah-Islam-di-cirebon.html
6. https://info.syekhnurjati.ac.id/profil/biografi-syekh-nurjati/
7. https://jabar.tribunnews.com/2017/06/09/syekh-dzatul-kahfi-orang-pertama-yang-
menyebarkan-islam-di-cirebon-sebelum-sunan-gunung-jati
8. https://historia.id/agama/articles/empat-penyebar-islam-pra-wali-songo-Dwj25/page/2
9. https://historia.id/agama/articles/empat-tokoh-islam-di-indonesia-6jnw6
10. https://guruilmu.wordpress.com/2018/12/11/tokoh-tokoh-perkembangan-islam-di-
indonesia/
11. https://id.wikipedia.org/wiki/Tan_Go_Wat

11

Anda mungkin juga menyukai