Disusun Oleh :
Kelompok 7 EA-J
Untuk memperoleh CSF yang tepat dan relevan, CSF harus secara konsisten
mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Setiap organisasi mempunyai CSF yang
berbeda-beda karena sangat tergantung pada unsur-unsur apa dari organisasi tersebut yang
dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan.
Berikut ini contoh CSF Sebagai Masukan dalam Penetapan Indikator Kinerja Perguruan
Tinggi.
Indikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost), misalnya biaya
per unit pelayanan. Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya unitnya,karena
output yang dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan
yang diberikan. Untuk kondisi tersebut dapat dibuat indicator kinerja proksi, misalnya belanja
per kapita.
2. Penggunaan (utilization)
Indikator kualitas dan standar pelayanan merupakan indicator yang paling sulit
diukur, karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Penggunaan indicator
kualitas dan standar pelayanan harus dilakukan secara hati-hati karena kalau terlalu
menekankan indicator ini justru dapat menyebabkan kontra produktif. Contoh indicator
kualitas dan standar pelayanan misalnya perubahan jumlah komplain masyarakat atas
pelayanan tertentu.
4. Cakupan pelayanan (coverage)
Indikator kepuasan biasanya diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung.
Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat (need assessment), dapat
juga digunakan untuk menetapkan indicator kepuasan. Namun demikian, dapat juga
digunakan indicator proksi misalnya jumlah komplain. Pembuatan indicator kinerja tersebut
memerlukan kerja sama antar unit kerja.
Pengukuran kinerja value for money adalah pengukuran kinerja untuk mengukur ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas suatu kegiatan, program, dan organisasi. Tingkat input, output dan
outcome harus diketahui terlebih dahulu agar dapat mengukur ekonomi, efisien dan
efektivitas pada pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan dengan metode value for
money. Tahap pertama suatu organisasi adalah menentukan input, output dan outcome, dari
penentuan tersebut dikaitkan dengan tujuan, visi dan misi organisasi. Skema proses kerja dan
pengukuran value for money digambarkan sebagai berikut:
1. Input. Input merupakan sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu
kebijakan, program dan aktivitas. Contoh input diantaranya seperti dokter di rumah
sakit, guru di sekolah, polisi di kapolda, pegawai di suatu instansi, input dapat juga
dinyatakan dalam bentuk uang, misalnya untuk biaya dokter, gaji guru, dan harga
tanah.
2. Output. Output merupakan hasil yang dicapai dalam suatu program dan kebijakan,
ukuran output ini menunjukan hasil implementasi dari program atau aktivitas. Contoh
output yang dihasilkan polisi adalah tegaknya hukum dan rasa aman masyarakat
ukuran output dapat diperkirakan dengan turunnya angka kriminalitas.
3. Outcome. Outcome merupakan dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas
tertentu, outcome seringkali dikaitkan dengan tujuan (objectives) atau target yang
dikehendaki. Contoh outcome dari dinas kebersihan adalah terciptanya lingkungan
kota yang aman bersih dan sehat.
a) Ekonomis
Pengukuran ekonomis hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan. Ekonomis
merupakan ukuran relatif. Pertanyaan sehubungan dengan pengukuran ekonomis adalah:
1. Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi?
2. Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi lain yang sejenis yang
dapat diperbandingkan?
3. Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara optimal?
Jika diperoleh nilai perbandingan kurang dari 100% (X < 100%) maka, ekonomis.
Jika diperoleh nilai perbandingan sama dengan 100% (X = 100%) maka, ekonomis
berimbang.
Jika diperoleh nilai perbandingan lebih dari 100% (X > 100%) maka, tidak ekonomis.
b) Dalam pengukuran kinerja value for money, efisiensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
Keterangan:
Output = Hasil yang dicapai oleh kebijakan program dan aktivitas.
Input = Realisasi anggaran.
Jika diperoleh nilai perbandingan kurang dari 100% (X < 100%) maka, tidak efisien.
Jika diperoleh nilai perbandingan sama dengan 100% (X = 100%) maka, efisiensi
berimbang.
Jika diperoleh nilai perbandingan lebih dari 100% (X > 100%) maka, efisien.
c) Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang
berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Efektivitas
hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Keterangan:
Outcome = Dampak yang ditimbulkan dari suatu kegiatan.
Output = Hasil yang dicapai oleh kebijakan program.
Jika diperoleh nilai perbandingan kurang dari 100% (X < 100%) maka, tidak efektif.
Jika diperoleh nilai perbandingan sama dengan 100% (X = 100%) maka, efektivitas
berimbang.
Jika diperoleh nilai perbandingan lebih dari 100% (X > 100%) maka, efektif